You are on page 1of 48

RESPONSI

IMUNISASI
Pembimbing:
Prof. Dr. Ismoedijanto,dr., SpA(K)

Disusun oleh:
Diajeng Resy P. 011011210
Galih Surya R. 010911246
Jeffi Androw C. 011011081
Ira Yunita 011011209
Mochammad Dary H. 011011092
Nazila Hana 011011121
Fitria Hasdiana 011011242
Daftar isi

Definisi imunisasi dan vaksinasi


Imunisasi di indonesia
Tujuan dan Manfaat imunisasi
Sasaran program
Jadwal dan jenis imunisasi
Jadwal imunisasi tidak teratur
KIPI
Definisi imunisasi dan
vaksinasi

Imunisasi adalah adalah pemindahan antibodi


secara pasif, sehingga akan di dapatkan
kekebalan yang bersifat pasif
Vaksinasi adalah tindakan yang dengan
sengaja memberikan paparan dengan
antigen yang berasal dari mokroorganisme
patogen.
Imunisasi di indonesia

Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar atau imunisasi


rutin dapat diperoleh pada :
Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti
Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah
Sakit atau Rumah Bersalin
Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh
pemerintah misalnya pada saat diselenggarakan program
Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional,
atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik
swasta, dokter praktik swasta atau rumah sakit swasta.
Tujuan dan Manfaat imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya


penyakit tertentu pada seseorang dan mencegah
penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau
bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.
Manfaat imunisasi :
a. Anak : Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Keluarga : Menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit.
c. Untuk Negara : Memperbaiki tingkat kesehatan,
menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan Negara.
Sasaran program

Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di


bawah umur satu tahun, wanita usia subur,
yaitu wanita berusia 15 hingga 39 tahun
termasuk ibu hamil dan calon pengantin.
Imunisasi pada bayi disebut dengan
imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada
anak usia sekolah dasar dan wanita usia
subur disebut dengan imunisasi lanjutan.
Jadwal imunisasi
Jenis Imunisasi

Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif alamiah
Imunisasi pasif buatan
Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif alamiah
Imunisasi aktif buatan
Imunisasi aktif buatan melibatkan penggunaan
vaksin untuk menstimulasi sistem imun dalam
membentuk resmon imun protektif
Jenis Vaksin

Live attenuated (kuman atau virus hidup yang


dilemahkan)
Berasal dari virus hidup: vaksin campak,
gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus,
demam kuning (yellow fever).
Berasal dari bakteri: vaksin BCG dan demam
tifoid oral
Inactivated (kuman, virus, atau komponennya
yang dibuat tidak aktif)
Imunisasi BCG

Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif


terhadap penyakit tuberculosis (TBC), dilakukan sekali pada bayi
pada bayi berumur 2 - 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan
yang lebih luas imunisasi BCG pada umur antara 0 12 bulan.
Dosis untuk bayi < 1 tahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml,
diberikan intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan.
BCG ulangan tidak dianjurkan
Apabila BCG diberikan pada umur >3bulan, sebaiknya dilakukan
uji tuberkulin terlebih dahulu.
Vaksin ini mengandung bakteri dilemahkan,
Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberkulosis tetapi
dapat mencegah komplikasinya.
Imunisasi DPT dan DT

Imunisasi dengan memberikan vaksin mengandung (toxoid) untuk mencegah


terjadinya penyakit difteri, pertusis,dan tetanus,.
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,
DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan,
DPT 2 pada umur 3-5 bulan
DPT 3 pada umur 4-6 bulan.
Ulangan selanjutnya (DPT 4) diberikan satu tahun setelah DPT 3
DPT 5 pada saat masuk sekolah umur 5-7 tahun.
Ulangan DT 6 diberikan pada 12 tahun,
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau
tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi
difteri dan tetanus.

Jika orang dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka
diberikan seri primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.
Tetanus
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat
digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan
penyakit tetanus. Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur
hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh.
TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja.
TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun).
TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun),
TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun),
TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).

Jadi Program Imunisasi merekomendasikan TT 5x untuk memberikan


perlindungan seumur hidup dan pada wanita usia subur (WUS) untuk
memberikan perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan dari tetanus
neonatorum.
Dosis TT 0,5 ml diberikan secara intramuskular.
Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif


terhadap penyakit campak. Vaksin campak
dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara
sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.
imunisasi campak ulangan pada saat masuk sekolah
dasar (5-6 tahun), guna mempertinggi serokonversi.
Apabila telah mendapat Imunisasi MMR pada usia
15 18 bulan dan ulangan umur 6 tahun. Ulangan
campak usia 5 6 tahun tidak diperlukan.
Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk


menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis
yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval
minimal 4 minggu
Polio 0 diberikan pada saat bayi baru lahir atau pada saat
kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapat
cakupan imunisasi yang tinggi.
Untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4), vaksin diberikan pada
usia 2,4,dan 6 bulan. Diberikan 2 tetes per-oral, dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi
polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).
Imunisasi MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap mumps,


measles, dan rubella disuntikkan sebanyak 2 kali.
Vaksin MMR diberikan pada umur 15-18 bulan dengan
dosis satu kali 0,5 ml, secara subkutan.
MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah
penyuntikan imunisasi .
Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR
pada umur 12-18 bulan, imunisasi campak pada umur 5-
6 tahun tidak perlu diberikan.
Ulangan diberikan pada umur 6 tahun
Imunisasi Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus


influenza tipe b.
Vaksin conjungate H.influenzae tipe b ialah Act HIB [Pasteur
Merieux] diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan. Bila
dipergunakan vaksin PRP-outer membrane protein complex
(PRP-OMPC) yaitu Pedvax Hib, [MSD] diberikan pada umur 2
dan 4 bulan, dosis ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.
Ulangan vaksin Hib diberikan pada umur 18 bulan.
Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan
1 kali.
Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara
intramuskular.
Imunisasi Varicella

Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap


cacar air
pada saat ini imunisasi varisela yaitu Varillix [Smith
Kline Beecham] direkomendasikan pada umur 10-12
tahun yang belum terpajan, dengan dosis 0,5 ml,
subkutan, satu kali.
Apabila diberikan pada umur >13 tahun maka imunisasi
diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu. Di lain pihak,
atas permintaan orang tua imunisasi varisela dapat
diberikan kapan saja setelah anak berusia 1 tahun.
Imunisasi ulangan sampai saat ini belum dianjurkan
Imunisasi Demam Typhoid

Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin yaitu vaksin


suntikan (polisakarida) dan oral. Vaksin capsular
Vi polysaccharide yaitu Typhim Vi [Pasteur
Merieux] diberikan pada umur > 2 tahun,
ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
Tifoid oral Ty21a yaitu Vivotif [Berna] diberikan
pada umur > 6 tahun, dikemas dalam 3 dosis
dengan interval selang sehari (hari 1,3, dan 5).
Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun.
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi HBV, imunisasi HBV memberikan kekebalan
terhadap hepatitis B.
Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak
diketahui. Diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 g atau
Engerix B 10 g) atau vaksin plasma derived 10 mg, secara
intramuskular, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis
kedua diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga umur 6
bulan. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui ibu
HbsAg-nya positif, segera berikan 0,5 ml HBIG (sebelum 1
minggu).
Bayi lahir dari ibu HBsAg positif. Dalam waktu 12 jam
setelah lahir, secara bersamaan, diberikan 0,5 ml HBIG dan
vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 mg atau Engerix B 10 mg),
intramuskular di sisi tubuh yang berlainan. Dosis kedua
diberikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga diberikan
pada usia 6 bulan.
Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB4) dapat
Imunisasi Hepatitis A

Vaksin hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak enam


hingga 12 bulan pada orang yang berisiko terinfeksi virus
ini, seperti penyaji makanan (food handlers), mereka yang
sering melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara
yang mempunyai prevalensi tinggi hepatitis A,
homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati,
individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi
hepatitis A atau peneliti virus hepatitis A, dan penderita
dengan gangguan faktor pembekuan darah.

Suntikan diberikan secara intramuskular di daerah deltoid.


Jadwal imunisasi tidak teratur

Pada keadaan tertentu imunisasi tidak dapat


dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah
disepakati. Dengan demikian kita harus
menyelesaikan jadwal imunisasi dengan melengkap
imunisasi yang belum selesai tadi.
Vaksin satu kali atau vaksin dengan daya lindung
panjang
Belum pernah mendapat imunisasi
Imunisasi multidosis dengan interval tertentu
Status imunisasi tidak diketahui atau meragukan
KIPI
KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) adalah kejadian medik
yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin
maupun efek samping, toksisitas, rekasi sensitivitas, efek
farmakologis, atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi
suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
Sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan
pengadaan vaksin
atau teknik cara pemberian.
Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum
suntik baik
langsung maupun tidak langsung
Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Disebabkan oleh karena faktor intrinsik vaksin terhadap
individual resipien.
Faktor kebetulan (koinsiden)
Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI

Toksoid a. Syok anafilaksis 4 jam


(DPT, DT, TT) b. Neuritis brakial 2-28 hari
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian

Pertusis whole-cell a. Syok anafilaksis 4 jam


(DPT, DTP-HB) b. Ensefalopati 72 jam
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian

Campak, gondongan, rubela a. Syok anafilaksis 4 jam


(MMR atau salah satu komponen) b. Ensefalopati 5-15 hari
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian

Rubela a. Artritis 7-42 hari


b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian
Campak a. Trombositopenia 7-30 hari
b. Klinis campak pada resipien 6 bulan
imunokompromais tidak tercatat
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan
kematian
Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI

Polio hidup (OPV) a. Polio paralisis 30 hari


b. Polio paralisis pada resipien 6 bulan
imunokompromais tidak tercatat
c. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan
kematian

Vaksin berisi polio yang diinaktifasi a. Syok anafilaksis 4 jam


(IPV) b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian
Hepatitis B a. Syok anafilaksis 4 jam
b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian
Haemophilus influenzae tipe b a. Klinis infeksi Hib 7 hari
(unconjugated, PRP) b. Komplikasi akut termasuk kecacatan dan tidak tercatat
kematian

(Hadinegoro,2000)
Gejala KIPI menurut reaksinya
Reaksi lokal Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis

Reaksi SSP Kelumpuhan akut


Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang

Reaksi lain Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edem


Reaksi anafilaksis (hipersensitivitas)
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam
Episod hipotensif hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
Sindrom syok toksik
Tatalaksana KIPI
KASUS
Kasus Responsi
Identitas
Nama : An. MA
Umur : 6 tahun 5 bulan 8 hari
Tanggal lahir : 12 Januari 2008
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kalimook, Sumenep
Tanggal pemeriksaan : 13 Januari 2015

Orangtua
Ayah Ibu
Nama : Tn. W Nama : Ny. S
Umur : 32 tahun Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu rumah
tangga
Anamnesis
Keluhan utama : demam dan nyeri tenggorokan

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien merupakan rujukan dari RSUD Sumenep dengan
keluhan demam sejak 8 hari SMRS. Demam pada awalnya
sumer sumer, kemudian demam semakin lama semakin
meningkat. Keesokan harinya oleh ibu, pasien di bawa ke bidan
desa dan diberikan obat penurun panas, demam sempat turun
namun kemudian naik lagi. Ketika demam pasien tidak
menggigil dan kejang. Demam tidak disertai dengan muncul
bintik bintik merah di kulit, perdarahan gusi, mimisan, nyeri
di bagian mata, nyeri sendi, sesak nafas, nyeri ketika
berkemih, nyeri pinggang, diare, atau sulit BAB.
Pasien mengeluh ngorok dan nyeri tenggorokan sejak 8 hari
SMRS, ngorok dan nyeri di rasakan sejak awal demam, nyeri
tenggorokan disertai dengan gangguan menelan. Nyeri
dirasakan semakin lama semakin memberat sehingga pasien
Sebelum demam pasien juga mengeluh batuk berdehem dan
pilek. Batuk tidak berdahak, dengan frekuwensi batuk tidak
terlalu sering dalam sehari. Batuk tidak disertai dengan keringat
malam hari, penurunan berat badan, sesak nafas, dan nafas
bertambah cepat.
Pasien mengeluh lemah badan, karena demam dan nafsu makan
berkurang akibat nyeri tenggorokan, mual dan muntah. Ketika
demam tidak turun, nyeri tenggorokan bertambah, dan pasien
kesulitan makan oleh ibu, pasien dibawa ke UGD RSUD
Sumenep, ketika diperiksa oleh dokter, dokter mengatakan
bahwa terdapat membran putih di tenggorokan dan oleh dokter
pasien diberikan suntikan, dan dirawat di RS Sumenep selama 3
hari. Selama dirawat di RSUD Sumenep keluarga merasa pasien
tidak lekas sembuh sehingga atas permintaan keluarga pasien di
rujuk ke RS Dr. Soetomo Surabaya.
Berdasarkan keterangan petugas kesehatan yang membawa
pasien, ketika datang ke UGD RSUD Sumenep pasien sudah
diberikan ADS 1 x 40.000 Unit. Dan selama di rawat di RSUD
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah MRS sebanyak 3 kali, yang pertama dan kedua
oleh karena diare, demam dan muntah sedangkan yang
ketiga karena demam dan muntah.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada riwayat alergi dalam keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti pasien
Tidak ada riwayat berpergian ke daerah endemis malaria.

Riwayat antenatal:
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu
hamil saat berusia 24 tahun. Ibu rutin kontrol di bidan, 8x.
Selama hamil ibu tidak pernah sakit panas, batuk lama
maupun mengeluh pusing disertai kaki bengkak. Selama
hamil ibu tidak pernah minum jamu dan obat-obatan selain
yang diberikan oleh bidan. Selama hamil ibu suka makan.
Makan 3x sehari dengan porsi sedang. Ibu suka makan
ikan laut dan sayur. Ibu lebih suka mengemil.

Riwayat natal :
Pasien lahir saat usia kehamilan 38 minggu, lahir spontan
belakang kepala, ditolong bidan, berat badan saat lahir 2500
gram, panjang badan 50 cm. langsung menangis kuat.

Riwayat neonatal :
Tidak didapatkan kuning, sianosis, lumpuh, kejang,
perdarahan, maupun gangguan minum

Riwayat imunisasi:
Pasien hanya di imunisasi sekali oleh ibu yaitu imunisasi
hepatitis B yang di berikan sesaat setelah lahir.
Riwayat gizi :
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai umur 1 tahun 8
bulan
Pasien tidak pernah di berikan susu formula, setelah tidak
minum ASI, pasien hanya diberikan air gula.
Pasien mendapat makanan pendamping ASI berupa bubur
SUN sejak usia 3 bulan sampai usia 18 bulan.
Pasien mendapat makanan dewasa pada usia 1,5 tahun

Riwayat tumbuh kembang :


Pasien mulai mengangkat kepala pada usia 2 bulan,
tengkurap 2,5 bulan, duduk 6 bulan, merangkak 8 bulan,
berdiri 9 bulan, jalan 1 tahun, dan mulai berbicara pada usia
diatas 1 tahun.
Riwayat Kepribadian dan Sosial :
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan adik laki-
lakinya yang berusia 4 tahun di sebuah rumah yang
berada di daerah pemukiman padat penduduk. Pasien
sering bermain bersama adik dan teman temannya di
sekitar rumah. Sehari-hari air yang digunakan untuk
minum adalah air PDAM dan untuk keperluan lain adalah
air dari sumur. Pasien sehari-hari dirawat oleh ibunya.

Riwayat Kontak
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti
pasien.
Tidak ada teman teman sekolah pasien yang menderita
keluhan seperti pasien
Tidak terdapat tetangga sekitar rumah yang menderita
keluhan seperti pasien
Terdapat tetangga berbeda kampung yang diduga
Pemeriksaan Fisik (13
Januari 2015)
1. Keadaan umum
GCS : 4-5-6
Pucat : tidak ada

2. Vital sign
Tekanan darah : 90/60
Nadi : 100 kali/menit
Respiratory Rate (RR) : 24 kali/menit
Temperatur : 36.5 Celcius

3. Anthropometri
Status gizi
BB : 20 kg
PB : 118 centimeter
4. Kepala / leher
Bentuk kepala: Ubun-ubun besar dan ubun-ubun kecil sudah
menutup,
wajah normal
Rambut : Hitam kecoklatan
Mata : Mata cowong (-), refleks cahaya +/+, anemis (-),
ikterus (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung: Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
Muluttenggorok :
Mukosa kering (+), di temukan pembesaran tonsil kanan
sebesar T2, dan kiri sebesar T1, ditemukan hiperemi tonsil dan
faring, dan juga ditemukan detritus atau bercak berwarna putih
keabuan di tonsil kanan dan kiri. karang gigi (-), sariawan (-),
lidah putih (-)
Leher :
Didapatkan pembesaran kelenjar getah bening submandibular
sinistra, dan colli dextra et sinistra Tidak terdapat deviasi
trakea dan tanda peningkatan vena jugularis, pembesaran
5. Thoraks
PULMO
Inspeksi
Bentuk dada : Normal - tidak ada deformitas
Pergerakan kanankiri : Simetris
Retraksi : Tidak didapatkan
Frekuensi napas : 24 kali/menit
Pemanjangan ekspirasi : Tidak didapatkan
Palpasi
Gerak dada : Simetris
Fremitus suara : Simetris
Perkusi
Perbandingan kanan-kiri : Simetris, sonor-sonor
Auskultasi
Suara napas : Vesikuler/vesikuler
Pemanjangan ekspirasi : Tidak didapatkan
PULMO
Auskultasi
Suara tambahan :
Stridor : Tidak didapatkan
Ronki : Tidak didapatkan
Wheezing : Tidak didapatkan

JANTUNG
Inspeksi : Impuls pada apeks (-)
Palpasi : Pulsasi pada apeks/ prekordial teraba pada ICS 5
midclavicularline sinistra-getar bising (thrill): (-)
Perkusi : Sulit dievaluasi
Auskultasi : Suara jantung I-II tunggal
Irama : Teratur
Suara tambahan
Bising : Tidak didapatkan
Gallop/ irama derap : Tidak didapatkan
6. Abdomen
Inspeksi
Bentuk: Flat, soepel
Tumor/ mass : Tidak didapatkan
Auskultasi
Bising usus : (+) normal
Palpasi
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Tumor : Tidak didapatkan
Nyeri pada titik McBurney (apendisitis) : Tidak
didapatkan
Nyeri kuadran kanan atas (kolesistitis) : Tidak
didapatkan
Turgor : Baik
Hernia umbilikalis : Tidak didapatkan
Perkusi:
Shifting dullness (-)
7. Genitalia
Laki-laki : dalam batas normal

8. Extremitas
Akral : Hangat, kering, merah, CRT< 2
Bentuk: Lengan dan kaki tidak membengkok
Kulit : Kering
Edema : Tidak didapatkan
Otot : Dalam batas normal
Tulang : Dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
13 Januari 2015
Kimia Klinik Hematologi
BUN : 5 g/dl WBC 12,04 x 10 3/ dl (meningkat)
ALB : 3,72 g/dl NEU 48,9 %
LYM 36.9 %
GDA : 84 mg/dl
MONO 4 %
SK : 0,5 mg/dl
RBC 5,32 x 10 6 / dl
OT : 31 U/l HGB 12,5 g/dl
PT : 20 U/l HCT 35,3 % (menurun)
Ca : 29,3 mg/dl MCV 66,4 fl
CRP : 40,8 mg/dl (meningkat)
MCH 22,6 pg
MCHC 34, g/dl
Elektrolit RDW 16,1
Natrium 141 PLT 309 x 10 3
Kalium 4,4
Klorida 108
Problemlist / daftar masalah

Anamnesis :
Demam 8 hari SMRS makin lama makin tinggi
Nyeri tenggorokan
Mengorok saat tidur
Mual muntah tiap kali makan
Nafsu makan menurun karena susah menelan
Ditemukan membran putih di tenggorokan saat di RS
Sumenep
Riwayat pemberian ADS dan Penisilin Prokain di RS
Sumenep
Riwayat Imunisasi tidak lengkap.
Problemlist / daftar
masalah
Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan fisik ditemukan faring dan tonsil
hiperemi dan ditemukan detritus di bagian tonsil kanan
kiri,
Didapatkan pembesaran kelenjar getah bening
submandibular sinistra, dan colli dextra et sinistra

Laboratorium :
CRP : 40,8 mg/dl ( meningkat )
HCT : 35,3 % ( menurun )
WBC : 12,04 x 10 3/ dl ( meningkat )
Diagnosis

Difteri Tonsil Faring


Planning

Diagnosa
KN I, KN II, KN III
KN kontak
c. swab nasofaring
Terapi
Inj. IFVD D5 S 1000cc/ 24 jam
inj. Penicillin procaine 2 x 1 juta IM
diet anak 1700 kkal
diet nasi 3 x 1 porsi
diet susu 3 x 250 cc
Monitoring
Tanda tanda obstruksi
Keluhan
VS
EKG

Edukasi
Edukasi pasien mengenai penyakitnya, cara
penularan, perjalanan penyakit, komplikasi dan
prognosis yang mungkin terjadi.
Edukasi pasien mengenai rencana terapi, terapi,
manfaat terapi dan efek samping yang mungkin
terjadi
Edukasi pasien mengenai pentingnya imunisasi dan
cara mengejar cara imunisasi yang terlambat
ANALISIS
Diagnosis difteri harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh
karena penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa pasien.
Dari anamnesa didapatkan gejala demam sejak 8 hari SMRS, dimana
demam tidak membaik meskipun telah diberi obat penurun panas.
Keluhan panas tersebut disertai dengan keluhan nyeri tenggorokan,
hingga pada akhirnya nafsu makan pasien menurun. Saat pasien
MRS di Sumenep, juga ditemukan adanya bercak putih pada
tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran KGB
submandibula sebelah kiri dengan diameter 1 cm dan pembesaran
KGB coli kanan dan kiri, multiple diameter 1 cm, serta pembesaran
tonsil (T2/T1) yang hiperemis dengan detritus (+), sehingga
diagnosis untuk pasien ini adalah suspek difteri tonsil faring.
Diagnosis pasti untuk dfteri adalah dengan isolasi C. Diphteriae
dengan pembiakan pada media Loeffler, yang dilanjutkan dengan tes
toksigenesitas secara vivo dan vitro.
Pada anamnesa, ditemukan adanya riwayat ngorok saat tidur
(menurut ibu pasien). Hal tersebut memberikan diagnosis banding
yaitu tonsilofaringitis kronik.
TERIMA KASIH

You might also like