You are on page 1of 5

CASE

Mrs. Emy, 26 year old G1P0 woman at 39 weeks. She noted have uterine contractions
every 7 to 10 minutes. There is slimy discharge from her vagina (bloody show) but
there’s no water broke. She admits that the baby is still moving now.

Physical examination:

Blood pressure : 120/80 mmHg


Heart rate : 85 bpm

Obstetric examination:

Uterine fundus is 35 cm above symphisis


Leopold 1 : some soft mass is occupying the uterine fundus
Leopold 2 : small fetal parts detected on the left abdominal wall, on the right side a long
flat area of mass with higher resistance is detected.
Leopold 3 : a globular round hard mass is palpable the symphisis, and have somehow
entered the pelvic inlet.
Leopold 4 : divergen
Contraction : three times every 10 minutes, strong more 20-40”

Auscultation (Laennec stethoscope):


Fetal heartbeat could be clearly heard just above the umbilicus
Fetal heart rate : 130-135 beats per minute

Speculum examination : no abnormalities

14.00
Pelvic examination : cervical examination from 4 cm dilatation
Admission test result with cardiotocography. Fetal in good condition

Conclusion :
G1P0, 39 weeks pregnancy, head presentation
The next step in management is to continue to observe the labor.

16.00
8 cm dilatation

17.00
Full dilatation is reached and as the baby’s head is bulging in the perineum, she was
lead to bear down.
There was no difficulty while delivering the shoulder.
A baby boy is born, weighing 3000 grams, 50 cm in length.

The baby is sent to the perinatology unit.


Both the baby and Mrs. Emy are dismissed in good condition.
DEFINISI PERSALINAN NORMAL
Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup ke dunia luar,
dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

TEORI-TEORI PERSALINAN
Teori penurunan progesterone
Hormon progesterone dan estrogen sekresinya meningkat selama kehamilan. Namun,
1 – 2 minggu sebelum partus atau mulai 7 bulan kehamilan mulai terjadi penurunan
kadar progesterone dalam plasma ibu sedangkan kadar estrogen semakin tinggi. Hal ini
terjadi secara mendadak mendekati 95 % kehamilan.

Hormone progesterone berfungsi sebagai penenang otot-otot polos rahim sehingga


menghambat kontraksi uterus selama kehamilan yang dapat menyebabkan ekspulsi
fetus.

Hormone estrogen cenderung meningkatkan derajat kontraksi uterus karena estrogen


meningkatkan jumlah gap junction atau taut celah antara sel-sel otot polos uterus yang
berdekatan.

Perbadaan kadar kedua hormone ini dalam plasma darah diduga menyebabkan
peningkatan kontraksi uterus.

Teori oksitosin
Oksitosin adalah hormone yang disekresi oleh neurohipofisis dan menyebabkan
kontraksi uterus.

Pada kehamilan, otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitosin yang


menyebabkan peningkatan jumlah respon terhadap dosis oksitosin. Kecepatan sekresi
oksitosin oleh neurohipofisis juga sangat meningkat pada saat persalinan. Disamping
itu, regangan pada serviks uteri selama persalinan menimbulkan reflek neurogenik yang
menyebabkan kelenjar hipofisis posterior (neurohipofisis) meningkatkan sekresi
oksitosinnya.

Peregangan otot
Pada akhir kehamilan terutama pada usia kehamilan 36 – 38 minggu, uterus akan
menjadi responsive atau dengan kata lain lebih peka terhadap rangsangan, serviks
melunak dan mendatar.
Rangsangan pada uterus akan menimbulkan kontraksi otot miometrium. Kontraksi ini
menimbulkan otot-otot polos memendek sehingga timbul peregangan otot yang lain.
Peregangan mekanis ini akan meningkatkan aktivitas uterus yang disebut refleks
ferguson.

Pada proses peregangan ini, uterus berubah menjadi dua bagian, yaitu segmen atas
yang lebih tebal berkontraksi aktif dan segmen bawah yang pasif berdinding tipis terdiri
dari bagian bawah uterus dan serviks.

Segmen atas berkontraksi aktif, mengalami retraksi atau pemendekan otot polos, dan
mendorong janin keluar. sedangkan segmen bawah adalah bagian yang otot polosnya
diregangkan akibat dari kontraksi otot polos dibagian atasnya. segmen ini menjadi
makin lunak dan menipis menimbulkan dilatasi sehingga bagian paling bawah janin
akan semakin terdorong keluar.

Dilatasi serviks tersebut akan meningkatkan sekresi oksitosin dan kontraksi uterus
sehingga menimbulkan proses umpan balik positif.

Kontraksi berikutnya dimulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya


sehingga otot polos pada bagian atas rongga uterus menjadi lebih kecil tiap kontraksi
berikutnya. Karena pemendekan serat otot yang terus menerus, segmen atas uterus
yang aktif menjadi makin tebal setiap kali kontraksi.

Tiap kontraksi juga menghasilkan pemanjangan uterus bentuk ovoid disertai


pengurangan diameter horizontal. Pengurangan diameter horizontal akan menimbulkan
pelurusan kolumna vertebralis janin dengan menekan kutub atasnya rapat ke fundus
uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah menuju panggul ibu.
Tekanan ini disebut tekanan sumbu janin.sementara itu, serabut longitudinal ditarik
tegang dank arena segmen bawah yang fleksibel, maka bagian ini ditarik ke atas
sehingga bagian serviks menjadi dilatasi.

Pengaruh janin mekanis


Regangan serviks oleh kepala fetus meningkatkan reflex kontraksi korpus uteri yang
kuat dan merangsang kontraksi fundus. Kontraksi fundus selanjutnya akan Mendorong
bayi kebawah sehingga lebih meregangkan serviks. Regangan serviks juga
merangsang kelenjar hipofisis menyekresi oksitosin sehingga semakin meningkatkan
kontraksi uterus.

Pengaruh prostaglandin
Membrane fetus melepas prostaglandin dalam konsentrasi yang meningkat selama
persalinan. Prostaglandin akan meningkatkan intensitas kontraksi uterus. Pada ibu,
pembebasan oksitosin dan pelucutan selaput ketuban diikuti dengan peningkatan kadar
prostaglandin di dalam darah yang menyebabkan peningkatan kontraksi uterus. Selain
itu, kadar oksitosin juga merangsang pembentukan prostaglandin oleh desidua.

Niken.dilla@yahoo.com

Mentari_64@yahoo.com

You might also like