You are on page 1of 24

Sindroma GuillainBarr

Muhammad Faiz bin Abdul Halim


11-2009-103

Definisi
Nama lain: polineuritis akut pasca infeksi,

polineuritis akut toksik, polineuritis febril,


poliradikulopati dan acute ascending paralysis.
penyakit autoimun
suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang
mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan
kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB.
Pengobatan secara simptomatis dan perawatan
yang baik dapat memperbaiki prognosisnya

Etiologi
Umumnya sering didahului penyakit infeksi

traktus respiratorius atas seperti influenza,


atau dapat juga didahului oleh infeksi bakteri,
vaksinasi, tindakan bedah dan lain-lain
50%
infeksi
5-10%
tindakan bedah
3%
vaksinasi
Penyebab lain keganasan

Epidemiologi
Seluruh dunia
1-1,5 kasus per 100.000 penduduk dunia per

tahun
Semua umur (sering dewasa muda)
perempuan > laki-laki (2 : 1)

Patogenesis
Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi

tuberkulosis, infeksi virus, sifilis ataupun trauma


pada medula spinalis, dapat menimbulkan
perlekatan-perlekatan selaput araknoid. 3
Perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks
ventralis (sekaligus radiks dorsalis).
Tidak semua radiks ventralis terkena jiratan,
namun kebanyakan pada yang berkelompokan
saja, maka radiks-radiks yang di instrumensia
servikalis dan lumbosakralis saja yang paling
umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi.

Patogenesis
Ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat

atau tanpa disertai infiltrasi sel.


Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat
terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang
dan tampak pula makrofag, serta sel polimorfonuklear
pada permulaan penyakit.
Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf
mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini
bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis
atau tersebar sepanjang saraf perifer.
Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang
efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada
daerah tersebut.3

Patogenesis

Klinis
Kelumpuhan
Gangguan sensibilitas
Saraf kranialis
Gangguan fungsi autonom
Kegagalan pernafasan
Papiledema

Perjalanan penyakit

Pemeriksaan penunjang
EMG: hantaran saraf melambat (motorik &

sensorik)
LCS: disosiasi sito-albuminik
Laboratiorium: darah lengkap, glukosa darah,

dan elektrolit
MRI: peningkatan penyerapan kontras

gadolinium di daerah lumbosakral

Diagnosis
Kriteria diagnosis dari NINCDS tahun 1981
1. Gambaran yang diperlukan untuk diagnosis:
Kelemahan motorik yang progresif
Arefleksi atau hipofleksia

Diagnosis
2. Gambaran yang mendukung diagnosis
Gambaran klinis:
Progresif cepat
Relatif simetris
Keluhan gejala sensoris yang ringan
Dikenainya saraf otak
Penyembuhan dimulai setelah 4 minggu fase progresif
berakhir
Gangguan otonom: Afebril pada saat onset
Gambaran cairan otak:
Peninggian kadar protein setelah satu minggu onset
Jumlah sel mononuklear cairan otak < 10 sel/mm 3
Gambaran EMG: Terdapat perlambatan atau blok hantaran
saraf

Diagnosis
3. Gambaran yang meragukan diagnosis
Kelumpuhan asimetris yang menetap
Gangguan kandung kemih dan defekasi yang
menetap
Gangguan kandung kemih dan defekasi pada
onset
Jumlah sel mononuklear dalam cairan otak >
50 sel mm3
Terdapat leukosit PMN dalam cairan otak
Gangguan sensibilitas berbatas tegas

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan Spesifik
Program Rehabilitasi Medik

Penatalaksanaan Umum
Pengawasan dan penanganan terhadap sistem pernapasan,

sistem kardiovaskuler, sistem saluran pencernaan, serta sistem


urogenital
Memonitor semua fungsi vital pasien dalam keadaan akut
Intubasi awal dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien
dengan
- kapasitas vital/vital capacity (VC) < 20 ml/kg,
- tekanan inspirasi negatif/negative inspiratory force
(NIF) <-25 cmH2O
- penurunan lebih dari 30% VC ataupun NIF dalam 24 jam
terakhir
- gangguan yang berkembang dengan progresif dan cepat,
ataupun ketidakstabilan fungsi otonom

Penatalaksanaan Khusus
Kortikosteroid
Imunoglobulin intravena (IVIg)
Plasmaferesis
Trakeostomi
Ventilator

Rehabilitasi Medik
Fisioterapi
Alih baring (positioning) dan peregangan otot untuk mencegah
kekakuan juga untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus.
ROM Exercise (latihan lingkup gerak sendi) secara pasif dan aktif
untuk alat gerak atas dan bawah.
Latihan pernafasan dalam
Latihan penguatan dengan tahanan terhadap kelompok otot-otot
besar.
Ambulasi dimulai dengan berdiri dan berjalan dengan
menggunakan parallel bar.
Terapi okupasi
Cara tidur yang benar yaitu dengan mengganjal kedua anggota
gerak bawah untuk mencegah terjadinya drop foot.
Mencegah penggunaan otot persendian berlebihan sehingga dapat
menimbulkan kelelahan.

Rehabilitasi Medik
Ortotik Prostetik
Alat bantu gerak sementara termasuk alat pembungkus kaki
dengan elastik bandage untuk menyokong dorsofleksi kaki,
kepala lutut dipakai splint temporer, kemudian pemakaian
sebuah light spring wire brace untuk drop foot jika diperlukan.
Terapi Psikososial
Memberitahukan keluarga tentang prognosis penyakit dan
mengajak keluarga untuk menjalankan program terapi
bersama tim medis untuk mencapai hasil maksimal.
Meningkatkan gizi penderita dan menghindarkan infeksi.
Melakukan evaluasi psikologis secara teratur terhadap
penderita.

Management
A. Stadium Akut
Pada stadium ini penderita menunjukan kelemahan otot yang komplit atau
sedang berjalan. Sasaran rehabilitasi medik adalah: 4
Memelihara luas gerak sendi (mencegah kontraktur)
Pasif

atau aktif assistif (tergantung kekuatan otot)


Tidak boleh sampai lelah.
Latihan dikerjakan dengan hati-hati, jangan sampai terjadi peregangan yang
berlebihan karena akan mencederai otot yang dilatih.
Restling splint dapat diprogramkan untuk tangan (untuk dapat mempertahankan
posisi pergelangan tangan pada posisi fungsional) dan untuk kaki (mencegah
kontraktur tendo achilles)

Mencegah terjadinya ulkus dekubitus


Ubah

posisi penderita tiap 2 jam


Hindari penekanan pada daerah yang mudah mengalami iskemik misalnya dengan
memberi bantalan yang lembut.

Memelihara fungsi pernapasan


Memberi dukungan psikologis.

Management
B. Stadium Sub Akut
Pada fase ini ada perbaikan umumnya setelah 1 sampai 2 bulan. Program
rehabilitasi medik:
Pelatihan luas gerak sendi, jangan sampai terjadi peregangan berlebihan
Latihan penguatan otot, disesuaikan dengan kemajuan motorik
Latihan posisi berjalan / gait training
Latihan berdiri hanya boleh dilakukan jika kekuatan otot betis mencapai lebih
dari 3.
Latihan jalan hanya dapat dimulai jika otot gluteus, hamstring dan quadriceps
kekuatannya sudah lebih dari 3.
Jika kekuatan otot masih 2, latihan jalan dapat dilakukan dalam air
(hidroterapi).
Latihan ADL (Activity of Daily Living)
Penderita hanya boleh makan sendiri jika kekuatan otot anggota gerak atas
lebih dari 3, kadang diperlukan splint untuk pergelangan tangan dan kaki.
Kegiatan yang menyebabkan kerja berlebih harus dihindari.

Management
C Stadium Kronis
Jika penderita tidak menunjukkan perbaikan motorik setelah lebih dari 6 bulan berarti terdapat kerusakan akson
yang luas sampai menunggu kesembuhan selanjutnya, program pencegahan imobilisasi lama harus dilakukan
sebaik-baiknya.4
Pencegahan komplikasi pada imobilisasi yang lama:
1. Kelemahan otot dan atrofi otot
Pencegahannya:
Pemanasan atau diatermi listrik
Latihan penguatan
2. Ulkus dekubitus
Pencegahannya:
Posisi baring yang benar
Mengubah posisi baru tiap 2 jam
Nutrisi yang baik
Pemijatan dan pemberian talk
Tempat tidur air
Pemeliharaan tetap kering dan bersih
3. Gangguan metabolik (konstipasi)
Pencegahannya:
Makanan tinggi serat
Minum yang banyak
Mobilisasi
Pemijatan pada daerah abdomen
Mengedan
Rektal toucher
Beri pencahar/klisma

Management
4. Kontraktur
ROM Exercise pasif atau aktif membantu mencegah kontraktur jaringan
lunak dan dilakukan 2 kali sehari. Jika terjadi kontraktur dapat dibantu
dengan memberi tekanan ringan dan peregangan.
Gangguan fungsi kardiovaskular dan pulmo
5. Hipotensi ortostatik
Pencegahan
elevasi kaki, jangan berdiri mendadak, latihan gerak kaki dan tungkai,
ubah posisi tiap 2 jam termasuk ke posisi gerak untuk menghindari
terjadinya hipostatik pneumonia.
6. Batu saluran kemih
Dapat dicegah mobilisasi atau ambulansi segera, banyak minum, diet
rendah kalsium, pemeriksaan urin rutin.
7. Deteriorasi Psikologis (kemunduran fungsi-fungsi psikologis)
Dicegah dengan sesegera mungkin dilakukan aktivitas yang mampu
dilakukan dan dorongan keluarga serta lingkungan secara optimal.

Komplikasi
80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan,

berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau


baal
5-10% mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan
permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat,
10% diantaranya beresiko mengalami relaps.
Paralisis otot persisten
Gagal napas, dengan ventilasi mekanik
Aspirasi
Retensi urin
Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
Nefropati, pada penderita anak
Hipo ataupun hipertensi
Tromboemboli, pneumonia, ulkus
Aritmia jantung
Ileus

Prognosis
Sebanyak 60-80% pasien sindroma Guillain-

Barr membaik meskipun memakan waktu


berbulan-bulan. Faktor yang memperburuk
prognosa
adalah
gangguan
otonom,
gangguan otot pernafasan (memerlukan
bantuan ventilator), adanya kelemahan pada
EMG, dan usia pasien yang tua (diatas 40
tahun). Mortalitas pasien Sindroma GuillainBarr adalah 3-5%, biasanya disebabkan oleh
kegagalan napas dan infeksi.10

You might also like