You are on page 1of 15

Pengembangan Multimedia Pembelajaran untuk Melatih Kecerdasan Majemuk pada Anak Usia Dini Oleh: Sisca Rahmadonna

ABSTRACT

This research aims at developing learning multimedia which can be used to effectively stimulate multiple intelligence specially verbal linguistic intelligence, logical-mathematical intelligence, and spatial intelligence in early childhood. The subjects of the research are children between 3 to 5 years old. This research is conducted in Warna Warni Childhood Nursery and Education Centre using research and development. The development is done within several steps: (1) pre study, (2) development process, (3) field testing, and (4) socialization. Pre study consists of literature and field studies. The development process includes purpose analysis, ability analysis, multimedia design development, material and media expert validation. Field experiment comprises preliminary field testing, main field testing, operational field testing. The instruments used in this research include evaluation observation sheet and interview guidelines. The research and development findings show that generally all aspects in developed learning multimedia are considered satisfactory. This judgement can be seen either from complement observation or evaluation results which cover material, learning strategy and technical qualities. The observation result in terms of material quality yields a mean of 4.50; learning strategy 4.40; and technical quality 4.14. The mean score of complement evaluation result in terms of material quality is 4.46; learning strategy 4.40; and teaching strategy 4.50. All these means fall in a very good criterion. Based on these means, the developed learning multimedia in this research can be used to stimulate multiple intelligence in early childhood. Keywords: Learning multimedia, multiple intelligence, early childhood

Latar Belakang Masalah Anak cerdas tentu dambaan setiap orang, sebab kecerdasan merupakan modal tak ternilai bagi si anak untuk mengarungi kehidupan di masa depannya. Belum banyak orang yang paham bahwa kecerdasan yang baik bukanlah harga mati, tetapi sesuatu yang bisa diupayakan. Bernard Devlin dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburg dalam Khamid Wijaya (2004), memperkirakan bahwa faktor genetik hanya memiliki peranan sebesar 48% dalam pembentukan kecerdasan anak, selebihnya adalah faktor lingkungan. Anak-anak sebagaimana orang dewasa bisa bertindak dan melakukan semua hal dengan sangat baik ketika mereka merasa bahagia dan bergembira. Anak-anak akan merasa bahagia dan bergembira ketika ada seseorang yang mendampinginya dan membantunya melakukan hal-hal yang menyenangkan, serta mereka yakin bahwa ada orang yang menghargai dan mencintai mereka. Tidak semua orang tua menyadari bahwa anak pada masa usia dini (pra sekolah) merupakan masa di mana otak berkembang dengan sangat cepat. Orang tua tanpa sadar sering kali justru membentuk sikap agresi pada masa-masa perkembangan anak ini. Sebuah artikel berjudul Jangan Ajari Anak Sambil Emosi Dong! (2002), mengungkapkan bahwa hasil survey yang dilakukan oleh Murray Straus terhadap 991 orang tua menunjukkan bahwa tanpa sadar orang tua melakukan agresi kepada anak dalam bentuk membentak dan mengancam. Problematika anak sebenarnya lahir dari ketidakpahaman orang tua. Seringkali orang tua mengeluh ketika melihat anaknya yang lebih banyak diam atau justru terlalu aktif. Orang tua seharusnya melihat permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda, justru fenomena semacam ini harusnya membuat kita semakin kreatif untuk mencari solusi permasalahannya. Orang tua harus memahami urgensi dari tahap perubahan anak. Tugas mendidik anak sejak dini, serta memahami tahap dan tugas perkembangan anak saat ini bukanlah semata menjadi tugas orang tua, namun juga tugas seorang guru atau siapapun yang berkiprah dalam bidang pendidikan dan dalam bidang perawatan anak. Anak adalah investasi masa depan tentu sangat disayangkan bila

pembelajaran untuk anak-anak usia dini diabaikan. Pembelajaran yang diberikan kepada anak cenderung untuk memaksa anak belajar melebihi apa yang seharusnya dipelajari pada masa perkembangannya. Para orang tua dan guru tanpa sadar memaksakan anak-anak mereka yang masih duduk di playgroup untuk dapat membaca-menulis dan berhitung, seolah-olah hanya dengan bisa membacamenulis dan berhitung anak baru bisa dianggap cerdas, padahal pengertian kecerdasan tidaklah sesempit itu, cerdas lebih dari bagaimana anak mampu mencari solusi permasalahan yang dihadapinya secara tepat dan cepat. Kesadaran pentingnya sentuhan yang terencana di usia dini ini belum disadari betul oleh sebagian masyarakat. Masa-masa berharga bagi anak masih kerap terabaikan. Hasil survey yang dilakukan oler harian Republika (2007) dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, 73% atau sekitar 20,4 juta anak di antaranya belum mendapatkan pendidikan. Sedang sekitar 7,5 juta anak, sudah merasakan pendidikan di lembaga-lembaga nonformal. Tidak hanya sampai di situ, guru-guru yang mengajar anak usia dini di Indonesia sebagian besar masih menggunakan metode klasik, di mana pembelajaran berpusat pada guru dan anak hanya menirukan apa yang dilakukan oleh guru. Padahal metode klasik tidak sesuai jika diterapkan pada pembelajaran untuk anak usia dini. Pembelajaran merupakan hubungan interaksi timbal balik antara peserta belajar dengan guru. Dalam pembelajaran untuk anak usia dini, pembelajaran lebih ditekankan pada bermain, anak bermain adalah belajar. Tentu saja peserta belajarnya adalah anak, gurunya adalah orang tua ataupun orang banyak berinteraksi dengan si-anak. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara bermain ini, sedapat mungkin berkualitas dan efektif. Tingkat pemahaman hasil belajar digambarkan sebagai suatu proses komunikasi. Komunikasi yang dilakukan antara orang tua dengan anak usia dini berbeda dengan proses komunikasi yang terjadi pada siswa dengan usia yang relatif lebih dewasa. Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila anak dapat dilatih untuk memanfaatkan seluruh alat inderanya.

Banyak bukti otentik yang menunjukkan bahwa melatih kecerdasan anak sejak dini bukanlah hal yang sulit. Pendampingan orang tua dan usaha yang berkesinambungan serta metode pembelajaran yang benar dan menarik untuk anak, dapat meningkatkan kecerdasan anak jauh di atas kecerdasan anak-anak normal. Sebut saja Husain Tabatabai seorang anak usia 7 tahun yang sudah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Hijaz College Islamic University, Inggris karena kemampuannya yang hafal dan faham Al-Quran. Seorang anak di Jepang yang bernama Akio dalam usianya yang baru 3 tahun 5 bulan sudah mahir dalam berhitung tambah-kurang-kali-bagi, bahkan mampu menyelesaikan perhitungan akar dan persamaan tingkat tinggi (Tofan Surana, 2003). Masih banyak bukti-bukti lain yang menunjukkan keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya sejak usia dini. Hal ini mengisyaratkan bahwa, setiap anak sebenarnya terlahir cerdas, namun bagaimana orang-orang yang terdekat dengannya dapat memunculkan kecerdasan yang dimiliki oleh anak tersebut dengan memahami tugas-tugas perkembangan anak, serta bagaimana seharusnya anak pada usia tersebut diberikan pembelajaran. Landasan psikologis untuk belajar harus dimulai sejak bayi dilahirkan dan harus sudah cukup mantap ketika mencapai usia tiga tahun. Tentu saja masih cukup banyak waktu bagi pertumbuhan mental dan perubahan sikap setelah masa itu. Menilik dari permasalahan di atas, seharusnya semua orang yang terlibat dalam pendidikan anak mulai memahami tentang makna kecerdasan. Banyak kecerdasan yang bisa dilatih sejak anak masih berada pada usia dini. Dengan mencoba melatih berbagai kecerdasan pada anak, berarti kita belajar menghargai setiap kecerdasan yang ada pada anak dan memberikan ruang agar kecerdasan anak berkembang sesuai dengan tugas perkembangan anak. Kecerdasan yang menonjol dalam diri setiap anak berbeda-beda, oleh karena itu sejak dini anak harus dilatih agar kecerdasan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Untuk melatih kecerdasan majemuk pada anak usia dini ini dibutuhkan media yang dapat menjadi perantara dalam proses pembelajaran. Media ini tentu saja

media yang mampu membuat anak merasakan proses belajar sebagai proses bermain yang menyenangkan. Komputer merupakan alat teknologi yang dapat dijadikan alternatif dalam proses pembelajaran tersebut. Bukan tidak mungkin anak sejak dini sudah dikenalkan pada teknologi, dengan bantuan teknologi komputer dapat dibuat suatu media pembelajaran yang menyenangkan dan dapat membangkitkan kerja-kerja alat indera anak, bahkan sejak usia dini. Pemanfaatan teknologi komputer dapat mempermudah dan memperjelas materi yang begitu beragam dan memberikan contoh yang konkrit, komputer juga dapat membuat anak belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya dalam memahami pengetahuan dan informasi yang ditampilkan. Dalam hal ini media berbantuan komputer yang dimaksudkan adalah multimedia pembelajaran. Saat ini banyak sekali tersedia multimedia yang berisikan pendidikan untuk anak. Sayangnya banyak diantara program-program ini yang hanya memindahkan bentuk cetak ke dalam bentuk elektronik, sehingga sangat membosankan bagi anak. Program-program dalam multimedia tersebut juga, sebagian besar tidak memperhatikan psikologis anak. Berdasarkan hal tersebut peneliti sangat tertarik untuk mengembangkan sebuah produk berupa multimedia pembelajaran yang dapat digunakan oleh anak usia dini dalam proses pembelajaran menuju perkembangan kognitifnya, sehingga dapat merangsang perkembangan otak anak dan secara otomatis dapat melatih kecerdasan majemuk anak. Pada penelitian ini, peniliti mencoba untuk mengembangakan tiga dari delapan kecerdasan majemuk yang ada, yaitu kecerdasan linguistik verbal, kecerdasan logika matematika, dan kecerdasan spasial pada anak usia dini.

Kecerdasan Majemuk Kecerdasan majemuk atau yang biasa di kenal dengan Multiple intelligence menurut Misni (2006) adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan bukan sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan potensi sel otak yang

aktif atau nonaktif tergantung pada pengalaman hidup sehari-hari, baik di rumah, sekolah atau di tempat lain. Gardner (1993: 15) menyatakan bahwa: An intelligence entails the ability to solve problems or fashion products that are of consequence in a particular cultural setting or community. The problem solving skill allows one to approach a situation in which a goal is to be obtained and to locate the appropriate route to that goal. Titik tekan dari teori kecerdasan majemuk menurut Gardner terletak pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu produk atau karya. Secara lebih terperinci dapat dinyatakan sebagai berikut: a. Kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang efektif atau menyumbangkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya. b. Sebuah perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam hidupnya. c. Potensi untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang melibatkan penggunaan pemahaman baru. Gardner (Amstrong, 2002: 6-10) menetapkan empat syarat khusus yang harus dipenuhi setiap kecerdasan untuk dapat masuk ke dalam teorinya, yaitu: setiap kecerdasan harus dapat dilambangkan, mempunyai riwayat perkembangan, rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada wilayah otak tertentu, mempunyai keadaan akhir berdasarkan nilai budaya. Berdasarkan hal tersebut, Gardner (1993: 17-25) memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau kecerdasan dasar, yaitu: a. Kecerdasan linguistik/verbal: kemampuan dalam bidang bahasa. b. Kecerdasan logika matematika: suka ketepatan dan menyukai berfikir abstrak dan terstruktur. c. Kercedasan spasial: berfikir dengan menggunakan gambar. d. Kecerdasan kinestetik: suka bergerak, suka menyentuh segala sesuatu, bermain dengan jari atau belajar bahasa isyarat. e. Kecerdasan musikal: menyukai dan mengerti musik. f. Kecerdasan interpersonal: pengamat yang baik, berdiri tenang dan menepi namun tak satu hal pun yang luput dari pengamatannya.

g. Kecerdasan intrapersonal: membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan memahaminya, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nilai. h. Kecerdasan naturalis: alam sekitar menjadi perhatian utamanya, sangat peduli pada lingkungan, memahami tentang topik sistem kehidupan. Peneliti mencoba mengembangkan tiga macam kecerdasan dari delapan kecerdasan dalam penelitian ini. Tiga kecerdasan yang dikembangkan tersebut, yaitu: a. Kecerdasan Linguistik Kemampuan anak dalam mengolah bahasa; memiliki kepekaan dalam memahami struktur, arti, dan penggunaan bahasa baik tertulis maupun tidak (anak sangat cepat mengingat kata baru, suka berbicara, selalu ingin tahu tentang sesuatu yang baru, dan sejenisnya). Kecerdasan ini bersifat universal. b. Kecerdasan Logika Matematika. Kemampuan anak mengatur pola pikir induktif dan dedukatif, bekerja dengan pola abstrak, serta berpikir logis (ciri yang menonjol pada anak yaitu selalu ingin tahu dan bertanya mengapa ini dan mengapa itu, cepat mengingat deretan angka, mudah memahami sebab akibat dan sebagainya). Orang dengan kecerdasan matematis yang berkembang adalah orang yang mampu memecahkan masalah dan mereka menyukai angka, urutan, logika dan keteraturan. c. Kecerdasan Spasial Kemampuan yang tinggi di bidang pengamatan dan kemampuan untuk berpikir, punya kemampuan membayangkan ruang, melukiskan kembali, mengubah atau memodifikasi bayangan melalui ruangan. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang, ukuran dan juga hubungan diantara elemen-elemen tersebut.

Pengertian Anak Usia Dini Anak usia dini menurut Nasional Assosiation in Education for Young Children (NAEYC) adalah anak yang berada pada rentang usia lahir sampai usia 8 tahun (Wikipedia, 2007). Anak usia dini memiliki potensi genetik dan siap

untuk dikembangkan melalui pemberian berbagai rangsangan. Sehingga pembentukan perkembangan selanjutnya dari seorang anak sangat ditentukan pada masa-masa awal perkembangan anak. Sujiono (Dewi dan Eveline, 2004: 351) menjelaskan bahwa anak usia dini adalah sekelompok anak yang berusia 0-8 tahun yang memiliki berbagai potensi genetik dan siap untuk ditumbuh kembangkan melalui pemberian berbagai rangsangan. Secara internasional aspek-aspek perkembangan AUD adalah: a. Perkembangan Fisik, baik motorik halus maupun motorik kasar. Yang termasuk motorik halus dalam hal ini adalah gerakan tangan dan yang termasuk dalam motorik kasar adalah gerakan si anak saat naik-turun tangga ataupun memanjat. b. Perkembangan emosional dan sosial. Emosional dalam hal ini menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan si anak, baik itu perasaan, sedih, senang, kesal, gembira, dll. Sedangkan perkembangan sosial dalam hal ini adalah interaksi si anak dengan lingkungan, terutama orang-orang yang ada di sekitar si anak. c. Perkembangan kognitif/intelektual. Perkembangan kognitif disini contohnya adalah perkembangan kemampuan si anak untuk menggunakan bahasa. Aspek-aspek perkembangan anak ini tidak mutlak digunakan oleh seluruh negara, namun ketiga aspek ini merupakan acuan yang digunakan dalam menentukan aspek perkembangan anak. Misalnya ada checklist di Australia yang memisahkan antara perkembangan bahasa dengan perkembangan kognitif intelektual. Di Indonesia sendiri, Direktorat TK & SD DEPDIKNAS tidak menyebutkan aspek perkembangan, namun ada aspek-aspek perkembangan yang masuk dalam kurikulum TK. Aspek-aspek perkembangan tersebut adalah: a. Perkembangan fisik. Dalam kurikulum TK tidak disebutkan masalah motorik halus dan motorik kasar, namun yang disebutkan adalah keterampilan dan fisik. Sebenarnya keterampilan adalah motorik halus dan fisik adalah motorik kasar.

b. Perkembangan Emosional dan sosial. Perkembangan emosional dan sosial dalam kurikulum TK disebut sebagai perkembangan moral dan perilaku. c. Perkembangan kognitif/intelektual. Dalam kurikulum TK perkembangan kognitif/intelektual ini disebut dengan daya pikir. d. Kreativitas yang tumbuh dari perkembangan yang sehat dari semua aspek disebut daya cipta.

Melatih Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini dalam Pembelajaran Anak perlu dilatih kecerdasan majemuk yang di miliki, agar anak dapat belajar dengan efektif dan mampu menghargai dirinya sendiri. Amstrong (2003: 243-249) mengungkapkan bahwa untuk melatih kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh anak, maka perlu memperhatikan beberapa petunjuk berikut: gunakan bahasa yang sederhana, hubungkan semua kecerdasan dengan dunia anak, tekankan bahwa anak mempunyai semua jenis kecerdasan, tunjukkan tokoh panutan dalam hidup anak, kunjungi tempat-tempat di mana berbagai kecerdasan dihargai, gunakan cara-cara kreatif. Pembelajaran bagi anak usia dini adalah dengan bermain, maka untuk melatih kecerdasan majemuk pada anak usia dini kita harus kreatif dalam membuat permainan yang mengandung nilai pendidikan. Namun sayangnya, saat ini kegiatan bermain kurang mendapatkan perhatian para pendidik anak usia dini. Anak usia dini sudah banyak mendapatkan tugas-tugas dari para guru mereka di sekolah, sehingga bentuk pembelajaran anak usia dini banyak yang terstruktur dan formal, sehingga kesempatan untuk anak belajar sambil bermain menjadi sangat kurang. Padahal, bermain merupakan sarana yang paling efektif untuk dapat melatih kecerdasan pada anak usia dini. Anak usia dini dalam penelitian ini dibatasi pada usia 3-5 tahun, di mana dalam pembelajaran untuk anak usia dini, kurikulum yang diberikan merupakan kurikulum bermain yang memperhatikan perkembangan psikologis anak. Menurut Bredekamp and Copple (1997):

The physical development of 3-through 5-years-olds should be considered throughout the learning environment and across the curriculum. Plans should provide for physical activity throughout the young childs day. In any part of the curriculum, requiring too much sitting is at odds with young childrens characteristic mode of learning through activity through moving, exploring, and acting on objects. Pendapat yang disampaikan Bredekamp and Copple ini dituangkan dalam bentuk multimedia pembelajaran dengan memasukkan komponen gerak, mencari dan bermain peran yang disajikan dalam bentuk permainan-permainan edukatif. Hal ini dikarenakan bahwa pada hakikatnya semua anak-anak suka bermain, kegiatan bermain anak ini perlu untuk mendapatkan perhatian lebih oleh orang tua maupun orang-orang yang terlibat dalam pendidikan anak usia dini. Abdullah (2007 : 26-27) mengungkapkan tiga langkah penting yang menjadi pertimbangan utama untuk melatih kecerdasan majemuk anak, yaitu: a. Melihat kemampuan anak dalam berinovasi. b. Metode ilmiah yang digunakan harus dapat diterapkan kepada siapa saja. c. Penerapan metode yang dipilih secara bertahap, sabar dan tidak tergesa-gesa. Bermain memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Hampir semua bidang akan berkembang dengan bermain, oleh sebab itulah kita perlu untuk menciptakan permainan edukatif untuk melatih kecerdasan anak, agar anak dapat bermain sambil belajar dan itu berlangsung tanpa disadarinya dan tanpa adanya tekanan dari orang tua. Misni (2006) mengungkapkan bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan dan mengembangkan imajinasi anak secara spontan dan tanpa beban. Dunia anak pada dasarnya adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia dini anak melakukan sebagian besar kegiatannya dengan bermain. Begitu pentingnya bermain bagi perkembangan anak, maka perlu untuk diperhatikan perkembangan anak dalam bermain itu sendiri. Jika ingin melatih kecerdasan majemuk pada anak, maka anak tidak boleh dipaksakan melakukan sesuatu yang tidak disukainya, jangan sampai terjadi kesalahan dalam

10

memberikan arahan dan bimbingan dalam masa pembelajaran melalui bermain, dan yang terpenting adalah bagaimana melatih anak untuk bisa bermain sambil belajar, agar otak anak dapat berkembang secara sempurna.

Pengembangan Multimedia Pembelajaran untuk Melatih Kecerdasan Majemuk pada Anak Usia Dini Media belajar bagi anak usia dini umumnya merupakan alat-alat permainan. Pada prinsipnya media belajar berguna untuk memudahkan anak belajar memahami sesuatu yang mungkin sulit atau menyederhanakan sesuatu yang kompleks. Berdasarkan pengertian media belajar bagi anak usia dini tersebut, multimedia pembelajaran dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk media belajar bagi anak. Dewasa ini penggunaan komputer sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari. Anak-anak di bawah enam tahun pun banyak yang telah dikenalkan dengan komputer, namun yang perlu diperhatikan adalah program yang ditampilkan dalam software komputer hendaknya melibatkan lebih dari satu jenis kecerdasan. Pengembangan multimedia pembelajaran untuk anak usia dini yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada metode pembelajaran untuk melatih kecerdasan majenuk pada anak usia dini. Amstrong (2003: 286) program multimedia yang baik dan dapat digunakan untuk melatih kecerdasan majemuk adalah program yang bersifat menggantung yang memungkinkan anak tidak hanya meng-clik pertanyaan dan jawaban, namun mampu membuat anak ikut berfikir, mengikutsertakan anak dalam pemikiran kreatif, pemecahan masalah, membangun, mengambil keputusan, dan lain-lain. Multimedia untuk anak usia dini ini dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivistik. Di mana belajar adalah mengkonstruksi pemahaman atau pengetahuan dengan cara mengkaitkan dan menyelaraskan fenomena, ide, kegiatan, atau pemahaman baru ke dalam struktur pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Penggunaan software komputer untuk melatih kecerdasan majemuk pada anak usia dini ini melibatkan orang dewasa sebagai mentor, mediator bagi anak dalam bermain komputer.

11

Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan model penelitian dan pengembangan, yang bertujuan untuk mengembangkan produk pembelajaran berupa multimedia pembelajaran untuk melatih kecerdasan majemuk pada anak usia dini. Penelitian pengembangan dalam dunia pendidikan banyak digunakan untuk mencari solusi dari permasalahan praktis dalam dunia pendidikan. Penelitian dengan model pengembangan dipilih karena penelitian pengembangan yang dilakukan ini berorientasi pada produk. Penelitian ini menggunakan model penelitian Borg and Gall (1989) untuk menghasilkan software pembelajaran berupa produk multimedia pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Model penelitian pengembangan versi Borg and Gall (1989: 784-785) ini meliputi sepuluh

kegiatan, yaitu: (1) Studi Pendahuluan, (2) Perencanaan penelitian, (3) Pengembangan produk awal, (4) Uji lapangan terbatas, (5) Revisi hasil uji lapangan terbatas, (6) Uji lapangan lebih luas, (7) Revisi hasil uji lapangan, (8) Uji kelayakan, (9) Revisi hasil uji kelayakan, dan (10) Diseminasi dan sosialisasi produk akhir.

Hasil Penelitian Hasil penelitian meliputi data-data hasil penilaian dari ahli meteri, ahli media, anak dan pendamping dalam uji lapangan terbatas, anak dan pendamping dalam uji lapangan lebih luas, serta anak dan pendamping dalam uji operasional. Seluruh data yang diperoleh dikonversikan ke dalam data kualitatif. Berdasarkan hasil penilaian yang telah dikonversikan ke dalam data kualitatif, diketahui bahwa hasil penilaian dari ahli materi dilihat dari kualitas kontens materi dan kurikulum adalah sangat baik. Data validasi ahli media dilihat dari komponen komunikasi, desain, dan format sajian juga mendapatkan penilaian sangat baik. Penilaian ahli materi dan ahli media ini menjadi acuan untuk melakukan analisis dan merevisi multimedia yang akan dikembangkan. Hasil masing-masing uji lapangan dijadikan acuan untuk mengetahui kekurangan multimedia, sehingga dapat

12

direvisi agar layak digunakan dalam pembelajaran untuk anak usia dini. Berdasarkan hasil uji lapangan, didapatkan data sebagai berikut: 1. Hasil uji lapangan terbatas Hasil observasi terhadap anak 1. Komponen materi 2. Komponen strategi pembelajaran 3. Komponen kualitas teknis 4. Rerata keseluruhan Hasil evaluasi dari pendamping anak 1. Komponen materi 2. Komponen strategi pembelajaran 3. Komponen kualitas teknis 4. Rerata keseluruhan 2. Hasil uji lapangan lebih luas Hasil observasi terhadap anak 1. Komponen materi 2. Komponen strategi pembelajaran 3. Komponen kualitas teknis 4. Rerata keseluruhan Hasil evaluasi dari pendamping anak 1. Komponen materi 2. Komponen strategi pembelajaran 3. Komponen kualitas teknis 4. Rerata keseluruhan 3. Hasil uji operasional Hasil observasi terhadap anak 1. Komponen materi 2. Komponen strategi pembelajaran 3. Komponen kualitas teknis 4. Rerata keseluruhan Hasil evaluasi dari pendamping anak 1. Komponen materi 2. Komponen strategi pembelajaran 3. Komponen kualitas teknis 4. Rerata keseluruhan 4,50 4,40 4,14 4,39 4,46 4,40 4,50 4,46 Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik 4,35 4,37 3,85 4,26 4,51 4,48 4,58 4,53 Sangat baik Sangat baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik 4,00 4,50 3,50 4,10 4,38 4,00 4,16 4,18 Baik Sangat baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik

13

Simpulan tentang Produk Dari hasil penelitian dan pengembangan ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penelitian dan pengembangan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: studi pendahuluan, pengembangan produk, uji lapangan, dan diseminasi hasil. 2. Ciri khas dari multimedia yang dikembangkan ini adalah materi-materi yang diberikan bersifat menggantung, sehingga anak memiliki kesempatan untuk ikut terlibat langsung dalam penyelesaian masalah yang diberikan pada multimedia pembelajaran. 3. Berdasarkan penilaian hasil uji operasional, multimedia pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini dalam penggunaannya dianggap efektif dan layak digunakan sebagai salah satu media pembelajaran untuk melatih kecerdasan majemuk pada anak usia dini. 4. Penggunaan multimedia pembelajaran Mari Bermain Bersama Momo ini hendaknya suatu saat bisa dikembangkan kembali dengan melengkapi kecerdasan-kecerdasan lain yang belum tersampaikan dalam multimedia ini, agar dapat melatih kecerdasan majemuk anak secara optimal.

Keterbatasan Penelitian Berdasarkan simpulan di atas, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang hendaknya dapat menjadi perhatian, yaitu: 1. Peningkatan kecerdasan yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak terukur, sehingga tidak dapat dilihat dengan perubahan kecerdasan anak. 2. Materi dalam multimedia yang dikembangkan ini masih terbatas pada empat jenis kecerdasan majemuk dari delapan kecerdasan majemuk yang ada. 3. Kecerdasan spasial sebagai salah satu kecerdasan yang dikembangkan dalam multimedia pembelajaran ini, belum diulas secara menyeluruh. 4. Multimedia yang dikembangkan saat ini baru bisa digunakan oleh anak-anak usia dini yang berada di wilayah perkotaan dan berasal dari keluarga yang relatif mapan.

14

DAFTAR PUSTAKA Abdullah Muhammad Abdul Muthy. (2007). Quantum Parenting: Cara cerdas mengoptimalkan daya inovasi dan kreativitas anak anda. Surakarta: Quala Smart Media. Amstrong, Thomas. (2002). 7 Kinds of Smart. Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ________________. (2003). Setiap Anak Cerdas! Panduan membantu anak belajar dengan memanfaatkan multiple intelligence-nya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bredekamp, Sue and Copple, Carol. (1997). Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Programs. Washington, D.C: A 1996-97 NAEYC Comprehensive Membership Benefit. National Association for the Education of Young Children. Borg,Walter and Gall, Meredith Damien. (1989). Educational Research. New York & London : Longman. Dewi Salma & Eveline Siregar. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media bekerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta. Dina Y. Sulaeman. (2007). Mukjizat Abad 20. Doktor Cilik Hafal dan Faham AlQuran. Bandung: Mizan Media Utama Gardner, Howard. (1993). Multiple Intelligences (The Theory in Practice). New York: Basic Books Khamid Wijaya, dr. Audrey Luize, dkk. (February 2004) Mencetak Anak Cedas?...Gampang!. www.balitacerdas.com: 20 Mei 2007 Misni Irawati. Menggali Kecerdasan Jamak Melalui Bermain. (January 2006) www.freelists.org/archives/ppi/01-2006/msg00651.html-20k-TembolokLaman Sejenis: 15 Agustus 2007 Taufan Surana. Meningkatkan kecerdasan anak balita dengan cepat dan pasti. www.balitacerdas.com: Kamis, 18 Desember 2003 Tri. (2007). Home Schooling Bagi Anak Usia Dini. www.republika.co.id: 20 November 2007 Wikipedia. (April 2007). Early Childhood Education. hhtp://en.wikipedia.org/wiki/early_childhood_education: 20 Mei 2008 Ajari Anak Jangan Sambil Emosi Dong! (January 2002) www.newsletter.com: 20 Mei 2007

15

You might also like