You are on page 1of 12

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

KOMPUTASI DAN SIMULASI ELEMEN HINGGA PROSES PEMBENTUKAN MATERIAL SUPERPLASTIS DENGAN MENGGUNAKAN ELEMEN SEGITIGA
Agus Hadi Santosa Wargadipura Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung II BPPT, Lantai 22, Jl. M.H. THamrin No. 8, Jakarta 10340 e-mail : wargad@yahoo.com

Abstract Superplastic forming (SPF) is basically a hot stretching process whereby thin sheet material is forced into a die, and usually by the application of gas pressure, capable of forming a deep and complex geometry of structural components made of thin sheet in one forming operation The use of the so-called viscous formulation for modelling thinsheet superplastic metal forming results in the governing equation, which has both space, and time domains. In this paper, the governing equation is discretized spatially using the finite element method utilizing triangular elements whilst the time domain is discretized using the time implicit integration scheme. The introduction of the time integration to the governing equation transforms the differential equation in time into a set of algebraic equation. The solution procedure used in this paper consists of predictor and corrector phases. The additional scalar strain rate constrain to optimize forming pressures can also, if desired, be introduced into algebraic equations and the correct forming pressure is solved simultaneously with the main variables, i.e. rate of deformation and the geometry. The predictor-corrector procedure adopted herein is incremental to deal with the non-linearity of the superplastic constitutive equation, which is in the rate form and the nature of the superplastic forming itself. In the final part of the paper, examples of the superplastic forming of thin sheet metals are presented to show the accuracy of the implicit time integration employed herein. Keywords: superplastic forming, thin-sheet metallic material, viscous flow formulation, finite element analysis, triangular elements, implicit time integration scheme, predictorcorrector procedure.

1. PENDAHULUAN Fenomena superplastis pada material paduan logam pada awalnya telah diamati pada tahun 1920 dimana uji tarik bahan paduan logam Cd-Zn eutectic pada temperatur 20C dengan laju regangan sebesar 10-8/detik dapat menghasilkan regangan perpanjangan sebesar 361%(13) sedangkan bahan logam paduan yang sama, pada temperatur 120C dengan laju regangan 10-6/detik dapat memberikan regangan perpanjangan sebesar 405%(13). Pengamatan yang paling spektakular fenomena superplastis ini dilakukan oleh Pearson(13) pada tahun 1934, dimana regangan perpanjangan sebesar 1950% dapat diperoleh dengan menggunakan paduan

logam Bi-Sn. Pearson juga melakukan penelitian tentang karakteristik dari proses bulging untuk pembuatan spesimen tubular. Sebagai contoh, deformasi superplastis tipikal untuk paduan logam IN718 superalloy(11) (Ni17.4Cr19.4Fe 4.99Nb 3.11Mo1.07Ti0.48Al0.034C 0.19Cu) dan deformasi superplastis paduan logam Bi-Sn yang diamati oleh Pearson masingmasing dapat dilihat pada Gambar 1(a) dan Gambar 1(b). Seperi dapat dilihat pada Gambar 1(a), besarnya deformasi yang dapat diperoleh sangat bergantung kepada laju regangan yang diterapkan pada proses deformasi tarik yang dilakukan.

20

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

(a). Hasil Uji Tarik Superplastis IN718 superalloy (b). Deformasi superplastis 1950%
(Ni17.4Cr19.4Fe499Nb 3.11Mo107Ti 0.48Al0.034C0.19Cu)(11)

Paduan Logam Bi-Sn eutectic(13)

Gambar 1. Deformasi Superplastis paduan logam IN718 dan paduan logam Bi-Sn eutectic Sifat superplastis yang dijumpai pada berbagai paduan logam pada umumnya dapat diperoleh pada temperature tinggi, kurang lebih pada temperatur setengah dari temperatur leleh bahan superplastis tersebut. Seperti juga dapat dilihat dari hasil uji tarik superplastis pada Gambar 1(a), deformasi superplastis sangat sensitif terhadap laju deformasi yang diterapkan. Beberapa model mekanisme metalurgis telah dikemukakan oleh perbagai peneliti untuk menjelaskan fenomena superplastisitas. Tinjauan yang komprehensif tentang deformasi dan pemodelan fenomena superplastis dikemukakan oleh Padmanabhan dan Davies(13), (22) serta Ghosh dan Hamilton(5,6). Zienkiewics Secara umum karakteristik tipikal deformasi superplastis dapat dilihat pada Gambar 2. Karakteristik penting dari deformasi

Gambar 2. Karakteristik Tipikal Deformasi Superplastis

21

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

superplastis secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2. Pada daerah II, seperti dapat dilihat pada Gambar 2(a) dimana hubungan logaritmik dari persamaan konstitutif material mendekati linear (garis lurus), menjelaskan laju reganagn dimana superplastisitas terjadi. Hal ini menggambarkan bahwa deformasi material superplastis sangat sensitif terhadap laju regangan dan memerlukan laju regangan dikontrol selama proses deformasi superplastis dilakukan, sehingga indeks sensitifitas laju regangan yang tinggi dapat dipertahankan untuk mendapatkan elongasi perpanjangan yang yang tinggi. Deformasi superplastis pada daerah I dan III merupakan daerah deformasi dimana indeks sensitivitas laju regangan yang kecil, sehingga pada daerah ini tidak diperoleh deformasi superplastis yang optimum. Mengingat deformasi superplastis juga sensitif terhadap temperatur, seperti dapat dilihat pada Gambar 2(d), maka proses deformasi superplastis memerlukan pengontrolan temperatur superplastis yang terjadi pada daerah temperatur yang sempit. Apabila parameter-parameter proses diatas dapat dipertahankan selama deformasi, maka tidak seperti material metal dengan duktilitas konvensional, material superplastis tidak peka terhadap lokalisasi regangan, sehingga necking yang terjadi pada bahan dapat minimal.

perbedaan tekanan dikerjakan pada diafragma pelat superplastis, yang dapat membentuk material pelat tersebut kedalam bentuk geometri cetakan tanpa mengalami retakan, seperti dijelaskan pada Gambar 3. Dalam hal material superplastis Ti-6Al-4V, biasanya gas Argon digunakan mencetak diafragma material pelat superplastis kedalam bentuk cetakan komponen yang diinginkan pada temperatur tipikal 870C 925C(1,3,7,8,9). Penerapan teknik SPF di industri, terutama secara intensif dilakukan pada industri pesawat terbang dan industri otomotif berkinerja tinggi. Fabrikasi berbagai komponen struktur pesawat terbang dengan menggunakan teknologi SPF telah memungkinkan dibuatnya komponen struktur yang kompleks, ringan dan kuat serta mempunyai konfigurasi yang lebih terintegrasi secara utuh (3,4,14,18). 2. BAHAN DAN METODE 2.1 Material Paduan Logam Superplastis Pada dasarnya ada dua jenis superplastisitas, yaitu superplastisitas isothermal dan superlastisitas siklik(13,15). Superplastisitas isothermal dikerjakan apabila suatu material paduan logam yang mempunyai karakteristik superplastis harus mempunyai ukuran butir atau grain size yang sangat halus, yaitu dalam orde 10 mikron(13,15). Kondisi stabil untuk ukuran butir atau grain size yang sangat halus ini terjadi pada temperatur diatas setengah temperatur leleh material paduan logam tersebut. Superplastisitas siklik dapat dilakukan apabila material logam paduan dapat dilakukan perubahan fasa secara siklik. Dalam tulisan ini, superplastisitas yang digunakan adalah superplastisitas isothermal. Berbagai material paduan logam, terutama dari paduan Titanium dan paduan Aluminium, dengan tingkat mutu superplastis telah tersedia secara komersial(17) untuk digunakan dalam pembuatan berbagai komponen struktur dirgantara (aerospace structural components) dan komponen struktur otomotif kinerja tinggi(7,9,14,18). Material paduan logam superplastis dapat dilihat pada Tabel 1. Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, proses superplastis pada material logam paduan dilakukan pada temperatur tinggi dan elongasi ekstensional superplastis yang diperoleh dapat mencapai 600% s.d. 1800%(5,13,15,17). Dalam tulisan ini, material superplastis yang ditinjau adalah paduan logam titanium Ti6Al-4V yang cukup intensif digunakan pada Karakteristik industri penerbangan(3,7,18). deformasi superplastis paduan logam titanium Ti6Al-4V ini dilakukan pada temperatur 927 C, dimana nilai indeks sensitifitas m = 0,64.

Gambar 3. Superplastic Forming (SPF) Pada awalnya fenomena superplastis hanya merupakan kegiatan penelitian di laboratorium metalurgi untuk menjawab keingintahuan para peneliti. Perkembangan beberapa tahun kemudian, deformasi ekstensional superplastis yang relatif besar ini dapat digunakan untuk proses manufaktur komponen struktur yang dibuat dari bahan paduan logam superplastis tersebut. Proses manufaktur komponen yang menggunakan sifat superplastis ini dikenal dengan proses superplastic forming (SPF). Superplastic forming terutama didominasi oleh pembentukan bahan pelat. Pada dasarnya operasi proses pembentukan SPF, terdiri dari penjepitan sisi material pelat superplastis dan kemudian

22

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

2.2 Model Konstitutif Material Superplastis Dalam hal deformasi superplastis, beberapa bentuk konstitutif material yang menghubungkan tegangan alir dengan laju regangan dari deformasi telah dikemukakan oleh

& Mises dan laju regangan ekivalen dinyatakan sebagai fungsi dari viskositas sebagai (5,6,13,15):

& = 3 ;

Table 1. Material Paduan Logam Superplastis(5,13,15,17) Paduan Logam Ti-6Al-4V SP 700 Super Alpha 2 Ti-6242 Supral Al 7475 Al 2090 Al 5083-SPF Al 8090-SPF Komposisi (% dalam berat) Ti-6%Al-4%V Ti-4.5%Al-3%V-2%Fe-2%Mo Ti-14%Al-20%Nb-3%V-2%Mo Ti-6%Al-2%Sn-4%Zr-2%Mo Al-6%Cu-0.4%Zr-0.3%Mg Al-5.5%Zn-2.0%Mg-1.5%Cu-0.2%Cr Al-2.7%Cu-2.2%Li-0.7%Mg-0.12%Zr Al-4.7%Mg-0.7%Mn-0.15%Cr Al-2.5%Li-1.2%Cu-0.6%Mg-0.1%Zr Temp (C) 790 s.d. 940 750 s.d. 830 940 s.d. 980 880 s.d. 970 400 s.d 480 510 s.d 530 510 s.d 530 480 s.d. 550 500 s.d. 540 Elongasi (%) 1400 700 1350 900 1800 1400 800 670 1000 Nilai m 0.6 s.d. 0.8 0.5 s.d. 0.55 0.4 s.d. 0.6 0.5 s.d. 0.7 0.45 s.d. 7 0.5 s.d 0.8 0.4 s.d 0.6 0.4 s.d 0.65 0.4 s.d 0.6

beberapa peneliti(1,2,7,13). Hukum konstitutif yang umum digunakan dan berbasiskan deformasi plastis yang dinyatakan dalam tegangan alir sebagai fungsi dari laju regangan, sebagai berikut(13):

& = K m

K & ( m 1) ; 3 t g = go ( ) N ; 10
(3)

(1)

untuk t > 10 menit

& dimana adalah tegangan alir, adalah laju regangan efektif, m adalah indeks sensitivitas laju regangan dan K adalah konstanta material. Perlu dicatat disini, nilai parameter material K dan m keduanya konstanta yang bergantung kepada parameter pengujian, seperti temperatur dan ukuran butir atau grain size. Indeks sensitivitas laju regangan m, mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam penentuan stabilitas dari aliran. Persamaan (1) pada umumnya dapat diterima untuk memformulasikan sifat alir superplastis, yang sesuai dengan rumusan yang diajukan oleh Backqofen, Turner dan Avery. Lebih lanjut lagi, persamaan (1) dapat ditinjau sebagai hubungan tegangan alir ekuivalen Von Mises dan laju & regangan ekuivalen sebagai(2,13,15):

dimana konstanta K dan indeks sensitivitas laju regangan m, keduanya merupakan fungsi dari ukuran grain g. Parameter N merupakan suatu fungsi dari laju regangan(6) dan go adalah ukuran grain awal untuk waktu pembentukan 0 < t 10 menit. Dengan memasukan asumsi-asumsi tegangan bidang (plane stress) dan inkompresibilitas material, memungkinkan hubungan konstitutif untuk elemen membrane shell dituliskan sebagai(6): m= 2t C Dm (4)

& = K m

(2)

dimana, pada sistem koordinat konveks ( =1,2), m adalah resultan tegangan alir membrane untuk tebal pelat t, Dm adalah laju deformasi membrane dan C adalah suatu fungsi tensor metriks. Bentuk persaman atur dinyatakan dalam laju deformasi atau kecepatan deformasi virtual dapat dituliskan sebagai(22,23):

2.3 Persamaan Atur Deformasi Superplastis Dalam tulisan ini, material pelat superplastis dimodelkan sebagai material nonNewtonian viscous membrane, dimana hubungan konstitutif antara tegangan alir ekivalen Von

m D dA pv3 dA = 0 A

(5)

dimana A adalah luas bidang permukaan pelat saat ini, p adalah tekanan yang dikerjakan, v3

23

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

adalah vektor laju atau kecepatan deformasi arah normal pelat. Untuk mengontrol laju regangan dari deformasi superplastis, pada persamaan kesetimbangan diatas, apabila diperlukan, dapat ditambahkan persamaan batas laju regangan efektif maximum & o sebagai:

g = x, x,

dan

g g =

(9)

Turunan terhadap waktu dari komponen tensor metrik memberikan komponen tensor laju deformasi membrane, sebagai:

& L (D(v)) = o

(6)

D =

1 1 g = ( x, v, + v, x, ) 2 2

(10)

dimana L adalah fungsi berpemberat yang cocok untuk vektor laju regangan D. Diskritisasi persamaan laju deformasi dengan menggunakan elemen segitiga tegangan konstan tiga titik nodal, menghasilkan suatu sistem persamaan differensial non-linear dalam fungsi waktu pembentukan, sebagai: T(x,v) F(x,t) = 0 (7)

dimana v = x . 2.4 Elemen Segitiga Facet Shell dengan 12 Derajat Kebebasan Ada beberapa cara untuk melakukan analisa struktur cangkang (shell) dengan menggunakan metoda elemen hingga. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah elemen facet shell(19,20), dimana sifat permukaan lengkung yang kontinu dapat dengan memadai dimodelkan dengan sifat suatu permukaan yang disusun dengan menggunakan elemen-elemen yang kecil dan datar. Dengan demikian, diperlukan jumlah elemen facet shell yang cukup banyak untuk menghindari kesalahan geometrikal pada bagian permukaan yang lengkung. Pengalaman penerapan elemen segitiga facet shell pada analisa struktur

2.3 Formulasi Elemen Pelat Segitiga Superplastis Selama proses pembentukan SPF dilakukan, material pelat yang sebelum deformasi mempunyai kinematika pelat datar (flat plate) berubah menjadi pelat dengan kinematika lengkung. Gambar 4 menjelaskan deskripsi kinematika dari pelat yang berdeformasi dinyatakan dalam permukaan tengah pelat (t),

Gambar 4. Definisi Koordinat Elemen Pelat Segitiga yang didefinisikan dengan menggunakan koordinat konvektif 1 dan 2, dimana mempunyai hubungan dengan vektor kontra-varian konvektif e dinyatakan sebagai: cangkang menghasilkan analisa dengan ketelitian rekayasa yang memadai, dimana cara yang digunakan jauh lebih sederhana dibandingkan penggunaan elemen shell yang lengkung. Idealisasi elemen facet shell mengasumsikan sifat lentur (bending) dan membrane secara terpisah. Matriks kekakuan elemen facet shell diperoleh dengan superposisi matriks kekakuan pelat datar dalam lentur dan matriks kekakuan dalam membrane. Kopel antara aksi membrane dan lentur dilakukan pada saat proses perakitan persamaan kesetimbangan struktur shell yang lengkap. Dalam hal ini, seperti

e =

x ;

untuk = 1,2

(8)

Hal ini memungkinkan kovarian dan kontravarian tensor metrik g dan g untuk dievaluasi sebagai:

24

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

(a) Laju Deformasi pada titik Nodal Segitiga (b) Derajat Kebebasan Elemen Segitiga Gambar 5. Elemen Segitiga Facet Shell dapat dilihat Gambar 5, aksi membrane direpresentasikan elemen segitiga tegangan konstan dengan enam derajat kebebasan dan aksi lentur dinyatakan dengan elemen segitiga momen yang konstan dengan enam derajat kebebasan. Jadi elemen facet shell mempunyai total dua belas derajat kebebasan, yaitu tiga komponen perpindahan u, v dan w pada tiga titik nodal segitiga dan tiga perputaran sudut i = wi / n pada arah tegak lurus tiga sisi elemen segitiga, seperti dapat dilihat pada Gambar 5. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5(b), elemen segitiga yang saling bersebelahan, yaitu elemen (i) dan (i+1), sumbu koordinat lokal untuk setiap elemen tidak mempunyai orientasi yang sama, sedangkan hubungan titik nodal tengah sisi segitiga mempunyai orientasi yang sama. Dengan demikian, perakitan seluruh persamaan perputaran sudut sisi tengah segitiga pada sistem koordinat global dapat dilakukan pada dan tetap pada arah sumbu lokalnya, sedangkan laju translasional pada setiap titik sudut segitiga harus dirakit pada sistem persamaan global, sehingga koefisien kekakuan lokal yang berhubungan dengan laju translasi u, v dan w perlu di-transformasi-kan dari sistem sumbu lokalnya kedalam sistem sumbu globalnya. Hubungan gaya membrane bidang dan perpindahan pada sistem sumbu lokal L dapat dituliskan sebagai(20,21):
Fx1 F y1 M 11 Fx 2 = M 21 Fy 2 Fx 3 M 31 F x3 L L Fx1 F y1 Fx 2 Fy 2 Fx 3 F x3 L

dimana titik nodal 1, 2 dan 3 adalah titik-titik nodal sudut elemen segitiga, seperti dapat dilihat pada Gambar 5(b). Hubungan antara lenturan pelat dan perpindahannya pada sistem sumbu lokal L dapat dituliskan sebagai(20,21):
Fz1 w1 M P P 13 11 12 2 P 1 (12) Fz 3 w3 5 = P21 P22 P23 M 4 4 Fz 5 P31 w5 P33 P22 M L 6 L 6 L Transformasi nilai-nilai lokal menjadi nilainilai global dilakukan dengan menggunakan matriks transformasi lokal-global(20). Dalam rumusan model deformasi material pada kondisi superplastis, digunakan syarat inkompresibilitas pada material. Syarat ini diberlakukan dengan menyesuaikan ketebalan pelat pada setiap solusi kondisi tunak (steady state) telah dicapai.

M 12

M 13

(11)

M 22

M 23

M 22

M 33

2.5 Teknik Solusi Numerik : Prosedur Prediktor - Korektor Prosedur solusi yang digunakan dalam tulisan ini terdiri dari tahapan prediktor dan tahapan korektor. Persamaan konstrain laju regangan skalar, apabila diperlukan, dapat ditambahkan pada sistem persamaan atur untuk melakukan optimasi tekanan pembentukan sedemikian rupa sehingga dapat dijaga laju regangan yang konstan sesuai dengan sifat superplastisitas material yang optimum. Prosedur prediktor-korektor yang diterapkan dalam hal ini bersifat inkremen untuk mengatasi nonlinearitas persamaan konstitutif superplastis, dimana dalam bentuk laju deformasi dan juga sifat proses superplastis itu sendiri yang dapat melibatkan masalah kontak dengan cetakan. Secara garis

25

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

besar, prosedur prediktor-korektor dapat dilelaskan pada Gambar 6. Seperti dapat dilihat pada Gambar 6(a), simbol P menyatakan tahapan prediktor dan simbol C menyatakan tahapan korektor. Persamaan atur pembatas laju regangan dapat digambarkan sebagai permukaan konstrain yang membatasi besarnya laju regangan pada setiap solusi tahapan waktu.

KT nk+1 =

T T F x k + k k n +1 (14) k k v n +1 x n +1 x n +1 v n +1

Boundari kontak antara material dengan cetakan dalam hal ini dilakukan dengan mengontrol apakah telah terjadi kontak atau penetrasi yang sangat kecil dari titik nodal

(a) Prosedur Prediktor-Korektor

(b) Proses Integrasi Waktu

Gambar 6. Prosedur Prediktor-Korektor


Proses integrasi waktu dilakukan untuk melakukan updating posisi koordinat titik nodal x pada elemen dengan menggunakan inkremen perpindahan u, yang diperoleh dengan melakukan integrasi waktu t terhadap laju perpindahan v, seperti dapat dilihat pada Gambar 6(b). Metoda integrasi waktu yang dilakukan dapat merupakan integrasi waktu yang bersifat eksplisit dan implisit, sebagaimana masing-masing dapat dilihat pada Gambar 7(a) dan Gambar 7(b). Persamaan (7) yang merupakan persamaan pembentukan superplastis diselesaikan dengan menggunakan teknik integrasi waktu diatas, yang pada dasarnya meninjau non-linearitas yang bersumber dari sifat material superplastis dan geometrik deformasi yang terjadi. Untuk mempercepat konvergensi solusi persamaan nonlinear tersebut, teknik iterasi Newton-Rhapson(16) digunakan dan secara singkat dapat dituliskan untuk iterasi ke-k dan step waktu (n+1) sebagai:
k k k k KTnk+1 v n +1 = F ( x n +1 , t n +1 ) T ( x n +1 , t n +1 )
k +1 k k v n +1 = v n +1 + v n +1

material pada permukaan cetakan. Apabila kontak atau penetrasi yang sangat kecil tersebut telah terjadi, maka kondisi boundari dari titik nodal material dari kondisi bebas menjadi kondisi dengan semua derajat translasi dikekang. Prosedur solusi selengkapnya dapat dijelaskan dengan algoritma sebagai berikut: Tahap I. Tentukan kondisi awal; t0 = 0, n = 0, v0 = 0, x0 = 0, p0 = 0 Tahap II. Loop step waktu : tn+1 = tn + t o o Prediktor: v n+1 = v n ; x n+1 = x n + v n .t
o p n+1 = p n Untuk setiap titik nodal pada material, periksa kontak material pada boundari cetakan. Tahap III. Loop iterasi Non linear: k = 0 Korektor: 1. Hitung gaya residu: k Rk = p n+1 F( x k +1,t n+1 ) - T( x k +1,v k +1 ) n n n (apabila terjadi kontak antara titik nodal material dengan permukaan cetakan, maka kondisi boundari dari titik nodal material dari kondisi bebas menjadi kondisi dengan semua derajat translasi dikekang)

(13)

dimana matriks kekakuan tangen KT untuk iterasi ke-k dan step waktu (n+1) adalah

26

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

(a) Integrasi Waktu Eksplisit

(b) Integrasi Waktu Implisit

Gambar 7. Metoda Integrasi Waktu


2. Hitung error laju regangan:
e Sk = o - emax k

Output variables: tn+1, vn+1, xn+1, pn+1 Tahap V. Set n (n+1) kembali ke tahap 2 atau stop proses komputasi apabila kondisi full contact atau maximum waktu pembentukan atau maximum jumlah step waktu telah dicapai.

3. Hitung norma error:


k k E1 = || Rk || / || p n+1 Fn+1 || dan E2 = || Sk || / o

4. Periksa konvergensi: Apabila E1 1 dan E2 2 keluarkan hasil komputasi seperti pada Tahap IV 5. Hitung matriks tangent Kk t 6. Hitung vektor gradient pembatas Lk 7. Hitung = K k 1 Rk and k = k 1 2 t 8. Selesaikan pk = { Sk (Lk)T k } / { Lk }T k 2 1 9. Selesaikan vk = 10.Updating variabel:

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perbandingan Solusi Analitikal dan Solusi Numerik Implicit Kasus Kinametika Plane Strain Untuk menguji algoritma yang dikembangkan, studi numerik kasus hydraulic bulging superplastis suatu diafragma pelat dalam kondisi plane strain dilakukan. Dalam hal ini, dilakukan perbandingan solusi numerik elemen hingga dengan menggunakan algoritma yang dikembangkan diatas dengan solusi analitikal yang telah dibahas pada referensi [1]. Solusi analitikal diperoleh dengan menggunakan hukum keseimbangan geometri deformasi dari pelat, seperti dapat dilihat pada Gambar 8 dan solusi analitikal yang dihasilkan seperti pada persamaan (15).

[ ]

[ ]

1 k Kk F t

k + pk 1

k 2

v k +1 = v k +1 + v n+1 n
pk+1 = p k + pk n+1 n

x k +1 = x n + (vn + vk+1 ).t n+1 n+1


11.Untuk setiap titik nodal pada material, periksa penetrasi pada boundari cetakan 12. Set k (k+1) dan kembali ke langkah 1. Tahap IV.

p=
dimana

h 2 3 , 3 R
(15)

& = K o m

27

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

hydraulic bulging dalam kondisi plane strain

Tabel 2. Perbandingan Solusi Elemen Hingga dan Analitikal Hydraulic Bulging-Plane Strain

Pada persamaan (15) diatas, p adalah tekanan pembentukan yang diterapkan pada diafragma pelat untuk laju regangan konstan & sebesar o , h adalah tinggi bulge pelat dan R adalah radius kelengkungan pelat. Hasil

Gambar 8. Geometri Deformasi Hydraulic Bulging dalam Kondisi Plane Strain


perbandingan antara solusi elemen hingga dengan teknik integrasi waktu implisit trapezoidal dan solusi analitikal yang diperoleh untuk kasus

dapat dilihat pada Tabel 2. Seperti dapat dilihat pada Tabel 2, solusi elemen hingga dengan teknik integrasi waktu menghasilkan solusi yang mendekati solusi analitikal. Prosentasi perbandingan kedua solusi tersebut sangat kecil dan dapat diterima untuk suatu solusi keteknikan. Eksperimentasi numerik yang dilakukan menunjukan bahwa penggunaan teknik integrasi waktu eksplisit mempunyai kelemahan dalam hal kestabilan solusi numerik dalam variabel utama laju deformasi titik-titik nodal pada material, seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Penggunaan teknik integrasi waktu secara eksplisit sangat dibatasi oleh besarnya inkremen waktu t yang digunakan. Inkremen waktu yang relatif besar akan menghasilkan solusi numerik yang tidak stabil, yaitu menghasilkan osilasi pada solusi variabel utama laju deformasi pelat, seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Inkremen waktu yang relatif kecil harus digunakan untuk mendapatkan solusi numerik yang stabil, sehingga akan meningkatkan jumlah step waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu ketinggian bulging tertentu. Hal ini tidak terjadi pada penggunaan teknik integrasi waktu secara implisit seperti dapat dilihat pada Gambar 9, dimana solusi numerik untuk variabel utama laju deformasi pada puncak pelat menjadi stabil.

28

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

Laju Deformasi (mm/detik)

Waktu (detik)

Gambar 9. Perbandingan Solusi Numerik dengan Integrasi Waktu Eksplisit dan Implisit 3.2 Penerapan Model Komputasi SPF pada Proses Pembentukan Hydraulic Bulging Komponen Struktur Pelat Lingkaran Penerapan metoda komputasi SPF dilakukan pada simulasi proses pembentukan hydraulic bulging komponen struktur pelat lingkaran. Dimensi blank pelat lingkaran dapat dilihat pada Gambar 10 (a). Pada kasus ini, mengingat sumbu simetris persoalan yang akan dipecahkan, maka diskritisasi pelat cukup dilakukan pada satu kuadran saja dari geometri lingkaran dan untuk ini digunakan 288 elemen segitiga facet shell dengan 169 titik nodal seperti dapat dilihat pada Gambar 10(b). Tekanan Pembentukan yang diterapkan pada diafragma pelat dapat dilihat pada Gambar 10(c). Garis-garis pada blank pelat dikenal dengan scribed lines, seperti dapat dilihat pada Gambar 10(b) dibuat untuk mengukur geometri
dan ketebalan material pada waktu pembentukan yang telah ditentukan. Jenis material adalah paduan logam titanium Ti-6Al-4V dimana ketebalan awal pelat adalah 1,0 mm dan ukuran awal grain material adalah 8,0 mikron. Hasil komputasi dan simulasi numerik untuk proses pembentukan superplastis pelat lingkaran dapat dilihat pada Gambar 11. Perbandingan hasil komputasi dengan hasil eksperimental(3) untuk geometri deformasi pelat dan distribusi ketebalan pelat pada waktu pembentukan t = 38,6 menit dapat dilihat pada Gambar 12. Seperti dapat dilihat pada Gambar 12, geometri deformasi dan ketebalan pelat untuk waktu pembentukan t = 38,6 menit menunjukkan hasil perbandingan yang cukup baik antara solusi metoda elemen hingga menggunakan teknik integrasi waktu implisit trapezoidal dan hasil pengukuran eksperimen.

(a) Blank Pelat Lingkaran

(b) Diskritisasi Elemen Hingga

(c) Tekanan Pembentukan

Gambar 10. Blank Pelat Lingkaran, Diskritisasi Elemen Hingga dan Tekanan Pembentukan

29

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

(a) Geometri Deformasi Pelat pada Waktu Pembentukan t= 16 menit

(b) Geometri Deformasi Pelat pada Waktu Pembentukan t= 38,6 menit

Gambar 11. Hasil Komputasi Proses Pembentukan SPF pada waktu t=16 menit dan t=38,6 menit

dibandingkan dengan yang mempergunakan integrasi waktu implisit, hal ini terutama disebabkan sifat ketidakstabilan solusi numerik yang diperoleh. Pengujian numerik algoritma yang dikembangkan pada solusi elemen hingga pelat dalam kondisi plane strain dengan menggunakan teknik integrasi waktu implisit trapezoidal menunjukkan hasil solusi numerik dengan ketelitian yang tinggi dapat diperoleh dengan pembanding solusi analitikal dari permasalahan yang sama. Pada bagian akhir tulisan, dibahas perbandingan hasil komputasi dengan hasil eksperimen untuk melakukan validasi ketelitian metoda komputasi numerik yang dikembangkan. Perbandingan hasil komputasi dan hasil eksperimen proses hydraulic bulging superplastis pelat lingkaran menunjukan bahwa penggunaan elemen segitiga facet shell dengan teknik integrasi waktu implisit trapezoidal menghasilkan solusi yang cukup akurat, yaitu mendekati hasil yang diperoleh dari eksperimen

(a) Geometri Deformasi

(b) Distribusi Ketebalan Pelat

Gambar 12. Perbandingan antara Hasil Komputasi dan Hasil Eksperimen pada t = 38,6 menit 4. KESIMPULAN
Superplastic forming dari material pelat merupakan proses manufaktur yang menarik terutama untuk fabrikasi komponen struktur dimana persyaratan ringan tapi kuat dan juga bentuk yang kompleks merupakan hal yang sering dijumpai. Perancangan proses manufaktur mi dapat dibantu dengan komputasi dan simulasi elemen hingga untuk memprediksi hubungan antara siklus optimum tekanan pembentukan dengan konfigurasi akhir komponen (termasuk distribusi ketebalan) dan juga berbagai kondisi operasional lainnya seperti pengaruh kontak antara material pelat dengan dinding cetakan, dan juga pengaruh konfigurasi cetakan terhadap siklus tekanan pembentukan yang optimum. Pengujian algoritma yang dikembangkan diatas secara numerik telah memperlihatkan bahwa komputasi yang menggunakan teknik integrasi waktu eksplisit pada umumnya tidak akurat laboratorium untuk geometri deformasi dan distribusi ketebalan pelat pada waktu pembentukan 38,6 menit. Tingkat ketelitian solusi numerik seperti ini dapat dikatakan cukup tinggi untuk masalah keteknikan yang dihadapi, yaitu mempunyai variabel geometri dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Naib, T.Y.M. dan Duncan, J.L., (1970), Superplastic Metal Forming, Journal of Mechanical Sciences, Vol.12, halaman 463477. Brigdeman, P.W., (1953), Studies in Large Plastic flow and Fracture, McGraw-Hill, New York British Aerospace, (1995), Manufacturing Resources, British Aerospace Warton Unit, United Kingdom. Friedrich, H.E., Furlan, R. dan Kullick, M., (1988), SPF/DB on the Way to the

2. 3. 4.

30

Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi 2005

Production Stage for Ti and Al Applications within Military and Civil Projects, in Superplasticity and Superplastic Forming, Proc. of Int. Conf. on Superplasticity and Superplastic Forming, Blame, Washington, USA, eds. C.H. Hamilton and N.E. Paton, a Publication of TMS, halaman. 649-664. 5. Ghosh, A.K. dan Hamilton, C. H., (1979), Mechanical behaviour and hardening characteristics of a superplastic Ti-6Al-4V alloy, Metallurgical Transaction, A, 10A, halaman 699-706. 6. Ghosh, A.K. dan Hamilton, C.H., (1982), Influence of material parameters and microstructure on superplastic forming, The Metallurgical Transaction A, 13A, 1982, pp. 733-743. 7. Hamilton, C.H., (1987), Superplastic Sheet Forming, NATO/Advisory Group for Aerospace Research and Development, Lecture Series No. 154 , London, U.K. 8. Hamilton, C.H., (1977), Forming of Superplastic Metals, Proc. of a Symposium of Formability, Analysis, Modeling and Experimentation, eds. S.S. Hecker et. al., The Metallurgical Society of AIME Shaping and Forming Committee, Chicago, USA, halaman. 232-258 9. Hamilton, C.H., (1988), Superplasticity and Superplastic Forming, Proc. of Int. Conf., editors C.H. Hamilton and N.E. Paton, Semiah-moo, Blaine, Washington State, A Publication of TMS, USA 10. Hinton, E., and Owen, D.R.J., (1981), An introduction to Finite Element Computations, Pineridge Press Ltd., Swansea, U.K., Chapter 8, halaman 243265 11. Kashyap, B. P. dan Chaturvedi, M. C., (2000), Superplastic behaviour of as received superplastic forming grade IN718 superalloy, Materials Science and Technology, Vol. 16, hal 147 155 . 12. Lambert, J.C., (1993), Computational Methods in Ordinary Differential Equations, John Wiley & Son, London, U.K.

13. Padmanabhan, K.A. dan Davies, G.J, (1980), Superplasticity, Material Research and Engineering 2, Springer-Verlag, Berlin, 1980. 14. Pearce, R., (1986), Developments in Sheet Metal, Sheet Metal Industries, halaman 188-192. 15. Pearce, R., (1987), Superplasticity - an overview, NATO/Advisory Group for Aerospace Research and Development, Lecture Series No. 154, London, U.K. 16. Ralston, A., (1965), A first course in Numerical Analysis, First Edition, McGraw Hill Book Company, 1965, 332-334. 17. Stephen, D., (1987), Designing for Superplastic Alloys, NATO/Advisory Group for Aerospace Research and Development, Lecture Series No. 154, London, U.K. 18. Stubbington, C.A, (1988), Materials Trends in Military Airframes, Metals and Materials, Volume 4, No.7, The Institute of Metals Publisher, London, U.K. 19. Timoshenko, S.P. dan Woinosky-Krieger, S., (1959), Theory of Plates and Shells, McGraw-Hill, New York, USA. 20. Wood, R.D., and Hinton, E., (1980), Finite Element Analysis of Plates and Shell, Institute for Numerical Method in Engineering, Department of Civil Engineering, University College of Swansea, Section 7, halaman 1-10. 21. Wood, R.D., (1984), A shape function routine for the constant moment triangular plate bending element, Engineering computation, Vol. 1, Number 2. 22. Zienkiewicz, O.C., (1984), Flow formulation for numerical solution of forming processes, Numerical Analysis of Forming Processes, eds. Pittman et al., John Wiley & Sons, 1984, halaman 1-44 23. Zienkiewicz, O.C. and Taylor, R.L., (1989), The Finite Element Method, McGraw-Hill Publisher, London, U.K.

31

You might also like