You are on page 1of 29

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF (PPOK)

DEFINISI PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis
kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut
umumnya bersifat progresif, bisa disertai
hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat
reversible.
Faktor faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit
Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2000) adalah :

Kebiasaan merokok.
Polusi udara.
Paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi
akibat kerja.
Riwayat infeksi saluran nafas.
Bersifat genetik yaitu defisiensi alfa satu
antitripsin.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2000)
pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis adalah :
Batuk.
Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi
menjadi purulen atau mukopurulen.
Sesak, sampai menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan untuk bernafas.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges
(2000) antara lain :
1. Sinar x dada
2. Tes fungsi paru
3. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
4. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
5. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
6. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital
kuat menurun pada bronchitis dan asma.
7. Analisa Gas Darah (AGD)
8. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkhial pada
ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.
9. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
10.Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.
11.Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
12.Elektrokardiogram (EKG).
13.Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program latihan
Komplikasi

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis


menurut Mansjoer (2000) adalah infeksi nafas
yang berulang, pneumotoraks spontan,
eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,
gagal nafas dan kor pulmonal.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2000) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan
merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat)
c. Terapi oksigen
d. Fisioterapi
e. Bronkodilator
PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
1. Berhenti merokok
2. Hindari polusi
3. Hindari cuaca ekstrem
4. Hindari infeksi saluran pernafasan
5. Olahraga teratur
6. Pola makan yang sehat
7. Minum banyak air
8. Vitamin D
9. Akupunktur dan akupresur
NUTRISI PADA
PENDERITA PPOK

Penderita PPOK mengalami kehilangan berat badan dan malnutrisi, dan


menurunnya kekuatan otot

Keadaan ini disebabkan penurunan asupan kalori akibat sesak nafas


yang terus menerus dan kurangnya konsumsi makanan

Pemakaian otot nafas selama sesak nafas dapat menimbulkan kelemahan


otot dan hilangnya lemak otot
NUTRISI PADA
PENDERITA PPOK

Kuo dkk, nutrisi tinggi lemak dan rendah karbohidrat dapat


menurunkan kegagalan obstruksi saluran nafas kronik.

Pemberian diet tinggi karbohidrat dengan cara nutrisi parenteral total


dilaporkan menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang bermakna
dan mencetuskan gagal nafas

Pemberian diet tinggi karbohidrat tidak dianjurkan pada penderita


PPOK
NUTRISI PADA
PENDERITA PPOK

Penurunan massa sel tubuh merupakan manifestasi sistemik pada


PPOK
Perubahan massa tubuh diketahui melalui penurunan berat badan dan
penurunan massa lemak bebas.

Massa lemak bebas dibagi 2: yaitu kompartemen intraseluler


atau massa sel tubuh dan kompartemen ekstraseluler

Kompartemen intraseluler menggambarkan bagian pertukaran energi


sedangkan kompartemen ekstraseluler menggambarkan substansi di luar
sel.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Penyakit paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2000) adalah :
Aktivitas dan istirahat
1. Gejala :
Keletihan, kelemahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau
latihan.
2. Tanda :
Keletihan.
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
Sirkulasi
1. Gejala
Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
2. Tanda :
Peningkatan tekanan darah.
Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
Distensi vena leher atau penyakit berat.
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau
sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukkan anemia.
Integritas ego
1. Gejala :
Peningkatan faktor resiko.
Perubahan pola hidup.
2. Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan atau cairan
1. Gejala :
Mual atau muntah.
Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
2. Tanda :
Turgor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.
Penurunan berat badan, penurunan masa otot atau lemak subkutan
(emfisema).
Palpasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).
Hygiene
1. Gejala :
Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehai-hari.
2.. Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.
Pernafasan
1. Gejala :
Nafas pendek,
Lapar udara kronis.
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama
minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,
putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam
jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji.
Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda :
Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema).
Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi akut
(bronchitis kronis).
Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung.
Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
(bentuk barrel chest), gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema),
Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan
keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung).
Tabuh pada jari-jari (emfisema).
Keamanan
1. Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
Adanya atau berulangnya infeksi.
Kemerahan atau berkeringan (asma).
Seksualitas
1. Gejala :
Penurunan libido.
Interaksi sosial
1. Gejala :
Hubungan ketergantungan.
Kurang sistem pendukung.
Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
Penyakit lama atau kemampuan membaik.
2. Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Penyuluhan atau pembelajaran
1. Gejala :
Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara teratur.
Kegagalan untuk membaik.
2. Rencana pemulangan :
Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan
rumah atau mempertahankan tugas rumah.
Perubahan pengobatan atau program terapeutik.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut Doenges (2000) adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal,
sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan
udara), kerusakan alveoli.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum,
anoreksia, mual atau muntah.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya
sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan
pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.
Intervensi keperawatan
Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2000) adalah
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujan : pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas
kriteria hasil : pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri :
Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi.
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernafasan,
penggunaan otot bantu.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur.
Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Observasi karakteristik batu, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
memperbaiki keefektifan upaya batuk.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat.
Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.
Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan.
Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
Kerusakan pertukaran gas
Tujuan : pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan
kriteria hasil : pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
Mandiri :
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan
berbicara atau berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Palpasi fremitus.
Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi :
Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke UPI sesuai instruksi
untuk pasien.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : pasien menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
kriteria hasil : pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus.
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai
dan tisu.
4. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
5. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
6. Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
7. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Kolaborasi :
1. Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau selang, nutrisi
parenteral.
2. Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral
atau elektrolit sesuai indikasi.
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Resiko tinggi terhadap infeksi
Tujuan : pasien menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu
kriteria hasil : pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko infeksi dan pasien akan menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi suhu.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan
cairan adekuat.
3. Observasi warna, karakter, bau sputum.
4. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci
tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila
memegang atau membuang tisu, wadah sputum.
5. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
6. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
7. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Kolaborasi :
1. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur atau sensitivitas.
2. Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
SENAM PERNAFASAN
DAFTAR PUSTAKA
http://gadiespingitan.blogspot.com/2014/08/
asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html. I

You might also like