You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PRIMER INTRAVENTRICULAR HEMORRHAGE (PIVH)


Di Ruang NCCU RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung

Stase Keperawatan Gawat Darurat

Hendra Permana 12 NS 277002

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS 2012

PERDARAHAN INTRAVENTRIKULER PRIMER (PIVH)

A. Definisi Yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. Primary menandakan tampilan patologik dan bukan menandakan etiologi yang tidak diketahui. Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery. PIVH merupakan kejadian yang jarang pada dewasa, dan kadang-kadang dapat dibedakan dari malformasi pembuluh darah atau neoplasma dari pleksus koroideus atau salah satu arteri koroideus, ketika darah masuk ke ventrikel tanpa menyebabkan bekuan besar pada parenkim. (dikemukakan pertama kali oleh Sanders, pada tahun 1881)

B. Etiologi Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan : 1. Hipertensi, aneurisma bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler 2. Kebiasaan merokok 3. Alkoholisme Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol. 4. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda.

Pada orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel. 5. Pada trauma dan tumor yang biasanya melibatkan pleksus koroideus.

C. Gejala Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa : 1. Sakit kepala mendadak 2. Kaku kuduk 3. Muntah 4. Letargi 5. Penurunan Kesadaran

D. Faktor resiko 1. Usia tua 2. Kebiasaan merokok 3. Alkoholisme 4. Volume darah intracerebral hemoragik 5. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg 6. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer. 7. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum (5%). Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH. yang

E. Diagnosis Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi.

F. Komplikasi 1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi

meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk. 2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi. 3. Vasospasme Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial. Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan serebrospinal.

G. Penatalaksanaan 1. CT Scan kepala sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut dan dipertimbangkan sebagai gold standard. 2. Terapi konvensional PIVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan peningkatan tekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi koagulopati dan mencegah komplikasi seperti perdarahan ulang dan hidrosefalus. Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan : Resusitasi cairan intravena Elevasi kepala pada posisi 30p Mengoreksi demam dengan antipiretik. Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangat beralasan, karena peningkatan tekanan intrakranial yang berat berhubungan dengan herniasi dan iskemi. Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi dengan: Penggunaan keteter intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normal dan Usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosis rendah. Rekomendasi AHA Guideline 2009: 1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan

tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. (IIb; C). (rekomendasi baru). 2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. 3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Menurut Butler et gambaran klinis pada PIVH dapat berbeda tergantung dari jumlah perdarahan dan daerah kerusakan otak di sekitarnya. Pada CT Scan kepala pasien tampak bahwa darah sebagian besar mengisi ventrikel sebelah kiri, hal ini yang menjelaskan terdapatnya hemiparesis dekstra pada pasien ini. Kerusakan pada reticular activating system (RAS) dan talamus selama fase akut dari perluasan perdarahan dapat menyebabkan menurunnya derajat kesadaran.

H. Prognosis Pada IVH yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral disertai peningkatan tekanan darah dan akan bertambah buruk jika diikuti hydrocephalus. Ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan berpotensi mengakibatkan herniasi otak yang fatal. Sebuah studi menemukan bahwa pasien ICH dengan volume darah lebih dari 60 cm3, memiliki graeb score 6 yang menandakan adanya hydrocephalus akut, jika graeb skor 5 biasanya GCS (Glasgow coma scale) >12. Darah di system ventricular berkontribusi terhadap kematian. Merusak RAS (reticular activating system) dan thalamus ketika hemoragik fase akut mengakibatkan penurunan kesadaran. Koma dapat timbul dan menetap lebih lama dengan volume darah yang besar di ventrikel. Bekuan Darah ventrikel menghambat aliran cairan serebrospinal dan dapat mengakibatkan hydrocephalus obstruktif akut.

I. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul a. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan intra ventrikuler, dengan ditandai : DS : DO : TD : > 140-150/ 80-90 mmHg Tanda-tanda klinik peningkatan tekanan intrakranial seperti : dilatasi pupil bilateral, reflek pupil terhadap cahaya unisokor, dekortikasi Penurunan GCS

b. Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan vaskuler cerebral, dengan ditandai :
DS : DO: Tekanan darah >160/90 mmHg Ekspresi wajah meringis dan khawatir Klien mengeluh sakit kepala dan terasa berat di tengkuk Klien mengeluh sulit tidur

c. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan penurunan kesadaran, dengan ditandai : DO : DS :


Terjadi komplikasi dekubitus, bronkopnemonia, tromboplebitis dan kontraktur sendi Adanya Penurunan skala mobilisasi Penurunan berat badan/kurus, rambut rontok Klien tampak kotor dan lengket

2. Rencana Keperawatan
No 1. Diagnosa Keperawatan Risiko peningkatan Tujuan Perencanaan Intervensi 1. observasi tandatanda vital setiap jam dan intake output Rasional 1. peningkatan tekanan darah dan penurunan frekuensi nadi merupakan tanda adanya peningkatan TIK 2. observasi kesadaran (GCS) setiap jam 2. untuk melihat perkembangan dan menentukan intervensi selanjutnya 3. posisikan head up 15-30
0

tinggi TUPAN : tidak terjadi peningkatan tekanan

tekanan intracranial intrakranial berhubungan dengan desak sekunder kompresi TUPEN : setelah

dengan dilakukan asuhan ruang keperawatan dalam dari jangka waktu 3x 24 korteks jam klien menunjukan intra -

serebri dari adanya hasil : perdarahan ventrikuler tanda-tanda vital dalam batas normal atau stabil ( TD : 100/70 140/100 mmHg, HR : 60 -100 x/menit, RR : 1224 x/menit, T : 36,5-37,5) tidak ada tandatanda klinik peningkatan tekanan intrakranial seperti : dilatasi pupil bilateral, reflek pupil terhadap cahaya unisokor, dekortikasi, GCS memburuk peningkatan GCS minimal 1 dari jumlah

3. posisi kepala 15-30 % akan mengoptimalkan venous return (aliran balik vena) dari kepala

4. hindari terjadinya hiperkapnia dengan oksigenasi yang adekuat 5. hindarkan pemberian cairan yang berlebihan 6. kolaborasi pemberian diuretika osmosis seperti furosemide 7. kolaborasi

4. hiperkapnea akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak

5. untuk menghindari overloading

6. untuk menurunkan ICP (intra cerebral presure)

7. tindakan sedari

pemberian sedasi jika terjadi gelisah seperti lorazepam 0,020,05 mg/kb setiap 2-3 jam

yang rutin akan meningkatkan insidensi pneumonia

2.

Nyeri (akut), sakit TUPAN : Nyeri (akut), kepala peningkatan vaskuler cerebral b/d sakit kepala hilang atau berkurang TUPEN : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam jangka waktu 3x 24 jam klien menunjukan hasil : Klien tidak mengeluh sakit kepala Tidur klien nyenyak tanda-tanda vital dalam batas normal atau stabil ( TD : 100/70 140/100 mmHg, HR : 60 -100 x/menit, RR : 1224 x/menit, T : 36,5-37,5) Klien tampak tenang

1. Pertahankan tirah 1. Meminimalkan baring fase akut selama stimulus menigkatkan relaksasi 2. Hilangkan/ minimalkan aktivitas vasokontriksi (batuk, mngejan, membungkuk) 3. Berikan obat 3. Mengurangi nyeri 2. Aktivitas vasokontriksi menyebabkan sakit kepala. dan

sesuai indikasi

dan head tension

3.

Gangguan pemenuhan berhubungan

TUPAN : klien dapat 1. Ubah posisi tidur ADL memenuhi ADL secara mandiri : setelah asuhan dalam 2. Lakukan latihan ROM pasif sesuai indikasi setiap 2 jam dengan hati-hati

1. Perubahan posisi akan menghindari penekanan secara kontinu pada jaringan 2. Untuk mencegah kontraktur persendian dan meningkatkan

dengan penurunan TUPEN kesadaran dilakukan

keperawatan

jangka waktu 3 x 24 jam klien menunjukan hasil : Tidak komplikasi dekubitus, bronkopnemonia, tromboplebitis dan kontraktur sendi Adanya peningkatan skala mobilisasi minimal 1 dalam skala 0-4 0=pasien tidak tergantung pada lain 1 = pasien sedikit orang terjadi

aliran darah perifer 3. Periksa bising usus setiap 4 jam 3. Pada klien dengan penurunan kesadaran bising usus mengalami penurunan sehingga jika ada asupan kemungkinan akan menyebabkan insiden stress ulcer 4. Kolaborasi dengan tim gizi sonde feeding yang adekuat 4. Gizi yang adekuat akan meningkatkan proses penyembuhan menjadi cepat dan menghindari

butuh bantuan 2 =

pasien

terjadinya KEP atau Obesitas 5. Timbang berat badan dan status nutrisi lainnya setiap hari 6. Mandikan klien 5. Evaluasi terapi dan menetukan intervensi selanjutnya 6. Untuk meningkatkan relaksasi sehingga aliran darah ke

butuh bantuan/ pengawasan/ bimbingan Untuk menentukan tingkat aktifitas bantuan diberikan dan yang

disertai masase setiap hari dengan air

3=pasien

hangat

sistemik lancar 7. Lekukan sendi merupakan letak anatomis yang selalu mengalami penekanan sehingga meningkatkan insidensi lesi

butuh bantuan/ 7. Buat posisi peralatan yang banyak 4=pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan Tanda-tanda kekurangan nutrisi cairan ada (penurunan berat badan/kurus,ra mbut rontok,dll) Kebersihan klien seperti ada terjaga tidak kotoran dan tidak seluruh persendian dalam letak anatomis dengan memberi penyanggah pada lekukan-lekukan sendi, telapak tangan dan kaki 8. Kolaborasi Pemberia laksatif jika terdapat indikasi BAB tidak lancar

8. Tidak lancarnya BAB akan menyebabkan distensi abdomen dan terjepitnya feses pada anus akan merangsang refleks vagal yang dapat menambah TTIK. Tidak lancarnya BAB dapat disebabkan karena kurangnya mobilisasi

dan tidak bau

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Intraventricular hemorrhage. Wikipedia, the free encyclopedia Intraventricular hemorrhage. 2. Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002 3. Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000 4. Guideline Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta:2011. 5. Holly E, Hinson, Daniel F, et all. Management of Intraventricular Hemorrhage. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138489/. Accessed on 14 February 2012. 6. Misbach HJ.Stroke: Aspek Diagnostik, Kedokteran Indonesia. Jakarta: 1999. 7. Warlow CP, Dennis MS, et all. Stroke, a practical guide to management. Blackwell scilace. 8. Wulan Mega Gustria, tugas kasus intraventricular hemorrhage, kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit saraf Rumah sakit budhi asih Periode 30 januari 3 maret 2012 Fakultas kedokteran universitas trisakti, 2012 Patofisiologi, Manajemen. Fakultas

You might also like