You are on page 1of 18

Terapi Antibiotik pada Infeksi

Saluran Kemih (ISK) di Italia :


Sebuah Penelitian Rintisan di Italia
Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) sangat umum terjadi. Secara global, diakibatkan oleh
resistensi antibiotik yang terjadi di seluruh dunia, yang saat ini menjadi tantangan
kesehatan masyarakat yang substansia

Tujuan penelitian cross sectional ini untuk meninjau pemanfaatan antibiotik dalam
pengelolaan ISK pada pelayanan primer di Italia

Bahan dan metode

Pasien pada fasilitas pelayanan primer yang didiagnosis ISK dan terdaftar menerima
terapi antibiotik
Hasil

Penelitian ini melibatkan 5232 pasien (3903 perempuan, 1329 laki-laki) yang telah
diberi antibiotik untuk ISK antara bulan Juli 2014 dan Desember 2015. Kuinolon
diresepkan untuk 4889 pasien (94%) sebagai lini pertama pengobatan. Selama 14
hari masa follow-up, 3181 pasien (60%) menerima setidaknya satu obat antibiotik
yang berbeda

Lima puluh delapan persen (n = 1844) pasien mendapatkan antibiotik lebih lanjut
pada hari ke 2 dan hari ke 3 pada masa follow-up. Kuinolon dan sefalosporin yang
berbeda merupakan obat yang paling banyak diresepkan di sub populasi ini.
Kesimpulan

Penelitian ini meningkatkan kekhawatiran tentang


penggunaan antibiotik dan khususnya kuinolon secara
berlebihan pada pasien ISK rawat jalan di Italia. Badan
pembuat kebijakan dan masyarakat profesional harus
memprioritaskan serta mengurangi penggunaan antibiotik
yang tidak tepat. Hal ini dapat dicapai melalui program
antimicrobial stewardship, yang merupakan salah satu solusi
utama untuk mengatasi masalah resistensi obat antimikroba
Pengantar
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi bakteri yang paling sering
terjadi diseluruh dunia

Pelayanan primer sering kali menjadi tempat untuk mendiagnosa dan mengelola
ISK

Saat menentukan terapi empiris untuk ISK, pola resistensi lokal antibiotik
merupakan faktor penting dalam pemiilihan terapi

Dengan pertimbangan ini, pemilihan antibiotik tidak hanya didasarkan pada khasiat
dan keamanan , tapi juga penggunaan antibiotik broad spectrum harus dihindari
untuk menjaga efektifitasnya di masa depan

Pada perlayanan primer pennggunaan antibiotik secara tepat sangat penting dalam
pengelolaan pasien ISK, karena pengelolaan pasien ISK sebagian besar dilakukan
oleh penyedia pelayananan primer
Tujuan: untuk melakukan analisis terhadap penggunaan
antibiotik pada pasien UTI di Italia yang menerima
pelayanan primer. Penulis juga menilai jika terjadi
perubahan dalam 14 hari pertama pengobatan

Kriteria Inklusi
A . Pasien di tempat pelayanan primer mendapat antibiotik
selama masa penelitian (18 bulan) dan dikonfirmasi
diagnosis ISK;
B. Pasien berusia 14 tahun ke atas;
C. Pasien setuju untuk berpartisipasi dalam program ini
Penilaian terapi

Catatan kesehatan elektronik (EHR). EHR dirancang untuk mengidentifikasi dan


merawat satu pasien, mencatat setiap subjek, melaporkan informasi demografis
pasien, dan untuk membuat dan memelihara daftar obat khusus pasien.

Diagnosis ISK dikonfirmasi dengan meninjau grafik pasien. Para penulis juga
mengidentifikasi resep antibiotik baru pada 14 hari pertama setelah diagnosis,
khususnya pada hari ke 2, 3, 7 dan 14 dari masa tindak lanjut. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan SAS © statistik paket 9.3 (SAS Institute Inc.,
Cary, NC, AS)
Hasil
Diagnosis ISK dikonfirmasi dengan meninjau grafik pasien. Para penulis juga
mengidentifikasi resep antibiotik baru pada 14 hari pertama setelah
diagnosis, khususnya pada hari ke 2, 3, 7 dan 14 dari masa tindak lanjut.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SAS © statistik paket 9.3
Dalam penelitian ini, hampir semua infeksi terlihat pada pasien usia tua 19,
99,4%. Wanita di kelompok usia antara 20 dan 79 tahun memiliki persentase
76,9% dari semua infeksi.

Insidensi UTI tertinggi pada kelompok wanita usia antara 30 dan 59 tahun
karena lebih dari 50% kasus ISK terdeteksi pada kelompok usia ini

94% pasien (n = 4889) menerima kuinolon sebagai pengobatan lini pertama


untuk ISK (Grafik 2). Sekitar 3% (n = 169) menerima sefalosporin dan 2%
menerima Betalactams.
Obat antibiotik lainnya yang diresepkan untuk pasien termasuk Fosfomisin,
makrolida, lincosamida dan sterptogramin antibiotik. Sebanyak 3181 pasien
(60%) lebih lanjut menerima satu atau lebih antibiotik baru selama masa follow-
up 14 hari
Sekitar 67% pasien (n = 2135) selanjutnya menerima 1 tambahan antibiotik untuk
pengobatan ISK. Sebanyak 588 (18%) pasien diresepkan 2 obat baru dan 399 pasien
(12,5%) menerima 3 sampai 6 obat tambahan sejak resep pertama
Dalam penelitian ini, 4 golongan obat antimikroba telah diresepkan. Terapi empiris
adalah: beta-laktam, tetrasiklin, kuinolon, dan sefalosporin. Pada hari ke 2 dan 3,
sekitar 58% pasien (N = 1844) telah menerima antibiotik baru; Obat baru itu
terutama beta-laktam dan sefalosporin (Grafik 4)
Pada hari ke 7 terlihat sebuah lonjakan dalam peresepan kuinolon. Pada hari ke 14
dari periode tindak lanjut, 23% (n = 733) penelitian kohort telah menerima resep
antibiotik baru, tersering tetrasiklin (Grafik 5)
Diskusi
• Populasi penelitian yang biasanya menerima
kuinolon (n = 4889), dan untuk tingkat yang
lebih rendah, sefalosporin dan beta-laktam (n
= 345) sebagai yang lini pertama
• Dalam 14 hari setelah resep pertama, 3181
pasien diberi antibiotik berbeda
• Menurut European Urology Guidelines for
UTIs, baik kuinolon atau sefalosporin tidak
sesuai sebagai terapi empiris sistitis
• Andrew Cole, baru-baru ini melakukan Survei
di Inggris melibatkan 1000 Dokter Umum (GP)
menemukan bahwa 55% dokter secara tidak
sengaja meresepkan antibiotik di bawah
tekanan pasien atau pasien, bahkan saat
terapi antibiotik dianggap tidak perlu

• Potensi antibiotik berlebihan menimbulkan


kekhawatiran terhadap resistensi antibiotik
tertentu pada ISK.
Penelitian ini menunjukkan kebutuhan akan adanya
program tinjauan pemanfaatan obat yang kuat dan
pedoman dalam pelayanan primer ISK.

Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa batasan yang jelas.
Terutama, penelitian ini kekurangan data klinis dan
mikrobiologis yang memadai untuk menentukan
mengapa antibiotik perlu diubah atau jika terjadi
sesuatu yang buruk. Kedua, terapi ini dievaluasi
secara retrospektif berdasarkan file pasien dan
beberapa data mungkin tidak tercatat
TERIMA
KASIH

You might also like