You are on page 1of 6

ORIGINAL ARTICLE Nur Afiah, et al.

Rapid test for malaria diagnosis in Halmahera

COMPARISON OF RAPID IMMUNOCHROMATOGRAPHY TEST AND PERIPHERAL BLOOD SMEAR MICROSCOPICALLY FOR MALARIA DIAGNOSIS IN ENDEMIC REGION, CENTER OF HALMAHERA
Nur Afiah, Windarwati, Hardjoeno
Departement of Clinical Pathology, Hasanuddin University and Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar Corresponding author: pdspatklin@yahoo.com

ABSTRACT
Background: Compared to rapid test, diagnosis of malaria based on the finding of parasites in blood smear require technical skills which is limited in remote area microscope and human resources. Objectives: To compare the result of rapid test and the microscopic blood smear for diagnosis malaria in an endemic area. Methods: Two hundreds blood samples were collected from malaria suspected patient living in Wale and Dote villages, Weda districts, Central Halmahera, North Moluku. The blood were examined for malarial infection by using thick blood smear and rapid test method. Sensitivitas and specificitas of rapid test were compared to microscopic test and results were analyzed by Mc Nemar correlation test. Results: The sensitivity and specificity of rapid test to microscopic test were 88% and 66.6%. There was no significant difference between the two methods (p>0.05). C onclusions: Rapid test might be used as diagnostic method for detecting Plasmodim antigen in endemic area of malaria infection Keyword: malaria, rapid test, blood smear

PERBANDINGAN TES RAPID IMUNOKROMATOGRAFI DAN TES MIKROSKOPIS DALAM MENDIAGNOSIS MALARIA DI DAERAH ENDEMIK HALMAHERA TENGAH
Latar Belakang: Diagnosis malaria berdasarkan penemuan parasit dalam tetes darah tebal masih menjadi masalah di daerah endemik karena keterbatasan peralatan dan sumber daya manusia sebaliknya tes cepat ( rapid test ) menggunakan metode imunokromatografi dapat mendeteksi Plasmodium secara spesifik, cepat dan tidak memerlukan keterampilan khusus. Tujuan: Membandingkan metode dipstick dan mikroskopis untuk mendiagnosis malaria di daerah endemic. Metode : Dua ratus

275

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.5 July 2009 p. 275-280

empat puluh sampel darah dari pasien suspek malaria dari Desa Wale dan desa Dote Kecamatan Weda Kabupaten Halmahera Tengah Propinsi Maluku Utara diperiksa secara mikroskopis dan dengan menggunakan cara cepat (dipstick). Sensitivitas dan spesifisitas di uji dengan tes Mc.Nemar. Hasil: Dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik, tes cara cepat (dipstick ) mempunyai sensitivitas 88% dan spesitifitas 66.6% . Kedua metode tersebut tidak berbeda secara bermakna (p>0.05) Simpulan: Tes cara cepat (dipstick) dapat menggantikan metode pemeriksaan mikroskopis dalam mendiagnosis malaria di daerah endemik. Kata kunci : malaria, tes rapid, tetes darah tebal

PENDAHULUAN
Empat puluh satu persen penduduk dunia tinggal di area transmisi malaria (sebagian besar Afrika, Asia, Asia tengah dan Amerika selatan). Pada tahun 2002, malaria merupakan penyebab kematian urutan keempat pada anak di negara berkembang setelah masalah perinatal, infeksi saluran nafas bawah (pneumonia), dan diare yaitu sekitar 10.7%.1,2 Di Indonesia diperkirakan masih terdapat 70 juta penduduk yang tinggal di daerah endemik malaria dan berisiko terinfeksi malaria serta ditemukan 6 juta kasus malaria tiap tahun. Hal ini menyebabkan penurunan deraj at kesehatan masyarakat dan turunnya tingkat produktivitas penduduk yang pada akhirnya akan menghambat pembangunan sosial ekonomi masyarakat di Indonesia.3,4 Di propinsi Maluku utara khususnya kabupaten Halmahera terdapat 38.500 penduduk dan penyakit malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dan meresahkan sepanj ang tahun. Pada tahun 2002, 2003, dan 2004 tercatat kasus malaria masing masing sebanyak 1.605, 4.058 dan 1.634 kasus 5. Pada tahun 2005, ditemukan kejadian luar biasa (KLB) malaria di 18 desa dengan

kematian yang cukup tinggi yaitu 8.53 % pada bulan Januari- Maret 2005.5 Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan gej ala klinis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam darah apusan darah tepi (tetes tebal dan/apusan tipis) yang merupakan standar emas. Terdapat juga cara deteksi antigen Plasmodium dengan cepat yaitu dengan metode imunokromatografi (dipstick ).6,7 W HO (2000) mensyaratkan bahwa penggunaan nonmicroscopic rapid diagnosis tests (RDT) untuk diagnosis malaria harus mendekati akurasi dari mikroskop yaitu sensitivitas di atas 95% dan untuk parasitemia pada level 100 parasit/l (0.002% parasitemia) sensitivitas harus 100%. Informasi kuantitatif dan semikuantitatif dari densitas parasit dari sirkulasi darah merupakan hal yang sangat esensial. Antigen malaria dapat bersifat umum untuk seluruh spesies misalnya Plasmodium - spesific lactate dehydrogenase (PLDH) atau Plasmodium aldolase dari glycolytic pathway dan ada yang spesifik untuk spesis tertentu seperti Plasmodium falciparum histidine rich protein-2 (Pf HRP-2 ).7 Di daerah endemik khususnya di kabupaten Halmahera, sumber daya

276

Nur Afiah, et al. Rapid test for malaria diagnosis in Halmahera

manusia yang terlatih untuk melakukan pemeriksaan mikroskopik malaria masih terbatas sehingga terjadi overdiagnosis malaria.6 Oleh karena itu, penggunaan dipstik untuk diagnosis penyakit ini mungkin bisa menjadi solusinya. Namun, sebelum metode ini dipakai perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat sensitifitas dan spesifisitas metode ini terhadap pemeriksaan mikroskopik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sensitivitas dan spesifisitas tes rapid dengan tes mikroskopis untuk diagnosis malaria. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dij adikan sebagai dasar untuk memilih metode tes diagnostik malaria di daerah endemik di Indonesia

darah tebal malaria menurut metode Hardjoeno H (2003) dan metode yang dikeluarkan oleh Departmen Kesehatan. Dirj en PPM & PLP. 10,11 Tes Rapid dilakukan sesuai dengan prosedur dari Paracheck.12

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jika dikelompokkan menurut umur (tabel 1) maka prevalensi malaria tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun baik untuk tes rapid maupun mikroskopis. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Harjanto dkk bahwa anak 1-4 tahun peka terhadap infeksi malaria karena sistim kekebalan Total hasil tes mikroskopis yang positif adalah 75%, hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan total tes rapid positif yang hanya mendapatkan 67.5%. Hal ini dapat disebabkan pada tes rapid, hasil positif terjadi bila dalam darah terdapat Pf HRP-2 yaitu jika terinfeksi P.falsiparum dan mixed (campuran P.falsiparum dan P.vivaks) sedangkan tes mikroskopis dapat langsung mengidentifikasi P. falsiparum, P.vivaks maupun mixed (tabel 1).

METODOLOGI
Penelitian cross sectional ini dilakukan di Desa Wale dan desa Dote, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara selama 1 bulan (1 Maret -1 April 2005) yang melibatkan penduduk di desa tersebut. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan menurut cara sesuai dengan prosedur pemeriksaan

tubuh belum sempurna sehingga mudah terinfeksi malaria. 2 Tabel 1. Hasil tes rapid dan mikroskopis berdasarkan kelompok umur
Kelp. Rapid Mikroskopis Umur 0 - <1 1-4. 5-9 10 -14. 15- 20 21 Total Positif 6(2.5%) 59(24.5%) 34(14%) 6(2.5%) 8(3.3%) 49(20.4%) Negatif 12(5%) 18(7.5%) 8(3.3%) 4(1.4%) 0(0%) 36(15%) Falciparum 6(2.5%) 26(10.8%) 14(5.8%) 1(0.4%) 5(2%) 34(14.1%) 86(35.8%) Vivaks 5(2%) 11(4.5%) 7(2.9%) 1(0.4%) 2(0.8%) 8(3.3%) 34(14.1%) Campuran 1(0.4%) 31(12.9%) 17(17%) 4(1.6%) 0(0%) 7(2.9%) 60(25%) Positif 12(5%) 68(28.3%) 38(15.8%) 6(2.5%) 7(2.9%) Negatif 6(2.5%) 9(3.7%) 4(1.6%) 4(1.6%) 1(0.4%) Total 18(7.5%) 77(32%) 42(17.5%) 10(4.1%) 8(3.3%) 85(35.4%)

49(20.4%) 36(15%) 180(75%)

162(67.5%) 78(32.5%)

60(25%) 240(100%)

Keterangan: mixed adalah infeksi campuran antara P.falsiparum dan P.vivaks

277

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.5 July 2009 p. 275-280

Tabel 2.Hasil tes rapid Paracheck dibandingkan dengan tes mikroskopis (gold standard) berdasarkan kriteria 1

Tabel 3. Hasil tes rapid paracheck dibandingkan dengan tes mikroskopis (gold standard) kriteria 2

Tes Mikroskopis Rapid Positif Positif Negatif Total 132 (55%) 48 (20%) 180 (75%) Negatif Total

Rapid Positif

Tes Mikroskopis Positif Negatif

Total

132 (55%) 30(12.5%) 162 (67.5%) 18 (7.5%) 60(25%) 78 (32.5%)

30 (12.5%) 162 (67.5%) 30 (12.5%) 60 (25%) 78 (32.5%) 240 (100%)

Negatif Total

150(62.5%) 90(37.5%) 240 (100%)

Keterangan : Kriteria 2: Positif (mikroskop)= ditemukan P. falciparum dan mixed (campuran antara P.falciparum dan P vivaks) Negatif (mikroskop) = ditemukan P.vivaks dan tidak ditemukan plasmodium

Keterangan : Kriteria 1: Positif (mikroskop)= ditemukan P. falciparum, P.v iv ak s dan mixed (c ampuran antara P.falciparum dan P. vivaks) Negatif (mikros kop)= plasmodium tidak ditemukan

Dengan menggunakan kriteria 1 didapatkan sensitivitas 73.3% dan spesitifitas 50%. Uji statistik Mc.Nemar didapatkan adanya perbedaan bermakna (p< 0.05) antara tes rapid dengan tes mikroskopis, maka tes rapid tidak dapat menggantikan tes mikroskopis. Hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kriteria 2 (tabel 3), yang mendapatkan sensitivitas 88% dan spesitifitas 66.6%. Hasil ini membuktikan tes rapid Paracheck Pf akan menurun sensitivisitas dan spesifisitas bila digunakan didaerah endemis malaria yang disebabkan P.falciparum dan P. vivaks , karena akan meningkatkan negatif palsu. Sebaliknya sensitivisitas dan spesitifitas Paracheck Pf akan meningkat bila digunakan di daerah endemis P. falciparum saja. Tes rapid Paracheck adalah tes imunokromatografi untuk mendeteksi HRP-2 yang terdapat pada darah penderita yang terinfeksi P. falsiparum.

Uji statistik Mc.Nemar didapatkan tidak adanya perbedaan bermakna (p> 0.05) antara tes rapid dengan tes mikroskopis, maka tes rapid dapat menggantikan tes mikroskopis. Hasil penelitian ini berbeda dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tercantum pada kit. Pada kit dicantumkan sensitivitas 98.6% dan spesifisitas 98.8%. Hasil sensitivitas penelitian tidak berbeda yang didapatkan oleh penelitipeneliti lainnya yang nilainya berada diantara 77 sampai dengan 98% tetapi spesifisitasnya lebih rendah dari peneliti lain yang mendapatkan spesifisitas berada diantara 83 sampai 98% untuk mendeteksi P.falciparum j ika dibandingkan dengan tes mikroskopis. Penelitian yang dilakukan di daerah endemis Brazil mendapatkan sensitivitas 91% dan spesifisitas 97%, Sri Langka (sensivisitas 90.2 % dan spesifisitas 99.1%) dan Pulau Sumba di Indonesia (95.5% dan spesifisitas 89.9%). 8 Rendahnya spesifisitas pada penelitian ini diakibatkan oleh tingginya infeksi P.vivaks .

278

Nur Afiah, et al. Rapid test for malaria diagnosis in Halmahera

Tabel 4. Hasil tes rapid berdasarkan hitung parasit Jumlah Rapid Parasit / L Positif Negatif darah parasit 19 41

1 99 100 499 500 4999 > 5000 Total

14 22 53 54 162

8 10 12 7 78

masih dapat terdeteksi sampai 4 minggu setelah parasit dalam darah tidak ditemukan lagi.13 Penyebab menetapnya Pf HRP II belum dapat diketahui dengan pasti dan mungkin refleksi dari masa laten dan viabilitas parasit (kemungkinan pengobatan yang gagal atau kompleks antigen-antibodi masih beredar dalam darah). Menurut Schiff dkk., terapi obat antimalaria menyebabkan pf HRP II persisten.2 Hasil tes rapid negatif sebanyak 78 dengan hasil hitung parasit sebagai berikut: tidak ditemukan parasit sebanyak 41, hitung parasit 1-99/ L sebanyak 8, hitung parasit 100-499/ L sebanyak 10, hitung parasit 500-4999/ L sebanyak 12, dan hitung parasit >5000/ L sebanyak 7. Hasil tes rapid negatif dan pada hitung parasit 1-99/L sebanyak 8 yang terdiri dari P.vivaks 5 dan mixed 3. Infeksi mixed tersebut memberikan hasil yang negatif pada tes rapid karena kemungkinan jumlah P.falciparum jumlahnya kurang dari <100/L. Pada penelitian-penelitian sebelumnya jika jumlah parasit <100/L maka Pf HRP II akan memperlihatkan hasil yang negatif. 8 Berbeda menurut penelitian Taylor dkk., jumlah parasit <120 / L darah dengan tes rapid Pf HRP II akan memberikan hasil yang negatif.8 Hitung parasit 100-499/ L sebanyak 10 terdiri dari 7 P.vivaks dan 3 mixed. Sebanyak 3 mixed yang memberikan hasil tes rapid negatif, kemungkinan penyebabnya adalah P. vivaks lebih dominan.13

Tes rapid positif sebanyak 162 dengan hasil hitung parasit sebagai berikut: tidak ditemukan parasit sebanyak 19, hitung parasit 1- 99/L sebanyak 14, hitung parasit 100-499/ L sebanyak 22, hitung parasit 500-4999/ L sebanyak 53, dan hitung parasit > 5000/ L sebanyak 54. Tes rapid paracheck ini dapat mendeteksi protein histidine-rich II P.falciparum yang terdapat dalam darah penderita, maka hasil positif pada tes rapid jika penderita terinfeksi P.falciparum atau terinfeksi P.falciparum dan P.vivaks (mixed) dan hasil negatif adalah jika penderita terinfeksi P.vivaks saj a atau tidak terinfeksi malaria. Pada penelitian ini, sebanyak 19 hasil tes rapidnya positif tetapi pada hitung parasitnya tidak ditemukan parasit. Hal ini mungkin disebabkan penderita telah minum obat sehingga parasit di dalam darahnya tidak ditemukan lagi tetapi Pf HRP II masih terdeteksi dalam darah penderita tersebut. HRP II menetap dan masih dapat terdeteksi setelah gejala klinik dan parasit sudah menghilang dalam darah. Menurut hasil penelitian Humar dkk., antigen HRP II masih dapat terdeteksi sebanyak 68% pada pasien yang diterapi obat antimalaria pada hari ke 7 dan 27% pada hari ke 28. P.falciparum HRP II

SIMPULAN DAN SARAN


Penelitian diatas menyimpulkan bahwa sensitivitas dan spesitifitas dipstick Paracheck Pf rendah bila digunakan didaerah endemis P.falciparum dan

279

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.5 July 2009 p. 275-280

P.vivaks namun cukup tinggi bila digunakan di daerah endemis P.falsiparum . Oleh karena itu dapat membantu diagnosis dimana fasilitas mikroskopis tidak tersedia. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat

sebaiknya pada penelitian selanjutnya digunakan sampel yang lebih banyak. Selain itu, penggunaan tes rapid dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jenis Plasmodium yang banyak terdapat di daerah tersebut.

DAFTAR RUJUKAN
1. 2. CDC. Malaria. 2004. http://www.cdc.gov/ malaria/malaria facts cdc malaria.htm. Harijanto PN, Malaria: epidemiologi, patogenesis , manif es tas i klinik & penanganan. EGC. Jakarta. Hal.144. Ibrahim A, Intensifikasi Penatalaksanaan Kas us malaria. Dalam Lestari EW.dkk.(peny)Presending Konfrensi International Soil Transmitted Helminth Control dan Seminar serta Rapat Kerja Nasional Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasitik Indonesia . Denpasar: Dit.P2B2, Ditjen. PPM&PLP. 2000. Dirjen PPM & PLP, DEPKES RI. Situasi Malaria di Indonesia. 1998. Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Tengah. Renstra Gebrak Malaria tahun 2005 s/d 2009. 2004. Coleman RE, et al. Comparison of Field and Expert Laboratory Microscopy for Active Surveillance for Asymptomatic Plasmodium Falciparum and Plasmodium Vivax in Western Thailand .Trop. Med.Hyg. 2002; 67: 141-4. 7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Konsensus Penanganan Malaria 2003. Acta Medica Indonesia 2004; 36: 127-32. Moody A, Rapid Diagnostic Tets for Malaria Parasites. Clinical Microbiology Reviews 2002; 15: 66-78. W orld Health Organization. New perspectives in malaria diagnosis. World Health Organization, Geneva, Switzerland 2000. Hardjoeno H, Dalam: Interpretasi hasil tes laboratorium diagnostik. Lephas UNHAS. Makassar. 2003; 36-8. Dirjen PPM & PLP. Modul Parasitologi Malaria. Depkes RI 1999. Kit Parachec k Pf, Rapid tes t for P.falciparum Malaria. Taylor W RJ , et al. As ses sing the Parasight F test in Northeastern Papua, Indonesia, an Area of Mixed Plasmodium Falciparum and Plasmodium Vivax Transmission. Trop. Med.Hyg 2002; 66: 649-52

8.

3.

9.

10.

4. 5.

11. 12. 13.

6.

280

You might also like