You are on page 1of 9

RESPON PESANTREN SALAF TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

(Studi Kasus di Kabupaten Pasuruan)

TESIS
di ajukan sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I ) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam

Oleh :

CARITO
NIM. FO.640609

PROGRAM PASCASARJANA IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA 2008

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Persepsi pondok pesantren salaf terhadap pendidikan formal, merupakan pemikiran pesantren yang dalam hal ini diwakili oleh kiai dan pengurus pesantren. Mereka berpendapat bahwa mencari ilmu itu penting, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Pondok pesantren memiliki prinsip yang menjadi landasan pengembangan pendidikannya, yaitu: al-muha>faz}atu ala al-qadi>mi al-s}a>lih wa al-ah}du bi al-jadi>d i al-as}lah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Berdasarkan prinsip inilah, maka pesantren salaf tidak berani merubah model pendidikan sebagaimana yang telah dirintis oleh pendirinya. Kalaupun ada pengembangan model pendidikan, itu dilakukan dengan tanpa merubah atau meninggalkan model pendidikan yang lama. Sehingga walaupun saat ini pesantren sudah menggunakan sistem madrasah atau klasikal, metode sorogan, wethonan dan bandongan, masih tetap dipakai di semua pesantren, karena metode ini adalah metode lama yang telah terbukti melahirkan banyak ulama dan tokoh agama. Ijazah menurut mereka, hanyalah sebuah alat atau perantara untuk dapat memasuki dunia kerja, sekaligus untuk memperluas medan dakwah. Di negara yang masih menghargai formalitas di banding dengan subtansi keilmuan dan skill ini, posisi ijazah masih diperlukan, akan tetapi ijazah bukan menjadi tujuan.

2. Merespon standarisasi dan sentralisasi kurikulum sebagai persyaratan untuk mendapatkan pengakuan, dan legalitas dari pemerintah ini, maka pondok pesantren di Kabupaten Pasuruan mempunyai sikap yang berbeda dengan alasan masing-masing. Dalam bidang pendidikan, pesantren mampu memberikan tawaran kurikulum terpadu seperti di PP. Darullughoh wa al-Dawah Bangil. Kurikulum terpadu merupakan perpaduan antara kurikulum salaf yang berbasis kitab kuning, dan kurikulum nasional sebagai persyaratan untuk mendapatkan legalitas ijazah. Pesantren dengan kurikulum terpadu telah memberikan kesempatan yang sama kepada santri, sebagaimana pendidikan formal lainnya seperti SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Ada juga Pondok Pesantren yang melaksanakan Wajar Dikdas dengan model Kejar Paket A dan Kejar Paket B, seperti yang dilaksanakn di PP. Besuk dan Sidogiri. Dalam pelasanaannya Wajar Dikdas yang dilaksanakan di kedua Pondok Pesantren ini masih belum maksimal dan formalitas. Sementara itu Pondok Pesantren Salafiyah, membuat dua yayasan yang berbeda di bawah kendali kiai. Kedua yayasan tersebut adalah Yayasan Mahad Salafiyah yang di proyeksikan untuk mempertahankan tradisi salaf yang menjadi ciri khas pesantren dan Yayasan Bayt al-Hikmah yang diproyeksikan untuk menyelenggarakan pendidikan formal secara profesional. Respon Pondok Pesantren Salaf di Kabupaten Pasuruan terhadap pendidikan formal, melahirkan tipologi pendidikan formal di pesantren

salaf. Menurut analisa penulis, berdasarkan data di lapangan, tipologi pendidikan formal di pesantren adalah sebagai berikut: 1. Tipe akomodatif, Pesantren yang masuk pada tipe ini adalah pesantren yang dalam melaksanakan pendidikan formal hanya sebatas mengikuti prosedur untuk memperoleh legalitas ijazah, tanpa menyentuh subtansi dari dikeluarkannya ijazah itu. Pondok peantren yang masuk tipe ini antara lain PP. Sidogiri dan PP. Besuk 2. Tipe integratif, Pesantren yang masuk pada tipe ini adalah pesantren yang dalam menyelenggarakan pendidikan formal menggunakan kurikulum khas yang telah berlaku di Pondok Pesantren, ditambah dengan beberapa mata pelajaran umum yang menjadi satu kesatuan kurikulum yang menjadi program pendidikan Pondok Pesantren. Dalam pelaksanaannya, menggunakan dua model, yaitu: a). Kurikulum Terpadu Pondok pesantren dalam hal ini, menggabungkan antara kurikulum khas pesantren dengan kurikulum Nasional yang di selenggarakan melalui madrasah diniyah. b). Kurikulum Terpisah Pondok pesantren dalam hal ini menyelenggarakan dua lembaga pendidikan, yaitu pendidikan diniyah dan pendidikan

formal di bawah Yayasan Pondok Pesantren. Kurikulum yang dipergunakan adalah kurikulum khas Pesantren untuk madrasah diniyah dan kurikulum Nasional untuk pendidikan formal.

Pesantren yang masuk tipe ini antara lain PP. Darul Lughoh wa al-Dawah. 3. Tipe integratif profesional, Pesantren dalam hal ini, mendirikan dua yayasan yang berbeda. Hal ini dilakukan dalam rangka

mempertahankan tradisi salaf, melalui yayasan pondok pesantren, di sisi lain ingin melaksanakan pendidikan formal secara profesional dengan mendidirikan yayasan lain, yang masih berada dalam kendali kiai pengasuh pondok pesantren. Pondok pesantren yang termasuk tipe ini adalah PP. Salafiyah.

B. Saran Pertama, sampai saat ini, pesantren di pandang sebagai lembaga pendidikan yang aman, dengan memakai model asrama memungkinkan bagi pesantren untuk mengatur kegiatan santri selama 24 jam, sekaligus mengawasi seluruh kegiatan santri. Peraturan pesantren juga membatasi kuantitas keluar masuknya santri, sehingga santri lebih steril dari pengaruh luar yang kurang baik. Di sisi lain kebutuhan legalitas ijazah, sebagai syarat untuk dapat masuk dunia kerja juga harus diperhatikan oleh Pondok Pesantren. Untuk dapat bersaing di dunia kerja, maka pendidikan yang profesional mutlak dibutuhkan, kalau tidak maka alumni pondok Pesantren akan terus tersisih dalam bursa kerja. Kedua, Pemerintah diharapkan terus melaksanakan pembinaan sekaligus membantu penyediaan tenaga guru, media pengajaran, sarana dan pra sarana yang dibutuhkan, agar pendidikan formal di Pondok Pesantren bisa

sejajar dengan pendidikan lainnya. Karena dengan jumlah santri yang besar, Pondok Pesantren merupakan aset bangsa yang harus dikembangkan dan di berdayakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Ala dkk.. Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Institute for Training and Develpment (ITD), 2007. Abdillah. Masykuri. Kapita Selekta Pondok Pesantren. Jakarta: Depag RI. 2002 Abdurrahman. HM. Masykuri. Artikel:. Buletin Tamasssya .Taqrir Masulil Mahad Sanawiyan. edisi 5 tahun 1427/1428. Amin. M. Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: GAMA MEDIA, 2002. Arifin. H.M.. Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Islam). Semarang: Toha Putra, 1984. Arikunto. Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996. Asrohah. Hanun. Pelembagaan Pesantren (Asal-Usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa). Jakarta: Gepag RI, 2004. Azra. Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Cet.II. Jakarta: Mizan, 1995. Bogdan. Robert C. dan Biklen. Qualitative Researc for Education: An Intriduction to Theory and Methods. Boston: 1982. Chirzin. M. Habib. Agama. Ilmu dan Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1988. Departemen Agama. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Pada Pondok Pesantren Salafiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, 2006. Departemen Pendidikan Nasional. Nomor 55 tahun 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Haedari. Amin. Masa Depan Pesantren (Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompeksitas Global. (Yakarta: IRD PRESS. 2006) Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Indra. Hasbi. Pesantren dan Transformasi social. Yakarta: Penamadani, 2003.

Kasiram. M.. Steps Of Scientific Research. Refressing Slides.(Makalah seminar). (Malang: Pascasarjana UIN Malang, 2004. Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1996. Majid. Nur Kholis. Bilik-Bilik pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina, 1997. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Milles. Mathew B. dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. ter. Cecep Rohindi. Jakarta: UI Press, 1992. Moleong. Robert Bogdan dan J. Steven Taylor. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001. Muhadjir. Noeng. Metode Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: Rake Sarain, 2002. Mulyasa. E.. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Rais. Amin. Cakrawala Islam. antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan, 1989. Saksono. Widji. MengIslamkan Tanah Jawa. Bandung: Mizan, 1995. Sofwan. Ridin. Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Aspek Kepercayaan dan ritual.dalam : Islam dan Kebudayaan Jawa. Ed. M. Darori Amin. Yogyakarta: GAMA MEDIA, 2002. Steenbrink. Karel A.. Pesantren. Madrasah. Sekolah (Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern). Jakarta: LP3ES, 1986 Sudarsono. Beberapa Pendekatan Dalam Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1992. Sujamto. Refleksi Budaya Jawa. Semarang: Dahara Prize, 1991. Sukamto. Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1999. Sunyoto. Agus. Sejarah Perjuangan Sunan Ampel. Surabaya: LPLI Sunan Ampel, t.t. Suprayogo. Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001. Syis. Zaini Ahmad. Standarisasi Pendidikan Agama di Pondok Pesantren. Jakarta: Proyek Depar RI. 1985.

Usman. Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. UUSPN. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Wacana Intelectual, 2006. Wahid. Abdurrahman Dkk.. Pesantren Masa Depan. Bandung: Pustaka Hidayah, 1999. Wahid. Abdurrahman. Pergulatan Negara. Agama dan Kebudayaan. Jakarta: Desantara, 2001. Wahyoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren. Jakarta: Gema Insani Press, 1997. Yaqub. M..Pondok Pesantren Dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Angkasa, 1984. Zahro. Ahmad. Tradisi Intelektual UN. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2004. Ziemek. Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Social. Jakarta: P3M,1986.

You might also like