You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

Edema merupakan pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium. Penimbunan cairan interstisium yang berlebihan ini dikarenakan salah satu gaya fisik yang bekerja pada dinding kapiler menjadi abnormal karena suatu sebab.1 Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum, yaitu: penurunan konsentrasi protein plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler, peningkatan tekanan vena, dan penyumbatan pembuluh limfe.1 Apapun penyebab edema, konsekuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahanbahan antara darah dan sel. Seiring dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrien, O2, dan zat-zat sisa melebar, sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.1 Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.2 Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Edema paru akut adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Paru Paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan sangat elastis. Jika rongga thorax dibuka, volume paru segera mengecil sampai 1/3 atau kurang. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikelpartikel debu yang akan terperangkap di dalam fagosit paru. Hal ini khususnya terlihat nyata pada penduduk kota dan pekerja tambang.3 Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Oleh karena itu paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum.3 Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya masing-masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis.3 Masing-masing paru mempunyai apex pulmo yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 1 inci (2,5 cm) di atas clavicula; basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan struktur medistinum lainnya.3 Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis yaitu, suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.3 Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung; pada margo anterior pulmonis sinister terdapat incisura cardiaca pulmonis sinistri. Pinggir posterior tebal danterletak di samping columna vertebralis.3

LOBUS DAN FISSURA Pulmo dexter (paru kanan) sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis. Pulmonis dextri dibagi menjadi tiga lobus; lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 2 inci (6,25 cm) di bawah apex

pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan fissura obliqua.3 Pulmo sinister (paru kiri) dibagi oleh fissure obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmonis sinister tidak ada fissura horizontalis.3

SEGMENTA BRONCHOPULMONALIA Segmenta bronchopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi, dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru
3

mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta bronchopulmonalia, dan dikelilingi oleh jaringan ikat. Bronchus segmentalis diikuti oleh sebuah cabang arteri pulmonales, tetapi pembuluh-pembuluh balik ke venae pulmonales berjalan di dalam jaringan ikat di antara segmenta bronchopulmonalia yang berdekatan. Masing-masing segmen mempunyai pembuluh limfe dan persarafan otonom sendiri.3 Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentales segera membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilago berbentuk U yang ditemui mulai dari trachea perlahan-lahan diganti dengan cartilago irregular yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya kurang dari 1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silinder bersilia. Jaringan submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh.3 Bronchioli kernudian membelah terjadi bronchioli terminales yang

mempunyai kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut, oleh karena itu kantong-kantong lembut dinamakan bronchiolus respiratorius. Diameter bronchiolus respiratorius sekitar 0,5 mm. Bronchioli respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus alveolaris yang menuju ke arah pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus alveolaris.3 Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara darah yang terdapat di dalarn lumen alveoli, rnelalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.3

B. Edema Paru Akut a. Definisi Edema merupakan pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium. Penimbunan cairan interstisium yang berlebihan ini dikarenakan salah satu gaya fisik yang bekerja pada dinding kapiler menjadi abnormal karena suatu sebab.1
4

Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum, yaitu: penurunan konsentrasi protein plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler, peningkatan tekanan vena, dan penyumbatan pembuluh limfe.1 1) Penurunan konsentrasi protein plasma Menyebabkan penurunan tekanan osmotik koloid plasma. Penurunan tekanan ke arah dalam yang utama ini menyebabkan filtrasi cairan berlebihan keluar dari pembuluh sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal. Dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal di ruang interstisium.1 2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler Memungkinkan lebih banyak (dari biasanya) protein plasma keluar dari kapiler ke cairan interstisium di sekitarnya. Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan ke arah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang disebabkan oleh kelebihan protein di cairan interstisium meningkatkan tekanan ke arah luar. Ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya lepuh) dan respons alergi (misalnya biduran).1 3) Peningkatan tekanan vena Misalnya ketika darah terbendung di vena, akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah luar dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena.1 4) Penyumbatan pembuluh limfe Menimbulkan edema karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya.1

Apapun penyebab edema, konsekuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Seiring dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrien, O2, dan
5

zat-zat sisa melebar, sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, selsel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.1 Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.2 Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Edema paru akut adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi.2 b. Mekanisme Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru: 1) Membran kapiler alveoli Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang interstitial.2 2) Sistem limfatik Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk menerima larutan, koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkial dan perivascular dan dengan peningkatan kemampuan dari interstisium non alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat badan 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada
6

orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrate kapiler dalam jumlah yang lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi.2

c. Klasifikasi Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus: (1) Ketidak-seimbangan Starling Forces: Peningkatan tekanan vena pulmonalis. Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.2 Etiologi dari keadaan ini antara lain: (1) Tanpa gagal ventrikel kiri (misal: stenosis mitral), (2) Sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder
2

akibat

peningkatan tekanan arterial paru (edema paru overperfusi). Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas cairan rongga interstisial, sehingga cairan dapat berpindah dengan lebih mudah di antara sistem kapiler dan limfatik.2 Peningkatan negativitas dari tekanan intersisial Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural. Keadaan yang sering menjadi etiologi adalah: a) Perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumotoraks dengan tekanan negatif yang besar.2 b) Tekanan negatif pleura yang besar akibat obstruksi jalan nafas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir (misal: asma bronkial).2

(2) Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli (ARDS: Adult Respiratory Distress Syndrome) Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force.2 Pneumonia (bakteri, virus, parasit) Bahan toksik inhalan (NO, asap) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin) Aspirasi asam lambung Pneumonitis radiasi akut Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). Disseminated Intravascular Coagulation Imunologi: pneumonitis hipersensitif Shock Lung oleh karena trauma non toraks Pankreatitis Perdarahan Akut (3) Insufisiensi Sistem Limfe:2 Pasca transplantasi paru Lymphangitis, karsinomatosis Silicosis (4) Tak diketahui/belum jelas mekanismenya:2 High Altitude Pulmonary Edema Neurogenic Pulmonary Edema Overdosis narkotik Emboli paru Eklampsia Pasca kardioversi Pasca anestesi Pasca operasi bypass

d. Patofisiologi Pada kapiler paru, seperti pada kapiler sistemik, filtrasi ditentukan oleh tekanan filtrasi efektif, yaitu perbedaan antara gradien tekanan hidrostatik dan onkotik. Peningkatan tekanan
8

filtrasi efektif pada pembuluh darah paru menimbulkan bendungan paru, filtrasi cairan plasma ke dalam ruang interstisial menyebabkan edema paru interstisial dan pergerakan cairan plasma ke dalam alveolus menimbulkan edema paru alveolus.4 Peningkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel) pada kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya adalah penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja miokardium (gagal jantung), stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya, peningkatan atrium kiri akandihantarkan ke belakang pembuluh darah paru.4 Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru. Biasanya, kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui sistem limfatik. Jika gagal jantung kanan bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena sistemik akan meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga menghambat drainase limfatik.4 Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga mendukung terjadinya edema paru (tidak ada cukup protein untuk mendorong cairan ke dalam sel). 4 Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terhadap protein akan menurunkan gradien tekanan onkotik sehingga meningkatkan tekanan filtrasi efektif. 4 Efek dari bendungan paru adalah penurunan perfusi paru sehingga menghambat pengambilan O2 maksimal. Pelebaran pembuluh darah yang terbendung mencegah pembesaran alveolus dan menurunkan komplians paru. Selain itu, bronkus menyempit karena pelebaran pembuluh darah dan resistensi pernafasan yang meningkat yang dapat dinilai melalui penurunan kapasitas pernafasan maksimal dan FEV1.4 Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan alveolus meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama mengganggu

pengambilan O2. Sehingga pada aktivitas fisik dimana kebutuhan oksigen meningkat, konsentrasi oksigen dalam darah akan turun (hipoksemia, sianosis).4 Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan dinding alveolus menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus . Alveolus yang terisi dengan cairan tidak lagi terlibat dalam proses pertukaran gas, cairan memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas.4 Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu). Pada posisi duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari bagian tubuh terbawah akan turun (semakin turun bila dalam posisi tegak) sehingga tekanan atrium kanan dan curah jantung kanan menurun. Aliran darah ke paru akan berkurang sehingga menyebabkan penurunan tekanan
9

hidrostatik di kapiler paru dan dalam waktu yang bersamaan, aliran vena pulmonalis dari bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu, penurunan tekanan vena sentralis membantu drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan paru, serta edema alveolus dan interstisial akan berkurang.4

e. Edema paru kardiogenik Ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.2 Stadium 1 Adanya distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil paru akibat peningkatan tekanan di atrium kiri dapat memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas disfungsi gas CO. Keluhan hanya berupa sesak nafas saat aktivitas fisik. Pada pemeriksaan fisik mungkin terdengar adanya ronkhi saat inspirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup.2

Stadium 2 Terjadi edema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, hilus juga menjadikabur, dan septa interlobularis menebal (Kerley B line ). Akan terjadi kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas,dan peningkatan jumlah cairan di daerah interstisium yang longgar, dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan reflex bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Sering ditemukan manifestasi klinis takipneu.2

Stadium 3 Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat

terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada
2

kasus

yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.

10

f. Diagnosis dan etiologi Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian gagal jantung kiri yang akut. Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur keluar pada ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru kardiogenik tersebut. Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan hipoksia berat.2 Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan segera, tingkat mortalitas edema paru kardiogenik masih tinggi.2

g. Manifestasi klinis (1) Anamnesis Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam.Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum).2 (2) Pemeriksaan fisik Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan
11

jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.2 (3) Radiologis Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.2 (4) Laboratorium Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP(brain natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukandengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi.2 (5) EKG Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjangyang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding,

peningkatanakut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.2

12

Tabel 1. Cara membedakan Edema Paru Kardiak dan Edema Paru Non Kardiak.2 EPK Anamnesis Acute Cardiac Event Penemuan klinis Perifer Dingin Hangat Nadi kuat S3 gallop/kardiomegali JVP Ronkhi (+) Meningkat Basah (-) Tak meningkat Kering Tanda penyakit dasar Penunjang EKG Foto toraks Enzim kardiak PCWP Shunt intrapulmoner Protein cairan edema Iskemia/infark Distribusi perihiler Bisa meningkat >18 mmHg Sedikit <0,5 Biasanya normal Distribusi perifer Biasanya normal <18 mmHg Hebat >0,7 (+) Jarang EPNK

C. Penatalaksanaan Edema Paru Akut Penatalaksanaan terutama untuk edema paru akut kardiogenik. Terapi EPA harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisis masih berlangsung. Pasien diletakkan pada posisi setengah duduk atau duduk, harus segera diberi oksigen,

nitrogliserin,diuretik IV, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan hemodinamik, trombolitik dan revaskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi aritmia dan gangguan konduksi, serta koreksi definitif kelainan anatomi.2 Terapi oksigen Oksigen (40-50%) diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PaO2 kalau perlu dengan masker. Jika kondisi pasien makin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan terapi O2 konsentrasi dan aliran tinggi,

13

retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotrakheal, suction dan penggunaan ventilator.2 Nitrogliserin sublingual atau intravena Nitrogliserin diberikan peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik cukup baik (>95 mmHg). Nitrogliserin intravena dapat diberikan dimulai dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika notrogliserin tidak memberi hasil yang memuaskan, maka dapat diberikan nitroprusid.2 Morfin sulfat Diberikan 3-5 mg IV, dapat diulangi tiap 15 menit, sampai total dosis 15 mg biasa cukup efektif.2 Diuretik IV Diberikan furosemid IV 40-80 mg bolus, dapat diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam, atau dilanjutkan dengan drip kontinyu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam.2 Obat untuk menstabilkan klinis hemodinamik o Nitroprusid IV: dimulai dengan dosis 0,1 mg/kgBB/menit. Diberikan pada pasien yang tidak memperlihatkan respons yang baik dengan terapi nitrat atau pada pasien dengan regurgitasi mitral, regurgitasi aorta, hipertensi berat. Dosis dinaikkan sampai didapat perbaikan klinis.2 o Dopamin 2-5 mg mcg/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 mg/kgBB/menit. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis.2 o Digitalisasi jika ada fibrilasi atrium atau kardiomegali.2 Obat trombolitik.2 Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen.2 Terapi terhadap aritmia atau gangguan konduksi.2 Koreksi definitif, misalnya penggantian katup atau repair pada regurgitasi mitral berat bila ada indikasi dan keadaan klinis mengizinkan.2

D. Prognosis Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang disebabkan kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat
14

pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan seperti sebelum serangan. Kebanyakan dari mereka yang selamat mengatakan sangat kelelahan pada saat serangan tersebut.2 Prognosis jangka panjang dari edema paru akut ini sangat tergantung dari penyakit yang mendasarinya, misalnya infark miokard akut serta keadaan komorbiditas yang menyertai seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal terminal. Sedangkan prediktor dari kematian di rumah sakit antara lain adalah: diabetes, disfungsi ventrikel kiri, hipotensi atau syok dan kebutuhan akan ventilasi mekanik.2

15

BAB III PENUTUP

Edema merupakan pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium. Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.1,2 Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Edema paru akut adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi.2 Terapi EPA harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisis masih berlangsung. Pasien diletakkan pada posisi setengah duduk atau duduk, harus segera diberi oksigen, nitrogliserin,diuretik IV, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan hemodinamik, trombolitik dan revaskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi aritmia dan gangguan konduksi, serta koreksi definitif kelainan anatomi. Setelah mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan seperti sebelum serangan.2

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta: 2001 2. Harun S, Nasution SA. Edema Paru Akut. In : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,Simandibarata, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006. 3. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC. Jakarta:2006 4. Lang F, Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi 1. EGC. Jakarta: 2006

17

You might also like