You are on page 1of 47

Seorang Perempuan 47

tahun dengan Otitis Media


Kronis Dry Ear Dupleks
Penguji Kasus: dr. Zulfikar Naftali, SpTHT-KL, Msi.Med
Pembimbing: dr. Rosa Putrie Anindya
Latar Belakang

• Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa


telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid.
• Otitis media dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi yang
tidak terbatas hanya pada organ telinga saja. Beberapa komplikasi
dari otitis media antara lain gangguan pendengaran dan paresis
nervus facialis.
Data dari WHO, 360 juta orang di dunia
mengalami gangguan pendengaran yang
mempengaruhi kualitas hidupnya.

AOM is a common infection, estimated to


represent up to 5.8% of all patient visits to
physicians
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7
provinsi tahun 1993-1996, prevalensi
ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran
16,8%, disebabkan oleh
- infeksi telinga tengah (3,1%)
- presbikusis (2,6%)
- obat ototoksik (0,3%)
- sejak lahir/kongenital (0,1%)
- pemaparan bising
Tujuan

• Mahasiswa kedokteran mampu menegakkan diagnosis, melakukan


penatalaksanaan awal dan melakukan rujukan yang tepat pada
pasien dengan otitis media kronik berdasarkan data yang diperoleh
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Manfaat

• Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa


dalam proses belajar untuk penegakkan diagnosa,
penatalaksanaan awal dan rujukan yang tepat pada pasien otitis
media kronik.
Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari


• membran timpani,
• kavum timpani,
• tuba Eustachius, dan
• prosessus mastoideus.
Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari


• membran timpani,
• kavum timpani,
• tuba Eustachius, dan
• prosessus mastoideus.
Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari


• membran timpani,
• kavum timpani,
• tuba Eustachius, dan
• prosessus mastoideus.
Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari


• membran timpani,
• kavum timpani,
• tuba Eustachius, dan
• prosessus mastoideus.
Fisiologi Pendengaran
Otitis Media

• Otitis Media ialah peradangan sebagaian atau seluruh mukosa


telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid.
• OM akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah
yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3
minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik. Sedangkan
otitis media kronik adalah OMA yang melanjut menjadi kronik
karena pengobatan tidak adekuat.
Stadium Oklusi Tuba

Stadium Hiperemis (Pre-supuratif)

Stadium Supuratif

Stadium Perforasi

Stadium Resolusi
Stadium Oklusi Tuba

Stadium Hiperemis (Pre-supuratif)


• Perforasi menetap, sekret menetap : OMSK
Stadium
• Perforasi Supuratif
menetap tanpa sekret : OMK dry ear
• Perforasi tidak terjadi, sekret menetap : Otitis Media
Serosa
Stadium Perforasi

Stadium Resolusi
Meningitis
Abses otak
Thrombophlebitis
Komplikasi Otitis Media Perforasi membran
Hidrosefalus
timpani
otikus
Mastoiditis akut
Empiema subdural
Paresis n. Fasialis
Labirinitis
Intrakranial Petrositis

Komplikasi Intratemporal

Ekstrakranial

Ekstratemporal

Abses subperiosteal
Palsi Nervus Facialis

• Palsi nervus facialis dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik


idiopatik, kongenital, traumatik, infeksi, metabolik, maupun
neurologik.
• Di antara penyebab-penyebab yang ada, Bell’s palsy adalah
penyebab paling sering terjadinya palsi nervus facialis, diikuti
dengan trauma.
Palsi N. VII & OM?

• Paralisis nervus facialis adalah komplikasi tersering kedua dari


OMA setelah mastoiditis, sedangkan pada OMK lebih jarang
ditemukan dan hampir seluruhnya disebabkan kolesteatom.
• Pintu masuk bakteri pada infeksi bakteri adalah kanalis facialis
yang mengalami kerusakan. Bakteri akan menginvasi tempat
tersebut dan produk-produk pro-inflamatorik akan dilepaskan dan
menyebabkan edem neural. Hal ini terjadi pada otitis media
supuratif akut dan paralisis nervus facialis akan berkembang
dalam 2-3 hari ke depan dan biasanya didahului nyeri telinga
hebat dengan atau tanpa otorrhea.
• Pada otitis media kronik, paralisis nervus facialis umumnya
dikaitkan dengan kolesteatom atau jaringan radang kronik pada
segmen timpanik dan mastoid nervus facialis. Disfungsi nervus
facialis pada kasus ini dapat disebabkan oleh inflamasi, edem,
yang berujung pada neuropati entrapment. Penjepitan
ekstraneural dan intraneural juga dapat disebabkan oleh
kolesteatom yang membesar atau abses.
Laporan Kasus

I. Identitas
Nama : Ny. NS
Umur : 47 tahun
Tempat, tanggal lahir : Pati, 17 April 1970
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Wedarijaksa, Pati
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : Tamat SD
No. CM : C654509
Masalah Aktif Masalah Pasif

Perot pada wajah sebelah kanan Riwayat keluar cairan


Mata kanan berkedut pada telinga kanan
Penurunan pendengaran pada telinga kanan
Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal 16 November 2017 pukul 15.00 WIB di


Bangsal Rajawali 3A RSUP dr Kariadi Semarang.
Keluhan Utama:
Perot
Perjalanan Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan wajahnya menjadi perot pada wajah sebelah
kanan sejak 5 bulan yang lalu. Mata kanan pasien juga sering
berkedut. Wajah sebelah kanan pasien juga terasa tebal. Bicara
pelo (-), pasien masih dapat menutupkan kelopak mata, kelemahan
pada lengan dan tungkai (-). Nyeri kepala (+) cekot-cekot.
Anamnesis
• ± 1 tahun SMRS, pasien mengeluhkan keluar cairan dari telinga
kanan. Cairan dikatakan kental, berwarna kuning pekat, dan
berbau. Nyeri telinga (-), gatal (-), telinga merah (-), telinga
berdenging (-), gemrebeg (-), pendengaran berkurang (+) pada
telinga kanan. Rasa berputar disangkal. Demam disangkal. Riwayat
sering pilek, maupun bersin disangkal. Nyeri tenggorokan
disangkal, sakit gigi disangkal. Pasien berobat ke Puskesmas,
kemudian sembuh.
• Saat ini, pasien mengeluhkan wajahnya perot, kedutan pada mata
kanan, dan rasa tebal pada wajah bagian kanan.
Anamnesis
Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit
Dahulu: Keluarga: Riwayat Sosial Ekonomi:
 Riwayat sakit seperti  Riwayat penyakit Pasien adalah seorang ibu
ini sebelumnya serupa dalam rumah tangga. Pasien
disangkal keluarga disangkal bekerja sebagai pemotong
bawang.
 Riwayat alergi  Riwayat alergi dalam
Suami pasien sudah
disangkal keluarga disangkal meninggal. Pasien tidak
 Riwayat hipertensi  Riwayat hipertensi memiliki anak.
disangkal dalam keluarga Pembiayaan dengan BPJS
disangkal kelas III. Pendidikan
 Riwayat DM disangkal
terakhir tamat SD.
 Riwayat stroke  Riwayat DM dalam
sebelumnya disangkal keluarga disangkal Kesan : Sosial ekonomi
kurang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 November 2017 pukul 15.15
WIB di Bangsal Rajawali 3A RSUP dr Kariadi Semarang.

Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Suhu : afebris
Nadi : 82 x/menit RR : 20 x/menit
Nyeri :-
Pemeriksaan Fisik
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status gizi : TB: 155 cm BB: 70 kg
BMI: 29,1 (overweight)
Kulit : Turgor kulit cukup
Konjungtiva : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Jantung : Tidak diperiksa
Paru : Tidak diperiksa
Hati : Tidak diperiksa
Limpa : Tidak diperiksa
Limfe : Pembesaran limfonodi leher (-)
Anggota Gerak : Motorik 55555 | 55555
55555 | 55555

Sensorik +/ +
+/+
Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri

Status Lokalis Mastoid


Hiperemis (-), nyeri ketok (-), Hiperemis (-), nyeri ketok (-),
edema (-), fistel (-), abses (-) edema (-), fistel (-), abses (-)
Hiperemis (-), edema (-), fistula Hiperemis (-), edema (-), fistula
Pre-aurikula (-), abses (-), nyeri tekan tragus (-), abses (-), nyeri tekan tragus

Telinga (-) (-)

Hiperemis (-), edema (-), fistula Hiperemis (-), edema (-), fistula
Retro-aurikula
(-), abses (-), nyeri tekan (-) (-), abses (-), nyeri tekan (-)

Normotia, hiperemis (-), edema Normotia, hiperemis (-), edema


Aurikula
(-), nyeri tarik (-) (-), nyeri tarik (-)
Serumen (+), edema (-), Serumen (+), edema (-),
CAE / MAE hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-), furunkel (-),
Perforasi Sikatriks
discharge (-), granulasi (-) discharge (-), granulasi (-)

Perforasi (+) sentral berjumlah


1, terletak di bagian inferior,
Membran timpani Perforasi (-), reflek cahaya (-)
tepi rata, ukuran ±75%, reflek
cahaya (-)
Pemeriksaan luar

Inspeksi : simetris (+), deformitas (-),warna kulit sama


Hidung dengan sekitar, alergic crease (-)
Status Lokalis Palpasi : Os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)

Sinus maksilaris
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus maksilaris
Hidung dan Sinus Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus maksilaris

Paranasal: Sinus
Sinus frontalis
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus frontalis
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus frontalis
Sinus ethmoidalis
Nyeri tekan (-/-) pada daerah sinus ethmoidalis
Nyeri ketok (-/-) pada daerah sinus ethmoidalis

Rinoskopi Anterior
Sekret - -
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka edema sulit
Konka Konka edema (-)
dinilai
Tumor Massa (-) Massa (-)
Septum Deviasi septum (-)
Orofaring
Palatum Bombans (-), hiperemis (-)
Status Lokalis
Arkus Faring Simetris, uvula ditengah
Mukosa Hiperemis (-)
Ukuran T1, hiperemis (- Ukuran T1, hiperemis(-
Tenggorok
), permukaan rata, ), permukaan rata,
Tonsil kripte melebar (-), kripte melebar (-),
detritus (-), membran (- detritus (-), membran (-
) )
Peritonsil Abses (-)
Nasofaring (rinoskopi posterior) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laringofaring (laringoskopi indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
Laring (laringoskopi indirek) : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala dan Leher:

• Kepala : Mesosefal
• Wajah : Perot (+), asimetris, deformitas (-). Mata
kanan tic (+). Tes meringis: mulut tertarik ke sebelah kiri. Tes
menggembungkan pipi: (-/+). Tes kerutan dahi: masih dapat
berkerut, namun kanan < kiri. Tes menutup mata: mata dapat
menutup dengan rapat. House-Brackmann III.
• Leher anterior : Pembesaran KGB (-)
• Leher lateral : Pembesaran KGB (-)
Gigi dan Mulut:

• Gigi-geligi : karies gigi (-), gigi lubang (-), gigi goyang (-)
• Lidah : simetris, tidak ada deviasi
• Palatum : bombans (-)
• Pipi : mukosa buccal: hiperemis (-), stomatitis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Ket.
/PENUNJANG/KHUSUS Normal
Hematologi Paket
Hemoglobin 14,1 g/dL 12,00-15,00
Hematokrit 42,4 % 35 – 47
Pemeriksaan Laboratorium Eritrosit 4,65 106/uL 4,40 - 5,90
(4/7/2017)
27,00 –
MCH 30,4 Pg
32,00
76,00 –
MCV 91,2 fL
96,00
29,00 –
MCHC 33,3 g/dL
36,00
Lekosit 11,1 103/uL 3,6-11
Trombosit 312 103/uL 150 – 400
11,60 –
RDW 11,9 %
14,80
4,00 –
MPV 6,73 fL
Pemeriksaan 11,00
Laboratorium (4/7/2017) Kimia Klinik
Glukosa
96 mg/dL 80 – 160
sewaktu
Ureum 29 mg/dL 15 – 39
Kreatinin 0,54 mg/dL 0,60 – 1,30
Elektrolit
Natrium 143 mmol/L 136 – 145
Kalium 4,3 mmol/L 3,50 - 5,10
Klorida 100 mmol/L 98-107
Plasma
Prothrombine
Time (PPT)
11,4 detik 11,0 – 14,5
Waktu
14,1 detik
Pemeriksaan Prothrombin
Laboratorium (4/7/2017) PPT kontrol

Partial
Thromboplastin
Time (PTTK)

Waktu 28,4 detik 24,0 – 36,0


Thromboplastin

APTT Kontrol
33,6 detik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
/PENUNJANG/KHUSUS

Pemeriksaan Radiologi

CT-scan mastoid
tanpa kontras
(23/10/2017 di RSDK)
Kesan: mastoiditis kanan
Otoendoskopi (15/11/2017 di RSDK)

Hasil Telinga Kanan Telinga Kiri

CAE Edema (-) Edema (-)


hiperemis (-), hiperemis (-),
serumen (+) serumen (-)
normal

MT Perforasi (+) Perforasi (+)


subtotal, arah jam 11,
valsava (-) valsava (-)
a. Pemeriksaan Audiotimpanimetri + ETF

Audiometri:
1. Telinga kanan: SNHL derajat ringan (PTA:32,5 dB)
Telinga kiri: dalam batas normal (PTA:25 dB)
Timpanometri: Tipe A/Tipe A
ETF: Telinga kanan: normal
Telinga kiri: total
Kesan: kurang dengar derajat ringan telinga kanan tipe sensorineural
Diagnosis Rencana Pengelolaan Pemantauan
 Otitis Media Kronik Terapi  Keadaan umum dan
dengan perforasi  Depakote 250 mg/12 jam tanda vital
membrana timpani
dekstra et sinistra  Haloperidol 0,5 mg/12  Discharge telinga
jam  Progresifitas penyakit
 THP 2 mg/12 jam  Tanda-tanda komplikasi
 Parese N VII perifer
dextra  Ibuprofen 200 mg/12 jam yang mungkin terjadi
 Ranitidin 150 mg/12 jam
 Tic facialis  Pro-timpanoplasti AD
• Edukasi
• Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit, tata laksana, komplikasi, dan
prognosisnya.
• Mengedukasi pasien agar menjaga telinga tidak kemasukan air, misalkan menutup telinga
saat mandi atau keramas.
• Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang harus
dilakukan untuk menegakan diagnosis dan rencana rujukan kepada dokter spesialis THT
untuk dilakukan operasi untuk memperbaiki gendang telinga yang telah robek.

• Prognosis
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Ringkasan

• Seorang perempuan berumur 47 tahun datang ke RSUP dr Kariadi


dengan keluhan wajah perot. Keluhan dirasakan sejak ±5 bulan
yang lalu. Mata kanan pasien sering berkedut. Wajah sebelah
kanan pasien terasa tebal. Nyeri kepala (+) cekot-cekot. ± 1 tahun
SMRS, pasien mengeluhkan keluar cairan dari telinga kanan. Cairan
dikatakan kental, berwarna kuning pekat, dan berbau.
Pendengaran berkurang (+) pada telinga kanan. Pasien berobat ke
Puskesmas, kemudian sembuh. Saat ini pasien mengeluhkan wajah
perot, mata berkedut, rasa tebal, dan pendengaran berkurang
pada telinga kanan. Pasien datang ke poli saraf RSDK dan dirujuk
ke poli THT RSDK.
Ringkasan

• Dari pemeriksaan fisik telinga, didapatkan perforasi pada


membran timpani kanan dan sikatriks pada membran timpani kiri.
Dari hasil CT scan mastoid tanpa kontras, didapatkan adanya
penurunan mastoid air cells kanan, mengesankan mastoiditis
kanan. Dari hasil otoendoskopi didapatkan adanya perforasi
berjumlah 1, terletak di bagian inferior, tepi rata, ukuran ±75%,
pada membran timpani kanan dan sikatriks pada membran timpani
kiri. Dari pemeriksaan audiotimpanimetri, didapatkan hasil kurang
dengar derajat ringan telinga kanan tipe sensorineural. Dari
pemeriksaan ETF, didapatkan oklusi total pada tuba eustachius
kiri.
Pembahasan

• Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa pasien menderita


parese nervus facialis perifer dekstra. Tic facialis yang diderita oleh pasien
kemungkinan disebabkan oleh parese nervus facialis. Selain itu, pasien juga
mengalami penurunan pendengaran, yang disebabkan oleh perforasi pada
membran timpani dekstra dan sinistra. Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan
hiperemis maupun nyeri ketok pada mastoid pasien meskipun pada CT-scan
didapatkan gambaran mastoiditis kanan. Parese nervus facialis, mastoiditis, dan
perforasi membran timpani adalah komplikasi dari otitis media. Parese nervus
facialis mungkin disebabkan oleh persebaran infeksi otitis media ke tulang dan
mengenai sambungan neurovaskuler antara telinga tengah dan nervus facialis.
Meskipun demikian, parese nervus facialis pada pasien dapat tidak berkaitan
dengan otitis media yang dimiliki, misal karena Bell’s palsy atau stroke non
hemorrhagik.
Pembahasan

• Otitis media yang diderita pasien adalah otitis media kronik tipe dry ear
atau tipe inaktif. Hal ini merupakan keberlanjutan dari otitis media akut
stadium perforasi dimana perforasi yang terjadi cukup besar sehingga
tidak dapat menutup sendiri, seperti pada pasien ini dengan perforasi
yang menetap. Terjadinya perforasi kemungkinan terjadi satu tahun yang
lalu ditandai dengan keluhan pasien yakni keluarnya cairan nanah dari
telinga kanan. OMK pada pasien ini inaktif, karena tidak ditemukan tanda
peradangan, dan tidak ada ditemukan discharge dari telinga, hanya
ditemukan perforasi membran timpani saja.
• Komplikasi otitis media dapat berupa komplikasi intra-kranial dan ekstra-
kranial. Parese nervus facialis kanan, mastoiditis, dan perforasi membran
timpani, ketiga komplikasi tersebut termasuk dalam komplikasi ekstra-
kranial dari otitis media
TERIMAKASIH

You might also like