You are on page 1of 18

MANAJEMEN DATA PIHAK KETIGA

DALAM RANGKA OPTIMALISASI


PENERIMAAN PAJAK

Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan


Jakarta, Juli 2018
Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009.
b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-
Undang.
c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
Untuk Kepentingan Perpajakan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi
yang Berkaitan dengan Perpajakan.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan
Perjanjian Internasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
70/PMK.03/2017.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi
Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018.
Dasar Hukum

g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan Atau Bukti
Dari Pihak-Pihak Yang Terikat Oleh Kewajban Merahasiakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.03/2016.
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata
Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.03/2017 tentang Penetapan Aplikasi, Prosedur Pengajuan,
Tata Naskah Dinas Elektronik, Dan Kode Khusus Naskah Dinas, Usulan pembukaan Rahasia Bank Secara
Elektronik.
j. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/SEOJK.03/2017 tentang Penyampaian Informasi Nasabah
Asing Terkait Perpajakan Dalam Rangka Pertukaran Informasi Secara Otomatis Antarnegara Dengan
Menggunakan Standar Pelaporan Bersama (Common Reporting Standard)
k. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Bagi Lembaga
Keuangan Dan Penyampaian Laporan Yang Berisi Informasi Laporan Keuangan Secara Otomatis.
l. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2017 tentang Standar Operasional Prosedur Direktorat
Jenderal Pajak.
m. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi
Berdasarkan Permintaan Dalam Rangka Melaksanakan Perjanjian Internasional.
Gambaran Umum

• Tugas utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pelaksana kebijakan di bidang perpajakan sesuai
ketentuan perundang-undangan adalah untuk mengumpulkan dan memenuhi target penerimaan pajak.
Pada tahun 2018 salah satu rencana yang menjadi fokus utama DJP dalam pemenuhan target penerimaan
perpajakan yang terus meningkat dari tahun ke tahun adalah melakukan optimalisasi pengelolaan dan
pemanfaatan data perpajakan. Hal ini memang sangat penting karena kunci keberhasilan dalam
pelaksanaan sistem self assessment adalah ketersediaan data pembanding, selain data yang dilaporkan oleh
WP. Terlebih lagi tingkat voluntary compliance WP di Indonesia masih belum dapat diandalkan dalam
menutupi target penerimaan perpajakan.
• Besaran tax ratio terhadap PDB Indonesia mencapai sekitar 11%, angka ini dinilai masih rendah, bahkan
diantara negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang menjadi anggota G20 rasio pajak
Indonesia termasuk yang paling rendah. Selain tax ratio yang masih rendah, target penerimaan perpajakan
tidak pernah tercapai sejak tahun 2008.
Gambaran Umum
• Pada tahun 2017, Ibu Menteri Keuangan memberikan arahan pada DJP untuk mengembangkan basis
data perpajakan sebagai instrumen penting dalam optimalisasi penerimaan pajak dan perbaikan tax
ratio yang masih rendah.
• Dalam mewujudkan hal tersebut, Tim Reformasi Perpajakan telah merencanakan redesign proses bisnis
berbasis IT dimana dalam proses bisnis baru tersebut, ketersediaan data memiliki peran yang sangat
penting. Redesign proses bisnis dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu:
1) Pembenahan Basis Data Perpajakan
2) Modernisasi core tax
3) Big Data Analysis
Gambaran Umum
• Masih rendahnya tax ratio terhadap PDB menunjukkan masih banyaknya potensi perpajakan yang masih
belum dapat dikonversi menjadi penerimaan dan/atau masih belum diketahui. Beberapa hal yang telah
diidentifikasi dapat menjadi penyebab utama terkait hal ini adalah sebagai berikut:
1) Basis data perpajakan yang belum lengkap.
2) Terdapat kendala dalam proses pengolahan data perpajakan.
3) Akses dan pemanfaatan data perpajakan yang masih terbatas dan belum optimal.
Penerimaan Perpajakan dan Tax Ratio
Tahun 2010-2017
1,400 12.00

1,200 11.50
Penerimaan (triliun)

11.00
1,000
10.15 10.14 10.50
800 10.01
9.74 9.76 10.00
600
9.10 9.50
400 8.90
9.00
8.40
200 8.50

0 8.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Penerimaan (T) 649 743 835 916 981 1,060 1,106 1,151
Tax Ratio 9.74 10.01 10.15 10.14 9.76 9.10 8.90 8.40

Penerimaan (T) Tax Ratio


Gambaran Umum
• Hingga program tax amnesty berakhir, komitmen repatriasi hanya mencapai Rp 147 triliun atau sekitar tiga
persen dari total komposisi harta yang dilaporkan yang sebesar Rp4.854,63 triliun dari 956 ribu Wajib Pajak,
atau 14,7 persen dari target Rp1.000 triliun. Pengumpulan data eksternal dan data keuangan merupakan
salah satu tindak lanjut pasca tax amnesty yang ditujukan untuk memperoleh data pembanding dan data
pendukung dalam menindaklanjuti pelaporan TA.
• Keberhasilan pengumpulan penerimaan perpajakan pada sistem self assessment sangat ditentukan oleh
voluntary compliance (kepatuhan sukarela) dari WP. Namun dengan tingkat kepatuhan sukarela WP yang
relatif masih rendah, DJP perlu melakukan extra effort dalam mengumpulkan penerimaan perpajakan dari
sektor enforced compliance yang diperolah dari pemeriksaan perpajakan. Efektivitas pemeriksaan
perpajakan dalam mengumpulkan penerimaan sangat ditentukan oleh ketersediaan data pembanding yang
dimiliki oleh pihak ketiga.
• Basis data perpajakan yang lengkap akan dapat digunakan untuk mengetahui dan melihat basis pajak
sehingga pengumpulan penerimaan perpajakan dapat dilakukan dengan terarah, terukur dan terstrategi.
Selain itu, tersedianya basis data perpajakan yang lengkap dapat mempermudah dalam hal:
1) Mengukur aktivitas ekonomi yang terjadi secara luas. Data yang didapatkan disuatu daerah dapat menjadi feeding
untuk daerah lainnya.
2) Merumuskan prioritas dan kemampuan DJP dalam melakukan pengumpulan potensi pajak.
3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan.
4) Mengurangi compliance cost.
5) Mendeteksi kendala (peraturan, administratif, dan operasional) yang dihadapi.
Gambaran Umum
• Sebelum mewujudkan dan menjadikan basis data perpajakan sebagai instrumen penting dalam optimalisasi
penerimaan perpajakan, khususnya basis data pihak ketiga, terdapat empat kegiatan manajemen data pihak
ketiga yang harus diperhatikan, yaitu pengumpulan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan data pihak
ketiga.
Pengumpulan
• Dalam melakukan pengumpulan data pihak ketiga, DJP telah menempuh upaya-upaya melalui PMK Nomor
228/PMK.03/2017 dan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Keperluan
Perpajakan. Pengumpulan data melalui PMK Nomor 228/PMK.03/2017 merupakan pemberian data
perpajakan yang dilakukan secara berkala oleh ILAP, sedangkan pengumpulan data melalui Perppu Nomor 1
Tahun 2017 merupakan pemberian akses informasi keuangan untuk keperluan perpajakan kepada DJP.
Keterbukaan informasi keuangan memang diperlukan bagi DJP salah satunya sebagai data pembanding
untuk dapat mendeteksi celah-celah kebocoran pajak, namun harus dilakukan dengan tetap
memperhatikan hak-hak Wajib Pajak. Selain itu keterbukaan informasi keuangan juga diperlukan untuk
mempersiapkan Automatic Exchange of Information (AEoI).
Gambaran Umum : pengumpulan data pihak ketiga
Gambaran Umum : pengumpulan data pihak ketiga
• Berdasarkan estimasi lembaga internasional Tax Justice Network, jumlah kekayaan WP yang disimpan
di luar negeri pada 2010 mencapai US$ 331 miliar atau sekitar Rp 4.560 triliun. Dari jumlah tersebut,
yang telah mengikuti tax amnesty hanya sebesar Rp 1.034 triliun. Oleh karena itu, Indonesia akan
mengikuti Automatic Exchange of Information (AEoI) yang merupakan pertukaran data keuangan dan
perbankan untuk tujuan perpajakan yang dilakukan secara otomatis, periodik, sistemis, dan
berkesinambungan. Sebelum dapat mengikuti AEoI, Indonesia perlu memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
1) Tersedianya perjanjian internasional untuk melakukan pertukaran informasi keuangan secara
otomatis.
2) Ketentuan perundang-undangan domestik terkait dengan implementasi pertukaran informasi
keuangan secara otomatis.
3) Kerahasian dan keamanan informasi keuangan yang akan dipertukarkan.
4) Kesiapan sarana teknologi informasi untuk melakukan pertukaran
• Atas keempat persyaratan tersebut, DJP mengklaim telah memenuhi seluruhnya meskipun masih akan
dilakukan review lagi terkait persyaratan akses data WP OP. Adapun penetapan pemenuhan
persyaratan akan ditetapkan oleh OECD pada awal Juli 2018, dan selanjutnya masih diperlukan
assessment.
Pemberian Data dan Informasi Perpajakan oleh ILAP
PP 31 Tahun 2012 dan PMK 228 Tahun 2017

Data dan

ILAP Informasi yang


berkaitan
dengan:
DJP
Ketentuan: Kekayaan/Harta yang dimiliki OP/Badan
1. ILAP wajib memberikan data Antara lain : pertanahan, bangunan, mesin, peralatan berat, kendaraan, surat berharga dan
perpajakan kepada DJP. simpanan bank
2. Rincian data dan informasi yang
Utang yang dimiliki OP/Badan
wajib disampaikan oleh masing
Antara lain : utang bank atau utang obligasi
masing ILAP diatur pada lampiran
PMK 228 tahun 2017.
Penghasilan yang diperoleh/diterima OP/Badan
3. Penyampaian data dan informasi
Antara lain : transaksi penjualan saham dan obligasi, transaksi penjualan kendaraan, transaksi
dilakukan secara berkala dalam
penjualan tanah dan/atau bangunan
waktu yang telah ditentukan
4. Data dalam bentuk elektronik Biaya yang dikeluarkan dan/atau yang menjadi beban OP/Badan
dan disampaikan secara online Antara lain : rekening listrik, rekening telepon, pembayaran kartu kredit, pembelian kendaraan,
maupun secara langsung. pembayaran biaya bunga

Transaksi Keuangan
Antara lain : data lalu lintas devisa yang dilakukan melalui perbankan/penyedia jasa keuangan

Kegiatan Ekonomi OP/Badan


Antara lain : perizinan, kegiatan eksim, informasi penanaman modal, hasil lelang, pemberian
hak penguasaan atau pengelolaan, kependudukan, pendirian usaha, keimigrasian, kegiatan
pengembang, dan laporan yang dibuat oleh instansi atau lembaga pemerintah.
Gambaran Umum : pengumpulan data pihak ketiga
• Selain sebagai salah satu keypoint dalam strategi DJP untuk memenuhi target penerimaan perpajakan
tahun 2018, data dan informasi keuangan yang diperoleh dari AEoI dapat digunakan secara
komprehensif oleh DJP untuk kedepannya. AEoI akan dilaksanakan dengan 79 negara pada September
2018. Secara rinci, pertukaran informasi akan dilakukan secara timbal balik atau resiprokal dengan 69
yurisdiksi dan nonresiprokal (hanya menerima informasi) dengan lima yurisdiksi mulai September
2018. Sementara itu, mulai September 2019, akan ada lima tambahan yurisdiksi yang bertukar
informasi dengan Indonesia. Ke-79 negara tersebut termasuk yang selama ini dikenal sebagai surga
pajak (tax haven) yaitu Bermuda, British Virgin Island, Cayman Islands, Hong Kong, Luxemburg,
Panama, dan Singapura.
• Salah satu yang menjadi keterbatasan dari kebijakan AEoI ini adalah bahwa informasi yang
dipertukarkan antar negara hanya terbatas data keuangan perbankan. Sementara itu harta WP di luar
negeri tidak hanya berupa dana di bank maupun aset non-bank, namun juga properti, bisnis, hingga
kepemilikan saham. Yustinus Prastowo berpendapat bahwa kebijakan AEoI akan membantu, tetapi
tidak akan cukup, DJP perlu untuk menggunakan secara optimal basis data pajak yang diperoleh
setelah tax amnesty.
Gambaran Umum: pengelolaan data pihak ketiga
Pengelolaan
• Penerimaan dan pengolahan data eksternal yang dilakukan oleh KPDE dilakukan berdasarkan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan
Operasional Pengolahan Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan Pada Kantor
Pengolahan Data Eksternal. Proses bisnis pengolahan data eksternal yang dilakukan pada KPDE terdiri
sebagai berikut:

Proses Proses Proses Penelitian


Penerimaan Pengumpulan Klarifikasi
Transfer Proses Pemilahan
Data Identifikasi

• Saat ini, data yang berasal dari pihak ketiga (data eksternal) masih belum dapat berintegrasi ke dalam
core tax system, sehingga dalam pengolahan dan pendistribusian data pihak ketiga masih terdapat
tenggat waktu. Permasalahan yang terkait dengan pendistribusian data akan berdampak pada
terbatasnya akses kepada data pihak ketiga.
Gambaran Umum: pemanfaatan data pihak ketiga
• Untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang berdasarkan IT, DJP harus memiliki infrastruktur IT yang
kuat. Pada tahun 2018, Presiden telah menyetujui dan mengeluarkan peraturan terkait dengan pembaruan
core tax system. Pembangunan dan pengembangan core tax system akan memakan waktu sekitar 7 tahun.
Oleh karena itu, bersamaan dengan modernisasi core tax system, DJP perlu memperhatikan langkah-
langkah agar pemeliharaan, pengolahan, dan pemanfaatan basis data perpajakan pihak ketiga dapat
optimal sembari menunggu selesainya pembuatan dan pengembangan core tax system.
Pemanfaatan
• Proses pemanfaatan merupakan proses akhir dan sangat menentukan. Dalam proses akhir ini, segala
permasalahan yang terjadi pada proses sebelumnya akan berdampak pada tidak optimalnya pemanfaatan.
Proses ini dimulai dari distribusi data kepada unit/kantor yang membutuhkan hingga kepada end user
seperti Account Representative, Fungsional Pemeriksa, dan Juru Sita. Setelah data diterima oleh end user,
efektivitas pemanfaatan data perlu dinilai untuk menentukan peranan data pihak ketiga sebagai instrumen
penting dalam optimalisasi pengumpulan penerimaan perpajakan dan untuk mendukung redesain proses
bisnis perpajakan yang berdasarkan basis data yang kuat.
1) Pada umumnya, pemanfaatan data perpajakan dari pihak ketiga digunakan untuk:
2) Penggalian potensi perpajakan.
3) Sebagai data pembanding dalam pemeriksaan perpajakan.
4) Perluasan basis data perpajakan.
5) Ekstensifikasi perpajakan.
6) Asset tracing
Indikasi Permasalahan
• Akses untuk pemanfaatan data bagi unit/kantor yang membutuhkan masih terbatas, hal ini dapat
disebabkan oleh transfer/cascading data dari pusat ke daerah dan/atau proses cleansing data yang masih
belum optimal. Ketika hal ini terjadi, akan menghambat kinerja Account Representative dan Fungsional
Pemeriksa yang memiliki peran utama dalam mengumpulkan penerimaan perpajakan.
• Pengolahan data yang dilakukan terpisah pada satu kantor/unit tertentu masih belum dapat digunakan
diintegrasikan dengan kantor lain sehingga hasil pengolahan data masih belum dapat dimanfaatkan oleh
unit/kantor lain.
• Pada tahun 2018, Presiden telah menyetujui dan mengeluarkan peraturan terkait dengan pembaruan core
tax system. Pembangunan dan pengembangan core tax system akan memakan waktu sekitar 7 tahun.
Bersamaan dengan modernisasi tersebut, data dari pihak ketiga yang telah didapatkan sebelumnya yang
bersumber dari pengumpulan yang sudah dilakukan, pelaksanaan tax amnesty, pelaporan informasi
keuangan dari bank, dan data yang akan didapatkan dari pelaksanaan AEoI perlu diperhatikan bagaimana
penyimpanan, maintenance, distribusi, dan pemanfaatannya sembari menunggu pembuatan dan
pengembangan core tax system.
• Data untuk kepentingan perpajakan yang ada dalam administrasi pemerintah di Indonesia masih tersekat,
dan belum ada alat untuk menyambungkan data, misal NIK/NPWP.
Alternatif Solusi
• Melakukan gap analysis untuk mencari perbedaan antara dasar hukum yang telah disetujui dengan sistem,
prosedur praktek yang dilakukan dilapangan.
• Melakukan identifikasi dan analisis pada dasar hukum, implementasi dan permasalahan yang ditemukan di
lapangan untuk menemukan indikator-indikator yang dapat menjadi standar bagaimana manajemen data
pihak ketiga dapat di laksanakan dengan seoptimal mungkin.
• Menyelaraskan manajemen data yang sekarang berlaku (existing) dengan pembangunan dan
pengembangan core tax system.
Tujuan Kajian
• Mengetahui bagaimana manajemen data pihak ketiga dilakukan terkait dengan:
1) Mekanisme pengumpulan data
2) Koordinasi antar tim DJP dalam rangka pengumpulan data
3) Proses bisnis pengumpulan data pihak ketiga
4) Pengawasan dan mitigasi risiko
5) Data storage dan infrastruktur IT
6) Cleansing data
7) Distribusi data
8) Langkah-langkah pemanfaatan data
9) Efektivitas pemanfaatan data
• Menentukan bagaimana manajemen data pihak ketiga dapat dilakukan dengan efektif dan efisien untuk
mendorong penerimaan perpajakan ditengah persiapan dan pelaksanaan modernisasi core tax system.
• Mengidentifikasi dan menetapkan indikator-indikator yang dapat menjadi standar best practice bagaimana
manajemen data pihak ketiga dapat di laksanakan dengan seoptimal mungkin.
• Menghasilkan saran/rekomendasi tertulis kepada stakeholders terkait manajemen data pihak ketiga yang
dapat menjadi langkah optimalisasi penerimaan pajak.
Konseptual Desain Penelitian

You might also like