You are on page 1of 11

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI

OLEH KELOMPOK 8: ISNI WINARNI INDAH NURCAHYATI IRVAN SURYAWIRAWAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM 2010

BAB I PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA LANSIA


Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). 1. Batas-batas usia lanjut batasan usia menurut WHO meliputi : a. usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun b. lanjut usia, antar 60-74 tahun c. lanjut usia tua, antara 75-90 tahun d. usia sangat tua, diatas 90 tahun 2. Menurut UU No.4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut : seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut : lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

BAB II PEMBAHASAN
A. SISTEM RESPIRASI 1. Anatomi system pernafasan Saluran Nafas Atas 1) Hidung a. Terdiri atas bagian eksternal dan internal b. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago c. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. d. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa sangat banyak yang mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. e. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang nasofaring oleh gerakan silia. f. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paruparu g. Sebagai penyaring kotoran dan melembabakan serta menghangatkan udara yang dihirup ke paru-paru.hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan mukosa fungsi berkurang sejalan dengan pertambahan usia. 2) Faring a. Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang meghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. b. Faring dibagi menjadi menjadi 3 region : nasa (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring). c. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif. 3) Laring a. Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. b. Laring sering disebut sebagai kotak suara terdiri atas :  Epligotis : daun kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan  Glotis : ostium antar pita suara dalam laring  Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun

 Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak dibawah kartilago tiroid)  Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid  Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring). 4) Trakea a. Disebut juga batang tenggorok b. Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina. Saluran Nafas Bawah 1. Bronkus a. Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri b. disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2bronkus). c. Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. d. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan yang memiliki : arteri, limfatik, dan saraf. 2. Bronkiolus a. Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus b. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang memebentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas. 3. Bronkiolus Terminalis bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan saliva ). 4. Bronkiolus Respiratori a. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori b. Bronkiolus respiratori dianggao sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. 5. Duktus alveolar dan sakus alveolar a. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar b. Kemudian menjadi alveoli 6. Alveoli a. Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2

b. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2 c. terdiri atas 3 tipe :  sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli  sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam mencegah alveolar agar tidak kolaps)  sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan Paru 1. Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut 2. Terletak dalam rongga dada atau toraks 3. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar 4. Setiap paru mempunyai apeks dan basis 5. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobus- lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Pleura 1. Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis, terbagi menjadi 2 : a. Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada b. Pleura viseralis yaitu menyelubungi setiap paru-paru 2. Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemishan toraks dengan paruparu tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolaps paru. 2. Perubahan Anatomik Sistem Respirasi Menurut Stanley, 2006, perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut : a. Paru-paru kecil dan kendur. b. Hilangnya recoil elastic. c. Pembesaran alveoli. d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu. e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan. g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. h. Kelenjar mucus kurang produktif. i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus.

j.

Penurunan sensivitas kemoreseptor.

B. FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN Bernafas merupakan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana 02 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi). Proses bernafas terdiri darai 3 bagian yaitu : 1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi dada mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah, sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi : a. tekanan udara atmosfir b. jalan nafas yang bersih c. pengembangan paru yang adekuat 2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru. Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi besar ke darah dengan tekanan yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi. Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradient tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi : a. luas permukaan paru-paru b. tebal membran respirasi c. jumlah darah d. keadaan/jumlah kapiler darah e. afinitas f. waktu adanya udara di alveoli. 3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler. Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringandan karbondioksida harus ditransportasikan dari jarinagn kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berkaitan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jarinagn sebgai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi : a. curah jantung b. jumlah sel darah merah c. hematokrit darah

d. latihan
menurut Stokslager, 2003 perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan sebagian berikut: 1. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus. 2. Atrofi umum tonsil. 3. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua. 4. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme kalsium dan kartilago iga. 5. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus. 6. Kifosis. 7. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan 8. Penurunana kapasitas difusi 9. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas vital 10. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastic paru dan peningkatan kapasitas residual. 11. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen. 12. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5% 13. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi paru dan sumbat mukus. 14. Toleransi rendah terhadap oksigen.

BAB III GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA LANSIA


Pada umumnya, penyakit-penyakit yang terjadi pada lanjut usia termasuk juga penyakit infeksi serimg memberikan gejala-gejala yang tidak jelas, sehingga memerlukan kecermatan untuk segera dapat mengenalnya, karena penaganan atau pengobatan yang terlambat terhadap penyakit infeksi dapat berakibat fatal. Pada infeksi slauran pernafasan misalnya, lansia sering tidak mengalami demam atau hanya demam ringan disertai batuk-batuk ringan bahkan hanya didapati nafsu makan berkurang atau tidak ada sama sekali, rasa lelah disertai penampilan seperti orang binggung yang dialami dalam beberapa hari ini, yang jelas berbeda dengan gejala-gejala penyakit pada infeksi orang dewasa. Gejala-gejala penyakit infeksi yang tidak khas tadi bukan saja perlu dikenal dan dipahami oleh dokter ataupun petugas kesehatan lainnya tetapi perlu juga dikenal dan dipahami oleh masyarakat awam agar sesegera mungkin membawa lansia untuk mendapat pengobatan. Secara umum, memang penyakit infeksi telah dapat dikendalikan, akan tetapai pada lansia hal ini masih merupakan suatu masalah, karena berkaitan dengan menurunnya fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh terhadap proses menua. Bahkan diluar negeri yang kemjauan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diragukan lagi ternyata angka kematian akibat beberapa penyakit infeksi pada lansia masih ajuh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewas, yang membuktikan bahwa infeksi masih merupakan masalah penting pada lansia. Faktor Resiko Beberapa faktor resiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena keadaan gizi, lansia sering kali mengalami kekurangan gizi sehingga memudahkannya mengalami infeksi, baik memudahkan kuman masuk kedalam tubuh, mempengaruhi perjalanan dan akibat akhir dari infeksi tadi. Selain itu, zat-zat penting dalam makanan seperti protein, mineral, dan vitamin memegang peranan penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Faktor kekebalan tubuh, seperti kekebalan alami (kulit, rambut getar, dan lender dari saluran nafas) dan kekebalan seluler serta humoral telah berkuarang baik kualitas (mutu) maupun kuantitasnya (jumlah). Penurunan fungsi berbagai organ tubuh baik jantung, paru, ginjal, hati, dan lainlain telah menurun fungsinya sehingga bukan saja memudahkan terjadinya infeksi tetapi juga menyulitkan pengobatannya. Terdapatnya berbagai penyakit seklaigus (kormobiditas), salah satu karakteristik penyakit pada lansia adalah terdapatnya lebih dari satu penyakit yang menyebabkan daya tahan tubuh yabg sangat berkurang sehingga mudah mendapat infeksi. Selain itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan memepermudah tubuh mengalami infeksi.

Gejala Pada infeksi paru-paru yang terjadi pada lansia sering tidak menunjukan demam ataupun hanya demam ringan saja disertai batuk-batuk ringan, nafsu makan yang berkurang atau tidak ada, tidak ada gairah dan penampilan seperti orang binggung, lekas lelah dan nafas agak cepat. Bahkan pada lansia yang mengalami infeksi berat sering pula suhu tubuh lebih rendah daripada orang sehat. Pada infeksi saluran kemih yang terjadi pada lansia, hanya mengalami rasa lemas, kurang mantap jika berjalan, sering tidak didapati gejala-gejala yang lazim seperti buang air kecil yang sering nyeri, rasa nyeri diatas tulang kemlauan bahkan tanpa gejala. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Finkelstein telah membuat pedoman untuk lebih cepat mengenal infeksi pada lansia, yaitu jika didapati gejala-gejala seperti perasaan binggung, tidak ada atau kurang nafsu makan yang baru sja terjadi bebrapa hari ini, penurunan berat badan, buang air kecil yang lebih sering dari biasa. Perlu di perhatikan Sehubungan masih banyaknya didapati infeksi di Indonesia maka diperlukan upaya untuk mencegah dan mengatasinya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : y Bahwa oleh karena gejala-gejala penyakit infeksi pada lansia sering tidak jelas/tidak khas ataupun hanya ringan saja karena penyakit infeksi pada lansia jika tidak segera diobati akan cepat bertambha berat, yang dapat menyebabkan cacat dan kematian. y Bebrapa faktor yang dapat mempertahankan agar sistem kekbalan tubuh tidak menurun, antara lain seperti istirahat yang cukup, olahraga yang teratur dan sesuai dengan kemampuan fisik, makanan atau gizi yang memadai atau seimbang disertai pemberian beberapa jenis vitamin dan mineral, harus tetap mendapat perhatian dari lansia. y Faktor kebersihan jasmani juga perlu mendapat perhatian, dalam pencegahan dan penaggulangan infeksi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem respirasi lansia : a. otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku b. menurunya aktifitas dari sillia c. paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas berkurang d. kemampuan untuk batuk berkurang e. kemampuan keutan otot pernafasan akan menurun siring dengan pertambhan usia. Penyakit lanjut usia di Indonesia berhubungan dengan gangguan sistem respirasi 1. Paru-Paru Fungsi paru-paru mengalami kemunduran disebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru-paru dan dinding dada, berkurangnya kekuatn kontraksi otot pernafasan sehingga menyebabkan sulit bernafas. Infeksi sering diderita pada lanjut usia

diantaranya Penumonia, kematian cukup tinggi sampai 40 % yang terjadi karena daya tahan tubuh yang menurun. Tuberkulosis pada lansia diperkirakan masih cukup tinggi. 2. Nyeri Dada Nyeri dada yang berkaitan dengan kondisi pulmonary mungkin terasa tajam menusuk, dan intermiten atau mungkin pekak, sakit dan persisten. Nyeri biasanya terasa pada tempat terjadi patologi,tetapi mungkin dapat beralih keseimbangan tempat, misalnya leher, punggung, atau abdomen. Penyakit paru tidak selamanya menimbulkan nyeri dada karena paru-paru dan pleura viseral tidak mengandung saraf sensory dan tidak sensitif terhadap nyeri. 3. Sesak Nafas Pada waktu melakukan kerja fisik dapat disebakan oleh : a. kelemahan jantung b. gangguan sistem saluran pernafasan c. karena BB berlebih. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Pola nafas tidak efektif 3. Gangguan pertukaran gas.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/tags/sistem-respirasi-pada-lansia http://contoh-askep.blogspot.com/2008/08/perubahan-sistem-tubuh-lansia.html www.cuplik.com

You might also like