You are on page 1of 7

PELANGGARAN ETIKA

PROFESI
ADVOKAT
Etika Profesi Hukum
Oleh

Hendra Norman Swarshof (163112330020191)

KRONOLOGI
Pada 2002, Todung merupakan anggota Tim Bantuan Hukum
(TBH) Pemerintah Indonesia cq menteri keuangan cq Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan legal
audit terhadap Salim Group yang juga pemilik Sugar Group
Companies (SGC).
Setelah SGC dijual, pada 2006 pemilik baru (Gunawan Yusuf)
ternyata beperkara melawan keluarga Salim dan Pemerintah
Indonesia di Pengadilan Negeri Kotabumi dan Gunung Sugih,
Lampung. Dalam perkara itu, Todung bertindak sebagai
kuasa hukum keluarga Salim. Atas hal ini, majelis menilai
Todung berbenturan dengan keluarga Salim. Bertolak dari
fakta-fakta tersebut, menjadi jelas bahwa Teradu I
sebenarnya masih terkait dengan kepentingan Sugar Group
Companies yang dulunya termasuk perusahaan Salim
Group, ujar Jack.

KRONOLOGI

Dalam perkara itu, Todung bertindak sebagai


kuasa hukum keluarga Salim. Atas hal ini,
majelis menilai Todung berbenturan dengan
keluarga Salim. Bertolak dari fakta-fakta
tersebut, menjadi jelas bahwa Teradu I
sebenarnya masih terkait dengan kepentingan
Sugar Group Companies yang dulunya termasuk
perusahaan Salim Group, ujar Jack.

KRONOLOGI

Laporan Todung ke Peradi diajukan Hotman Paris


Hutapea yang juga pengacara senior. Dalam laporannya,
Hotman menuduh Todung menjadi kuasa hukum dua
pihak yang saling berseberangan. Selain personal, firma
Lubis, Santosa, and Maulana juga diperkarakan
Hotman. Namun, aduan itu ditepis majelis.
Perseteruan Hotman dengan Todung sudah berlangsung
panjang. Hotman adalah lawan Todung dalam
persidangan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih,
Lampung Tengah, dan PN Kota Bumi, Lampung Utara.
Meski dalam dokumen TBH dinyatakan bahwa
keluarga Salim atau Salim Group melanggar MSAA,
dalam persidangan, justru menyatakan bahwa keluarga
Salim/Salim Group tidak melanggar MSAA,

PELANGGARAN KODE ETIK


Todung telah melanggar Undang-undang No. 18 tahun 2008
pasal 3 berikut pasal 6 yang telah dijelaskan diatas dan Kode
Etik Advokat Indonesia KEAI, yang telah sah dan berlaku
pada tanggal 23 Mei 2002, pada Pasal 3 huruf (b) KEAI :
Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan sematamata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih
mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
Dan khususnya pula pada Pasal 4 huruf (j) yang menyatakan,
"Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak
atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari
pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di
kemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara
pihak-pihak yang Bersangkutan".

SANKSI

Dalam pelaksanaan kode etik advokat controling


dan pengawasan dilakukan oleh lembaga atau
badan yang bernama dewan kehormatan
advokad dengan cara dan sanksi atas
pelanggaran yang ditentukan sendiri. tidak satu
pasalpun dalam kode etik advokad yang memberi
wewenang kepada badan lain selain dewan
kehormatan untuk menghukum pelanggaran
atas pasal-pasal dalam kode etik advokad.

SANKSI
Dalam KEAI Pasal 9 huruf (b) menerangkan :Pengawasan atas
pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh DewanKehormatan.
Melihat dari kronoligis yang ada serta berdasarkan dasar-dasar hukum
yang telah dijelaskan diatas dengan mempertimbangkan pokok-pokok
perkara yang ada maka Majelis Kehormatan Daerah PERADI DKI
Jakarta memutuskan sebagai berikut :
1. Menerima pengaduan para Pengadu untuk sebagian;
2. Menyatakan Todung terbukti melanggar ketentuan Pasal 4 huruf (j)
dan Pasal 3 huruf (b) Kode Etik Advokat Indonesia;
3. Menghukum Todung dengan pemberhentian tetap dari profesinya
sebagai Advokat terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;
4. Menolak pengaduan Pengadu selebihnya.
5. Menghukum Todung untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.3,500,000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah);
Putusan ini telah dibacakan dan di tetapkan dalam sidang yang
dinyatakan terbuka untuk umum pada hari ini Jumat tanggal 16 Mei
2008.

You might also like