You are on page 1of 38

KOMODITAS

KAKAO

Oleh :
Yan Aldo Wiliantoro
P2A14007
PENDAHULUAN

 Indonesia merupakan produsen kakao terbesar


ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading
dan Ghana. Tiga besar negara penghasil kakao
sebagai berikut ; Pantai Gading (1.421.000 ton),
Ghana (747.000 ton), Indonesia (577.000 ton).
Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih
kurang 992.448 Ha dengan produksi biji kakao
sekitar 577.000 ton per tahun, dan produktivitas
rata-rata 900 Kg per ha .
PENGHASIL KAKAO DI INDONESIA

 Daerah penghasil kakao dengan urutan sebagai


berikut ; Sulawesi Selatan 184.000 (31,9%),
Sulawesi Tengah 137.000 ton (23,7%), Sulawesi
Tenggara 111.000 ton (19,2%), Sulawesi Barat
76.743 ton ( 13,8 %), Sulawesi Utara 21.000 Ton
(3,6 %), Lampung 17.000 ton (2,9%), Kalimantan
Timur 15.000 Ton (2,6 %) dan daerah lainnya
15.257 ton (2,6%). Menurut usahanya
perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan
dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan
Rakyat 887.735 Ha , Perkebunan Negara 49.976
Ha dan Perkebunan Swasta 54.737 Ha.
EKSPOR

 Ekspor biji kakao Indonesia pada tahun 2008


sebesar 334.915 ton (60%) dengan negara tujuan
; USA, Malaysia, dan Singapura, sisanya sekitar
242.085 ton diolah di dalam negeri yang
menghasilkan cocoa liquor, cocoa butter, cocoa
cake, dan cocoa powder digunakan untuk
industri dalam negeri dan ekspor
PENGELOMPOKAN INDUSTRI KAKAO
 pengelompokkan Industri Kakao dan Coklat
Olahan terdiri dari :
Industri Hulu : buah coklat, biji coklat,liquor
(MASS)
Industri Antara : Cake dan Fat, cocoa liquor,
cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder (kakao
olahan)
Industri Hilir : Industri cokelat, industri
makanan berbasis coklat (roti,kue,
confectionary/kembang gula cokelat),
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
BAHAN BAKU

 Sebagian besar biji kakao (80 persen) diekspor dengan


kualitas rendah;
 Produktivitas ditingkat on farm relatif rendah rata-rata
900 kg/Ha dibandingkan dengan negara Pantai Gading
dan Ghana rata-rata 1.500 s.d. 2.000 Kg/Ha,
 Tanaman umumnya sudah berumur tua dan tidak
produktif
 Sekitar 40 persen tanaman kakao terserang Hama
Penggerek Buah Kakao (PBK/Cocoa Pod Borrer), VSD
(Vascular Streak Dieback) sekitar 5 persen;
 Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur,
serangga) dan tidak di fermentasi;
 Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai
oleh eksportir asing.
PRODUKSI
 Industri kakao di dalam negeri kekurangan
bahan baku
 Masih dikenakan BM 5 persen terhadap biji
kakao impor yang diperlukan sebagai campuran
untuk mendapatkan aroma tertentu.;
 Terbatasnya R & D untuk diversifikasi produk
olahan kakao;
 Utilisasi kapasitas produksi industri olahan
kakao masih rendah (40 %).
PEMASARAN

 Ekspor biji kakao ke Amerika dikenakan harga


diskon automatic detention mencapai USD
300/ton;
 Adanya perbedaan Bea Masuk kakao olahan di
negara-negara tujuan ekspor, antara lain: Afrika
dikenakan bea masuk 0 persen sementara dari
Indonesia sebesar 7 – 12 persen untuk ekspor ke
UE.
ANALISA SWOT
KEKUATAN

 Indonesia merupakan negara penghasil kakao


terbesar ke 3 di dunia setelah Pantai Gading dan
Ghana dengan luas areal tanaman kakao sekitar
992.448 Ha dan produksi 456.000 ton pada tahun
2006.
 Tanaman Kakao dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik dihampir seluruh wilayah Indonesia,
sehingga potensi kakao untuk dikembangkan masih
tinggi.
 Tersedianya banyak tenaga kerja, baik untuk sektor
perkebunan maupun sektor indusri pengolahannya.
 Penggunaan kakao untuk industri makanan dan non
pangan sangat signifikan
KELEMAHAN

 50 % tanaman kakao terkena PBK dan 5% terkena VSD


 80% biji kakao (365.200 ton) diekspor dalam bentuk biji
kering.
 Produktivitas biji kakao masih rendah (rata-rata 600 Kg/Ha),
 dibanding negara lain yang mencapai 2000 kg/Ha
 Tarif Bea Masuk Biji Kakao 5%.
 Terbatasnya R&D untuk diversifikasi produk olahan kakao.
 Utilisasi kapasitas industri kakao dalam negeri 40%.
 Terbatasnya infrastruktur disentra-sentra produksi
(Mamuju,

 Pantoloan, Kolaka, dan Palopo).


 90% biji kakao yang dihasilkan belum difermentasi dan
bermutu rendah
PELUANG
 Ekspor biji kakao bermutu tinggi dan
difermentasi ke USA mendapat premium sebesar
US$ 300 dari harga terminal New York.
 Permintaan terhadap produk-produk berbasis
kakao, baik di asar domestik maupun dunia
masih cukup prospektif dan terus meningkat.
 Unii Eropa membutuhkan biji kakao fermentasi

 Industri kakao dalam negeri saat ini masih


mengimpor biji kakao fermentasi sebesar 30.000
ton/thn
TANTANGAN

 Ekspor biji kakao berkualitas rendah dan tidak


fermentasi ke USA terkena potongan harga sebesar
US$ 150 - 300 per ton, juga terkena biaya automatic
detention sebesar US$ 4/ton (biaya fumigasi) dari
harga terminal New York.
 Adanya perbedaan tarif bea masuk kakao olahan
dinegara-negara tujuan ekspor antara lain ; ke UE
(Afrika hanya dikenakan 0% sedangkan Indonesia 7,7
s/d 9,6%)
 Malaysia dengan produksi biji kakao 30.000 ton
mempunyai kapasitas produksi industri pengolahan
kakao sebesar 359.000 ton.
GAP & GHP
 Good Agricultural Practices (GAP).
 Good Handling Practices (GHP)
PENDAHULUAN

 Sampai saat ini, kurang lebih 90 % petani


menjual kakao dalam bentuk biji untuk diekspor,
namun mutunya masih rendah karena tidak
difermentasi, kandungan kadar air masih tinggi,
ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi,
keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan
tidak konsisten. Selain itu terdapat biji kakao
yang terserang/infestasi serangga hama,
erserang jamur dan tercampur dengan kotoran
atau benda-benda asing lainnya.
 Dampaknya di negara tujuan ekspor terutama di
Amerika Serikat kakao Indonesia diberlakukan
penahanan otomatis (automatic detention) dan
potongan harga (automatic iscount) sehingga
daya saingnya menjadi lebih rendah dari kakao
yang dihasilkan negara lain.
 Beberapa faktor yang menyebabkan beragamnya
mutu kakao yang dihasilkan selain karena
penanganan dari tingkat kebun (on-farm), juga
karena penanganan pascapanen serta
pengawasan mutu yang belum optimal. Ini
menunjukkan bahwa perlakuan pascapanen
belum diterapkan dengan baik dan benar.
 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 67 Tahun 2010 menetapkan Pemberlakuan
Bea Keluar (BK) kakao sebesar 5-15 % mulai 1 April
2010. Kebijakan ini diharapkan akan mendorong
industri pengolahan kakao dan mendorong petani
untuk melakukan fermentasi biji kakao.
Pemberlakuan BK kakao diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah sebanyak mungkin di
dalam negeri. Di lain pihak, pemberlakuan automatic
detention untuk biji kakao kepada seluruh negara
pengekspor bisa menjadi momentum untuk
memperbaiki mutu biji kakao dalam negeri
danmendekatkan proses produksi dengan cara
mengubah model bisnis yang selama ini sudah
berjalan.
 GAP (Good Agriculture Practices) adalah
panduan umum dalam melaksanakan budidaya
tanaman hasil pertanian secara benar dan tepat,
sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu
produk yang baik, keuntungan optimum, ramah
lingkungan dan memperhatikan aspek
keamanan, keselamatan dan kesejahteraan
petani serta usaha produksi yang berkelanjutan
 GHP (Good Handling Practices) adalah cara
penanganan pascapanen yang baik yang
berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara
pemanfaatan sarana dan prasarana yang
digunakan
GMP
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan
suatu pedoman bagi industri pangan, bagaimana
cara berproduksi pangan yang baik.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 51/Permentan/OT.140/9/2012
PANEN
 Kegiatan panen meliputi pemetikan dan sortasi buah,
pemecahan buah, dan sortasi biji. Indikator yang
digunakan dalam memanen buah kakao adalah warna
kulit buah atau bila buah diguncang, biji biasanya
berbunyi.
 Buah yang telah dipanen dikumpulkan dan
dikelompokkan berdasarkan kelas kematangannya.
Biasanya dilakukan pemeraman untuk memperoleh
keseragaman kematangan buah dan memudahkan
pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman dilakukan
di tempat yang teduh, lamanya sekitar 5-12 hari
tergantung kondisi buah
 Pemecahan buah dilakukan dengan menggunakan
pemukul kayu, pisau atau mesin pemecah yang
dilengkapi dengan sistem sortasi. Perlu diingat untuk
menghindari kontak langsung biji kakao dengan benda-
benda logam karena dapat menyebabkan warna biji kakao
menjadi kelabu
FERMENTASI
 Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji
agar tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di
dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji,
peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping
biji dan untuk melepaskan selaput lendir
 Selain itu untuk menghasilkan biji yang tahan terhadap
hama dan jamur. Biji kakao difermentasikan di dalam
kotak kayu berlubang, dapat terbuat dari papan atau
keranjang bambu. Fermentasi memerlukan waktu 6 hari.
Dalam proses fermentasi terjadi penurunan berat sampai
25%
 Biji kakao dimasukkan dalam kotak terbuat dari papan
setelah itu kotak ditutup dengan karung goni. Selanjutnya
diaduk setiap dua hari agar fermentasi biji merata. Pada
hari ke 6 - 8 biji-biji kakao dikeluarkan dari kotak
fermentasi dan siap untuk dijemur.
PERENDAMAN & PENCUCIAN
 Tujuan perendaman dan pencucian adalah untuk
menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki
kenampakan biji. Perendaman berpengaruh terhadap
proses pengeringan dan rendemen. Selama proses
perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao
terlarut sehingga kulitnya lebih tipis dan
rendemennya berkurang. Sehingga proses
pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah
perendaman, dilakukan pencucian untuk mengurangi
sisa-sisa lendir yang masih menempel pada biji dan
mengurangi rasa asam pada biji, karena jika biji
masih terdapat lendir maka biji akan mudah
menyerap air dari udara sehingga mudah terserang
jamur dan akan memperlambat proses pengeringan
PENGERINGAN
 Pengeringan bertujuan untuk menurunkan
kadar air dalam biji dari 50- 55% sampai 7 %
agar biji tidak ditumbuhi cendawandan aman
disimpan. Pengeringan dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu dengan cara menjemur, dengan
menggunakan mesin pengering, dan kombinasi
keduanya. Dengan sinar matahari yang cerah
dibutuhkan waktu 7- 8 jam/hari atau atau total
waktu 7- 9 hari, Sedangkan dengan mesin
pengering diperlukan waktu 40-50 jam
SORTIR
 Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan
dikelompokkan berdasarkan mutunya. Sortasi
dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar
air seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan
tidak mudah rusak .
 Sortasi dapat dilakukan secara manual atau secara
mekanis (mesin ayakan), untuk menekan biaya
sortasi sebaiknya digunakan mesin (Wahyudi
dkk.2008).
 Pengelompokan kakao berdasarkan mutu :
Mutu A : dalam 100 g biji terdapat 90-100 butir biji
Mutu B : dalam 100 g biji terdapat 100-110 butir biji
Mutu C : dalam 100 g biji terdapat 110-120 butir biji
PENYIMPANAN
 Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung
goni. Tiap karung goni diisi 60 kg biji kakao
kering. Kemudian karung disusun diatas palet
papan kayu maksimum 6 karung. Kondisi
gudang harus kering dan berventilasi (Wahyudi
dkk.2008). Antara lantai dan wadah biji kakao
diberi jarak ± 8 cm dan jarak dari dinding ± 60
cm. Biji kakao dapat disimpan selama ± 3 bulan
STANDAR MUTU BIJI KAKAO
 Standar mutu ditentukan sebagai tolak ukur
untuk pengawasan pengendalian mutu. Setiap
bagian biji kakao yang akan
diekspor harus memenuhi persyaratan standar
mutu tersebut yang diawasi oleh lembaga
pengawasan terkait yang ditunjuk.
 Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam
Standar Nasional Indonesia Biji
Kakao (SNI 01 – 2323 – 1991).
 Standar SNI ini meliputi definisi, klasifikasi,
syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan (labelling), cara pengemasan
dan rekomendasi.
 Biji kakao adalah sebuah biji yang dihasilkan
oleh tanaman kakao / cocoa (Theobroma cacao
Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan
dikeringkan. Biji kakao yang diekspor
dikelompokan berdasarkan jenis tanaman,
kategori mutu, dan ukuran serta berat biji.
 Berdasarkan jenis tanaman, biji kakao
dikelompokan menjadi dua, yaitu jenis kakao
mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao
lindak (Bulk Cocoa). Penentuan standar mutu
diklasifikasikan dalam dua syarat mutu, yaitu
syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum
merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh
setiap bagian biji kakao yang akan diekspor, dan
syarat khusus merupakan syarat yang harus
dipenuhi dalam setiap klasifikasi jenis mutu .
STANDAR NASIONAL INDONESIA BIJI
KAKAO (SNI 01 – 2323 – 2000)

No. Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar


Jumlah biji/100 gr ** ** **

Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 >7,5

Berjamur, %(b/b) maks 3 4 >4

Tak Terfermentasi %(b/b) maks 3 8 >8

Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks 3 6 >6


Biji pecah, % (b/b) maks 3 3 3
Benda asing % (b/b) maks 0 0 0
Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5
SYARAT MUTU UMUM
 Syarat umum biji kakao yang akan diekspor
dibedakan berdasarkan ukuran biji kakao
tersebut, tingkat kekeringan / kandungan kadar
air dan tingkat kontaminasi benda asing.
Ukuran biji kakao ini dinyatakan dalam jumlah
biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6 – 7
%). Klasifikasi mutu berdasarkan ukuran biji ini
diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, sedang
tingkat kekeringan dan kontaminasi ditentukan
secara laboratoris atas dasar pengujian kadar air
pada sample uji yang mewakili yang diukur
menggunakan alat pengukur kadar air biji kaka
SYARAT KHUSUS
 Syarat ini lebih terkait dengan masalah cita-rasa
dan aroma serta masalah kebersihan yang
terkait dengan kesehatan manusia. Setelah
dilakukan klasifikasi mutu umum, setiap parti
biji kakao perlu digolongkan lagi menjadi dua
tingkat mutu, yaitu Mutu I dan Mutu II.
PRASARANA DAN SARANA
PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO
 BANGUNAN
 ALAT & MESIN

 WADAH & PEMBUNGKUS

 PELESTARIAN LINGKUNGAN

 PENGAWASAN
STANDAR MUTU KAKAO
INTERNASIONAL
 Food and Drugs Adiministration (FDA) dari
USA memprakarsai menyusun standar mutu
kakao internasional dengan mengadakan
pertemuan antara produsen dan konsumen
beberapa kali pada tahun 1969 di Paris.
Pertemuan tersebut menyepakati ditetapkannya
Standar Kakao Internasional. Standar ini sedikit
banyaknya telah diadopsi oleh hampir semua
negara penghasil kakao di dunia tertuma yang
mengekspor biji kakao ke Amerika. Secara
umum persyaratan yang tercantum dalam
standar mutu kakao Indonesia sudah sesuai
dengan yang ditentukan dalam Standar Mutu
Kakao International.
STANDAR MUTU KAKAO
INTERNASIONAL
Beberapa batasan umum yang menggolongkan biji
kakao yang layak untuk diperdagangkan di
pasaran internasional (Cocoa merchantable
quality) adalah sebagai berikut, :
 Biji kakao harus difermentasi, kering (kadar air
7 %) , bebas dari biji smoky, bebas dari bau yang
tidak normal dan bau asing dan bebas
dari bukti-bukti pemalsuan.
 Biji kakao harus bebas dari serangga hidup
 Biji kakao dalam satu parti (kemasan ) harus
mempunyai ukuran seragam, bebas dari biji
pecah, pecahan biji dan pecahan kulit, dan bebas
dari benda-benda asing.
COCOA ASOSIATION OF LONDON
 Dalam perdagangan International dilakukan
kontrak dengan Cocoa Assosiation of London dan
Francise du Commerce des Assosiation (CMA)

You might also like