You are on page 1of 15

1

Majalah Otorhinolaryngologica Indonesiana Vol XXXIV No. 2 April Juni 2004

Rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor di Laboratorium Telinga Hidung dan Tenggorok RSU Dr. Soetomo Surabaya 1987 - 2003
(Mandibular reconstruction after tumor resection at the Departement of Otolaryngology Dr. Soetomo Hospital Surabaya 1987 2003)
Widodo Ario Kentjono Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU Dr. Soetomo Surabaya - Indonesia ABSTRACT Mandibular reconstruction can be accomplished in various methods. Some mandibular reconstruction methods have been reported successfully. There is no method that is generally recognized as the most appropriate one to use in certain cases. Each method has its own advantages. Since 1987, mandibular reconstruction after tumor resection at the Department of Otolaryngology Dr. Soetomo Hospital Surabaya in cooperation with the Department of Prosthodontics and Departement of Oral Surgery Airlangga University Faculty of Dentistry has been undergone using Rigid Implantable Cobalt-Chromium Individually Instrument (RICCII) or stainless-steel metal graft. Several cases, reconstruction with cadaver bones (allogeneic bone graft). The aim of this study to know complications and results of reconstruction are either functionally and aesthetically. Methods. A retrospective study from January 1987 until July 2003 found 53 patients with mandibular tumor had been subjected to reconstruction after tumor resection. There were ameloblastoma 46 patients, osteosarcoma 3 patients and tongue carcinoma with mandibular infiltration 4 patients. Twenty four patients reconstructed with RICCII, 26 patients with stainless steel metal graft, 2 patients reconstructed with stainless steel and allogeneic bone graft, and 1 patient reconstructed with Kirschner wire. Results. Complications of mandibular reconstruction after ameloblastoma resection are infection 4 (8.69%), granulation 5 (10.86%), saliva leakage 2 (4.34%), mild trismus 4 (8.69%), mild swallowing disturbances 4 (8.69%), fracture of RICCII 1 (2.17%) patient. No patients with hypersensitivity or rejection of metal graft or plate exposure. Tumor recurrence were seen in 2 (8.69%) patients. The results of reconstruction are either aesthetically or functionally acceptable. Conclusion. Complication of mandibular reconstruction after tumor resection using RICCII or stainless-steel metal grafts were rare and generally mild. The results of reconstruction are either aesthetically or functionally acceptable. Other prospective alternatives to use in the future is, reconstruction using allogeneic bone graft. Keywords: mandibular reconstruction, rigid implantable cobalt-chromium individually instrument (RICCII), stainless-steel metal graft, allogeneic bone graft

Korespondensi (correspondence) : Widodo Ario Kentjono. Divisi Onkologi / Bedah Kepala Leher, Laboratorium Ilmu Kesehatan THT, RSU Dr. Soetomo. Jln. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 6 8 Surabaya 60132, Indonesia. PENDAHULUAN Mandibula merupakan bagian dari muka yang ikut menentukan bentuk wajah seseorang, terutama sepertiga bagian bawah. Selain berfungsi estetik, mandibula berperan penting dalam menjaga jalan napas dan sebagai tempat melekatnya lidah dan otot-otot dasar mulut yang berfungsi untuk mengunyah, menelan, bicara dan menguap.1,2 Seperti organ tubuh lainnya, tulang mandibula dapat mengalami kelainan antara lain tumor jinak maupun tumor ganas. Diantara tumor jinak mandibula yang sering dijumpai adalah ameloblastoma, sedangkan tumor ganas yang primer terutama osteosarkoma. Mandibula juga dapat terkena tumor ganas sebagai akibat dari perluasan langsung dari keganasan di organ sekitarnya yang disebut sebagai tumor sekunder seperti karsinoma rongga mulut (terutama lidah) dan tonsil. Pasca reseksi tumor mandibula biasanya timbul defek besar. Hilangnya kontinuitas mandibula pasca reseksi tumor dapat berakibat maloklusi gigi dan gangguan gerakan m. orbikularis oris sehingga air ludah dapat terus meleleh keluar, disamping defek muka. Pada tindakan reseksi segmental di bagian lateral, kedua fragmen mandibula akan tertarik ke medial oleh kontraksi m. pterigoideus lateral dan internus. Keadaan ini menyebabkan kondilus mandibula posisinya menjadi lebih horisontal yang berakibat maloklusi gigi disertai rasa nyeri saat mengunyah. Tindakan hemimandibulektomi akan menyebabkan bagian mandibula yang ditinggalkan tertarik ke kontra lateral (affected site) sehingga muka menjadi asimetri, mulut tampak miring saat membuka mulut dan terjadi maloklusi.2,3 Pada tindakan reseksi di bagian anterior, akan terjadi tarikan oleh m. milohioideus sehingga kedua fragmen mandibula akan tertarik saling berdekatan dan mulut tampak kecil seperti mulut burung (Andy gum appearance). Timbulnya cosmetic deformity dan berbagai gangguan fungsi mandibula dapat menyebabkan gangguan psikologis, oleh karena itu rekonstruksi pasca reseksi mandibula dianjurkan untuk segera dilakukan. Pada awalnya rekonstruksi mandibula dilakukan dengan menggunakan sepotong kawat baja yang disebut sebagai Kirschner wire oleh Sudder tahun 1912.4 Baru pertengahan abad 20, rekonstruksi mandibula dilakukan dengan menggunakan bahan alloplastic implant yaitu lempengan logam yang terbuat dari titanium, cobalt chromium

dan bahan bahan non metal seperti akrilik, silastik dan teflon. Selanjutnya ditemukan teknik rekonstruksi dengan menggunakan bahan biologis misalnya tulang kosta, tibia, krista iliaka dan radius. Perkembangan berikutnya rekonstruksi dengan teknik pedikel yang menyertakan jaringan tulang dan otot (osteomyocutaneous graft), kortek tulang (cortical bone graft) dan sumsum tulang (cancelous bone graft). Beberapa peneliti melakukan rekonstruksi mandibula menggunakan tulang manusia yang telah meninggal, kemudian diproses dengan metode tertentu misalnya freeze drying processing sehingga imunogenitasnya rendah bahkan hilang. Rekonstruksi mandibula yang dilakukan dengan menggunakan tulang yang berasal dari donor jenasah atau kadaver ini disebut sebagai allogeneic (homograft) reconstruction of the mandible.4 Sejak beberapa dekade terakhir ini telah dikembangkan rekonstruksi defek mandibula dengan menggunakan flap bebas (microvascular free tissue tranfer) misalnya osteocutaneous free scapular flap, vascularized rib bone graft, fibula osteocutaneous free flap dan groin free flap. Rekonstruksi mandibula dengan flap bebas yang pertama kali dilakukan oleh Daniel pada tahun 1977.4 Meskipun telah diketemukan berbagai macam teknik rekonstruksi mandibula mulai dari yang sederhana sampai yang rumit, namun belum ada teknik yang diakui secara global sebagai cara terbaik untuk digunakan pada kasus tertentu karena masingmasing teknik mempunyai keunggulan dan kelemahan. Cara atau teknik rekonstruksi yang dipilih ditentukan oleh banyak faktor antara lain status generalis, umur, diagnosis penyakit utamanya, motivasi dan kondisi ekonomi pasien, lokasi dan besarnya defek, kondisi kulit lokal dan sekitarnya, radiasi pra bedah, tersedianya alat atau prostesis mandibula, fasilitas kamar operasi termasuk mikroskop dan peralatan bedah mikro, dan kemampuan atau pengalaman operator.4,5 Sejak tahun 1987, rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor di Laboratorium Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) RSU Dr. Soetomo Surabaya dilakukan dengan menggunakan kerangka logam tuang cobalt chromiun (rigid implantable cobaltchromium individually instrument, disingkat RICCII ) dan metal graft dari stainless steel. Beberapa kasus dilakukan rekonstruksi dengan menggunakan bahan stainlees steel yang dikombinasi tulang dari kadaver (allogeneic bone graft). Sampai sekarang, hasil rekonstruksi yang dikerjakan belum pernah dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui macam komplikasi dan hasil rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor yang dikerjakan di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan standar rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo Surabaya.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif. Bahan penelitian diperoleh dari rekam medik penderita tumor mandibula yang dilakukan rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo Surabaya selama periode Januari 1987 sampai Juli 2003 (16 tahun 6 bulan). Dicatat macam reseksi mandibula, bahan implan yang digunakan untuk rekonstruksi mandibula, komplikasi pasca bedah, ada tidaknya gangguan menelan dan bicara serta keserasian bentuk dagu dan wajah berdasarkan pengamatan klinis.

HASIL Selama periode tersebut didapatkan 53 penderita tumor mandibula yang dilakukan rekonstruksi pasca reseksi tumor. Dua puluh tiga penderita berjenis kelamin laki-laki dan 30 wanita. Berusia antara 5 tahun sampai 47 tahun, dengan rerata 29, 35 tahun. Penderita ameloblastoma sebanyak 46 (86,79%), osteosarkoma mandibula 3 (5,66%) dan karsinoma lidah yang telah menginfiltrasi tulang mandibula 4 (7,54%). Sebanyak 36 (67,92%) penderita dilakukan hemimandibulektomi, sedangkan 17 (32,07%) penderita lainnya dilakukan mandibulektomi parsial. Dua puluh empat (45,28%) penderita dilakukan rekonstruksi dengan menggunakan kerangka logam tuang cobalt chromium (RICCII), 26 (49%) penderita dengan metal graft dari stainless steel, 2 (3,77%) penderita dengan kombinasi stainless steel dan tulang kadaver (allogeneic bone graft), dan 1 (1,88%) penderita lainnya dilakukan rekonstruksi menggunakan Kirschner wire. Dari 46 penderita ameloblastoma mandibula, sebanyak 36 (78,26%) penderita dilakukan hemimandibulektomi, sedangkan 10 (21,73%) penderita lainnya dilakukan mandibulektomi parsial. Sebanyak 24 (52,17%) penderita dilakukan rekonstruksi menggunakan kerangka logam tuang Cobalt Chromium (RICCII), 20 (43,47%) penderita

dengan metal graft dari bahan stainless steel, dan 2 (4,35%) penderita lainnya dilakukan rekonstruksi dengan stainless steel dan tulang dari donor kadaver (allogeneic bone graft). Evaluasi pasca bedah sebagian besar diatas 2 tahun terhadap 46 penderita tersebut didapatkan komplikasi berupa infeksi pada 4 penderita (8,69%) yang dapat diatasi dengan antibiotika, pertumbuhan jaringan granulasi 5 penderita (10,86%) yang dapat diatasi dengan pengambilan benang zeyde dan kaustik AgNO3 atau albothyl. Dua penderita (4,34%) dijumpai kebocoran saliva yang dapat diatasi dengan penjahitan. Trismus ringan ditemukan pada 4 penderita (8,69%). Tidak diketemukan penderita dengan tanda-tanda hipersensitivitas atau penolakan terhadap metal graft yang dipasang. Tidak diketemukan bahan logam yang dipasang menembus kulit atau intra oral (plate exposure). Gangguan menelan ringan ditemukan pada 4 penderita (8,69%). Ditemukan residif ameloblastoma pada 4 penderita (8,69%) sehingga dilakukan operasi reseksi ulang disertai pemasangan metal graft dari stainless steel. Satu penderita (2,17%) diketemukan metal graft (RICCII) yang dipasang patah menjadi 2 bagian sehingga harus dikeluarkan. Berdasarkan pengamatan klinis, umumnya bentuk dagu dan wajah cukup baik. Pemeriksaan kemampuan membuka mulut didapatkan rata-rata 34,5 mm. Dua diantara 46 penderita ameloblastoma mandibula dilakukan rekonstruksi menggunakan plat stainless steel dikombinasi dengan tulang dari donor kadaver (allogeneic bone graft) yang diperoleh dari Bank Jaringan (Pusat Biomaterial RSU Dr. Soetomo Surabaya). Evaluasi 6 bulan pasca bedah terhadap kedua penderita ini didapatkan bentuk dagu dan wajah yang sangat baik. Mulut dapat dibuka lebar dan tidak ditemukan komplikasi dari allogeneic bone graft yang dipasang. Dari hasil foto panoramik tampak tanda tanda pembentukan tulang baru di ujung ujung tulang yang dipasang. Dari 3 penderita osteosarkoma mandibula, semuanya (100%) dilakukan

mandibulektomi parsial dan rekonstruksi menggunakan metal graft dari stainless steel. Ketiga penderita diberikan radioterapi pasca bedah, namun tidak ada yang mendapat kemoterapi baik pra maupun pasca bedah. Satu penderita pada 4 bulan pasca bedah ditemukan metastasis di paru, metal graft masih terpasang baik. Dua penderita lainnya tidak diketahui keadaannya oleh karena tidak pernah datang kembali untuk kontrol di Poliklinik Onkologi THT-KL RSU Dr. Soetomo.

Dari 4 penderita karsinoma rongga mulut sudah meluas ke tulang mandibula, semuanya (100%) dilakukan mandibulektomi parsial. Satu (25%) penderita dilakukan rekonstruksi menggunakan Kirschner wire, sedangkan 3 (75%) penderita lainnya dengan metal graft dari stainless steel. Penderita yang dilakukan rekonstruksi dengan Kirschner wire, pasca radioterapi dijumpai kawat yang dipasang (Kirschner wire) menonjol ke kulit luar sehingga terpaksa harus dikeluarkan. Luka operasi tampak licin, tidak tampak tumor residif. Satu penderita ditemukan tumor residif di lidah. Dua penderita lainnya tidak ditemukan residif tumor sampai kontrol terakhir sekitar 6 bulan setelah mendapat radioterapi. Pada ketiga penderita ini metal graft stainless steel masih terpasang dengan bentuk muka yang cukup baik.

PEMBAHASAN Ameloblastoma merupakan salah satu tumor jinak yang cukup sering diketemukan di mandibula. Penanganan ameloblastoma yang besar umumnya berupa reseksi segmental, parsial atau hemimandibulektomi.3 Selama periode penelitian mulai Januari 1987 sampai Juli 2003, di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo Surabaya didapatkan 46 penderita ameloblastoma mandibula. Sebagian besar tumor dikeluarkan melalui hemimandibulektomi (78,26%), hal ini disebabkan oleh karena kebanyakan tumor terletak di daerah angulus dengan ukuran besar diatas 5 cm yang melibatkan ramus dan sebagian korpus mandibula. Sebagian kecil (21,73%) tumor dikeluarkan melalui reseksi segmental atau parsial mandibulektomi. Semua penderita dilakukan rekonstruksi secara primer (immediate reconstruction). Tujuan dilakukannya rekonstruksi mandibula yaitu 1) agar tidak terjadi perubahan atau pergeseran fragmen mandibula, 2) mempertahankan fungsi lidah, mandibula, m. orbikularis oris dan fungsi bicara, dan 3) mempertahankan penampilan penderita seperti semula.2 Beberapa pakar
4,6

berpendapat

keberhasilan operasi ini cukup didasarkan atas kembalinya bentuk dan fungsi mandibula. Rekonstruksi mandibula pasca reseksi ameloblastoma yang dikerjakan di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo Surabaya sebelum tahun 1987 dilakukan dengan menggunakan Kirschner wire. Penggunaan sepotong kawat baja dengan diameter 1,6 2,4 mm untuk rekonstuksi mandibula saat itu terutama didasarkan atas pertimbangan alat ini tersedia setiap saat, pemasangannya mudah dan harganya sangat murah. Beberapa

7
7,8,9

pakar

melakukan rekonstruksi mandibula pasca reseksi ameloblastoma yang besar

dengan menggunakan Kirschner wire. Hasil rekonstruksi umumnya kurang memuaskan terutama bila segmen tulang yang dipotong sangat panjang, atau disertai pengangkatan kapitulum mandibula pada kasus hemimandibulektomi. Kerugian penggunaan kawat Kirschner ini disebabkan oleh karena stabilitasnya kurang baik, sering terjadi rotasi, dislokasi dan migrasi, osteitis dan fistel orokutan. Beberapa peneliti melaporkan komplikasi dari pemasangan Kirschner wire yaitu infeksi 11%, kompresi 27%, removal rate sekitar 25%-43%.7 Extrusion rate 66% - 85%
10,11

dan reaksi jaringan di sekitar

kawat 15%-34%.11 Oleh karena sering terjadi komplikasi yang berujung pengangkatan kawat yang dipasang, maka diluar negeri penggunaan Kirschner wire untuk rekonstruksi mandibula sudah sejak lama ditinggalkan. Menurut Behringer 6 bahan atau prostesis yang ideal harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu dapat dibentuk sesuai defek, stabilitas tinggi, tidak menimbulkan reaksi atau penolakan jaringan atau rejeksi, cepat menyatu dengan jaringan disekitarnya, dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama dengan lifespan tak terbatas. Beberapa peneliti melakukan rekonstruksi mandibula pasca reseksi ameloblastoma yang besar menggunakan bahan titanium, vitalium atau cobalt chromium dengan hasil yang memuaskan. 12,13 Sejak tahun 1987, bekerjasama dengan Bagian Prostodonsia dan Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, rekonstruksi mandibula yang dikerjakan di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo Surabaya menggunakan kerangka logam tuang Cobalt-Chromium (Co-Cr). Kelebihan bahan logam ini oleh karena unsur Cobalt mempunyai sifat keras, kuat dan kaku. Sedangkan Chromium mengikat Cobalt menjadi bentuk padat yang tahan korosi. Atas dasar beberapa kelebihan tersebut, Cobalt Chromium Casting Alloy sering digunakan untuk restorasi gigi tiruan, subperiostal implant frame work dan bermacam-macam bahan implan lain seperti blade, pin dan screw implant.14 Biokompatibilitas bahan implan Cobalt Chromium dari jenis Vitalium ini sangat baik. Hasil penelitian berdasarkan respon kultur jaringan menunjukkan bahwa bahan ini dapat diterima tubuh.15 Sejak diperkenalkan dalam dental prostesis, Cobalt Chromium Alloy makin populer hingga sekarang dan makin luas penggunaannya.14 Kerangka logam tuang Co-Cr yang dirancang untuk tujuan rekonstruksi mandibula ini, dipersiapkan sebelum pembedahan. Oleh karena sebelumnya diperlukan pencetakan

terlebih dulu untuk membuat template sehingga bentuk, ukuran dan kelengkungan dari kerangka logam tuang Co-Cr dapat disesuaikan dengan bentuk atau profil dagu penderita. Dengan demikian, kerangka logam tuang yang terbuat dari Co-Cr ini merupakan bahan implan individual yang dapat langsung dipasang dengan mudah (applicable) setelah reseksi mandibula. Masing masing ujung dari kerangka logam tuang Co-Cr di fiksasi pada kedua fragmen tulang mandibula dengan menggunakan sekrup dari bahan Co-Cr, titanium atau stainless steel. Kerangka logam tuang Co-Cr yang digunakan untuk rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor ini dibuat oleh sejawat Soeprapto, staf pengajar Bagian Prostodonsia FKG Unair dengan menggunakan teknologi madya sehingga harganya relatif murah. Oleh karena sangat kuat (rigid), bentuk dan ukurannya sangat presisi sesuai dengan profil dan kontur tulang mandibula dari masing-masing individu, maka alat ini dinamakan Rigid Implantable Cobalt-Chromium Individually Instrument (RICCII). Penelitian yang dilakukan oleh Soeprapto14 tahun 1990 - 1991 terhadap 8 penderita ameloblastoma mandibula yang dilakukan rekonstruksi dengan menggunakan kerangka logam tuang Cobalt Chromium dan di evaluasi selama 2 tahun didapatkan komplikasi berupa infeksi pada 1 penderita, pertumbuhan jaringan granulasi oleh karena reaksi terhadap benang Zeyde dijumpai pada 2 penderita. Tidak diketemukan penderita dengan tanda-tanda hipersensitivitas atau penolakan, dan tidak ada satupun prostesis yang dipasang terpaksa harus dikeluarkan (plate extrusion atau removal 0%). Tidak dijumpai kasus dengan kebocoran (leakage) maupun penonjolan logam menembus kulit atau intra oral (plate exposure). Tak diketemukan tumor residif. Kemampuan membuka mulut maksimal rata-rata 34,50 mm. Soeprapto14 dalam disertasinya menyimpulkan kerangka logam tuang Cobalt Chromium ini stabil, kuat dan rigid, dapat diterima tubuh, pemasangannya mudah dan aman. Penggunaan alat prostesis ini dapat mempertahankan estetika dan fungsi mandibula dengan baik. Sampai dengan Juli 2003, rekonstruksi mandibula dengan menggunakan kerangka logam tuang Cobalt Chromium (RICCII) telah dilakukan pada 24 penderita ameloblastoma mandibula. Meskipun tidak dijumpai komplikasi yang serius, satu penderita (4,16%) ditemukan RICCII yang dipasang patah menjadi dua bagian sehingga harus dikeluarkan. Secara umum, rekonstruksi mandibula dengan menggunakan RICCII didapatkan hasil pengamatan klinis yang baik ditinjau dari segi estetik maupun fungsional. Kelemahan RICCII yaitu tidak

dapat ditekuk atau dibengkokkan, pembuatannya membutuhkan waktu yang relatif lama karena harus dipersiapkan terlebih dulu sesuai dengan individu dan SDM yang mampu membuat prostesis ini belum merata. Oleh karena adanya permasalahan dalam pengadaan RICCII, sejak awal tahun 1995 rekonstruksi mandibula di Laboratorium THT RSU Dr. Soetomo dilakukan dengan menggunakan metal graft dari bahan stainless steel buatan pabrik yang harganya relatif murah, mudah diperoleh dipasaran, dapat langsung dipasang setelah dibentuk dan diperoleh kelengkungan yang optimal dengan kondisi yang ada. Sampai Juli 2003 telah dilakukan 22 kali rekonstruksi mandibula pasca reseksi ameloblastoma dengan menggunakan metal graft dari stainless steel. Evaluasi pasca bedah sebagian besar diatas 2 tahun terhadap 46 penderita ameloblastoma mandibula yang dilakukan rekonstruksi baik dengan RICCII maupun metal graft dari bahan stainless steel, jarang diketemukan komplikasi (sekitar 4 11%). Komplikasi yang terjadi umumnya ringan seperti infeksi, granulasi dan kebocoran saliva yang dapat diatasi secara konservatif. Kegagalan rekonstruksi mandibula yang berhubungan langsung dengan prostesis hanya dijumpai pada 1 penderita oleh karena kerangka logam tuang Co-Cr yang dipasang patah menjadi 2 bagian. Tidak diketemukan penderita dengan tanda-tanda hipersensitivitas atau penolakan. Ini menunjukkan bahwa bahan logam yang dipasang telah memenuhi salah satu persyaratan bahan implan yang ideal. Berdasarkan pengamatan klinis mengenai bentuk dagu dan wajah serta kemampuan membuka mulut, baik rekonstruksi dengan RICCII maupun stainless steel diperoleh hasil yang cukup baik. Diantara 46 penderita ameloblastoma mandibula terdapat 2 penderita yang dilakukan rekonstruksi dengan menggunakan kombinasi logam stainless steel dan tulang yang diperoleh dari Bank Jaringan (Pusat Biomaterial RSU Dr. Soetomo Surabaya). Tulang yang berasal dari donor kadaver ini telah disterilkan menggunakan sinar gamma di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) di Jakarta. Pada mulanya dilakukan pemotongan tulang (bone graft) sesuai panjangnya defek mandibula pasca reseksi tumor. Tulang diletakkan di sisi medial plat stainless steel, lalu di fiksasi dengan 3 sekrup dan diikat kawat melingkari plat. Setelah itu tulang yang telah terfiksir di plat stainless steel tadi diletakkan di defek mandibula, kemudian plat di fiksasi di tulang mandibula dengan sekrup. Hasil rekonstruksi dengan cara ini sangat baik ditinjau dari segi estetika dan fungsional. Keuntungan cara ini yaitu tidak ada defek ditempat lain, bahan tulang tersedia

10

hampir setiap saat, pemasangannya mudah, reaksi penolakan sangat jarang oleh karena imunogenitas rendah dan harganya murah. Selain itu, penggunaan tulang menimbulkan daerah defek mandibula menjadi cukup tebal (bulk action). Keadaan ini sangat menguntungkan oleh karena mempermudah pemasangan prostesis gigi. Sedangkan kelemahannya terutama dari segi non medis yaitu penolakan yang didasari keyakinan agama oleh karena donor berasal dari jenasah. Rekonstruksi mandibula dengan menggunakan tulang mandibula dari kadaver yang disterilkan setelah semua gigi dicabut dilaporkan oleh Lowlicht dkk.4 Dari 16 kasus keganasan mandibula (sebagian besar pasca radiasi) yang dilakukan rekonstruksi dengan particulate bone cancellous marrow graft with mandibular cribs, sebanyak 81 % dinyatakan berhasil dalam mengembalikan bentuk dan fungsi mandibula. Beberapa peneliti16,17 melakukan rekonstruksi mandibula pasca reseksi

ameloblastoma dengan menggunakan tulang kosta (nonvascularized bone graft). Kerugian cara ini selain timbulnya defek operasi di daerah donor, dilaporkan terjadinya resorbsi tulang sekitar 65%. Beberapa dekade terakhir ini dilaporkan rekonstruksi mandibula pasca reseksi ameloblastoma yang besar menggunakan free vascularized rib bone graft 4,18 dan revascularized iliac bone graft
19,20

dengan hasil yang memuaskan.

Rekonstruksi defek dengan menggunakan flap bebas sangat popular diluar negeri karena dapat digunakan untuk rekonstruksi hampir semua defek besar di daerah kepala dan leher. Keberhasilan cara ini sangat tinggi yaitu diatas 85%.2 Kelemahan cara ini adalah timbulnya defek ditempat lain (donor site), perlu peralatan dan ketrampilan khusus (teknik bedah mikro) serta operasi yang berlangsung lama. Selain itu rekonstruksi dengan cara ini memerlukan kerjasama tim yang solid. Selama periode penelitian, ditemukan 3 penderita osteosarkoma mandibula yang setelah operasi pengangkatan tumor secara radikal dan diseksi leher suprahioid selanjutnya dilakukan rekonstruksi mandibula dengan menggunakan metal graft stainless steel. Satu penderita meskipun stainless steel terpasang baik, diketemukan metastasis kanker di paru saat kontrol 4 bulan pasca bedah. Dua penderita lainnya tidak diketahui kondisinya oleh karena sama sekali tidak pernah datang untuk kontrol. Terjadinya metastasis jauh ke paru kemungkinan disebabkan karena derajat keganasan kanker yang tinggi, tumor besar, adanya tumor yang tidak dapat diangkat seluruhnya dan tidak

11

diberikan kemoterapi pra dan pasca bedah. Alasan tidak diberikan kemoterapi pada penderita ini merupakan hal yang klasik yaitu kondisi ekonomi keluarga yang lemah. Mengingat resiko metastasis jauh yang tinggi, beberapa pakar
21,27

menganjurkan

pemberian kemoterapi baik pra maupun pasca bedah secara rutin. Kemoterapi yang dapat diberikan adalah Cyclophosphamide, Doxorubicin, Cisplatin, Vincristine, Bleomycin, Phenylalanine, Adriamycin, Dactinomycin, Methotrexate dan Ifosfamide.
27 21

Kombinasi

sitostatika yang dianjurkan Cisplatin dan Doxorubicin, atau : Cisplatin, Etoposide, Cyclophosphamide dan Doxorubicin.
7,8,9,24

Rekonstruksi defek mandibula pasca reseksi


25

osteosarkoma dilakukan pakar luar negeri dengan berbagai cara antara lain Kirschner wire , metal graft dengan teknik AO (AO plating technique)
23

dan Steinmann pin

dan bone cement. dikurangi.25,26

Adanya bahan logam sebenarnya bukan merupakan kontra indikasi

mutlak pemberian radioterapi. Radioterapi tetap dapat diberikan tetapi dosisnya harus

Ditemukan 4 penderita karsinoma lidah yang meluas ke tulang mandibula. Setelah dilakukan operasi Commando (combined mandibular and neck operation) lidah, segera dilakukan rekonstruksi mandibula. Satu penderita dilakukan rekonstruksi menggunakan Kirschner wire, sedangkan 3 penderita lainnya dengan metal graft dari stainless steel. Penderita yang dilakukan rekonstruksi dengan Kirschner wire, pasca radioterapi dijumpai kawat yang dipasang menonjol ke kulit luar sehingga harus dikeluarkan. Terjadinya plate exposure dapat disebabkan oleh karena kulit yang tipis diatas kawat mengalami tekanan kuat akibat gerakan mengunyah sehingga mengalami nekrosis. Kemungkinan lainnya yaitu terjadinya nekrosis jaringan disekitar logam karena efek radiasi pasca bedah yang diberikan. Pertimbangan melakukan rekonstruksi immediate yang sifatnya sementara menggunakan Kirschner wire pada penderita ini oleh karena tumor primer di lidah yang cukup besar sehingga operasi diperkirakan kurang radikal, disamping pasca bedah akan diberikan radioterapi. Meskipun kawat Kirschner terpaksa harus dikeluarkan, namun tidak dijumpai tumor residif. Satu penderita yang dilakukan rekonstruksi dengan stainless steel ditemukan tumor residif di lidah. Pada penderita ini metal graft stainless steel tampak terpasang baik. Terjadinya residif tumor di daerah operasi dapat disebabkan oleh karena adanya jaringan tumor yang tertinggal saat operasi yang kurang radikal, tumor resisten terhadap radioterapi dan tidak diberikannya kemoterapi pasca bedah. Dua

12

penderita lainnya tidak ditemukan residif tumor dan metal graft stainless steel masih tetap terpasang dengan bentuk dagu yang memadai sampai kontrol terakhir sekitar 6 bulan setelah mendapat radioterapi. Beberapa pakar melakukan rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor ganas rongga mulut yang telah mengenai tulang mandibula secara langsung menggunakan cara yang tidak terlalu kompleks misalnya dengan plate and screw atau AO (Association for the study of Internal Fixation) plating technique.10,25 Sedangkan pakar lainnya melakukan delayed reconstruction dengan menggunakan berbagai cara misalnya titanium/cobalt chromium/AO plate
10,25,31

, demineralized freeze dried bone graft atau flap/graft


18 32 32

allogeneic crib/ PBCM graft 4, osteomyocutaneous pectoralis mayor osteocutaneous free scapular flap osteocutaneous groin flap
20 17,

free vascularized rib bone graft

, free dan

, latissimus dorsi myocutaneous iliac bone free flap

free fibula osteocutaneous flap.33 Meskipun teknik rekonstruksi mandibula dengan flap bebas sudah sering dikerjakan di luar negeri dengan hasil memuaskan, namun cara ini menimbulkan defek baru ditempat lain disamping perlu kerjasama tim yang solid. Kesimpulan. Rekonstruksi mandibula pasca reseksi tumor dengan menggunakan kerangka logam tuang Cobalt Chromium (RICCII) dan metal graft dari stainless steel jarang terjadi komplikasi, umumnya ringan. Hasil rekonstruksi ditinjau dari segi estetika dan fungsional cukup baik. Rekonstruksi mandibula dengan menggunakan tulang yang diperoleh dari donor jenasah (Bank Jaringan) mempunyai beberapa kelebihan. Allogeneic bone graft merupakan pilihan teknik rekonstruksi mandibula yang memberi harapan baik di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA 1. Gross MH. Occlusion in restorative densitry. In : Technique and theory, 1st ed. London-NewYork : Churchill Livingstone, 1982 : 1 - 171 2. Buchbinder D, Urken M. Mandibular reconstruction. In : (Johnson JT et al, eds). Bailey BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Vol II. Philadelphia : Lippincott Co, 1993 : 1980 -99 3. Bailey BJ. Prosthetic rehabilitation. In : (Johnson JT et al, eds). Bailey BJ. Head and Neck Surgery - Otolaryngology, Vol II.. Philadelphia : JB Lippincott Co, 1993 : 1431-38 4. Lowlicht RA, Delacure MD, Sasaki CT. Allogeneic (homograft) reconstruction of the mandible. Laryngoscope 100, August, 1990: 837 843 5. Eibling DE. Composite resection. In : (Myers EN, eds). Operative otolaryngology. head and neck surgery. Philadelphia : WB Saunders Co, 1997 : 309 26

13

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

15. 16. 17. 18.

19. 20. 21. 22.

23.

24. 25.

26.

Behringer WH, Schweiger JW. Mandibular replacement after resection for tumor. Laryngoscope 87, 1997: 1922 31 Lowell SH, Mathoc RH, Maisel RH. Combined flap-wire reconstruction of the oral cavity. Ann. Otol. 87, 1978: 340 45 Rankow RM. Mandibulectomy. In : An atlas of surgery of the face, mouth, and neck Philadelphia / London / Toronto : W.B. Saunders Co, 1980: 76 95 Marmowinoto M, Reksoprawiro S. Rekonstruksi mandibula. Ropanasuri,1988:26-32 Gullane PJ, Holmes H. Mandibular reconstruction. Arch Otolaryngol Head-Neck Surg. Vol 112, July, 1986 : 714 19 Maisel RH. Mandibular reconstruction. Laryngoscope 90, 1980 : 334 - 38 Strelzow VV. Mandibular reconstruction using implantable stabilization plates. Arch Otolaryngol. Vol 109 : May, 1983 : 333 37 Hilger PA, Adams GL. Mandibular reconstruction with the A-O Plate. Arch Otolaryngol. Vol 111, July, 1985 : 469 71 Soeprapto. Rehabilitasi fungsi mandibula dengan rekonstruksi memakai kerangka logam tuang Cobalt Chromium pada operasi ameloblastoma. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, 1993 Soeprapto. Biokompatibilitas cobalt chromium implant dengan pengamatan respon kultur jaringan. JPUA, Vol II No.1, Juli, 1994 : 1 8 Stone JW. Segmental mandibulectomy with rib graft for ameloblastoma. Arch Otolayngol. Vol 82, Aug, 1965 : 186 88 Baker SR, Sullivan MJ. Osteocutaneous free scapular flap for one-stage mandibular reconstruction. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg.Vol 114, March,1988: 26777 Kitu M, Wijayahadi Y, Murtedjo U, Reksoprawiro S, Abdurrrahman. Free vascularized bone graft pada rekonstruksi mandibula dengan donor tulang rusuk. Buku proceeding PIT VIII IKABI. Malang, 1993 : 350 - 62 Frederickson JM, Man SC, Hayden RE. Revascularized iliac bone graft for mandibular reconstruction. Arch Otolaryngol (Stockh). Vol 99, 1985 : 214 23 Harrison TJ, Quillen CG. Free osteocutaneous groin flap in the reconstruction of large mandibular defects. Arch Otolaryngol. Vol 109, 1983 : 485 88 DeFries HO, Kornbult AD. Malignant disease of the osseous adnexae : Osteogenic sarcoma of the jaw. Otolaryngol.clin.of North Am.Vol 12,No.1, Febr, 1979 : 129 44 Naumann HH. Surgery of malignant tumours affecting the mandibula. In : (Naumann HH, Eds). Head and Neck Surgery. Indication-Technique-Pitfalls. Vol.2. Stutgart : Georg Thieme Publishers, 1980 : 76 95 Shah JP. The oral cavity and oropharynx. In : Head and Neck Surgery. Mouth, Pharynx, Larynx, Thyroid, Parotid, Soft Tissues and Reconstructive Surgery. HongKong : Wolfe Medical Publications Ltd, 1990 : 9-88 Dusak IWS, Reksoprawiro S, Murtedjo U, Marmowinoto. Osteosarkoma mandibula. Warta IKABI. Vol VII, No.5, Okt, 1994 : 289 97 Wenic BI, Keller AJ, Stern JR, Pollack JM, Shikowitz MJ, Casing AN, Pipman YP. Anatomic reconstruction and functional rehabilitation of oromandibular defects with rigid internal fixation. Laryngoscope 98, Febr, 1988 : 154 59 Urken ML, Buchbinder D, Weinberg H, Vickery C. Functional evaluation following microvascular oromandibular reconstruction of the oral cancer patient : A comparative study of reconstructed and nonreconstructed patients. Laryngoscope

14

27.

28. 29.

30. 31.

32. 33.

101 : Sept, 1991 : 935 50 Fisher DS, Knobf MT, Durivage HJ. Combination chemotherapy in head and neck squamous cell carcinoma. In : (Fisher DS et al, eds). The cancer chemotherapy handbook. Fifth ed. St Louis : Mosby, 1997 : 344-49 Gilbert S, Tzadir A, Leonard G. Mandibular involvement by oral squamous cell carcinoma. Laryngoscope 96. Jan, 1986 : 96 100 Spiessel B and Tschoop H M. Surgery of the Jaw. In : (Johnson JT et al, eds). Bailey BJ. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Vol II. Philadelphia : Lippincott Co, 1978 : 133 53 Marmowinoto M, Reksoprawiro S, Murtedjo U. Rekonstruksi pada operasi keganasan di rongga mulut. PIT IKABI, Bandung, 1989. Komisar A, Shapiro BM, Szporn M, Danziger E, Cobelli N. The use of osteosynthesis in immediate and delayed mandibular reconstruction. Laryngoscope 95, Nop, 1985 : 1363 - 66 Radeliffe GJ, Mady S, Cheesman AD. The use of osteomyocutaneous flaps in mandibular reconstruction. J. Laryng. Otol. 96 , 1982 : 1043-46 Cheung SW, Anthony JP, Singer MI. Restoration of anterior mandible with the fibula osteocutaneous flap. Laryngoscope 104. Jan, 1994 : 105 - 13

15

You might also like