You are on page 1of 36

MASUKNYA ISLAM PADA

MASA KERAJAAN
CIREBON
Kelompok 4 :
1. Cecilia Azhara
2. Lintang Eka
3. M. Rangga
4. Rifqi Fauzan
Kesultanan Cirebon adalah sebuah
kerajaan islam yang ternama di Jawa
Barat. Kerajaan ini berkuasa pada abad
ke 15 hingga abad ke 16 M. Letak
kesultanan cirebon adalah di pantai utara
pulau jawa. Lokasi perbatasan antara jawa
tengah dan jawa barat membuat
kesultanan Cirebon menjadi “jembatan”
antara kebudayaan jawa dan Sunda.
Sehingga, di Cirebon tercipta suatu
kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan
Cirebon yang tidak didominasi oleh
kebudayaan Jawa maupun kebudayaan
Sunda.
A. AWAL MULA BERDIRINYA KERAJAAN
CIREBON
Kerajaan Cirebon merupakan bagian dari administratif
Jawa Barat. Cirebon sendiri mempunyai arti seperti di daerah-
daerah lainnya. Cirebon berasal dari bahasa sunda “ci” yang
berarti air, sedangkan “rebon” berarti udang. Cirebon
mempunyai arti sungai udang atau kota udang. Cirebon
didirikan pada 1 Sura 1445 M, oleh Pangeran Cakrabuana.
Pada tahun 1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai
penguasa Cirebon yang bertempat di kraton Pakungwati
Cirebon menyerahkan kekuasaannya pada Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati adalah seorang menantu Pangeran
Cakrabuana dari ibu Ratu Mas Rara sasantang. Sejak inilah
Cirebon menjadi negara merdeka dan bercorak Islam.
Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam di bawah kekuasaan
Sunan Gunung Jati wilayah Cirebon dibagi menjadi dua daerah,
pesisir dan pedalaman. Daerah pesisir dipimpin oleh Ki Gendeng
Jumajan Jati, sedangkan wilayah pedalaman dipimpin oleh Ki
Gendeng Kasmaya. Keduanya adalah saudara Prabu Anggalarung
dari Galuh. Sunan Gunung Jati kemudian menikah dengan Ratu Mas
Pakungwati dari Cirebon pada tahun 1479 dan pada tahun itu juga di
bangun Istana Pakungwati atau keraton Kasepuhan.
Putra Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Pasarean pada tahun 1528
diangkut sebagai pemangku kekuasaan di Cirebon. Sebelum sempat
menggantikan ayahnya, Pangeran Pasarean wafat pada tahun 1552.
Sunan Gunung Jati kemudian mengangkat Aria Kemuning menjadi
sultan Cirebon. Aria Kemuning adalah anak angkat dari Sunan
Gunung Jati. Aria Kemuning atau julukannya Dipati Carbon 1
menjabat sebagai sultan Cirebon kurang lebih 12 tahun, yaitu sejak
1553-1565.
B. Proses Masuk dan Berkembangnya Ajaran
Islam di Kerajaan Cirebon

• Perkembangan Islam pada Masa Syekh Idlofi Mahdi

Menurut Tome Pires, seorang musyafir dari negeri Portugis


pendapat Islam masuk pada Kerajaan Cirebon pada tahun 1470-1475.
pada tahun 1420 M, datang serombongan pedagang dari Baghdad
yang dipimpin oleh Syekh Idlofi Mahdi, ia tinggal di dalam
perkampungan Muara Jati dengan alasan untuk memperlancar
barang dagangannya. Syekh Idlofi Mahdi memulai kegiatannya selain
berdagang dia juga berdakwah dengan mengajak penduduk serta
teman-temannya untuk mengenal serta memahami ajaran Islam. Pusat
penyebarannya berada di Gunung Jati. Syekh Idlofi Mahdi
menyebarkan agama Islam dengan cara bijaksana dan penuh
hikmah.
Sebelum masuknya Islam ke pulau jawa pada umumnya dan
kerajaan Cirebon khususnya, situasi masyarakat di pengaruhi sistem
kasta pada ajaran agama Hindu kehidupan masyarakatnya jadi
bertingkat-tingkat. Mereka yang mempunyai kasta lebih tinggi tidak
dapat bergaul dengan dengan kasta yang lebih rendah atau
pergaulan diantara mereka dibatasi. Setelah ajaran Islam disebarkan
oleh Syekh Idlofi Mahdi, susunan masyarakat berdasarkan kasta ini
mulai terkikis dan dimulailah kehidupan masyarakat tanpa adanya
perbedaan kasta.
b. Perkembangan Islam pada masa Sunan Gunung
Jati atau Syarif Hidayatullah.

Menurut semua sejarah lokal dari Cirebon termasuk cerita


Purwaka Caruban Nagari, masuknya Islam di Cirebon pada abad
15 yaitu pada tahun 1470. disebarkan oleh Sunan Gunung Jati atau
Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama Islam itu dimulai ketika
Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan menjadi
mubaliqh Cirebon. Di tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah
dengan Nyi Ratu Pakungwati, putre dari pangeran Cakrabuana.
Pengganti pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon di
berikan pada Syarif Hidayatullah. Pada tahun pengangkatannya
Syarif Hidayatullah mengembangkan daerah penyebarannya di
wilayah Pajajaran.
Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke
daerah Serang yang sebagian rakyatnya sudah mendengar tentang Islam
dari pedagang-pedagang dari Arab dan Gujarat yang berlabuh di
pelabuhan Banten. Syarif Hidayatullah mendapat sambutan hangat dari
adipati Banten. Daerah-daerah yang telah diislamkan antara lain :
Kuningan, Sindangkasih, Telaga, Luragung, Ukur, Cibalagung, Kluntung,
Bantar, Indralaya, Batulayang, dan Timbangaten. Di wilayah Pejajaran
Agama Islam berkembang pesat di negeri Caruban yang dipimpin oleh
Syarif Hidayatullah. Demak kemudian menjalin persahabatan dengan
Syarif Hidayatullah. Setelah mengenal Syarif Hidayatullah Raden Patah
bersama-sama para mubaliqh yang sudah bergelar sunan menetapkan
Syarif Hidayatullah sebagai Panata Gama Rasul di tanah Pasundan. Panata
Gama Rasul artinya orang yang ditetapkan sebagai pemimpin penyiaran
Agam Nabi Muhamad di tanah Jawa. Kemudian atas kesepakatan para
sunan Syarif Hidayatullah di beri gelar Sunan Gunung Jati dan menjadi
Sunan paling terakhir yaitu sunan ke-9 dari sunan 9 sunan lainnya.
 Sunan Gunung Jati (1479-1568)
Pada tahun 1479 M, kedudukannya
kemudian digantikan putra adiknya, Nyai
Rarasantang dari hasil perkawinannya dengan
Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif
Hidayatullah (1448-1568) yang setelah wafat
dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati
dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah
bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah
dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun
Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep
Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman
Khalifatur Rasulullah.
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan
Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri
dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan
Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di
Jawa Barat seperti Majalengka,Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.
 Fatahillah (1568-1570)
Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian
diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang
selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas
dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau
Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan
memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja
sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta
kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun
karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua
tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan
dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan
Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung
Sembung.
 Panembahan Ratu I (1570-1649)
Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak
menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati
yaitu Pangeran Mas, putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit
Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan
Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.

 Panembahan Ratu II (1649-1677)


Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649,
pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang
bernama Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah
Pangeran Rasmi yaitu Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan
Adiningkusumah meninggal lebih dahulu.
Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya almarhum
yakni Panembahan Adiningkusuma yang kemudian dikenal pula dengan
sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II. Panembahan
Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua kekuatan
kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Banten merasa
curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram (Amangkurat I
adalah mertua Panembahan Girilaya). Mataram dilain pihak merasa curiga
bahwa Cirebon tidak sungguh- sungguh mendekatkan diri, karena
Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten adalah sama-
sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya
Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya
dan Pangeran Kartawijaya di Mataram. Panembahan Girilaya adalah menantu
Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram. Makamnya di
Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat dengan makam raja raja Mataram di
Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut beberapa sumber di Imogiri maupun
Girilaya, tinggi makam Panembahan Girilaya adalah sejajar dengan makam
Sultan Agung di Imogiri.
d. Penyebab Keruntuhan Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon terbagi menjadi 3 kesultanan yaitu, Keraton


Kasepuhan dipegang oleh Sultan Sepuh, Keraton Kanoman dipegang oleh
Sultan Anom, Keraton Karicebonan dipegang oleh Panembahan
Karicebonan. Mereka hanya mengurusi kerajaan masing-masing.
Mengakibatkan kerajaan Cirebon perlahan-lahan mulai hancur. Setelah
Sultan Panembahan Gerilya wafat pada tahun 1702, terjadi perebutan
kekuasaan diantara kedua putranya, yaitu antara Pangeran Marta Wijaya
dan Pangeran Wangsakerta. Di samping itu adanya campur tangan VOC
yang mengadu domba mereka membuat persaudaraan mereka menjadi
permusuhan.
Sistem Ekonomi dan Sosial Kerajaan Islam Cirebon
• Sistem Ekonomi
Setelah perjanjian 7 Januari 1681 antara kerajaan Cirebon dan VOC, keraton
Cirebon semakin jauh dari kehidupan kelautan dan perdagangan, karena
VOC memegang hak monopoli atas beberapa jenis komoditas perdagangan
dan pelabuhan.

• Sistem Sosial

Cirebon berasal dari kata “caruban” yang artinya campuran. Diperkirakan


masyarakat Cirebon merupakn campuran dari kelompok pedagang pribumi
dengan keluarga-keluargaCina yang telah menganut Islam. Menurut Sumber
berita tertua tentang Cirebon, satu rombongan keluargaCina telah mendarat
dan menetap di Gresik.
Seorang yang paling terkemuka adalah Cu-cu, Keluarga Cu-cu yang
sudah menganut agama Islam kemudian mendapat kepercayaan dari
pemerintah Demak untuk mendirikan perkampungan di daerah Barat.
Atas kesungguhan dan ketekunan mereka bekerja maka berdirilah
sebuah perkampungan yang disebut Cirebon.
Peninggalan Kerajaan Cirebon
1. Keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan Cirebon atau
Keraton Pakungwati, dibangun oleh
Pangeran Cakrabuana atau sering dikenal
dengan sebutan Mbah Kuwu Cerbon pada
tahun 1430,berselang waktu kemudian
Pangeran Cakrabuana mengganti nama
menjadi Keraton Pakungwati yang
sebelumnya nama pertamanya yaitu Dalem
Agung Pakungwati, dikarenakan Pangeran
Cakrabuana mempunyai kasih sayang
terhadap putrinya yang bernama Ratu Ayu
Pakungwati.
Keraton Kasepuhan Cirebon juga
termasuk kerajaan islam tertua di
Cirebon.
Nyimas Pakungwati menikah dengan
sepupunya yang bernama Syarif
Hidayatulllah , Syarif Hidayatullah
merupakan tokoh agama terkemuka di
Indonesia dan orang sering
menyebutnya dengan sebutan Sunan
Gunung Jati.
2. Keraton Kanoman
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohammad Badridin atau Pangeran
Kertawijaya , Kraton ini merupakan tempat tinggal kesultanan ke-12 yaitu
Sultan Muhammad Emiruddin beserta keluarganya. Keraton Kanoman
mempunyai komplek yang luas dan terdiri dari banyak bangunan kuno.
Di keraton ini terdapat dua kereta yang disimpan dan merupakan peninggalan
kuno dari Kesultanan Cirebon yaitu kereta Paksi Naga Liman dan Kereta
Jempana,Kesultanan Kanoman merupakan pembagian dari Kesultanan
Cirebon , yang dibagi kepada putera Pangeran Girilaya yaitu Pangeran Raja
Kartawijaya.
3. Keraton Kacirebon
Keraton Kacirebon dibangun pada tahun
1800 Masehi, bangunan ini digunakan untuk
menyimpan barang-barang peninggalan
pada jaman terdahulu yaitu seperti
Keris,Wayang,alat musik Gamelan , dan
alat-alat perang lainnya.
Keraton Kacirebon berada di wilayah
kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan
di Kota Cirebon,dan terletak di sebelah
barat daya dari Keraton Kasepuhan dan
selatan dari Keraton Kanoman.
4. Keraton Keprabon
Peninggalan Kerajaan Cirebon selanjutnya adalah
keraton Keprabon. Keraton Keprabon adalah sebuah
tempat pembelajaran yang didirikan putera mahkota
Kesultanan Kanoman yang merupakan pembagian
dari Kesultanan Cirebon , Pangeran Raja Adipati
Keprabon memilih untuk mendalami ilmu
keagamaanya di agama islam.
Akan tetapi Keprabon bukanlah Keraton atau
Kesultanan melainkan sebuah tempat yang dibangun
oleh Pangeran Raja Adipati untuk mendalami agami
islam seperti Thareqat.Keprabon tidak mempunyai
keraton melainkan hanya rumah-rumah biasa.Akan
tetapi Keprabon tetap mempunyai bau peninggalan
sejarah dari Kesultanan Cirebon meskipun sedikit.
5. Kereta Singa Barong Kasepuhan
Kereta Singa Barong Kasepuhan merupakan
karya Panembahan Losari yaitu merupakan cucu
Sunan Gunung Jati, yang dibuat pada tahun 1549.
Depan kereta Singa Barong berbentuk belalai
gajah yang melambangkan persahabatan
Kesultanan Cirebon dengan negara India , dan
yang berkepala naga melambangkan
persahabatan dengan negara Tiongkok , serta
yang bersaya dan berbadan Buroq
melambangkan persahabatan dengan negara
Mesir. Senjata Trisula pada belalai gajah
mempunyai lambang mengenai ketajaman
cipta,rasa , dan karsa manusia.
Ukiran pada Kereta Singa Barong tersebut
cukup menarik dan indah meskipun pada saat
ini kereta kuno tersebut kurang terawatt. Di sisi
belakang Kereta Singa Barong tersebut
menempel bendera kuning yang disebut
Blandrang , Blandrang sendiri bendera yang
selalu dibawa prajurit Panyutran sebagai
barisan kehormatan.
Ukiran pada sisi belakang Kereta berbentuk
gumpalan-gumpalan awan hijau dengan
ornament berwarna emas, Kereta Singa Barung
tersebut biasa digunakan pada saat kirab 1
Muharam dan Pelantikan Sultan. Di Tahun 1945
Kereta Singa Barong yang asli ini tidak
digunakan lagi pada saat kirab , yang
digunakan yaitu Kereta Singa Barong palsu atau
duplikatnya.
6. Masjid Sang Cipta Rasa
Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan
masjid tertua di Cirebon , yaitu dibangun pada
tahun 1840 M . Nama masjid ini diambil dari kata
“sang” yang berarti keagungan, “cipta” yang
berarti dibangun,dan “rasa” yang berarti
digunakan.
Konon , masjid ini dibangun dengan melibatkan
500 orang yang didatangkan dari
Majapahit,Demak,dan Cirebon. Sunan Gunung Jati
yang merencanakan pembangungan masjid ini
menunjuk Sunan Kalijaga untuk menjadi arsiteknya,
daripada itu Sunan Gunung Jati juga meminta
bantuan dari Raden Sepat seorang arsitek
Majapahit yang merupakan tahanan perang
Demak-Majapahit.
7. Makam Sunan Gunung Jati
Makam Sunan Gunung Jati
terletak di Cireban tepatnya disebuah
bukit kecil yang sering dikenal dengan
Gunung Sembung,kompleks
pemakaman ini terletak berada di
lintasan Cirebon – Indramayu .
Sunan Gunung Jati sendiri lebih
dikenal dengan panggilan Syarif
Hidayatullah, dan ia merupakan putra
dari Nyai Rara Santang, salah seorang
puteri Sri Baduga Maharaja Prabu
Siliwangi dari Ibunda Nyai Subang
Larang.
8. Patung Macan Putih

2 Buah Patung Macan Putih merupakan


peninggalan Kesultanan Cirebon dan
Kasepuhan , dan patung ini berlokasi didepan
keraton-keraton yang terdapat di Cirebon
terutama Keraton Kasepuhan. Arti dari Patung
Macan Putih tersebut yaitu melambangkan
keluarga besar Pajajaran yang merupakan
keturunan Maharaja Prabu Siliwangi.
Masyarakat sekarang lebih menganggap 2
patung tersebut sebagai penjaga suatu tempat
yang berbau sacral atau mistis , akan tetapi
sebenarnya fungsi dari patung tersebut pada
jaman dahulu hanya digunakan sebagai
lambang keluarga atau keturunan Prabu
Siliwangi saja.
9. Alun – Alun Sangkala Buana atau
Saptonan

Alun – Alun Sangkala Buana merupakan


salah satu peninggalan Kesultanan Cirebon
dimana tempat itu sering dipakai untuk acara
resmi Keraton , dan Sultan Cirebon biasanya
menyaksikan dari tempat duduknya di Mande
Malang Semirang yang berada di kompleks
Siti Inggil. Di sebelah barat Alun-alun adalah
Masjid Agung Sang Cipta rasa, sedangkan di
sebelah Utara Alun-alun utara Keraton
Kasepuhan terdapat sebuah penjara, dan ada
pula sebuah pasar di sebelah Timur , namun
sekarang kedua tempat itu sudah tidak ada
dikarenakan digunakan untuk pembangunan
tempat lainnya.
Saptonan sebutan dari tempat itu
dikarenakan konon tempat itu digunakan
sebagai tempat latihan keprajuritan tiap hari
Sabtu , serta sebagai tempat pelaksanaan
hukuman terhadap rakyat-rakyat yang telah
melakukan kesalahan atau menjalani
hukuman , tempat itulah yang digunakan
seperti hokum cambuk.
10. Bangunan Mande Pengiring
Bangunan Mande Pengiri yaitu bangunan yang
terdapat di dalam keraton Kasepuhan yang dulunya
juga dibangun oleh Sunan Gunung Jati dan bangunan
tersebut digunakan untuk tempat bersantai atau
duduk bagi pengiring sultan , maka dari itu kenapa
bangunan tersebut dipanggil dengan nama Mande
Pengiring sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.
Bangunan ini merupakan salah satu bangunan
dari 5 bangunan mande lainnya seperti Mande
Malang Semirang , Mande Pandawa Lima , Mande
Semar Tinandu , Mande Karesmen , Mande Pengiring
itu sendiri. Mande – mande tersebut digunakan
kesultanan sesuai dengan kegunaannya masing –
masing untuk melambangkan bagaimana kasultanan
itu berkuasa .
11. Bangunan Mande Karesmen

Peninggalan Kerajaan Cirebon


selanjutnya adalah Bangunan Mande
Karesmen yang merupakan bangunan
yang terletak disebelah Mande
Pengiring, tempat ini merupakan tempat
pengiring tetabuhan atau gamelan. Di
bangunan inilah sampai sekarang masih
digunakan untuk membunyikan
gamelan Sekaten (Gong Sekati),
gamelan ini biasanya hanya dibunyikan
sebanyak 2 kali dalam setahun yaitu
pada hari – hari tertentu seperti saat
Idul Fitri dan Idul Adha.
12. Regol Pengada

Regol Pengada yaitu pintu gerbang


yang berbentuk paduraksa, dan
menggunakan batu dan daun pintunya dari
kayu. Gapura Lonceng terdapat disebelah
timur Gerbang Pengada, dan gerbang ini
berbentuk kori agung atau gapura beratap
yang menggunakan bahan dasar batu bata.
Bangunan Pengada berfungsi sebagai
tempat membagikan berkat dan juga
tempat pemeriksaan sebelum menghadap
ke raja dan di atas tembok sekeliling
kompleks Siti Inggil ini terdapat Candi Laras
untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil
ini.
13. Tajuq Agung dan Beduq Samogiri
Tajuq Agung atau Mushola Agung
merupakan bangunan yang terdapat di
dalam Keraton Kasepuhan yang terdapat
pos bedug Samogiri di sebelah kiri
bangunan itu. Tajug Agung ini berfungsi
sebagai tempat ibadah kerabat keraton
,bangunan utama ini mempunyai ukuran 6 x
6 m dengan luas teras 8 x 2,5 meter.
Pos bedug Samogiri yang berada di
depan Tajug Agung atau Masjid Agung dan
menghadap ke timur ini berdenah
bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di
dalamnya terdapat bedug.
14. Kutagara Wadasan dan Kuncung
Kutagara Wadasan adalah bangunan yang
terdapat pada Keraton Kasepuhan berbentuk
gapura yang bercat putih dengan gaya khas
Cirebon, gaya Cirebon tampak pada bagian
bawah kaki gapura yang berukiran Wadasan
dan bagian atas dengan diukir dengan ukiran
mega mendung.
Arti dari ukiran tersebut yaitu seseorang
harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah
menjadi pimpinan atau sultan dan juga harus
bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.
Kuncung merupakan bangunan digunakan
parkir kendaraan sultan dan dibangun oleh
Sultan Sepuh I Syamsuddin Martawidjaja pada
tahun 1678.
15. Mangkok kayu berukir
Mangkok kayu berukir merupakan barang
peninggalan yang digunakan kesultanan
sebagai nampan , dan sebelumnya warna dari
mangkok tersebut dengan beberapa warna dan
sekarang yang terdapat di museum tropen
belanda yaitu tinggal yang bercorak coklat dan
mempunyai ukiran pohon kehidupan.
Mangkok tersebut digunakan kerajaan untuk
seharinya membawakan keluarga raja suatu
makanan atau yang lain , arti dari corak ukiran
tersebut melambangkan silsilah sebuah
kehidupan yang panjang yang dialami manusia
di dunia ini.

You might also like