You are on page 1of 53

Limbah Kosmetik

Kelompok 8

Taufik Sunandar
Khairul Yudha Pratama
Hendra Primanjaya
Nita Anggriani
Delis Saniatil Hayat
Neng Intan

UPAYA PENURUNAN KADAR MERKURI DALAM MEDIA AIR
MENGGUNAKAN ADSORBEN 2-MERCAPTOBENZOTHIAZOLE (MBT)
LEMPUNG AKTIF

Taufik Sunandar
31113104
Latar Belakang

Bahan
Aditif
Bahan
Bahan
beracun
Berbaha Pengolahan
ya
Limbah?
Limbah
Kosmet
ik
Salah satu upaya pencegahan atau meminimalisasi dari dampak negatif merkuri
adalah mengolah terlebih dahulu air yang akan dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk keperluan konsumsi, makan dan minum.
Adsorbsi, Adsorben yang biasa dipakai dapat berupa material berpori seperti
arang, zeolit dan lempung. Selain itu, guna meningkatkan daya adsorpsinya
dapat juga dilakukan dengan menanamkan (mengimpregnasikan) suatu
senyawa yang mempunyai gugus tertentu dan bersifat interaktif terhadap
logam-logam berat seperti merkuri.
Beberapa penelitian terdahulu sehubungan dengan adsorbsi senyawa merkuri
dalam larutan telah dilakukan, antara lain Semu, dkk (1987) yang menggunakan
tanah tropis sebagai adsorben, Saadi (1995) menggunakan gambut, Narsito dan
Purwadi (2001) menggunakan tanah diatome sebagai pengemban MBT. Dengan
hasil yang sangat tinggi yaitu hampir 100 %. Hal yang demikian itu akan sangat
bermanfaat dan menarik jika dapat diterapkan pada air sungai yang telah
tercemar dengan merkuri dan menggunakan lempung sebagai pengemban MBT.
Pada penelitian ini, adsorben yang akan dipakai adalah lempung jenis bentonit
mengingat bahan tersebut banyak tersedia, murah, mudah didapatkan dan
telah dikenal sebagai adorben pada berbagai proses adsorpsi.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
- Bentonit
- HCl
- NH4NO3
- AgNO3
- NaOH
- AlCl3 anhidrat
- metilen biru
- 2-Mercaptobenzothiazole (MBT)
- Aseton
Demetalisasi pada lempung
(bentonit) yang dilakukan
dengan merendam bentonit
Proses Prosedur
pilarisasi yang
dilakukan dengan merendam
Uji kemampuan adsorpsinya
dengan larutan metilen blue.
dalam larutan HCl, larutan bentonit hasil demetalisasi Hasil pengujian dengan
NH4NO 3 dan kemudian selama 18 jam dalam larutan metilen blue tersebut
dilanjutkan dengan AlCl3 yang sebelumnya telah diambil sebagai dasar untuk
pemanasan pada dua ditambah dengan NaOH 0,1 menentukan tahap
temperatur (120 oC dan 400 M. selanjutnya,
o
C).

Analisis Proses impregnasi


mercaptobenzothiazole (MBT)
menggunak pada berbagai konsentrasi (6%,
8%, dan 10%). Adsorben hasil
impregnasi selanjutnya digunakan
an difraksi dalam proses adsorpsi larutan Hg
pada berbagai konsentrasi (0,1

sinar-X 0,5 ppm)


HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh perbedaan temperatur
pemanasan
Bentonit yang dipanaskan pada
temperatur 120 oC memiliki
kemampuan adsorspsi terhadap
metilen blue yang lebih tinggi. Semakin
tinggi kemampuan adsorben dalam
menyerap, maka konsentrasi metilen
blue yang tersisa dalam larutan (diukur
dengan spektronik-20) akan semakin
rendah. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pemanasan bentonit
pada temperatur 120 oC relatif lebih
baik dari pada 400 oC
2. Pengaruh perlakuan terhadap pola difraksi sinar-X
bentonit
a. Berdasarkan perlakuan demetalisasi
Berdasarkan hasil pengamatan tampak bahwa perlakukan
demetalisasi memberikan pengaruh pada keadaan bentonit. Salah
satu perubahan yang tampak adalah tidak munculnya lagi
spektrum/puncak pada 2 = 8,865 derajat (Gambar 3) sementara
kedudukan spektrum/puncak pada 2 = 7,140 relatif tidak
mengalami perubahan/pergeseran
Hal ini mengandung makna bahwa proses demetalisasi
berdampak pada hilangnya sebagian komponen yang terdapat
dalam bentonit, yaitu logam-logam pengotor
b. Berdasarkan perbedaan temperatur, yaitu 120 oC dan 400oC
Pada spektra bentonit hasil pilarisasi dengan pemanasan pada 120o C
(Gambar 4) tampak bahwa perlakukan pilarisasi berakibat pada berubahnya
jarak antar lapisan, yang ditandai dengan bergesernya kedudukan puncak
ke arah yang lebih rendah. Hal ini mengandung makna bahwa perlakukan
pilarisasi yang dilakukan berakibat pada meningkatnya jarak antar lapisan
Akibat lebih lanjut dari ini adalah terjadinya peningkatan luas permukaan
yang berakibat pada peningkatan kemampuan adsorpsi dari adsorben
Sementara pada spektra bentonit hasil pilarisasi dengan pemanasan pada
400o C (Gambar 5), tampak adanya pelemahan spektrum pada daerah khas
bentonit yaitu pada nilai 2 < 10 derajat. Spektrum/puncak yang tampak
agak melebar dan relatif rendah ini menunjukkan tidak homogennya jarak
antar lapisan (ruang basal). Selain itu juga tampak adanya pergeseran
kedudukan puncak ke arah yang lebih tinggi. Hal ini berarti terjadi
penurunan jarak antar lapisan dan dapat diduga sebagai akibat pemanasan
yang terlalu tinggi.
Pada data di atas juga tampak bahwa peningkatan konsentrasi awal larutan Hg,
tidak disertai dengan peningkatan konsentrasi Hg sisa.
Peristiwa ini sulit untuk dijelaskan karena tidak seperti pada peristiwa-
peristiwa adsorpsi lainnya. Konsentrasi Hg sisa pada larutan Hg dengan
konsentrasi rendah (100 ppb) memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan
konsentrasi Hg yang berasal dari larutan Hg berkonsentrasi tinggi (500 ppb).
Peristiwa demikian ini tidak lazim dalam suatu proses adsorpsi.
KESIMPULAN

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:

Perbedaan temperatur pemanasan pada lempung (bentonit)


berpengaruh terhadap daya serapnya terhadap metilen blue.

Perlakuan pada bentonit (demetalisasi, pilarisasi pada dua temperatur


yang berbeda) berpengaruh pada pola difraksi sinar-X nya.

Kapasitas adsorpsi dari MBT-lempung aktif yang diamati melalui


penelitian ini belum berhasil diketahui.
ISOTERM ADSORPSI RHODAMIN B PADA ARANG AKTIF
KAYU LINGGUA

Stero H. Roring, Mariska M. Pitoi, Jemmy Abidjulu


Jurusan Kimia, FMIPA, Unsrat, Manado

Khairul Yudha Pratama


31113077
Farmasi 4B
Metode
Penelitian dilakukan di Laboratorium Sains Advance Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam
Ratulangi Manado. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah limbah gergajian kayu linggua dari Bolaang Mongondow,
Sulawesi Utara. Pembuatan arang aktif dari limbah gergajian
kayu linggua mengikuti prosedur yang telah dilakukan oleh
Anwar (2011).
Penentuan waktu kontak Eksperimen Adsorpsi dengan
Penentuan Isoterm Adsorpsi
optimum larutan Rhodamin B Kolom Sederhana
Arang aktif dari gergajian Untuk penentuan isoterm
kayu linggua sebanyak 1
adsorpsi, arang aktif kayu
gram dimasukkan ke dalam
linggua dengan variasi
labu Erlenmeyer 250 mL yang Untuk eksperimen adsorpsi
berisi 100 mL larutan
massa 0,1; 0,2; 0,4; 0,7; dan
dengan menggunakan
rhodamin B 100 ppm. 1 gram dimasukkan ke
kolom sederhana, disiapkan
Campuran diaduk dengan dalam lima buah labu
dua buah pipet tetes yang
menggunakan magnetic Erlenmeyer 250 mL yang
bagian bawahnya telah
stirrer dengan variasi waktu berisi 100 mL larutan
dilapisi oleh glass wool,
20, 30, 40, 50, dan 60 menit. rhodamin B 100 ppm.
kemudian masing-masing
Setelah itu, campuran Masing masing campuran
diisi dengan arang aktif
disaring dengan kertas saring diaduk dengan
kayu linggua sebanyak 0,1
sehingga didapatkan menggunakan magnetic
filtratnya. Dari filtrat tersebut
gram. Ke dalam pipet
stirrer pada waktu kontak
di ambil 2 mL dan diencerkan kemudian dialirkan larutan
optimum. Campuran
sampai 100 mL kemudian rhodamin B 10 ppm
kemudian disaring sehingga
diukur absorbansinya dengan sebanyak 3 mL. Larutan
didapatkan filtratnya.
spektrofotometer UV-Vis pada rhodamin B yang keluar dari
Kandungan rhodamin B
panjang gelombang 553 nm. pipet diambil kemudian
pada filtrat kemudian
Waktu kontak optimum dianalisis konsentrasi
dianalisis menggunakan
merupakan waktu kontak rhodamin B-nya.
spektrofotometer UV-Vis
yang menghasilkan adsorpsi
rhodamin B yang paling
pada panjang gelombang
Hasil dan Pembahasan

Waktu kontak optimum


larutan Rhodamin B
Isoterm Adsorpsi

Koefisien adsorpsi rhodamin B yang diperoleh


Grafik isoterm adsorpsi dapat dilihat pada pada arang aktif kayu linggua menurut isoterm
Gambar 2. Data tersebut kemudian dianalisis adsorpsi Freundlich (Gambar 3) adalah 2,99x10-4
dengan menggunakan isoterm adsorpsi dan nilai intensitas adsorpsi (1/n) adalah 0,685
Langmuir dan Freundlich. Hasil analisis sehingga nilai n diperoleh 1,459. Menurut Malik
menunjukkan bahwa isotherm adsorpsi (2002), koefisien adsorpsi KF secara kasar dapat
rhodamin B pada arang aktif kayu linggua digunakan sebagai indikator kapasitas adsorpsi
lebih mengikuti model Freunlich (R2=0,798) dan 1/n adalah intensitas adsorpsi. Secara
dibanding Langmuir (R2=0,469). umum,semakin tinggi nilai KF, semakin tinggi juga
kapasitas adsorpsi (Malik, 2002). Sementara itu,
nilai eksponen 1/n memberikan indikasi yang
mendukung adsorpsi, nilai n>1 merupakan
adsorpsi yang disukai (Malik, 2002). Sebagai
perbandingan, adsorpsi rhodamin B oleh arang
aktif dari sekam padi (Namasivayam et al, 1993)
Eksperimen adsorpsi dengan
kolom sederhana

Dilihat dari Tabel 1, eksperimen adsorpsi dengan


menggunakan kolom sederhana mempunyai
persen adsorpsi yang relatif tinggi yaitu
89,41,01%. Nilai yang diperoleh pada penelitian
ini sedikit lebih banyak dari pada adsorpsi
rhodamin B oleh arang aktif kulit pisang yaitu
88,13% (Namasivayam et al, 1993).
Kesimpulan
Dari penelitian ini diperoleh bahwa koefisien adsorpsi rhodamin
B pada arang aktif kayu linggua dengan menggunakan isoterm
adsorpsi Freundlich adalah 2,99x10-4 dan nilai intensitas
adsorpsi adalah 1,459 yang merupakan adsorpsi yang disukai.
PENETAPAN KADAR Pb PADA SHAMPOO
BERBAGAI MERK
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM

Farida Jaya1, Any Guntarti1, Zainul Kamal2


1Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta*
Jl. Prof Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta
Email : any_guntarti@yahoo.co.id.

Hendra Primanjaya
3113071
Farmasi 4B
METODE PENELITIAN

Bahan Alat
Bahan yang digunakan sampel shampoo Alat yang digunakan glassware,
yang digunakan dengan perbedaan Neraca mikro
merk yaitu merk A, B, C dan D, ;
Aquadest. Shampoo dengan satu merck,
(Timbangan listrik) (Sartorius BP 160
P); Flakon;
tetapi warna berbeda yaitu shampoo : I
adalah Shampoo pantene warna pink; Spektrofotometer Serapan Atom
II : Shampoo pantene warna kuning ; III : model AA 300 P
Shampoo pantene warna biru; IV :
shampoo pantene warna hijau
Produksi Rechtron, Australia dengan
Changer
Jalannya penelitian
Sampel Panaskan +HNO3 10 Diperoleh
timbang dengan ml larutan
2,0 gram pawan kemudian jernih
porselin diaduk

Diukur
Larutan
dengan
jernih Tambah Masukkan
spektorofoto
dimasukka aquades pada flakon
metri AAS .
n dalam sampai yang
Dilakukan
labu takar tanda batas tertutup
preparasi 5
5,0 ml
kali
Kurva baku dibuat seri kadar larutan Pb standar dengan
konsentrasi 0,5 ; 1,0 ; 1,5; 2,0 ; 2,5 ppm, kemudian masing - masing
larutan standar diukur absorbansinya dan dibuat kurva absorbansi
versus konsentrasi .
HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KUANTITATIF
Analisis kualitatif dilakukan dengan :
1. Mereaksikan antara larutan hasil destruksi dengan HCl, terbentuk
warna putih dari PbCl2 dan dengan H2S terbentuk warna coklat
kehitaman dari PbS.
2. Menggunakan Hallow Chatode Lamps ternyata hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada sampel shampoo positif mengandung logam
Pb, dengan adanya respon Absorbansi pada panjang gelombang
serapan maksimum.
ANALISIS KUANTITATIF

Dari hasil pengukuran


penetapan serapan
maksimum diperoleh untuk
larutan Pb adalah 217,0
nm, artinya pada panjang
gelombang 217,0 nm
senyawa Pb memberikan
absorbansi yang maksimal.
Lanjutan .
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa semua sediaan sampel
yang digunakan dengan perbedaan merck ternyata
mengandung logam Pb, begitu juga dengan menggunakan
warna samphoo yang berbeda dalam merk yang sama. Kadar
Pb yang diperoleh berkisar antara (0,1 0,9) ppm.
PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK SABUN
DARI SOAP GLISERIN MENJADI TRIASETIN

Retno Dewati, Teddy H.


Prodi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran Jawa Timur
Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya
Email: dewati.r@gmail.com

Nita Anggriani
31113089
Farmasi 4B
Pendahuluan

Sabun merupakan salah satu hasil industri yang cukup penting dan diproduksi selama lebih dari 2000 tahun, karena merupakan salah
satu kebutuhan. Dengan ditingkatkannya sektor industri sabun diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan
tetapi, dengan munculnya industri ini perlu dipikirkan juga efek sampingnya yang berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah
padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Dalam penelitian ini pengolahan Limbah pabrik
sabun yang berupa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin dengan proses asetilasi, dimana diperlukan variabel suhu,
waktu dan kecepatan pengadukan yang sangat mempengaruhi hasil asetilasi disamping pereaksi dan
bahan baku.
Gliserin merupakan limbah pabrik sabun yang relatif berharga, limbah ini dapat diproses lebih lanjut dan banyak digunakan pada
industri-industri kimia. Secara tradisional gliserin didapat sebagai hasil samping dari minyak tumbuhan dan hewan yang disaponifikasi
pada pabrik sabun. Dalam proses pengolahan
Manfaat yang dapat diharapkan dari pembuatan triasetin ini, antara lain :
a. Pencemaran terhadap lingkungan yang disebabkan oleh limbah pabrik sabun dapat dikurangi.
b. Dapat menambah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Metode

Soap/crude Gliserin
(Limbah Pabrik Sabun)
Alat dan bahan
dengan komposisi
Glycerin = 36,25%
Minyak lemak = 1,26%
Sabun Na = 0,42 %
Nacl = 1,03%
Air = 61,04%
Hasil dan Pembahasan
Gambar 3.Grafik hubungan antara
waktu dengan kadar triasetin pada
kecepatan 100 rpm.

Gambar 4.Grafik
hubungan antara waktu
dengan kadar triasetin
pada kecepatan 200 rpm
Gambar 5. Grafik hubungan
antara waktu dengan kadar
triasetin pada kecepatan 300
rpm.

Gambar 6.Grafik hubungan


antara waktu dengan kadar
triasetin pada kecepatan 400
rpm.
Dari gambar 3 sampai 6 diambil kondisi tertinggi kadar triasetin pada kecepatan 100 rpm,
200 rpm, 300 rpm, dan 400 rpm

1. Pengaruh Suhu
Semakin besar suhu reaksi (batasan antara 60-120C), maka kadar triasetin semakin meningkat.
2. Pengaruh Kecepatan Pengadukan
Pada percobaan dengan perubah kecepatan pengadukan (batasan antara 100-400 rpm), diperoleh
bahwa semakin besar kecepatan pengadukan, maka kadar triasetin akan semakin besar.
3. Pengaruh Waktu Reaksi
Pada percobaan dengan perubah waktu reaksi (batasan antara 30-90 menit), diperoleh bahwa
semakin besar waktu reaksi, maka kadar triasetin semakin besar. Tetapi dalam reaksi asetilasi
apabila sudah mencapai waktu yang optimal (75 menit), reaksi tersebut terjadi reaksi
kesetimbangan dan diperoleh kadar triasetin tertinggi.
Kesimpulan
Limbah pabrik sabun yang berupa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin dengan proses
asetilasi.
Semakin tinggi suhu reaksi (batasan antara 60C - 120C) dan semakin tinggi kecepatan
pengadukan (batasan antara 100 400 rpm), maka semakin tinggi kadar triasetin yang
terbentuk. Tetapi waktu reaksi dibatasi oleh keadaan optimal (75 menit), apabila keadaan
tersebut melebihi keadaan optimal, maka kadar triasetin akan menurun.
Keadaan proses yang relatif baik, yaitu Suhu 120C dan Waktu 75 menit serta pada kecepatan
pengadukan 400 rpm, sehingga kadar traisetin yang dicapai sebesar 31,72%.
Delis Saniatil Hayat
31113062
PENDAHULUAN

Berdasarkan PERMENKES RI No.445/MENKES/PER/V/1998 Indonesia


melarang penggunaan merkuri dalam sediaan kosmetik, namun
penggunaan krim yang mengandung merkuri ini masih terus digunakan
(Fina, 2005).

Merkuri termasuk logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi


kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih
dapat menimbulkan berbagai hal merugikan. Krim yang mengandung
merkuri cepat membuat kulit tampak putih dan sehat
METODE PENELITIAN
Baha
Alat
n
Spektrofotometer Serapan
Atom AA-6300, neraca Asam nitrat, asam
listrik, gelas kimia, labu klorida, kalium
erlenmeyer, labu ukur, iodida, aquades,
pipet volume, batang sampel krim
pengaduk, corong, pemutih.
penangas listrik dan
kertas saring
Prosedur
2 g sampel ditambahkan air sebanyak 25 ml, tambahkan campuran
10 ml larutan asam klorida dan asam nitrat, lalu uapkan sampai
Pembuata hampir kering. Pada sisa penguapan tambahkan aquades 10 ml. Lalu
n Larutan dipanaskan sebentar, didinginkan dan disaring
Uji

1 ml larutan uji ditambahkan 1 2 tetes larutan KI 0,5 N. Hasil


Analisis menunjukkan positif jika terjadi endapan merah orange
Kualitatif

Pembuatan Larutan Induk/Baku Merkuri


Pembuatan Kurva Kalibrasi
Analisis
Kuantitatif Preparasi Sampel dan Pengukuran

Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Merkuri dengan Larutan

No.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KI 0,5 N

Nama Sampel Deskripsi Reaksi dengan KI

1 A Ada komposisi, tidak ada No. batch dan No. POM (+)

Ada nomor batch, dan komposisi pada kemasan tapi


2 B (-)
tidak terdapat nomor POM

Tidak terdapat nomor batch, tidak terdapat nomor POM


3 C (+)
dan komposisi pada kemasan

Terdapat komposisi pada kemasan, tidak terdapat nomor


4 D (+)
batch dan nomor POM

Tidak terdapat nomor batch, tidak terdapat nomor POM


5 E (+)
dan komposisi pada kemasan

Ada no POM CL 1010400320, dan komposisi, tapi tidak


6 F (-)
ada No. batch
7 G Ada komposisi, tidak ada no batch dan No. POM. (-)

8 H Ada no batch, No. POM CD1006401484 dan komposisi (-)


Ada No. POM CA18100105362, dan komposisi,
9 I (-)
tapi tidak ada No. batch
10 J Ada komposisi, tidak ada no batch dan no POM. (+)
KESIMPULAN
Analisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan
metode Spektrofotometri Serapan Atom Uap Pendingin (CV-AAS),
dari 10 krim pemutih yang diteliti terdapat 5 krim pemutih yang
mengandung merkuri.
Kadar merkuri dari 5 sampel yang diteliti didapat sebesar
sampel A = 0.04 ppm, sampel C = 0.03 ppm, sampel D = 0.06
ppm, sampel E = 0.04 ppm, dan sampel J = 0.05 ppm.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI RAMBUT
PALSU DENGAN CARA KIMIA DAN BIOLOGI AEROB
Neng Intan Dwi Apriyanti
31113088

44
Pendahuluan

Salah satu industri di Purbalingga yang memproduksi rambut palsu (wig) adalah PT. Indokores
Sahabat. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan wig adalah rambut asli (human
hair) dan sinthetic hair. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan antara lain bahan pewarna
rambut, asam klorida, kaporit, hidrogen peroksida dan soda ash. Tahapan proses pembuatan wig
terdiri dari proses produksi/penyiapan bahan rambut dan proses produksi wig (Baristand Indag
Semarang, 2006). Ditinjau dari karakteristik air limbah hasil dari pemantauan, pada umumnya
para pengusaha rambut palsu belum mengetahui teknologi pengolahan air limbah yang tepat
sehingga air limbah belum memenuhi Baku Mutu Golongan I untuk dibuang ke badan air
penerima.

45
Metode Penelitian

Sampel limbah cair industri rambut palsu didapatkan dari PT. Indokores Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian
Sahabat sedangkan bahan penolong yang digunakan untuk proses ini meliputi Benscale lumpur aktif, alat koagulasi
secara kimia berupa koagulan PAC dan FeSO4 , larutan kapur, asam dan flokulasi skala laboratorium (Jar Test), pH
klorida. Reagen untuk analisa COD antara lain larutan baku kalium indikator, nevelometer dan tabung nevelometer.
dikromat 0,25 N, larutan asam sulfat perak sulfat, larutan indikator Alat analisa COD (refluk terbuka) yang terdiri dari
ferroin, larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N; larutan baku labu erlenmeyer, pendingin Liebig 30 cm, hot plate
potasium hidrogen phthalat (KHP), serbuk merkuri sulfat, HgSO4, batu
atau yang setara, abu ukur 100 mL dan 1000 mL,
didih. Untuk pengolahan secara biologi aerob digunakan lumpur aktif
yang didapat dari PT. Rimba Partikel Indonesia (RPI). Sedangkan
buret 25 mL atau 50 mL, pipet volum 5 mL; 10 mL;
reagen untuk analisa BOD antara lain air bebas mineral / aquades, 15 mL dan 50 mL; erlenmeyer 250 mL (labu refluk),
larutan buffer phosphate, larutan magnesium sulfat, larutan kalsium timbangan analitik, pH indikator, dan turbidimeter.
klorida, larutan feri klorida, air pengencer, larutan indikator Alat analisa BOD meliputi Botol DO, lemari inkubasi
kanji (amylum)., larutan mangan sulfat, larutan Thio suhu 20 oC 1 oC , labu takar 500, 1000 ml, pipet
sulfat 0,025 N, larutan alkali yodida Azida, asam sulfat volumetrik 1; 5 ; 10 ; 20 ; 25 ; 50 dan 100 ml, buret,
pekat, larutan baku K2Cr2O7 0,025 N, larutan KI 20 %. timbangan analitik, erlenmeyer 50 ; 500 ml.

46
Variabel terikat yang dipilh antara lain limbah cair industri rambut Percobaan air limbah skala laboratorium secara fisika, kimia
palsu (PT. Indokores Sahabat), pengadukan cepat 1 menit 180 rpm, biologi dilakukan pada contoh air limbah yang dipandang jelek
pengadukan lambat 15 menit 50 rpm, dosis koagulan FeSO4 20% yang diambil dari salah satu industri rambut palsu yang ada di
dan dosis koagulan PAC 20%. Sedangkan untuk aklimitasi mikro Purbalingga. Limbah cair yang telah masuk bak equalisasi
organisme reaktor isi penuh air limbah dan lumpur awal aerob
dilakukan identifikasi karakteristik untuk mengetahui parameter
MLSS (Mix Liquor Suspended Solid) sekitar 3000 - 5000 mg/l,
apa saja yang tidak memenuhi baku mutu. Kemudian limbah cair
aerasi 1 hari dan tambah pupuk urea dan PO4, pengolahan air
tersebut dilakukan penyaringan terhadap limbah padat padat yang
limbah secara aerob pH sekitar 7 ; D.O > 2 ppm, MLSS = 4000
masih tertinggal. Setelah itu, limbah cair diambil 500 ml pada
ppm, SVI 30: 25 30 %. Sedangkan variabel bebas yang digunakan
adalah jenis koagulan yaitu ferro sulfat dan PAC, pH koagulan dari masing-masing beaker glass untuk dilakukan proses koagulasi
masing-masing koagulan ferro sulfat ( kisaran 9, 10, 11, 12 ) dan pada alat Jar Test dan dengan waktu yang bersamaan
PAC ( kisaran 5, 6, 7, 8 ), volume koagulan PAC (0,5 ; 1 ; 1, 5 ; 2) ditambahkan koagulan dengan variabel yang telah ditentukan. Jar
ml, pengolahan air limbah secara aerob dengan waktu pengolahan 4 Test dikondisikan pengadukan cepat 1 menit 180 rpm dan
jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam dan 24 jam. pengadukan lambat 15 menit 50 rpm.

47
Setelah dari Jar Test, limbah di beaker glass didiamkan selama 1 jam untuk
dipisahkan endapan yang terjadi dan limbah yang telah jernih. Masing-
masing sampel diukur kandungan COD, tingkat kekeruhan dan jumlah
endapan. Koagulan yang memberikan penurunan paling besar, dilakukan
pengolahan biologi lumpur aktif. Lumpur aktif dikondisikan waktu tinggal 4
jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24 jam. Pada masing-masing waktu
tinggal, sampel limbah dianalisa kandungan COD dan BODnya hingga tidak
mengalami penurunan lagi. Sampel limbah dianalisa karakterisasi secara
keseluruhan. Setelah memenuhi standar baku mutu, limbah cair dapat
dialirkan ke badan sungai.
48
Hasil dan Pembahasan

49
50
Dari hasil pengolahan air limbah industri rambut palsu dengan koagulan PAC dengan variable dosis koagulan
dan pH disajikan pada grafik 3.1 Dari tabel terlihat bahwa % penurunan COD yang paling besar adalah pada
dosis PAC 20% sejumlah 0,5 ml (untuk 500 ml air limbah) pada pH 6 dengan % penurunan COD 78,29 % dan
penurunan kekeruhan 95,79 %. Sedangkan dari grafik 3.2 terlihat bahwa % penurunan COD optimal adalah
pada dosis FeSO4 20 % sejumlah 2 ml (dalam 500 ml air limbah) dengan % COD = 67,43 % dan %
penurunan kekeruhan = 93,25 %. Prosentase penurunan dari PAC memberikan hasil yang lebih baik dari Fero
Sulfat, hal ini dikarenakan PAC bersifat stabil sebab endapan yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang
kecil, sehingga tidak mudah mengalami gangguan dan dibutuhkan waktu yang relatif singkat lagi untuk
mengendap dibandingkan dengan Fero Sulfat (Sugiharto, 1987). Dengan endapan yang stabil, maka akan
menurunkan kandungan dari zat tersuspensi. Penurunan zat tersuspensi tersebut akan menurunkan juga
nilai dari COD. Dari proses kimia ini, bila air limbah akan dibuang ke lingkungan maka harus diolah lebih
lanjut dengan proses biologi karena COD hasil olahan belum memenuhi baku mutu yaitu 114,25 mg/lt (PAC)
dan 170,70 mg/lt (Ferro Sulfat). Sedangkan kadar maksimum COD menurut BMLC adalah 100 mg/lt.

51
Kesimpulan

Pada proses kimia koagulasi dengan koagulan PAC kondisi operasi optimal adalah pada pH
= 6, dosis PAC 20% sejumlah 0,5 ml pada 500 ml air limbah % penurunan COD 78,29 %
dan penurunan kekeruhan 95,79 %. Sedang untuk koagulan FeSO4, kondisi optimal pada
pH = 9, dosis FeSO4 20% sejumlah 2 ml (dalam 500 ml air limbah) dengan % COD = 67,43
% dan % penurunan kekeruhan = 93,25 %. Pengolahan secara kimia ternyata belum
memberikan hasil penurunan COD yang memenuhi standar Baku Mutu Golongan I
sehingga ada kelanjutan pengolahan secara biologi aerob. Pada pengolahan air limbah
industri rambut palsu langsung secara biologi lumpur aktif, kondisi operasi optimal proses
pengolahan biologi tersebut dicapai dengan waktu aerasi 16 jam, dengan % penurunan
COD = 81,75 % sedang penurunan BOD = 75,57 %. Pada kondisi optimum tersebut maka
air limbah terolah sudah dapat memenuhi BMLC Gol I Perda Prop Jateng No.10 Tahun 2004

52
TERIMAKASIH

53

You might also like