You are on page 1of 2

DISKUSI

Berikut ini adalah studi epidemiologi pertama yang dilakukan secara besar-besaran untuk menguji hubungan antara waktu pemberian makanan pada bayi dan risiko alergi dari pemberian makanan pada populasi bayi secara acak. Pengenalan telur matang pada menu diet bayi di umur 4 sampai 6 bulan dihubungkan dengan kejaidan risiko alergi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengenalan terlur matang pada menu diet bayi pada umur lebih tua (> 6 bulan). Sebaliknya, hubungan antara umur dalam pengenalan makanan padat atau lamanya pemberaian ASI dengan alergi telur seringkali tidak terlihat oleh karena adanya beberapa faktor perancu. Pengamatan ini memberi kesan bahwa walaupun banyak bahan alergi dapat menjadi penyebab yang merancukan penyebab, akan tetapi waktu dan cara pengenalan terhadap menu diet telur dapat merubah risiko dari alergi telur yang berdiri sendiri dari faktor yang dapat sebagai perancu tersebut. Kekuatan dari studi ini termasuk sampel dengan ukuran yang besar, populasi umum, rasio pengambilan sampel yang tinggi, dan control terhadap berbagai faktor perancu. Peneliti memilih metode penelitian terhadap bayi ini dengan metode objektif dari respon SPT dan metode dengan keletelitian terhadap penentuan alergi terhadap pengenalan telur dengan OFC. Penelitian ini dilakukan dengan diet bayi tersebut secara retrospektif dalam 12 bulan. Peneliti meminimalisasi bias dengan mengumpulkan informasi menu diet pada bayi sebelum orangtua bayi tersebut mengetahui akan metode SPT dan hasil yang didapatkan dari dari penelitian diet pada bayi ini. Studi penelitian ini memberikan penilaian bahwa bayi dengan respon negative terhadap SPT (0 mm) telur matang ini juga akan memberikan respon yang sama terhadap metode OFC. Hal ini menunjukan bahwa dapat disimpulkan tingkat kejadian alergi pada bayi ini sangatlah rendah. Dalam mendukung asumsi ini, hanya 2 % dari bayi yang berspon neagtif terhadap SPT dilaporkan dari orangtuanya memiliki respon alergi yang positif terhadap telur yang diperantarai oleh IgE. Saat peneliti mengulangi lagi terhadap data tersebut, bayi yang memiliki keturunan alergi dari orangtuanya akan didapatkan beberapa hasil bahwa terdapat hubungan antara pengenalan diet telur ini dengan bayi yang memiliki sifat alergi yang diturunkan dari orangtua bayi tersebut. Healthnuts meneliti hal ini dengan melibatkan sampel dengan populasi yang diambil dari kota dan pinggiran kota di area Melbourne dan hasilnya

Penemuan dari pemnelitian Nwaru et al, yang baru saja mengobservasi mengenai pengenalan diaet telur dengan usia bukan dini dalam kehidupan bayi Terdapat kemungkinan hubungan yang terjadi antara keterlambatan pengenalan makanan dan reaksi alergi terhadap makanan. Studi ini menginvestigasi hubuangan antara

Penelitian ini memberi penilaian bahwa terdapat risiko alergi telur yang rendah pada bayi umur 4 sampai 6 bulan, dimana pada umur ini terdapat konsep bahwa adanya kemampuan dari memulai proses toleransi tubuh terhadap makanan yang baru dikenal oleh seorang bayi. Pengenalan akan diet telur mulai umur 4 sampai 6 bulan ini dapat menginduksi proses desensitisasi karena kebanyakan proses alergi akan dimulai pada umur bayi saat 12 bulan. Peneliti . Sebagai tambahan, jumlah dan waktu pengenalan diet telur ini merupakan hal yang perlu dicermati. Kita tidak dapat menilai efek dari jumlah telur dari penelitian tersebut, karena reaksi alergi ini justru terlihat setelah dari pemberian pertama kali yang akan mempengaruhi keputusan dalam kemungkinan untuk bayi mengonsumsi telur selanjutnya. Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari penemuan ini adalah pengenalan telur masak pada bayi berumur 4 sampai 6 bulan akan meberikan proteksi terhadap reaksi alergi, sedangkan pengenalan pada usia 10-12 bulan akan mengeksaserbasi kejadian alergi. Penemuan bahwa pengenalan makanan secara dini akan meberikan proteksi pada bayi dan berpotensi untuk mengurangi kejadian/epidemiologi dari alergi makanan pada kehidupan anak-anak.

You might also like