pemerintahan B.J Habibie dan Abdurahmanwahid Politik luar negeri sebuah negara merupakan perpaduan dan cerminan dari situasi sosial-politik, kondisi ekonomi, dan kapabilitas militer domestik, yang dipengaruhi perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternalnya. Politik luar negeri juga dipengaruhi oleh faktor sejarah dan persepsi elit pembuat keputusan.Implementasi Doktrin Politik Luar Negeri Bebas-Aktif memberikan ruang gerak yang luas bagi diplomasi Indonesia bagi pencapaian kepentingan nasional. Doktrin ini mencitrakan Indonesia sebagai sebuah negara yang bersahabat dan dapat berperan sebagai bridge builder. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi. Pemerintahan Habibie Di awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi persoalan legitimasi yang cukup serius.Akan tetapi, Habibie berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui beragam cara. Diantaranya, pemerintahan Habibie menghasilkan dua Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan perlindungan atas hak asasi manusia. Selain itu, pemerintahan Habibie pun berhasil mendorong ratifikasi empat konvensi internasional dalam masalah hak-hak pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa pemerintahan Habibie yang pendek tersebut. Dengan catatan positif atas beberapa kebijakan dalam bidang HAM yang menjadi perhatian masyarakat internasional ini Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu: a. masa depan Reformasi; b. masa depan ABRI; c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia; d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta e. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik
berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR. b. Kebijakan dalam bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin. Pemerintahan Abdurahmanwahid Pasca reformasi, ketika Abdurrahman Wahid memimpin Indonesia, politik luar negeri Indonesia cenderung mirip dengan politik luar negeri Indonesia yang dijalankan oleh Soekarno pada masa orde lama, dimana lebih menekankan pada peningkatan citra Indonesia pada dunia internasional. Pada masa pemerintahannya, politik internasional RI menjadi tidak jelas arahnya. Hubungan RI dengan dunia Barat mengalami kemunduran setelah lepasnya Timor Timur. Salah satu yang paling menonjol adalah memburuknya hubungan antara RI dengan Australia. Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional, untuk itu dia melakukan banyak kunjungan ke luar negeri selama satu tahun awal pemerintahannya sebagai bentuk implementasi dari tujuan tersebut. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor Timur, adalah soal integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu perbaikan ekonomi. Namun, sebagian besar kunjungan kunjungannya itu tidak memiliki agenda yang jelas. Bahkan, dengan alasan yang absurd, Wahid berencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sebuah rencana yang mendapat reaksi keras di dalam negeri. Dan dengan tipe politik luar negeri Indonesia yang seperti ini membuat politik luar negeri Indonesia menjadi tidak fokus yang pada akhirnya hanya membuat berbagai usaha yang telah dijalankan oleh Gus Dur menjadi sia- sia karena kurang adanya implementasi yang konkrit.