You are on page 1of 7

Pengaruh berbagai jenis pelarut dan asam terhadap

PENGARUH BERBAGAI JENIS PELARUT DAN ASAM TERHADAP RENDEMEN ANTOSIANIN DARI KUBIS MERAH ( Brassica oleraceae capitata )
EFFECT OF VARIOUS SOLVENT AND ACID TO RENDEMENT ANTHOCYANIN FROM RED CABAGE PLANT (Brassica oleraceae capitata ) Zurrahmi Wirda , Hakimah Halim , Tanwirul Millati dan Rahmi Zulhidiani
1 1 2 2 2

Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Reuleut-Aceh Utara, NAD 2 Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNLAM Jl. Jend. A. Yani Km.36 PO Box 1028 Banjarbaru 70714

ABSTRACT Antosianin is one of natural colorant, that much consist in fruits, flowers, and vegetable, which is one of them is red cabbage (Brassica oleraceae capitata). The aim of the research is to find out the interaction beetwen various solvent and acid to rendement anthocyanin that produced, deciding the influence of various solvent and acid good and capable to produce rendement in great number, deciding the influence of various acid and pH and also various acid and storage temperature good to stability color anthocyanin from red cabbage. This research use random project group (RAK) factorial with 3 time repetation. Two factor there are the first factor is solvent wich 3 level there are ethan ol 95% (p 1), methanol 95% (p 2) and aquades (p 3), while the second factor is acid (a) wich 3 level there are HCl 1% (a 1), citrate acid 3% (a 2) and acetat acid (a 3). Perception of phase test of I included absorbance filtrate, content of anthocyanin and rendement anthocyanin. While phase test of II that is to know effect acid and pH to stability antocyanin and effect acid and storage temperature to stability antocyanin analyzed by descriptif. The researchs result show that there a real interaction between solvent and acid to absorbance filtrate, content of anthocyanin and rendement anthocyanin that was produced, where combination of solvent which is the best to be used for the mengekstraksi of antosiani n of red cabbage was treatment of ekstraksi use methanol 95% and is sour of HCl 1% (p2a1) and treatment of methanol 95% and cittrate acid 3% (p 2a2) give result of best. Phase test of II that is influence of sour type and pH to colour stability of antosian in show best value is at treatment of acid of HCL 1% which is enhanced by condensation of pH 2, while stability of colour anthocyanin effect of influence various acid and temperature storage do not yield the best treatment because anthocyanin have is not unstable since at first day perception. Key words: anthocyanin, red cabbage, various solvent, aci d. ABSTRAK Antosianin merupakan salah satu pigmen yang banyak terdapat pada buah-buahan, bunga dan sayuran , salah satunya terdapat pada kubis merah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui interaksi antara jenis pelarut dan asam terhadap rendemen antosianin yang dihasilkan, dan menentukan k ombinasi pelarut dan asam terbaik, mampu menghasilkan rendemen antosianin yang maksimal serta menentukan kombinasi jenis asam dan pH serta kombinasi jenis asam dan suhu penyimpanan yang terbaik terhadap stabilitas warna antosianin dari kubis merah. Penelitian ini mengunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu pelarut dengan 3 taraf y ang terdiri dari etanol 95% (p 1), metanol 95% (p 2) dan aquades (p 3), dan faktor kedua yaitu asam (a) dengan 3 taraf yang terdiri dari HCl 1% (a 1), asam sitrat 3% (a2) dan asam asetat (a3). Sedangkan uji tahap 2 untuk mengetahui pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna dan pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna dilakukan uji secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara jenis pelarut dan asam terhadap absorbansi filtrat, ka dar antosianin dan rendemen antosianin yang dihasilkan, dimana kombinasi pelarut yang paling baik untuk mengekstraksi antosianin dari kubis merah adalah perlakuan ekstraksi menggunakan metanol 95% dan asam HCl 1% (p 2a1) dan perlakuan metanol 95% dan asam s itrat 3% (p2a2) memberikan hasil yang terbaik. Uji tahap II yaitu pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna antosianin menunjukkan nilai yang paling baik adalah pada perlakuan asam HCl 1% yang ditambahkan larutan pH 2, sedangkan stabilitas warna antosianin akibat pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan nilai paling baik ditunjukkan pada perlakuan perlakuan asam sitrat 3% yang disimpan pada suhu kamar. Key words: antosianin, kubis merah, jenis pelarut, asa m.

Agroscientiae

Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011

57

Zurrahmi Wirda, dkk. PENDAHULUAN Antosianin merupakan salah satu pigmen tanaman yang mempunyai cakupan warna luas ungu, biru, jingga, merah sampai biru agak kehijauan, merupakan pigmen pada buah -buahan, bunga dan sayur-sayuran (Lea, 1988; Henry, 1999). Pigmen ini bersifat larut dalam air dan terdapat di dalam cairan sel tumbuhan (Fennema, 1976) . Kubis merah ( Brassica oleraceae capitata ) merupakan salah satu hasil pertanian yang berpotensi sebagai pewarna alami makanan karena kaya akan antosianin (Giusti dan Wrolstad, 2001). Tra (2003) menyatakan bahwa antosianin yang berasal dari kubis merah mempunyai tingkat kestabilan yang baik. Untuk mengekstrak suatu pigmen diperlukan metode ekstraksi yang sesuai dengan sifat bahan (sumber pigmen), seperti pemilihan jenis pelarut, agar dihasilkan rendemen dan stabilitas pigmen yang tinggi (Sari, 2003). Begitu juga dengan antosianin yang berasal dari kubis merah. Antosianin merupakan pigmen yang bersifat polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut -pelarut polar (Wijaya, Widjanarko dan Susanto, 2001). Rabino dan Mancinelli (1986) menyatakan bahwa pigmen antosianin dari tanaman Brassica oleracea dapat diekstraksi menggunakan pelarut metanol yang mengandung larutan HCl 1% selama 48 jam o pada suhu 4 C. Sedangkan buah Basella rubra diekstraksi antosianinnya menggunakan metanol 99,9% yang ditambahkan HCl (Ozela, 1996 dalam Ozela, Stringheta, dan Ch auca. 2007). Hasil penelitian Hanum (2000) bahwa penggunaan metanol yang ditambahkan asetat dapat menghasilkan rendemen antosianin yang tinggi dari ekstrak ketan hitam yaitu sekitar 260,24 mg/100g dibandingkan ketika diekstraksi menggunakan metanol dan HCl, yaitu sekitar 116,75 mg/100g. Jenis pelarut dan asam yang tepat untuk menghasilkan rendemen antosianin dari kubis merah dalam jumlah yang maksimum hingga saat ini belum diketahui. Atas pertimbangan tersebut digunakan berbagai macam pelarut yang mengandung asam untuk mengekstraksi antosianin yang ada di dalam kubis merah. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh interaksi antara jenis pelarut dan asam terhadap rendemen antosianin yang dihasilkan. 2. Menentukan kombinasi pelarut dan asam terbaik dan mampu menghasilkan rendemen antosianin yang maksimal. 3. Menentukan kombinasi jenis asam dan pH serta kombinasi jenis asam dan suhu penyimpanan yang terbaik terhadap stabilitas warna antosianin dari kubis merah. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain kubis merah, aquades, dan beberapa bahan kimia seperti etanol 95%, metanol 95%, HCl 1%, asam sitrat 3% dan asam asetat 3%. Alat yang digunakan antara lain pisau stainless still, tabung reaksi, tabung reaksi, gelas ukur. timbangan ana litik, erlenmeyer, vortex, kertas saring Whatman no 41, shaker -inkubator,. spektrofotometer UV. Rancangan Percobaan Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) tahap penel itian. Tahap I merupakan penelitian utama menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan Fakt orial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama yaitu faktor jenis pelarut (p) terdiri dari etanol 95% (p 1), metanol 95% (p2) dan aquades (p 3), sedangkan faktor kedua yaitu faktor jenis asam (a) terdiri dari HCl 1% (a 1), asam sitrat 3% (a 2) dan asam asetat 3% (a 3). Perbandingan antara pelarut, aquades dan asam yaitu 5:4:1 (Sari, 2003). Tahap II merupakan penelitian tambahan yang meliputi pengaruh jenis asam dan pH serta pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna, masing -masing datanya dianalisis secara deskriptif. Uji pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna terdiri dari 2 faktor, faktor pertama yaitu faktor jenis asam (a) terdiri dari HCl 1% (a 1), asam sitrat 3% (a 2) dan asam asetat 3% (a3), sedangkan faktor kedua yaitu faktor pH (d) terdiri dari pH 2 (d 1), pH 3 (d 2) dan pH 4 (d 3). Uji pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna terdiri dari 2 faktor juga, faktor pertama yaitu faktor jenis asam (a) terdiri dari HCl 1% (a 1), asam sitrat 3% (a2) dan asam asetat 3% (a 3), sedangkan faktor kedua yaitu faktor suhu o penyimpanan (s) terdiri dari suhu 15 C (s1) dan suhu kamar (s2) Pelaksanaan Penelitian Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metode ekstraksi maserasi. Kubis merahdisortasi dan dibersihkan serta diukur kadar airnya. Selanjutnya dipotong-potong kecil dengan ukuran 1 x 1 mm, lalu ditimbang sebanyak 50 gram per perlakuan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan pelarut sesuai perlakuan. Pelarut yang digunakan adalah etanol, metanol dan aquades yang masing-masing ditambahkan asam yang berbeda, dengan perbandingan bahan yang akan diekstrak dan pelarut 1:4 (Lea, 1988). Pengamatan Pengamatan penelitian dilakukan terhadap

58

Agroscientiae ISSN 0854-2333

Pengaruh berbagai jenis pelarut dan asam terhadap penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I meliputi pengamatan terhadap absorbansi filtrat, kadar antosianin dan rendemen antosianin. Sedangkan penelitian tahap II (tambahan) meliputi pengamatan terhadap pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna serta pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna. Analisis Data Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dilakukan uji Barlett pada taraf nyata 5%. Lalu dilanjutkan dengan analisis sidik ragam dengan uji F pada taraf nyata 5%. Sedangkan data pengamatan pengaruh jenis asam dan pH serta pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna hanya dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan menunjukkan filtrat yg diperoleh dari ekstraksi kubis merah berwarna merah, seperti warna yang dimiliki oleh pigmen antosianin. Dengan penambahan larutan yang bersifat basa seperti NaOH, terjadi perubahan warna menjadi hijau kebiruan. akan tetapi ketika ekstrak tersebut direaksikan dengan larutan yang bersifat asam seperti HCl maka larutan kembali menjadi warna merah. Terjadinya perubahan warna tersebut disebabkan perubahan struktur antosianin akibat + + pengaruh ion H dan OH. Penambahan ion H membuat pH semakin turun sehingga larutan semakin asam, namun sebaliknya penambahan ion OH dapat membuat pH menjadi meningkat sehingga larutan menjadi semakin basa. Pada + kondisi lingkungan yang asam dan konsentrasi [ H ] yang tinggi, molekul antosianin akan memberikan + ion OH yang kemudian berkombinasi dengan H membentuk air, sebagai hidroksil yang hilang, dan antosianin akan berada dalam bentuk kation flavium dimana larutannya berwarna merah. Ini sesuai dengan pendapat Sakidja (1989 dalam Wijaya, Widjanarko, dan Susanto, 2001) bahwa sifat kimia antosianin sangat dipengaruhi oleh pH, bila ekstrak antosianin ditambahkan alkali, pigmennya akan berubah warna menjadi hijau yang seringkali berakhir dengan warna kuning, tetapi bila ek strak antosianin direaksikan dengan senyawa yang bersifat asam maka ekstrak akan berubah warna menjadi merah lagi. Penelitian Tahap I Absorbansi filtrat. Dari hasil uji DMRT diperoleh bahwa perlakuan ekstraksi menggunakan metanol 95% dan asam HCl 1% (p2 a1) dan perlakuan metanol 95% dan asam sitrat 3% (p 2a2) memberikan hasil terbaik, tetapi nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan etanol 95% dan asam sitrat 3% (p1a2), etanol 95% dan asam asetat 3% (p 1a3) dan perlakuan metanol 95% dan asam asetat 3% (p 2a3). Tabel 1. Hasil uji DMRT pengaruh interaksi jenis pelarut dengan asam terhadap absorbansi filtrat antosianin dari kubis merah Table 1. DMRT for effect of interaction between various solvent and acid to absorbance of filtrate anthocyanin from red cabbage
Jenis Asam Pelarut HCl 1% (a1) 0,53 bc 0,68 d 0,43 ab As. Sitrat 3% (a2) 0,58 cd 0,68 d 0,34 a As.Asetat 3% (a3) 0,56 bcd 0,55 bcd 0,50 bc

Etanol 95% (p1) Metanol 95% (p2) Aquades (p3)

Ket : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh efektifitas pelarut dari bahan, dimana sifat -sifat kepolaran, kelarutan antara zat pelarut dan zat yang dilarutkan memiliki kecocokan. Antosianin adalah salah satu pigmen yang larut dalam air dan berada pada vakuola sel tanaman. Sedangkan pelarut metanol juga termasuk pelarut polar, dimana indeks polaritasnya adalah 5,1 (Byers, 2003). Seperti yang dikemukakan oleh Pujaatmaka (1990 dalam Sari, 2003) bahwa adanya faktor kecocokan antara zat terlarut dengan pelarut yang m enyebabkan keduanya dapat bercampur menjadi satu. Dari Tabel 1 diketahui bahwa absorbansi filtrat antosianin dengan menggunakan pelarut air ternyata lebih rendah dibandingkan etanol 95% dan metanol 95%. Hal ini diduga karena polaritas senyawa antosianin dari kubis merah lebih rendah dibandingkan dengan air sehingga pelarut yang baik untuk ekstraksi antosianin adalah pelarut yang kurang polar. Kadar antosianin. Dari hasil uji DMRT diperoleh bahwa bahwa perlakuan metanol 95% yang ditambahkan asam HCl 1% (p2 a1) dan perlakuan metanol 95% yang ditambahkan asam sitrat 3% (p2a2) memberikan nilai kadar antosianin yang terbaik, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan etanol 95% yang ditambahkan asam sitrat 3% (p1a2), etanol 95% yang ditambahkan asam asetat 3% (p 1a3), metanol 95% yang ditambahkan

Agroscientiae

Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011

59

Zurrahmi Wirda, dkk. asam asetat 3% (p 2a3), etanol 95% yang ditambahkan asam HCl 1% (p 1a1), dan perlakuan ekstraksi menggunakan aquades yang ditambahkan asam asetat 3% (p 3a3). Tabel 2. Hasil uji DMRT pengaruh interaksi jenis pelarut dengan jenis asam terhadap kadar -1 antosianin (mg.ml ) dari kubis merah Table 2. DMRT for effect of interaction between various solvent and acid to rate of -1 anthocyanin (mg.ml ) from red cabbege
Jenis Asam HCl 1% as. sitrat as.asetat (a1) 3% (a2) 3% (a3) -3 -3 -3 etanol 95% 5,2 x 10 5,7 x 10 5,5 x 10 (p1) bc bc bc -3 -3 -3 metanol 95% 6,6 x 10 6,6 x 10 5,4 x 10 (p2) c c bc -3 -3 -3 4,2 x 10 3,3 x10 4,9 x 10 air (p3) ab a abc Ket: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Pelarut

ditambahkan asam HCl 1% (p2a1) dan perlakuan metanol 95% yang ditambahkan asam sitrat 3% (p2a2) memberikan nilai rendemen antosianin yang terbaik, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan etanol 95% yang ditambahkan asam sitrat 3% (p 1a2), perlakuan etanol 95% yang ditambahkan asam asetat 3% (p 1a3), metanol 95% yang ditambahkan asam asetat 3% (p 2a3), dan etanol 95% yang ditambahkan asam HCl 1% (p 1a1). Tabel 3. Hasil uji DMRT pengaruh interaksi jenis pelarut dengan jenis asam terhadap rendemen antosianin (%) dari kubis merah Table 3. DMRT for effect of interaction between various solvent and acid to rendement anthocyanin from red cabbege .
Jenis Asam Pelarut HCl 1% (a1) 0.0259 bcd As. Sitrat 3% (a2) As.Asetat 3% (a3)

Kemampuan metanol dalam melarutkan antosianin lebih baik dibandingkan pelarut lainnya kemungkinan disebabkan karena sifat kepolaran yang dimiliki oleh metanol dimana indeks polaritasnya adalah 5,1 (Byers, 2003). Sementara ekstraksi menggunakan pelarut etanol 95% dan aquades menghasilkan kadar antosianin berturut -3 -3 -1 -3 turut 5,2x10 - 5,7x10 mg.ml dan 3,3x10 -3 -1 4,9x10 mg.ml , lebih rendah dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan metanol. Hal ini diduga karena tingkat polaritas aquades yang terlalu tinggi untuk mengekstrak antosianin, dimana antosianin sendiri lebih sesuai apabila diekstrak dengan pelarut yang sedikit polar (Saati, 2002 dalam Sari, 2003). Sedangkan etanol memiliki polaritas yang lebih rendah dibandingkan metanol (Houghton dan Raman, 1998). Adanya kecocokan sifat inilah yang menyebabkan antosianin yang diperoleh lebih banyak dibandingkan bila menggunakan p elarut lain. Sudarmadji, Haryono dan Suhardi (2003) menyatakan bahwa bahan -bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan pelarut yang sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan. Metanol adalah salah satu pelarut yang bersifat polar, bahkan daya kepolarannya lebih tinggi daripada etanol dan lebih rendah dari air. Nilai konstanta dialektrikum dari metanol yaitu 33,60, lebih tinggi dari konstanta dialektrikum etanol yang hanya 24,30. Ini berarti metanol lebih bersifat misible (dapat bercamp ur dengan air dalam berbagai proporsi). Rendemen antosianin . Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa perlakuan metanol 95% yang

Etanol 95% 0.0284 cd 0.0274 bcd (p1) Metanol 0.0332 d 0.0332 d 0.0269 bcd 95% (p2) Aquades 0.0210 ab 0.0166 a 0.0242 bc (p3) Ket: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Tingginya nilai rendemen antosianin yang diperoleh dari ektraksi menggunakan metanol dan HCl 1% dan metanol 95% yang ditambahkan asam sitrat 3% dibandingkan menggunakan pelarut lain disebabkan adanya kecocokan kepolaran antara pelarut dengan bahan yang dil arutkan, sehingga campuran pelarut tersebut mampu melarutkan lebih banyak antosianin keluar dari protoplasma sel kubis merah dan menghasilkan rendemen lebih banyak. Pendapat ini didukung oleh Pifferi dan Voccari (1983 dalam Sari 2003) yang menjelaskan ba hwa jumlah rendemen dipengaruhi oleh efektifitas pelarut untuk mengekstraksi antosianin, yang pada akhirnya akan mempengaruhi stabilitas antosianin selama proses ekstraksi. Penelitian Tahap II Pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna. Hasil pengamatan terhadap pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna antosianin dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa stabilitas warna antosianin lebih baik pada perlakuan asam HCl 1% yang ditambahkan larutan pH 2.

60

Agroscientiae ISSN 0854-2333

Pengaruh berbagai jenis pelarut dan asam terhadap


0,5 0,45 0,4 0,35 absorban 0,3 si (A.U.) 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0

t (jam)

0,5 0,45 absorban 0,4 si (A.U.) 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 -9,99E-1 0 1 2 3 4 5

t (jam)

0,5 0,45 0,4 0,35 absorbansi 0,3 (A.U.) 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 C 0 1 2 3 4 5

Walaupun pengamatan pada 0 jam tidak dilakukan, tetapi bila dibandingkan dengan hasil absorbansi fitrat yang menggunakan pelarut metanol 95% (diasumsikan sebagai pengamatan jam ke -0) diketahui bahwa telah terjadi penurunan stabilitas antosianin pada pengamatan jam pertama. Namun penurunan stabilitas antosianin dari perlakuan asam HCl 1% yang ditambahkan larutan pH 2 tidak terlalu menunjukkan penurunan yang berarti. Asam HCl 1% mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengekstraksi antosianin dibandingkan dengan jenis asam yang lain, hal ini ditandai dengan nilai absorbansi yang dicapai oleh asam HCl 1% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai absorbansi dari asam sitrat dan asam asetat. Hal ini diakibatkan karena HCl merupakan asam kuat yang mempunyai sifat elektronegatif tinggi dan mampu + menyumbangkan atau melepaskan ion H lebih banyak dibandingkan dengan asam yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Petrucci dan Achmadi (1985) yang menyatakan bahwa asam hidroklorida mempunyai kekuatan asam yang lebih tinggi dan lebih elektronegatif dibandingkan dengan asam asetat (CH 3COOH). Selain itu kemampuan berdissosiasi asam asetat jauh lebih kecil dibandingkan HCl, sehingga kurang terurai sempurna di dalam larutan (Universitas Lambung Mangkurat, 2004). Pada pH yang sangat asam (seperti pH 0.5) kation flavilium merah berada dalam ke adaan seimbang. Meningkatnya pH menyebabkan penurunan intensitas warna dan konsentrasi kation flavilium, membentuk ion karbinol yang berwarna pucat (Rein, 2005). Laleh et al. (2006) juga melaporkan hasil penelitian mereka dimana meningkatnya pH menyebabk an kerusakan yang besar terhadap sample spesies Berberis yang diujikan. Garam flavilium hanya akan stabil pada kondisi asam yang tinggi. Garam ini akan kehilangan proton pada pH yang tinggi dan berubah menjadi basa guinoidal, yaitu pigmen yang tidak stabil, dan dengan segera berikatan dengan air dan membentuk campuran yang kurang berwarna yang disebut khromenol. Pengaruh jenis asam dan suhu terhadap stabilitas warna. Filtrat yang diperoleh dari kegiatan ekstraksi tahap I yang menggunakan metanol disimpan pada kondisi suhu penyimpanan o yang berbeda, yaitu suhu 15 C dan suhu kamar ( o 28 C) selama 4 hari. Pengukuran absorbansi dilakukan setiap hari dan dimulai pada hari pertama serta pada suhu kamar. Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa stabilitas warna antosianin lebih baik pada perlakuan asam sitrat 3% yang disimpan pada suhu kamar.

t (jam)
Gambar 1. Pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna. (a) asam HCl 1%; (b) asam sitrat 3%; (c) asam asetat 3%. ( ) pada pH 2; ( ) pada pH 3; ( ) pada pH 4 Figure 1. Effect of various solvent and pH to stability colour. (a) HCl 1%; (b) citrate acid 3%; (c) acetate acid 3%. ( ) pH 2; ( ) pH 3; and ( ) pH 4

Agroscientiae

Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011

61

Zurrahmi Wirda, dkk. Walaupun pengamatan pada 0 jam tidak dilakukan, tetapi bila dibandingkan dengan hasil absorbansi fitrat menggunakan pelarut metanol 95% (diasumsikan sebagai pengamatan jam ke-0) diketahui bahwa ternyata telah terjadi penurunan absorbansi yang drastis pada hari pertama . Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa antosianin yang diperoleh akibat perlakuan yang dilakukan menjadi tidak stabil. Temperatur adalah faktor yang ikut mempengaruhi kestabilan struktur molekul antosianin, dengan meningkatnya suhu membuat meningkatnya derajat kerusakan antosianin. Pada suhu tinggi, stabilitas warna menjadi lebih cepat menurun dan terjadinya degradasi pigmen serta polimerase ( Kearsley dan Rodriguez, 1981). Suhu yang tinggi menyebabkan perubahan warna menjadi memudar, hasil mengalami browning dan terbentuknya endapan pada cairan (Hrazdina, 1982). SIMPULAN 1. Terdapat interaksi yang nyata antara jenis pelarut dan asam terhadap rendemen antosianin yang dihasilkan. 2. Pelarut metanol 95% yang ditambahkan HCl 1% (p2a1) atau asam sitrat 3% (p 2a2) merupakan pelarut paling baik digunakan untuk mengekstraksi antosianin dari kubis merah, berdasarkan uji yang dilakukan terhadap absorbansi filtrat, penentuan kadar antosianin dan rendemen antosianin. 3. Warna antosianin lebih stabil pada kombinasi perlakuan asam HCl 1% dan pH 2, tetapi pada perlakuan asam dan suhu penyimpanan antosianin menjadi tidak stabil. SARAN 1. Perlu dilakukan pengamatan pada ja m ke-0 untuk parameter pengaruh jenis asam dan pH terhadap stabilitas warna, dan juga pengamatan pada hari ke-0 untuk parameter pengaruh jenis asam dan suhu penyimpanan terhadap stabilitas warna. 2. Perlu dilakukan penelitian terhadap suhu penyimpanan yang lebih rendah. DAFTAR PUSTAKA Byers, J.A. 2003. Solvent Polarity and Miscibility. www.phenomenex.com. Diakses tanggal 2 November 2008 Day, R.A dan A.L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta. Fachruddin, L. 1998. Memilih dan Memanfaatkan Bahan Tambahan Makanan. Trubus Agriwidya .

0,16 0,14 0,12 absorbansi (A.U.) 0,1 0,08 0,06 0,04

0,02 0 0 1

t (hari)

0,16 0,14 absorbansi 0,12 (A.U.) 0,1 0,08 0,06 0,04

0,02 0 1

t (hari)

0,16 0,14 absorbansi (A.U.) 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04

0,02 0 1 2 t (hari) 3 4 5

Gambar 2. Pengaruh jenis asam dan suhu terhadap stabilitas warna. (a) asam HCl 1%; (b) asam sitrat 3%; (c) asam asetat 3%. o ( ) pada suhu 15 C; ( ) pada suhu kamar Figure 2. Effect of various acid and pH to stability colour. (a) HCl 1%; (b) citrate acid 3%; o (c) acetate acid 3%. ( ) on 15 C, ; ( ) on room temperature

62

Agroscientiae ISSN 0854-2333

Pengaruh berbagai jenis pelarut dan asam terhadap Fennema, O. R. 1976. Principle of Food Science. Marcel Dekker, New York. Giusti, M. M. dan R. E. Wrolstad. 2003. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV Spectroscopy. John Wiley and Sons, USA. Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan stabilitas zat pewarna alami dari katul beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa ). Buletin Teknologi & Industri Pangan 11(1): 17-23. Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tu mbuhan. ITB. Hazdina, G. 1982. Anthocyanins. in J. B. Harborne and T. J. Mabry (eds.). The Flavanoids: Advances in Research. Chapman and Hall, London-New York. p. 135-188. Hendry, G. A. F. 1999. Plant pigments. in P. J. Lea and R. C. Leegood (eds.). Plant Biochemistry and Molecular Biology. John Wiley and Sons Ltd, New York. p 219-234. Houghton, P. J. dan A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Chapman and Hall, London. Kearsley, M. dan N. Rodriguez. 1981. Effec of heat on anthocyanins. J. Food Technol . 16, 421431. Laleh, G.H.; H. Frydoonfar, R. Heidary, R. Jameei, and S. Zare. 2006. The effect of light, temperature, ph and species on stability of anthocyanin.pigments in four berberis species. Pakistan Journal of Nutrition . 5(1): 90-92. Lea, A. G. H. 1988. HPLC of natural pigments in foodstuffs. in R. Macrae (ed.). HPLC in Food Analysis. Academic Press, London. Petrucci, R.H. dan S. Achmadi. 1985. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern. Edisi Keempat. Jilid 2. Erlangga, Jakarta Rabino, R. dan a. L. Mancinelli. 1986. Light, temperature, and anthocyanin production. Plant Physiol. 81: 922-924 Rein, M. J. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry anthocyanins. Dissertation. Department of Applied Chemistry and Microbiology, University of Helsinki Sari, D.P. 2003. Efektifitas penggunaan jenis pelarut dan asam dalam proses ekstraksi pigmen antosianin bunga kana (Canna coccinea Mill). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Tra, T. T. T. 2003. Stability of these anthocyanin extract from several plants in Vietnam. Proceeding Vietnam International Conference Food and Technology : 83-93. WholeHealthMD.com. 2000. Cabbage red. http://www.wholehealthmd.com/refshelf/foods_ view. Diakses tanggal 13 April 2005. Wijaya, L.S., S. B. Widjanarko, dan T. Susanto. 2001. Ekstraksi dan karakterisasi pig men dari kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum) var. Binjai. Biosain 1(2):42-53. Wikipedia, Ensiklopedia bebas. 2008. Methanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Methanol. Diakses tanggal 18 Agustus 2008.

Agroscientiae

Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011

63

You might also like