You are on page 1of 33

Kewajiban Orang

Tua Terhadap Anak


Muwashofat yang ingin dicapai
• Menyambung silaturrahim
• Komitmen dengan adab Islam di rumah
• Melaksanakan hak-hak anak
• Bersemangat mendakwahi Istri, anak-
anak dan kerabatnya
I. TUJUAN UMUM
Menguatkan ikatan dengan sunnah Rasulullah
Saw, berdasarkan pada landasan fahm
(pemahaman), cinta, mengerti akan pikiran-pikiran
pokoknya, dan ikatan dengan petunjuk-
petunjuknya, beramal dengan hukumnya diiringi
dengan pemahaman yang baik, merumuskan
sasaran-sasaran yang tepat sebagai petunjuk
untuk segala zaman dan tempat, dan kembali
kepadanya dalam segala hal lebih-lebih ketika
terjadi pertentangan.
II. TUJUAN KHUSUS
1. membaca nash hadits dengan baik
2. menghafalkan hadits-hadits yang sudah ditentukan
3. menyebutkan perawi hadits, pentakhrijnya, dan derajatnya.
4. menyebutkan tema hadits
5. menjelaskan arti kosa kata hadits
6. membuktikan arti hadits dengan ayat-ayat al Qur`an sedapat mungkin
7. Menjelaskan tentang ajaran Islam yang memuliakan Keluarga
8. Menjelaskan tentang hak anak perempuan
9. Allah sangat menyayangi anak melebihi kasih sayang ibu terhadap anaknya
10. Meletakkan Anak dalam pelukan atau Pangkuan
11. Menerangkan urgensi kasih sayang kepada anak, terutama yang masih kecil,
yaitu dengan menciumnya, mengecupnya dan meletakkannya di pelukan atau
pangkuan
12. Menerangkan bahwa rizki itu ada di tangan Allah swt, dan bahwa tidak ada
anak yang dilahirkan kecuali ia membawa rizkinya
13. Menerangkan larangan Nabi tentang membunuh anak karena takut miskin
14. Menyimpulkan nilai-nilai tarbiyah dari hadits ini
III. SASARAN AFEKTIF PSIKOMOTORIK

1. berinteraksi dengan bagus terhadap hadits-hadits Rasulullah Saw


2. tekun menghafal matan (isi) hadits
3. komitmen dengan arti dan arahan hadits tersebut
4. komitmen dengannya dalam kehidupan nyatanya
5. punya kepedulian menyebarkannya dan menyeru orang lain
kepadanya, dimulai dari keluarga, kerabat dekatnya dan orang yang
berhak mendapatkannya
6. berusaha untuk teliti (selektif) dalam menyebarkannya pada orang
lain
7. menegaskan keshohihan hadits tersebut sebelum meriwayatkannya
8. pintar mengambilnya sebagai dalil dalam kesempatan yang berbeda-
beda
9. saling mengasihi antara kita
10. wanti-wanti terhadap sikap gampang marah dan emosi
11. Bahwa Allah Swt sangat mengasihi hamba-hamba-Nya
12. Kasih sayang terhadap manusia dan lemah lembut terhadap hewan
13. Seorang mukmin mencintai saudaranya sebagaimana mencintai
dirinya sendiri
14. Aktif untuk menyatukan orang-orang mukmin dan menyuruh untuk
menolong mereka
15. Menghormati hak-hak kaum muslimin
16. Menganjurkan untuk belajar sunnah
17. Memperdalam pelajaran yang telah lalu melalui buku-buku hadits dan
syarahnya
18. Studi analisa dan tematik untuk menyimpulkan sasaran hadits, baik
dilalah dakwah, tarbiyah, harokah ataupun fikroh
19. Menambah hadits yang berhubungan dengan bab itu (pemahaman
dan hafalan)
20. Bersikap lembut kepada anak laki-laki atau wanita
21. Bertawakkal kepada Allah dalam mencari rizki
IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah:
1. Kegiatan Pembuka
• Mengkomunikasikan tema dan tujuan kajian Kewajiban Orang
tua terhadap anak
2. Kegiatan Inti:
• Kajian tentang tema Kewajiban Orang tua terhadap anak
• Berdikusi dan tanya jawab tema tersebut ( lihat tujuan
Kognitif, afektif dan psikomotor)
• Penekanan dari Murobbi tentang nilai dan hikmah yang
terkandung dalam kajian tersebut
3. Kegiatan Penutup:
• Tugas mandiri (lihat kegiatan pendukung)
• Evaluasi (dibuat soal sesuai tujuan khusus, afektif, dan psikomotor)
V. PILIHAN KEGIATAN PENDUKUNG.

1. Menyiapkan acara televisi yang edukatif untuk


menerangkan urgensi menyayangi anak dan
cara yang cocok untuk mendidik anak
2. Menulis cerita yang mengungkapkan bahwa
rizki ada di tangan Allah, dan anak itu
dilahirkan dengan membawa rizkinya.
3. Menulis makalah yang membahas tentang
bahaya pembatasan keturunan dengan
berargumen pada berkurangnya sumber daya
alam.
VI. TUJUAN TARBIYAH DZATIYAH
1. menerangkan luasnya rahmat Allah Swt
2. menjelaskan maksud dari rahmat itu
3. memberi bukti mengapa Nabi Saw memilih kuda, yang
melaluinya dapat menjelaskan betapa luasnya rahmat Allah Swt
4. menyimpulkan hakikat-hakikat dan nilai-nilai tarbawi yang dituju
oleh hadits itu
5. Menerangkan pentingnya seorang muslim memperhatikan halal
dan haram dalam urusannya
6. Menjelaskan hubungan seorang muslim dengan kerabatnya
yang bukan muslim
7. Menyimpulkan hakikat-hakikat dan nilai-nilai tarbawi yang dituju
oleh dua hadits mulia tersebut
8. Menerangkan faidah dari hadits tersebut
VII. SARANA EVALUASI DAN MUTABA’AH.

1. dialog dan diskusi


2. pencatatan untuk menegaskan ketelitian membaca
nash hadits, memahami dan mempraktekkannya
3. berbaur melalui kunjungan-kunjungan, rihlah dan
aktifitas yang berbeda-beda
4. menyiapkan formulir untuk menegaskan tercapainya
sasaran
5. wirid muhasabah pada bidang yang dituju oleh hadits
6. memberi kesempatan untuk mengutarakan apa yang
terbetik dalam hati yang berhubungan dengan arti
hadits
VIII. Referensi
1. Buku-buku hadits yang terpercaya
(mu`tamad) ( Shohih Bukhori – Shohih
Muslim-Riyadlus Sholihin)
2. Buku-buku syarah hadits ( Fathul Bari – an
Nawawi dalam syarah Muslim – Dalilul Falihin
fi Syarhi Riyadis Sholihin )
3. Taujihat Nabawiyah karya Dr. Sayyid Nuh.
4. Riyadush Sholihin Karya Imam Nawawi
5. Targib dan Tarhib Karya Mundziri
Al-Muhtawa
Pendahuluan
Islam turun sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana yang
disebutkan Allah Taala kepada Rasulullah saw.
َ‫َاك ِإ اَّل َر ْح َمةً ِل ْل َعالَ ِمين‬
َ ‫س ْلن‬
َ ‫َو َما أ َ ْر‬
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (Al-Anbiya: 107)
Dengan misi yang sangat mulia itulah, dapat dipahami bahwa syariat
Islam akan memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap segala hal
yang terkait dengan tindakan-tindakan yang akan membuahkan hasil
berupa rahmatan lil ‘alamin.
Sebagai salah satu dari implementasi misi rahmatan lil ‘alamin Islam
sangat memperhatikan pola hubungan antar manusia (mu’amalah
insaniyah) .
Dalam makalah yang ringkas ini, akan dibahas bagaimana Islam
memerintahkan umatnya untuk memuliakan keluarga sebagai bagian dari
upaya mewujudkan tata kehidupan sosial yang penuh dengan kedamaian
dan sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan.
A. Memuliakan Keluarga
1. Hubungan suami-istri
Perhatian terhadap keutuhan dan keharmonisan keluarga diingatkan dengan sangat jelas dalam Al-Qur’an mengenai
hakikat dan tujuan pembentukan keluarga itu sendiri. Perhatikan firman Allah Taala dalam Ar-Rum: 21

‫َو ِم ْن َءايَا ِت ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم أ َ ْز َوا ًجا ِلت َ ْس ُكنُوا ِإلَ ْي َها َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم‬
َ ‫ت ِلقَ ْو ٍم يَتَفَ َّك ُر‬
‫ون‬ ٍ ‫َم َودَّة ً َو َر ْح َمةً ِإ َّن فِي ذَ ِل َك ََليَا‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Dengan demikian, sakinah, mawaddah dan rahmah merupakan suatu kondisi yang hendaknya diciptakan oleh
pasangan suami isteri di dalam rumah tangganya.Dan ini memerlukan suatu upaya yang sistematis dan konstruktif
dari kedua belah pihak. Tuntunan interaksi harmonis suami isteri dapat kita lihat dalam beberapa pesan Al-Qur’an
dan Hadis:

ٌ َ‫اس لَ ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ِلب‬


‫اس لَ ُه َّن‬ ٌ َ‫ُه َّن ِلب‬
“… mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…” (Al-Baqarah: 187)

َ ‫سى أ َ ْن ت َ ْك َر ُهوا‬
‫ش ْيئًا َويَ ْجعَ َل‬ ِ ‫عا ِش ُرو ُه َّن ِب ْال َم ْع ُر‬
َ َ‫وف فَإ ِ ْن َك ِر ْهت ُ ُمو ُه َّن فَع‬ َ ‫َو‬
‫يرا‬ ً ِ‫َّللاُ فِي ِه َخي ًْرا َكث‬َّ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. “ - (An
Nisaa: 19)
َّ ‫ظ‬
ُ‫َّللا‬ ِ ‫ات ِل ْلغَ ْي‬
َ ‫ب ِب َما َح ِف‬ ٌ ‫ظ‬َ ِ‫ات َحاف‬
ٌ َ ‫ات قَانِت‬ َّ ‫فَال‬
ُ ‫صا ِل َح‬
“…Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka...” ( An-Nisaa: 34)

َ َ‫صا ِل َحةُ ِإذَا ن‬


‫ظ َر ِإلَ ْي َها‬ َّ ‫أ َ ََل أ ُ ْخ ِب ُر َك ِب َخي ِْر َما يَ ْكنِ ُز ْال َم ْر ُء ْال َم ْرأَة ُ ال‬
َ ‫ع ْن َها َح ِف‬
ُ‫ظتْه‬ َ َ‫َا‬َ َ ‫عتْهُ َو ِإذَا‬ َ ‫طا‬ َ َ ‫س َّرتْهُ َو ِإذَا أ َ َم َر َها أ‬
َ
“Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dijadikan bekal
seseorang? Wanita shalihah: jika dilihat (suami) menyenangkan dan jika (suami)
meninggalkannya ia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Abu Dawud dan Nasa’i)
“ Janganlah seorang (suami) mukmin membenci seorang (istri) mu’minah. Jika ia tidak suka
dengan salah satu perilakunya, ia dapat menerima perilakunya yang lain (Muslim)
“Takutlah kepada Allah dalam (memperlakukan) wanita karena kamu mengambil mereka
dengan amanat Allah, dan engkau halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Dan
kewajibanmu adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik”
“Sesungguhnya aku berdandan untuk istriku, sebagaimana dia berdandan untukku” (Perkataan
Ibnu Abbas RA)
2. Memuliakan Anak
Memuliakan keluarga juga berarti meningkatkan kualitas hubungan antara
orang tua dan anak. Dalam hal ini, patokan paling utama adalah perintah
Allah Taala kepada orang-orang beriman untuk menjaga keselamatan
keluarganya dari api neraka
ٌ‫علَ ْي َها َم ََلئِ َكة‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬
َ ُ ‫ارة‬ َ ُ‫يَا أَيُّ َها الاذِينَ آَ َمنُوا قُوا أ َ ْنف‬
ً ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬
ُ ‫َارا َوقُو ُد َها النا‬
َ‫َّللا َما أَ َم َر ُه ْم َويَ ْفعَلُونَ َما يُْْ َم ُرون‬
َ ‫صونَ ا‬ ٌ ‫ِغ ََل‬
ُ ‫ظ ِش َدا ٌد ََّل يَ ْع‬
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At-Tahrim:
6) .
Sungguh menjadi kewajiban orang tua untuk menjadikan anak-anak
mereka orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Memuliakan anak
berarti memenuhi hak-hak mereka, bahkan sejak awal kehidupan mereka
dimulai .
Beberapa perkara memuliakan anak:
a. Menerima kelahiran
Menerima kelahiran mereka dengan penuh sukacita, tidak boleh menolaknya. Sabda Nabi:
َ‫وس األ َ َّو ِلين‬
ِ ‫علَى ُر ُء‬ َ َ‫َّللاُ ِم ْنهُ َوف‬
َ ُ‫ض َحه‬ َّ ‫ب‬ َ ‫احت َ َج‬ ُ ‫َوأَيُّ َما َر ُج ٍل َج َحدَ َولَدَهُ َو ُه َو يَ ْن‬
ْ ‫ظ ُر ِإلَ ْي ِه‬
ِ ‫َو‬
َ‫اَلخ ِرين‬
Barang siapa yang mengingkari anaknya, sedang anak itu mengetahuinya maka Allah akan
menutup diri dari orang itu. dan keburukannya akan ditunjukkan di hadapan orang-orang terdahulu
dan kemudian (Ad Darami) .

b. Melantunkan adzan di telinga kanan saat lahir ke


dunia.
Aku melihat Rasulullah saw azan di telinga Husein ketika dia baru saja dilahirkan oleh Fatimah ra.
(Al-Hakim)

c. Tahnik,
Yaitu sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW berupa pemberian makanan manis dan lembut di
saat-saat pertama kehidupan anak (bisa dengan kurma atau madu)
d. Menyusuinya dalam waktu yang cukup (2 tahun) .
َ‫عة‬
َ ‫ضا‬ َّ ‫املَي ِْن ِل َم ْن أَ َرادَ أَ ْن يُتِ َّم‬
َ ‫الر‬ ِ ‫َو ْال َوا ِلدَاتُ يُ ْر‬
ِ ‫ض ْعنَ أ َ ْو ََلدَ ُه َّن َح ْولَي ِْن َك‬
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan” ( Al-Baqarah: 233)
e. Memberi nama yang baik.
Imam Ibnu Qayim mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara nama dengan kualitas anak. Pemberian nama yang
baik akan mendorong yang punya nama untuk berbuat baik sesuai dengan makna yang terdapat di dalam namanya, karena
nama yang diberikan orang tua mengandung do’a dan harapan. Sebaliknya seorang anak akan merasa malu dan rendah diri
apabila nama yang disandangnya buruk, atau tiada makna.
f. Aqiqah:
Menyembelih hewan qurban untuk kelahiran mereka pada hari ketujuh. Rasulullah saw. bersabda,
“Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua ekor kambing yang memenuhi syarat dan bayi perempuan cukup dengan satu ekor
kambing.” (Ad-Darami)
g. Cukur rambut:
Pada hari yang ketujuh pula dilakukan pencukuran rambut, dan menimbang rambut tersebut lalu dikonversi dalam satuan
emas atau perak yang selanjutnya disedekahkan kepada faqir miskin.

َ ْ‫احلَ ِقي َرأ‬


َ َ‫سهُ َوت‬
َ ‫صدَّقِي بِ ِزنَ ِة‬
‫ش ْع ِر ِه‬ ْ َ‫اط َمة‬
ِ َ‫يَا ف‬
“Wahai Fatimah Timbanglah rambut al Husain dan sedekahkanlah perak seberat itu” (Al-Hakim)
h. Khitan:
Dari segi medis khitan jelas bermanfaat bagi kesehatan. Dengan khitan berarti sejak kecil ia sudah dipelihara harga diri,
kehormatan dan kesehatannya.
Selanjutnya memuliakan anak berarti juga memberikan pendidikan yang baik kepada mereka. Al Qur’an secara monumental
telah mengisyaratkan pentingnya pendidikan anak ini melalui kisah Lukman ketika sedang mendidik anaknya:
‫ظ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬
ُ َ‫ش ِْر َك ل‬ َّ ‫ي ََل ت ُ ْش ِر ْك ِب‬
‫اّللِ ِإ َّن ال ك‬ ُ ‫ان َِل ْبنِ ِه َو ُه َو يَ ِع‬
َّ َ‫ظهُ يَابُن‬ ُ ‫َو ِإ ْذ قَا َل لُ ْق َم‬
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (
Luqman: 13)
Dengan pendidikan yang benar menurut apa yang diajarkan Allah Taala, maka anak akan menjadi
individu yang mature dewasa dan bertanggung jawab, serta mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi
kemaslahatan umat.
Kewajiban orang tua pada akhirnya disempurnakan dengan membantu mereka dalam membangun
keluarga dengan menikahkannya. Orang tua berperan dalam memilih siapa calon suami/istri putra-putri mereka
menurut ukuran kebaikan Islam.
3. Memuliakan orang tua
Sedangkan bagaimana anak bersikap kepada orangtuanya,
juga sangat jelas diperintahkan Allah Taala:
‫سانًا ِإ اما َي ْبلُغ اَن ِع ْن َد َك ْال ِك َب َر أَ َح ُد ُه َما أَ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل‬
َ ‫ضى َرب َُّك أَ اَّل تَ ْعبُدُوا ِإ اَّل ِإيااهُ َو ِب ْال َوا ِل َدي ِْن ِإ ْح‬ َ َ‫َوق‬
‫ار َح ْم ُه َما‬
ْ ‫ب‬ ِ ‫الر ْح َم ِة َوقُ ْل َر‬ ‫ض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِل ِمنَ ا‬ ْ ‫اخ ِف‬ ْ ‫ َو‬.‫ف َو ََّل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْو ًَّل َك ِري ًما‬ ٍّ ُ ‫لَ ُه َما أ‬
‫يرا‬ً ‫ص ِغ‬ َ ‫َك َما َربا َيا ِني‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia.Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil.” ( Al-Isra: 23-24)
Bahkan Allah selalu mensejajarkan perbuatan mengabdi kepada-
Nya dan bertauhid dengan berbuat baik kepada orang tua:
َ ‫ش ْيئًا َو ِب ْال َوا ِل َدي ِْن ِإ ْح‬
‫سانًا‬ َ ‫َّللا َو ََّل ت ُ ْش ِر ُكوا ِب ِه‬
َ ‫َوا ْعبُدُوا ا‬
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, ….” (An
Nisa 36)
Ini menunjukkan bahwa memuliakan kedua orangtua bukan
perkara sepele. Rasulullah SAW bahkan menegaskan bahwa memuliakan
kedua orangtua terus berlanjut meskipun keduanya telah tiada:
‫سلَّ َم ِإ ْذ َجا َءهُ َر ُج ٌل ِم ْن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫سا ِعدِي ِ قَا َل بَ ْينَا نَحْ نُ ِع ْن َد َر‬ َّ ‫س ْي ٍد َما ِل ِك ب ِْن َر ِبيعَةَ ال‬
َ ُ ‫ع َْن أ َ ِبي أ‬
َ ُ‫ص ََلة‬
‫علَي ِْه َما‬ َّ ‫ش ْي ٌء أ َ َب ُّر ُه َما ِب ِه َب ْع َد َم ْو ِت ِه َما قَا َل نَ َع ْم ال‬ َّ ‫ي ِم ْن ِب ِر أ َ َب َو‬
َ ‫ي‬ َ ‫َّللا َه ْل َب ِق‬ ُ ‫سلَ َمةَ فَقَا َل َيا َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َ ‫َب ِني‬
َ ‫ص ُل إِ َِّل بِ ِه َما َوإِ ْر َرا ُم‬
‫صدِي ِق ِه َما‬ َ ‫الر ِح ِم الَّتِي َِل تُو‬ َّ ُ‫ع ْه ِد ِه َما ِم ْن بَ ْع ِد ِه َما َو ِصلَة‬ َ ُ‫ار لَ ُه َما َوإِ ْنفَاذ‬ ُ َ‫ستِ ْغف‬
ْ ‫َو ِاِل‬

Abu Usaid (Malik) bin Rabi’ah Assa’diyah berkata: Ketika kami


duduk di sisi Rasulullah SAW mendadak datang seorang dari Bani Salimah
dan bertanya: Ya Rasulullah apakah masih ada jalan untuk berbakti
terhadap ayah bundaku sesudah mati keduanya? Jawab Nabi: Ya, men-
sholatkan atasnya, membacakan istighfar atas keduanya dan
melaksanakan janji (wasiat) nya, serta menghubungkan ikatan yang tidak
dapat dihubungkan melainkan karena keduanya, dan menghormati teman-
teman keduanya (Abu Dawud)
Di antara tindakan-tindakan praktis membina hubungan yang baik
kepada orangtua dalam konteks memuliakan mereka adalah:
1. Selalu menjaga silaturahim dengan cara mengunjungi mereka secara rutin (berkala) sesuai
kemampuan. Bila jarak tempat tinggal jauh, dapat dilakukan melalui telpon atau surat. Tanyailah
keadaan kesehatan mereka, masalah-masalah mereka.
2. Memenuhi kebutuhan mereka, terutama tentu saja kebutuhan hidup sehari-hari berupa sandang,
pangan dan papan.
3. Memelihara kesehatan mereka dengan cara memonitor kesehatan mereka, menganjurkan
bahkan membantunya berobat ke dokter. Menganjurkan mereka untuk memperbaiki pola
makan, pola kerja dan pola hidup agar menjadi sehat.
4. Memberi mereka hadiah sesuatu yang menyenangkan mereka, meskipun cuma sebuah
bingkisan kecil. Janganlah lupa memberikan mereka buah tangan apabila kita pulang dari
bepergian jauh.
5. Menganjurkan mereka meningkatkan ibadah, memperbanyak dzikir dan menghadiri atau
mendengarkan ceramah atau majelis ta’lim yang baik buat mereka. Berikan pula buku atau
majalah yang patut mereka baca.
6. Mendidik anak-anak untuk menghormati dan menggembirakan mereka (kakek-nenek)
7. Pamit kepada mereka ketika hendak bepergian jauh.
8. Bila memiliki rezeki yang cukup, patutlah kita memberangkatkan mereka ke tanah suci Mekkah
untuk ibadah Haji.
9. Sesekali ajaklah mereka rihlah bersama ke suatu tempat yang baik.

Sungguh indah bagaimana Islam memberikan pedoman-pedoman yang jelas dan rinci
bagaimana sebuah keluarga dibangun dengan cara-cara yang bersahaja dan penuh nilai-
nilai luhur.
B. HAK-HAK ANAK ATAS ORANG TUA

1. Menyayangi Anak dan Menciuminya


ُ‫ فَقَبَّلَه‬، ‫ أَ ََ َخذَ النَ ٍبي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ إبراهيم‬:‫عن أنس بن مالك ـ رضي هللا عنه ـ قال‬
ُ‫وش َّمه‬
Dari Anas bin Malik –ra. Berkata: Rasulullah saw menggendong Ibrahim dan menciuminya. (Al-Bukhari)
Ibnu Al Baththal berkata:
، ُ‫ع ْو ِرة‬ ِ َ‫الكبير عند أ ْكثَ ُر َِ العُل‬
َ ‫ َما َل لَ ْم يَك ُْن‬، ‫ماء‬ ُ ‫وكذا‬، ُ‫ضو ِم ْنه‬
ُّ ‫ع‬
َ ‫كل‬
ِ ‫الصغير في‬
ِ َ ‫جوز تَ ْق ِبي َل‬
‫الولَ ِد‬ ُ َ‫ي‬
‫الولَ ِد‬
َ ‫ب َِ ُل عورة‬ ِ َ‫فال تُق‬
Diperbolehkan mencium anak kecil, di semua anggota badannya. Demikian juga orang dewasa –menurut
mayoritas ulama-, kecuali auratnya. Maka tidak boleh hukumnya mencium aurat anak.

‫سلَّ َم ـ ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫أ ََ َخذَ النَّ ِب ُّي ـ‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
Rasulullah mengambil anaknya –Ibrahim- dari ibunya Mariyah Al Qibthiyah,
‫ ُُ فَقَبَّلَه‬Mencium dengan mulutnya, ُ‫ش َّمه‬
َ ‫ َو‬mencium dengan hidungnya, sepertinya ia adalah ُُ ‫ريحانَة‬:
ِ
pengharumnya
Anak-anak itu diciumi serasa parfum – sepertinya. Rasulullah saw menerangkan dua cucunya Al Hasan dan Al
Husain, dua putera Fatimah dengan kalimat:
‫اي ِمنَ ال ُّد ْنيَا‬
َّ َ ‫ ُه َما َر ْي َحانَت‬Keduanya adalah keharumanku di dunia. HR Al Bukhari dari Ibnu Umar –ra.
Kalimat, ‫ ريحانتاي من الدنيا‬berarti bagian parfum duniawiku.
Itulah ciuman yang Rasulullah saw lakukan kepada cucunya, menunjukkan cinta dan kasih sayangnya.
Hadits ini menunjukkan cinta anak dan menciumnya.
Yang sayang akan disayangi

ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ع ْنهُ قَا َل قَبَّ َل َر‬ َّ ‫عن أَبي ُه َر ْي َرةَ َر ِض َي‬
َ ُ‫َّللا‬
‫ع ْب ُن َحا ِب ٍس‬ ُ ‫ع ِلي ٍ َو ِع ْن َد ُه ْال َ ْق َر‬َ ‫س َن ْب َن‬َ ‫سلَّ َم ا ْل َح‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
‫ت‬ُ ‫عش ََرةً ِم ْن ا ْل َولَ ِد َما قَبَّ ْل‬ َ ‫ع ِإ َّن ِلي‬ ُ ‫سا فَقَا َل ْال َ ْق َر‬ ً ‫يم ُّي َجا ِل‬ِ ‫الت َّ ِم‬
‫سلَّ َم ث ُ َّم قَا َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ظ َر ِإلَ ْي ِه َر‬ َ َ‫ِم ْن ُه ْم أ َ َحدًا فَن‬
‫َم ْن ََل يَ ْر َح ُم ََل يُ ْر َح ُم‬
Dari Abu Hurairah ra- berkata: Rasulullah saw menciumi Al
Hasan bin Ali, di hadapan Al Aqra’ bin Habis At Tamimiy yang
sedang duduk. Lalu Al Aqra’ berkata: Sesungguhnya aku memiliki
sepuluh anak, dan aku belum pernah menciumi seorang pun. Lalu
Rasululahn saw memandanginya dan bersabda: “Barang siapa yang
tidak menyayangi maka tidak akan disayangi” (Al Bukhari)
Kesimpulan hadits
1. Masyru’iyyah (disyariatkannya) mencium anak, dan
hal ini adalah sunnah Nabi yang mulia.
2. Orang yang tidak menyayangi sesama manusia dan
makhluk hidup lainnya akan terhalang dari rahmat
Allah, dan kasih sayang sesama manusia. Karena
balasan itu serupa dengan amalnya.
3. Orang yang menyayangi orang lain mendapatkan
keberuntungan rahmat Allah dan kasih sayang
sesama manusia yang akan menjadi penolong di
kala sempit dan pembela pada saat yang
dibutuhkan.
Menyayangi anak perempuan
Dan orang yang mendapatkan rahmat Allah, ia akan hidup dengan kehidupan yang
baik, mendapatkan nikmat lahir batin, dan akan berakhir dengan kebaikan (husnul
khatimah) .
‫ان لَ َها ت َ ْسأ َ ُل فَلَ ْم‬ ِ َ ‫ت ْام َرأَة ٌ َمعَ َها ا ْبنَت‬
ْ َ‫ت دَ َخل‬ ْ َ‫ع ْن َها قَال‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫شةَ َر‬
َ ‫ض‬ َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن‬ َ
‫س َمتْ َها بَي َْن ا ْبنَت َ ْي َها َولَ ْم تَأ ْ ُك ْل‬ َ ‫َي َْر ت َ ْم َر ٍة فَأ َ ْع‬
َ َ‫ط ْيت ُ َها ِإيَّا َها فَق‬ َ ‫ش ْيئًا‬
َ ‫ت َ ِج ْد ِع ْن ِدي‬
َ ‫سلَّ َم‬
ُ‫علَ ْينَا فَأ َ ْخبَ ْرتُه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ت فَدَ َخ َل النَّ ِب‬ ْ ‫ت فَخ ََر َج‬ ْ ‫ِم ْن َها ث ُ َّم قَا َم‬
‫ار‬ِ َّ‫ش ْيءٍ ُك َّن لَهُ ِستْ ًرا ِم ْن الن‬ َ ‫ت ِب‬ ِ ‫ي ِم ْن َه ِذ ِه ْالبَنَا‬ َ ‫فَقَا َل َم ْن ا ْبت ُ ِل‬
Dari Aisyah –isteri Rasulullah saw- berkata: Telah datang padaku seorang wanita
bersama dengan dua orang anaknya meminta sesuatu kepadaku. Aku hanya
memiliki sebutir korma, lalu aku berikan padanya. ibu itu kemudian membaginya
untuk kedua anaknya, lalu pergi. Kemudian Rasulullah saw datang dan aku
ceritakan kepadanya. Nabi bersabda: barangsiapa yang dikaruniai anak-anak
perempuan lalu berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak itu akan menjadi
penghalangnya dari neraka. (Al Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi)

Hadits ini menegaskan tentang hak anak perempuan. Karena pada umumnya
mereka lemah dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Berbeda dengan laki-laki, yang secara
fisik lebih kuat, lebih cair dalam berfikir, mampu memenuhi kebutuhannya, pada umumnya.
Kesimpulan Hadits
1. Orang yang sangat membutuhkan diperbolehkan meminta-
minta. Seperti yang dilakukan oleh ibu dari dua anak perempuan
tadi kepada Aisyah ra
2. Sebaiknya bersedekah dengan apa yang ada, sedikit atau
banyak. Seperti yang dilakukan oleh Aisyah ra, dengan sebutir
kurma. Kurang berharganya sebutir kurma itu tidak
menghalanginya dari bersedekah.
3. Diperbolehkan menceritakan kebaikan yang dilakukan, selama
tidak bertujuan untuk membanggakan diri dan membangkit
pemberian. Seperti yang dilakukan oleh Ummul Mukminin
Aisyah ra dalam bercerita kepada Rasulullah tentang wanita itu
dan kedua anaknya.
4. Sesungguhnya menyayangi anak perempuan dan berbuat baik
kepadanya akan menjaga dari apai neraka, yang menjadi
pekerjaan orang-orang baik untuk berusaha terlindung dan
selamat darinya.
Allah sangat menyayangi anak melebihi kasih
sayang ibu terhadap anaknya

َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َ ِ‫ي‬ ‫علَى النَّ ِب ك‬ َ ‫ع ْنهُ قَ ِد َم‬ َ ُ‫َّللا‬َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َ َر‬ ِ ‫َطا‬ َّ ‫ع َم َر ب ِْن ْالخ‬ ُ ‫ع ْن‬ َ
ْ َ‫ب ث َ ْديَ َها ت َ ْس ِقي ِإذَا َو َجد‬
‫ت‬ ُ ُ‫سبْي ِ قَ ْد ت َ ْحل‬ َّ ‫ي فَإِذَا ْام َرأَة ٌ ِم ْن ال‬ ٌ ‫س ْب‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ
‫صلَّى‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫ضعَتْهُ فَقَا َل لَنَا النَّ ِب‬ َ ‫طنِ َها َوأ َ ْر‬ ْ َ‫صقَتْهُ ِبب‬ َ ‫سبْي ِ أ َ َخذَتْهُ فَأ َ ْل‬ َّ ‫ص ِبيًّا فِي ال‬ َ
‫علَى‬ َ ‫ي ت َ ْق ِد ُر‬ َ ‫ه‬
ِ ‫و‬ َ َ
‫َل‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ْ
‫ل‬ ُ ‫ق‬ ‫ار‬ ِ َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬
ِ ‫ا‬‫ه‬َ َ ‫د‬ َ ‫ل‬‫و‬ َ ً ‫ة‬‫ح‬َ ‫ار‬
ِ َ
‫ط‬ ‫ه‬
ِ ‫ذ‬ِ ‫ه‬
َ ‫ن‬َ ‫و‬ ْ ‫ر‬
َ ُ ‫ت‬ َ ‫أ‬ ‫م‬
َ َّ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
‫سل‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
‫ط َر َحهُ فَقَا َل َ َّّللُ أ َ ْر َح ُم ِب ِعبَا ِد ِه ِم ْن َه ِذ ِه ِب َولَ ِد َها‬ ْ َ ‫أ َ ْن ََل ت‬
Dari Umar bin Al Khaththab ra- berkata: Didatangkanlah para tawanan
perang kepada Rasulullah saw. Maka di antara tawanan itu terdapat seorang wanita
yang susunya siap mengucur berjalan tergesa-gesa –sehingga ia menemukan
seorang anak kecil dalam kelompok tawananan itu- ia segera menggendong, dan
menyusuinya. Lalu Nabi Muhammad saw bersabda: Akankah kalian melihat ibu ini
melemparkan anaknya ke dalam api? Kami menjawab: Tidak, dan ia mampu untuk
tidak melemparkannya. Lalu Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah lebih sayang
kepada hamba-Nya, melebihi sayangnya ibu ini kepada anaknya, (Al Bukhari dan
Muslim).
Hadits ini dikuatkan pula oleh riwayat Imam Ahmad dan Al Hakim dari
Anas, ra, berkata:
‫سلَّ َم فِي نَفَ ٍر ِم ْن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ع ْن أَن ٍَس قَا َل َم َّر النَّ ِب‬ َ
‫علَى َولَ ِد َها أ َ ْن‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫ت أ ُ ُّمهُ ْالقَ ْو َم َخ ِشي‬ْ َ ‫ق فَلَ َّما َرأ‬ ِ ‫الط ِري‬ َّ ‫ي ِفي‬ َ ‫ص َحا ِب ِه َو‬
ٌّ ‫ص ِب‬ ْ َ‫أ‬
‫ت فَأ َ َخذَتْهُ فَقَا َل ْالقَ ْو ُم يَا‬ ْ َ ‫سع‬ َ ‫ت ت َ ْسعَى َوتَقُو ُل ا ْبنِي ا ْبنِي َو‬ ْ َ‫طأ َ فَأ َ ْقبَل‬
َ ‫يُو‬
‫صلَّى‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ض ُه ْم النَّ ِب‬َ َّ‫ار قَا َل فَ َخف‬ ِ َّ‫ي ا ْبنَ َها ِفي الن‬ َ ‫َت َه ِذ ِه ِلت ُ ْل ِق‬
ْ ‫َّللاِ َما َكان‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َر‬
‫ار‬ ِ َّ‫ع َّز َو َج َّل ََل يُ ْل ِقي َح ِبيبَهُ فِي الن‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سلَّ َم فَقَا َل َو ََل ُء‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
Dari Nabi saw: Rasulullah saw melintasi sekelompok sahabatnya
–ada seorang anak kecil di tengah jalan. Ketika ibunya melihat hal itu, ibu
itu ketakutan bahwa anaknya akan jatuh, lalu ia bergegas menghampiri
dan memanggil-manggil: anakku-anakku, ibu itu berjalan cepat, dan
mengambilnya. Para sahabat bertanya: Ibu ini tidak akan melemparkan
anaknya ke dalam api. Rasulullah saw bersabda: Dan Allah tidak akan
melemparkan kekasihnya ke dalam api neraka. Dan Allah tidak akan
melemparkan kekasihnya ke dalam api neraka.
Pelajaran Hadits:

1. Tidak ada seorangpun yang lebih sayang melebihi Allah. Allah swt lebih sayang
dibandingkan dengan orang yang harus menyayangi. Tidak pernah ada dalam
makhluk Allah yang lebih sayang dari ibunya. Dan Rasulullah saw bersabda: Allah
lebih sayang dari pada ibu itu menyayangi anaknya.
2. Boleh melihat tawanan wanita. Rasulullah saw tidak melarang melihat wanita
dalam hadits di atas. Bahkan dalam hadits tadi termuat pembolehan melihatnya.
3. Penggunaan contoh sebagai alat bantu, sehingga bisa ditangkap secara fisik
untuk hal-hal yang tidak mudah difahami, agar mendapatkan pengertian yang
tepat, meskipun yang dijadikan contoh sesuatu yang tidak akan dapat terjangkau
hakekatnya. Itulah rahmat Allah yang tidak akan terjangkau oleh akal. Walau
demikian Rasulullah saw mendekatkan pemahaman itu kepada para pendengar
dengan keadaan wanita tersebut.
4. Pemanfaatan kesempatan untuk menyampaikan dakwah. Rasulullah saw
memanfaatkan kesempatan perhatian para sahabat terhadap fenomena kasih
sayang ibu kepada anaknya, lalu dialihkan kepada kasih sayang yang lebih besar,
untuk memenuhi kebutuhannya, dan menjadi tempat bergantung dalam semua
urusan.
2. Meletakkan Anak dalam pelukan atau Pangkuan

‫صلَّى‬
َ ‫يـ‬ َّ ‫ب‬
ِ َّ ‫ن‬‫ال‬ َّ
‫ن‬ َ ‫أ‬ " ‫ـ‬ ‫ا‬‫ه‬َ ْ
‫ن‬ ‫ع‬
َ ُ ‫هللا‬ ‫ي‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ر‬َ ‫ـ‬ َ ‫شة‬
َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن‬َ
، ُ‫ص ِبيًّا فِي َح ْج ِر ِه يُ َح ِنك ُكه‬ َ ‫ض َع‬ َ ‫سلَ َّم ـ َو‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫هللا‬
” ُ‫اء فَأَتْبَعَه‬ ٍ ‫عا ِب َم‬َ َ‫ فَد‬، ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫فَبَا َل‬
Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Muhammad saw meletakkan anak kecil di
pelukannya kemudian mentahniknya (menyuapi dengan kurma yang telah
dukunyahnya), lalu anak itu kencing di pelukannya, lalu meminta air dan
mengguyurnya. (Al-Bukhari)
Kesimpulan hadits:
1.Menyayangi anak kecil, dan memperhatikannya. Nabi
Muhammad saw meletakkan anak itu dalam pelukannya dan
mentahniknya
2.Bersabar menghadapi prilakunya, tidak membalasnya, karena
belum mukallaf (bertanggung jawab).
َّ ‫سو ُل‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫ان َر‬َ ‫ع ْن ُه َما َك‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫ض‬ ِ ‫ر‬
َ ٍ
‫د‬ ‫ي‬
ْ َ‫ز‬ ‫ْن‬
ِ ‫ب‬ َ ‫ة‬‫م‬َ ‫ا‬‫س‬َ ُ ‫ع ْن أ‬
َ
َ
َ ‫علَى فَ ِخ ِذ ِه َويُ ْق ِعدُ ْال َح‬
‫س َن‬ َ ‫سلَّ َم يَأ ْ ُخذُ ِني فَيُ ْق ِعدُ ِني‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
‫ار َح ْم ُه َما فَإِ ِنكي‬ ُ َ‫علَى فَ ِخ ِذ ِه ْاأل ُ ْخ َرى ث ُ َّم ي‬
ْ ‫ض ُّم ُه َما ث ُ َّم يَقُو ُل اللَّ ُه َّم‬ َ
‫أ َ ْر َح ُم ُه َما‬
Dari Usamah bin Zaid –ra, berkata: Rasulullah saw pernah
mengangkatku dan mendudukkan aku di atas pahanya, dan Hasan
bin Ali duduk di paha yang lain, kemudian Rasulullah saw memeluk
kami berdua, dan bersabda: Ya Allah sayangilah keduanya, karena
sesungguhnya aku menyayanginya. (Al Bukhari)

Kesimpulan hadits:
Bahwa meletakkan anak kecil di pangkuan
adalah salah satu bentuk rahmat dan kasih
sayang. Hal ini membuktikan rasa cinta.
3. Larangan Membunuh Anak Karena takut berkurang makananannya

‫ظ ُم قَا َل‬َ ‫ب أ َ ْع‬ِ ‫ي الذَّ ْن‬ َُّ ‫َّللاِ أ‬


َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ت يَا َر‬ ُ ‫َّللاِ قَا َل قُ ْل‬
َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫ع َْن‬
‫ي قَا َل أ َ ْن ت َ ْقت ُ َل َولَد ََك‬ُّ َ ‫ت ث ُ َّم أ‬ُ ‫أ َ ْن ت َ ْجعَ َل ِ َّّلِلِ ِندًّا َو ُه َو َخلَقَ َك قُ ْل‬
‫ي قَا َل أ َ ْن ت ُ َزانِ َي َح ِليلَةَ َج ِار َك‬ َُّ ‫شيَةَ أ َ ْن يَأ ْ ُك َل َمعَ َك قَا َل ث ُ َّم أ‬ْ ‫َخ‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫يق قَ ْو ِل النَّ ِبي‬ َ ‫ص ِد‬ َّ ‫َوأ َ ْن َز َل‬
ْ َ ‫َّللاُ ت‬
Dari Abdullah bin Mas’ud –ra berkata: Aku bertanya: Ya
Rasulallah, dosa apakah yang paling besar? Rasulullah saw
menjawab: Engkau menjadikan sekutu bagi Allah –padahal Allah
yang telah menciptakanmu. Kemdian apa lagi? Jawabnya: Engkau
membunuh anakmu karena takut ia makan makananmu. Kemudian
apa lagi? Jawabnya: Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.
Kesimpulan hadits:
Larangan mensekutukan Allah, membunuh anak,
dan berzina dengan isteri tetangga. Dan diterangkan
dengan adanya dosa yang sangat besar.

You might also like