You are on page 1of 20

Nama : Waryanto

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 14 September 1963


Jabatan : Staf Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan
Prov. DKI Jakarta
Alamat Kantor : Jln. Kesehatan Raya No. 10 Jakarta Pusat
Alamat Rumah : Perumahan Griya Waringin Elok Blok B 12 No. 8
Bojong Gede, Kab. Bogor
No. Hp : 085817193060 / 081382295223
Email : waryantokesling63@gmail.com
Pendidikan : Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi
Jakarta 1985
FKM-Urindo Jakarta
Pengalaman Kerja :
Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari Irian Jaya (1986-1993)
Kanwil Depkes Propinsi DKI Jakarta (1993-2001)
Dinas Kesehatan Prov. DKI Jakarta (2001 sd Sekarang)
PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS
DALAM SITUASI DARURAT

Waryanto
PENGERTIAN :
• Situasi Darurat : Kondisi dimana pengelolaan limbah medis fasyankes terhenti atau
terganggu pengelolaannya akibat bencana atau darurat lainnya
• Darurat lainnya : Karena berhentinya suatu sistem akibat dari permasalahan
pengelolaan limbah, transportasi atau pengangkutan limbah dan
pengolahan limbah medis atau faktor lain
• Bencana : Kejadian yg mengganggu keadaan dan kondisi normal, sehingga
menyebabkan tingkat penderitaan yg melebihi kapasitas
penyesuaian dari komunitas yg terdampak
• Pengelolaan Limbah di daerah situasi/ tanggap darurat :
Kegiatan penanganan limbah mulai dari identifikasi, pengumpulan,
pengangkutan dan pengolahan agar tdk mencemari lingkungan
sekitar serta agar masyarakat terhindar dari bahaya serta kesakitan
yg ditimbulkan
PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DALAM SITUASI DARURAT :

I. RENCANA KESIAPSIAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DALAM


SITUASI DARURAT
II. PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DALAM SITUASI DARURAT
I. RENCANA KESIAPSIAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH
MEDIS DALAM SITUASI DARURAT
A. STRUKTUR ORGANISASI :
1). Pembagian Peran dan Tanggung Jawab
- harus ada kejelasan dan pembagian kewenangan tugas, mulai tk desa/kelurahan,
kab/kota, provinsi dan pusat
- harus satu komando
2). Koordinasi LS dan LP serta Pihak Swasta :
- Pembagian Peran dan Tanggung Jawab jg dpt dibicarakan pd pertemuan ini
3). Pembiayaan :
- biaya pemilahan sampai dengan pemusnahannya serta sumber pembiayaannya
4). Pelaksanaan RHA (Rapid Health Assessment):
- Petunjuk teknis pelaksanaan assessment/kajian dan analisis agar diperoleh informasi
yg akurat gambaran permasalahan yg ada dan rekomendasi yg dpt digunakan utk
solusi serta menggali potensi dan kemampuan fasyankes serta peran pemerintah dan
swasta.
5). Inventarisasi Fasyankes :
untuk mengetahui tumpukan limbah yg perlu segera ditangani dan untuk
mempersiapkan sarana dan prasarana serta perhitungan kebutuhan biaya
pengelolaan limbah medis saat situasi darurat
6). Inventarisasi Perusahaan Pengangkut dan Pengolah Limbah Medis :
Untuk memudahkan kecepatan penanganan limbah saat situasi darurat
7). Alternatif Teknologi Pengolahan :
Informasi teknologi pengolahan alternatif sangat diperlukan utk menghitung a
besarnya beban biaya dan teknis lainnya yg diperlukan

B. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM):


- Penyiapan SDM utk pengelolaan limbah disesuaikan dgn wilayah yg terdampak
dan besarnya timbulan limbah fasyankes
- Peningkatan kapasitas SDM
- Pembentukan Tim Gerak Cepat (TGC)
- Harus jelas peran masing-masing unit (Puskesmas,Dinkes Prov./ Kab/Kota, Dinas LH
Prov./Kab/Kota atau Organisasi Profesi)
C. FASILITAS :
1). Sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah medis dalam situasi
darurat :
- Sarana transportasi
- Buffer Stock wadah limbah medis
- TPS/Depo dan TPA
- Metode,SOP,ketersediaan alat, bahan dan lahan utk melakukan
pengolahan limbah medis sementara
2). Penyiapan SOP / Pedoman :
Penyusunan SOP harus memenuhi kaidah :
- Mudah dipahami dan dilaksanakan
- Efisien dan Efektif
- Keselarasan dgn prosedur atau standard lain yg terkait
- Sesuai dgn aturan hukum yg ada
II. PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DALAM SITUASI

DARURAT
TAHAP KEGIATANNYA :

I. BENCANA :
1). Tahap Pra Bencana
2). Tahap Bencana/Tanggap Darurat
3). Tahap Pasca Bencana

II. KONDISI SAAT BERHENTINYA SISTEM :


1). Pelaksanaan SOP
2). Alternatif Teknologi Pengolahan
3). Koordinasi dengan pihak-pihak terkait
4). Pembiayaan
5). Monitoring dan Evaluasi
I. BENCANA :

Tahapan yang harus dilakukan :

1). Tahap Pra Bencana :


a). Mitigasi/kesiapsiagaan bencana
b). Koordinasi UKPD/SKPD terkait, LP dan LS serta Pihak Swasta
c). Melakukan identifikasi potensi bahaya cemaran limbah medis di fasyankes bila terjadi bencana
d). Perencanaan (SDM, pembiayaan, sarana pra sarana, kesiapan SOP teknis/menetapkan
mekanisme penanggulangan bencana
e). Inventarisir sarana tempat pengelolaan limbah medis

2). Tahap Bencana/Tanggap Darurat :


a). RHA  untuk mendapatkan informasi yg didukung data-data yg diperlukan untuk memulai
kembali pengelolaan limbah sementara, yaitu :
- Jumlah fasyankes yg ada
- Jumlah yankes/posko kesehatan yg ada
- Jumlah timbulan medis
b). Koordinasi UKPD/SKPD terkait : LP,LS dan Pihak Swasta
c). Penerapan SOP Teknis sesuai Pedoman
d). Penyiapan SDM yg terlatih/Tim Gerak Cepat (TGC) sesuai bidangnya
e). Penyiapan Teknologi/memaksimalkan fungsi sarana pengolah yg ada
f). Penyiapan sarana dan prasarana/MOU dengan pihak ketiga
g). Pembiayaan bersumber dari APBN/APBD dan swasta atau fasyankes
h). Pelaporan pengelolaan limbah secara berjenjang antara lain :
- jumlah timbulan limbah dan
- jumlah limbah yang ditangani.

3). Tahap Pasca Bencana :


a). Monitoring dan Evaluasi pengelolaan limbah yang sudah dilakukan saat
bencana.
b). Pengelolaan kembali seperti semula sesuai ketentuan yg berlaku
c). Inventarisasi sarana tempat pengelolaan limbah medis yg mengalami
kerusakan dan menginformsikannya ke pihak yg terkait.
II. KONDISI SAAT BERHENTINYA SISTEM :

1). Pelaksanaan SOP :


dimulai dari pemilahan sampai pengolahan sesuai dgn standard
2). Alternatif Teknologi Pengolahan :
diutamakan dgn mengedepankan pengolahan non insinerasi (desinfeksi,
autoclave,needle cutter,penguburan,enkapsulisasi,dll)
insinerasi dpt bekerjasama dgn fasyankes lain atau industri yg memiliki
fasilitas insinerator yg ditunjuk pemerintah.
3). Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait (Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah dan Pihak Swasta).
4). Pembiayaan :
Bersumber APBD atau Fasyankes
5). Monitoring dan Evaluasi :
- Pengangkutan dan Pengolahan Limbah Medis
- Evaluasi thd upaya-upaya yg sdh dilakukan
- Analisa penyebab terhentinya sistem
Penanganan Darurat Pembuangan Limbah B3 ilegal

di TPS liar Ds. Panguragan Wetan, Kabupaten Cirebon

20 – 23 Desember 2017
Sebelum penanganan darurat Setelah penanganan darurat

Tujuan : Penanganan:
• Mengurangi dampak buruk pembuangan limbah B3 medis dan • Pengangkutan limbah B3 medis dan non medis sebanyak 1
non medis ilegal di areal publik yang membahayakan kontainer ke PT. PPLI untuk dikelola lebih lanjut
kesehatan manusia dan lingkungan hidup • Pengangkutan limbah campuran botol kaca dan sampah ke
Prediksi jenis dan jumlah limbah: inisinerasi di tanur semen PT. Indocement Palimanan
• Limbah B3 medis dari Fasilitas Kesehatan Masyarakat sebanyak 32 truk
(Fasyankes) : botol ampul, tabung darah dll • Penutupan tanah uruq bersih sisi bagian Barat dengan 12
• Limbah B3 non medis seperti Lampu TL dll truk dan penanaman pohon
• Limbah domestik/sampah Usulan tindak lanjut:
• Bagian Timur : 700mx 2m x 3 m = 3500m3 • Penutupan TPS oleh Pemda Kab. Cirebon
• Bagian Barat : 500 mx 1m x 1m= 500 m3 • KIE kepada masyarakat bahaya limbah medis dan sampah
Terima
Kasih
PENUGASAN
STUDI KASUS
(3 KELOMPOK)
KELOMPOK I
PENEMUAN LIMBAH FASYANKES DI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA)

• Penemuan limbah medis di TPA domestic kota Tubo, yang terjadi tahun 2005 diperkirakan dari
beberapa fasyankes khususnya RS di kabupaten Tubo bahkan juga ditemukan dari RS diluar
kabupaten. Diperkirakan timbulan limbah mencapai 120 Ton yang ditemukan dalam plastic
kuning dan hitam.
• Hasil investigasi ke beberapa RS yang limbahnya ditemukan di TPA merasa bahwa limbah
sebenarnya telah diangkut oleh pihak ke3, dan telah membayar.
• Beberapa RS menyatakan dalam waktu 2 bulan terakhir limbah tidak diangkut oleh pihak
ketiga, karena berbagai alasan, sehingga limbah melebihi kapasitas TPS B3 yang ada.
Keterbatasan sarana pengangkutan dan ketidak tersediaan pengolah limbah RS yang berijin di
daerah menjadi salah satu penyebab ditemukannya limbah medis fasyankes di TPA domestic.
• Langkah apa yang perlu dengan cepat dilakukan sehingga permasalahan ini tidak terulang
lagi, dan upaya apa yang cepat untuk menanganinya.
KELOMPOK II
PENGELOLAAAN LIMBAH MEDIS PADA KONDISI BENCANA :

• Bencana yang terjadi di Palu tahun 2018 salah satunya pemerintah harus menangani
permasalahan terkait dengan pengelolaan sampah medis yang berasal dari fasilitas pelayanan
kesehatan baik Rumah Sakit maupun yang berasal dari unit pelayanan kesehatan lainnya.
Diperkirakan timbulan sampah medis mencapai 200 kg/ hari.
• Saat itu di Provinsi Sulawesi Tenggara tidak tersedia alat pengolah limbah/ incinerator berijin,
namun keberadaan incinerator sebenarnya ada di RSU dan beberapa puskesmas.
• Pada kondisi normal umumnya fasyankes di Prop Suteng dalam pengelolaan limbah
medisnya berkerjasama dengan Transporter, dan karena kondisi bencana mereka
menghentikan pengelolaan.
• Langkah-langkah dan upaya apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
menangani masalah pengelolaan limbah pada kondisi bencana tersebut, dilihat dari aturan
hukum, teknis, pendanaan, SDM, manajemen pengelolaan, dll.
KELOMPOK III
PENGELOLAAN LIMBAH BERBASIS WILAYAH :

• terbatasnya perusahaan pengolah limbah B3 yang sudah mempunyai izin dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu baru ada 6 perusahaan yakni 5 berada di Pulau Jawa dan
1 di Kalimantan Timur. Jumlah perusahaan tersebut sangat kurang, jika dibandingkan dengan
jumlah fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti jumlah Rumah Sakit (RS) sebanyak 2852
RS, 9909 Puskesmas dan 8841 klinik. Sementara itu timbulan limbah yang dihasilkan dari fasilitas
pelayanan kesehatan khusnya RS dan Puskesmas sebesar 296,86 ton/hr (Oktober 2018) namun di
sisi lain, kapasitas pengolahan yang dimiliki oleh pihak ke-3 baru sebesar 151,6 Ton/hari.

• Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan September tahun 2018, terdapat 95
RS yang mempunyai insinerator berizin dengan total kapasitas 45 ton/hari. Sementara, data dari E-
Monev Limbah medis pada Desember 2017 oleh Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan, terdapat 22% RS yang pengelolaan limbah medisnya memenuhi standar. Di sisi lain,
terdapat RS yang mempunyai insinerator tetapi tidak operasional karena belum berizin.
• Keterbatasan jumlah dan kapasitas perusahaan pengolah limbah medis yang berizin untuk
menjangkau RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya, terutama di luar Pulau Jawa yang
mengakibatkan penumpukan limbah medis. Sampai dengan 29 Maret 2018, dari 71 RS sudah
terjadi penumpukan limbah medis sebesar 285 Ton (Sumber PERSI). Penumpukan limbah
medis yang bersifat infeksius ini tentunya dapat berdampak dalam pencemaran di
lingkungan dalam Fasyankes khususnya bagi petugas RS, pasien maupun masyarakat di luar
RS. Terjadinya kasus penumpukan limbah medis di fasyankes seperti data diatas disebabkan
karena belum terbangunnya sistem pengolahan limbah medis fasyankes di setiap wilayah.

• Akibat terjadinya ketidakseimbangan antara timbulan limbah medis fasyankes dengan


kapasitas pengolahan limbah fasyankes serta lemahnya pengawasan dari instansi berwenang,
sehingga terjadi kasus penyalahgunaan limbah medis oleh masyarakat ataupun oknum untuk
kepentingan ekonomi. Beberapa kasus yang pernah terjadi antara lain kasus vaksin palsu,
pembuangan limbah medis ke perkebunan dan pantai, serta kasus pembuangan limbah di
TPS illegal di Cirebon.
• Melihat permasalahan diatas maka menjadi pilihan salah satu solusi
Pemerintah daerah harus berperan dalam pengolahan limbah medis
diwilayahnya secara tuntas.
• Langkah-langkah apa yang perlu disipakan oleh Pemerintah daerah dalam
pengelolaan limbah berbasis wilayah ; menyangkut manajemen dan teknis.
SELAMAT BERDISKUSI

You might also like