You are on page 1of 5

I.Definisi Korupsi Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio yangberarti penyuapan; corrumpere yang berarti merusak.

Arti harafiah dari korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, serta kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Berdasarlkan undang-undang nomor 31 tahun1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 pasal 2 ayat 1, pengertian korupsi harus memenuhi tiga unsur yaitu: perbuatan melawan hukum, dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain, dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Jadi suatu tindakan baru dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi haruslah memenuhi ketiga unsur tersebut. Sedangkan pasal 3 menyebutkan bahwa Perbuatan Korup dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. II. latar belakang masalah Korupsi adalah masalah terberat di Indonesia. Bagaimana tidak, predikat 10 besar negara terkorup di dunia, sepertinya sangat sulit dijauhi Indonesia. Dengan bertambah besarnya angka pembangunan di iIndonesia maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya kebocoran. Ditambah lagi dengan kecilnya gaji para pegawai negeri di negara berkembang seperti indonesia ini yang dapat menyebabkan angka korupsi semakin bertambah karena memang pertumbuhan kebutuhan seorang pegawai negri berjalan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan dari gaji seorang pegawai negeri tersebut. Jadi seorang pegawai negri sering menggunakan jabatan atau kekuasaanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.selain karena memang gaji pegawai negeri yang sangat kecil, korupsi juga terjadi akibat dari keserakahan manusia yang mendorong manusia yang telah berkecukupan untuk melakukan korupsi. Dalam membahas faktor pendorong terjadinya korupsi munculah beberapa teori yaitu: 1. Teori GONE (Greeds, Opportunities, Needs, Exposures) Berdasarkan teori ini faktor yang mendorong terjadinya korupsi adalah Greeds (keserakahan), Opportunities (kesempatan), Needs (kebutuhan), Exposures (Pengungkapan). Faktor-faktor ini dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Greeds dan Needs merupakan faktor pendorong. Sifat tamak dari manusia lah yang membuat manusia tersebut merasa tidak pernah puas, seorang manusia yang mempunya sifat tamak/serakah selalu ingin merauk keuntungan sebesar-besarnya walaupun dengan melakukan tindakan yang salah seperti korupsi. Selain

keserakahan faktor pendorong lainya adalah kebutuhan, seiring perkembangan zaman kebutuhan seorang manusia juga ikut tumbuh, tetapi pertumbuhan kebutuhan ini tidaklah sebanding dengan pertumbuhan gaji dari seorang pegawai negeri. Selain faktor pendorong yang disebutkan, terdapat faktor penarik yang dapat menyebabkan angka korupsi bertambah yaitu Opportunities dan Exposures. Kesempatan yang terbuka lebar dapat menjadi faktor penarik bagi seorang koruptor. Kesempatana ini muncul akibat tindakan masyarakat yang seolah-olah mentolerir terjadinya korupsi tersebut, sebgaia contoh ketika terjadi penilangan oleh seorang polisi karena terjadi suatu pelanggaran lalulintas, si pelanggar lah yang lebih sering menawarkan jalur damai, sikap msyarakat yang seperti inilah yang dapat membuat korupsi semakin berkembang karena masyarakat sendirilah yang memberi kesempatan untuk terjadinya korupsi. Faktor pendorong lainnya adalah exposures atau pengungkapan , semakin sulitnya kemungkinan kecurangan atau korupsi itu diungkap maka semakin besar peluang untuk melakukan korupsi. 2. Niat + Kesempatan = Criminal (N + K = C) Istilah N + K = C sangat dikenal dalam profesi kepolisian. Jika duhubungkan dengan korupsi terjadinya korupsi sangatlah didorong oleh oleh niat dan kesempatan yang terbuka. Pengendalian terhadap N dan K ( niata dan kesempatan) merupkan salah satu tindakan preventif karena upaya pengendalian tersebut mengarahkan untuk meminimalkan faktorfaktor pendorong terjadinya korupsi, sedangakan dengan mengendalikan C adalah suatu tindakan represif yang dimana korupsi harus diatur hukumanya secara tegas dalam undang-undang. Sebagai contoh usaha preventif tersebut adalah dengan memperkuat sistem dalam organisasi, kepentingan umum dan pemerintah agar dapat menutup kesempatan melakukan perbuatan korupsi. 3. Corruption = monopoly + discretion - accountibility Korupsi diartikan dengan monopoli ditambah kebijakan dikurang akuntabilitas. Bedasarkan teori ini Korupsi dianggap terjadi apabila pejabat berwenang yang memiliki monopoli terhadap kekuasaannya, mempunyai kebijakan yang mutlak, serta adanya akuntabilitas yang samar bahkan dapat dikatakan tidak ada akuntabilitas. Sebgaia solusi dari teori ini, untuk pemberantasan korupsi haruslah dilakukan pembenahan secara keseluruhan. Monopoli dihapus, kebijakan yang dibuat oleh pejabat harus disusun dan dijabarkan secara jelas dan transparan, dan juga dengan akuntabilitas atas apa yang dilakukan pejabat harus ditingkatkan. Namun jika disambungkan dengan zaman sekarang teori ini sudah kurang cocok karena saat ini telah ada undang-undang antimonopoli.

III. Gagasan pemberantasan korupsi. Upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah saat ini sebenrnya sudah mengalami kemajuan, hanya saja masih belum begitu baik. Hasil studi komprehensif dan pengkajian oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan yang dituangkan kedalam buku Strategi Pemberantasan Korupsi, menyimpulkan bahwa salah satu sebab kegagalan pemberantasan korupsi ialah lemahnya aparat pemerintah yang menangani korupsi. Menurut penulis korupsi merupakan kejahatan yang sangat sistemik dan sangat sulit mencari akar dari korupsi tersebut karena kebanyakan tindakan korupsi tidaklah dilakukan oleh satu orang melainkan kerjasama antara beberapa orang, sehinga sangat sulit untuk membongkar korupsi tersebut sampai ke akarnya. Penulis sangat setuju dalam rangka pemberantasan korupsi lebih baik diketahui dulu penyebab dari korupsi tersebut baru menyusun stragtegi. Jika melihat kondisi korupsi diindonesia sangat lah cocok untuk diterapkan rumusan pemberantsan korupsi yang diterapkan oleh negara-negara dibagian afrika selatan yang berbentuk segitiga yang diman puncaknya adalah prevensi (pencerahan). prevensi

Public Education

punishment

Pemberantasan korupsi tidaklah efektif jika kita hanya memperbaiki peraturan undang-undangnya saja atau hanya memperbaiki tindakan represifnya saja untuk memberikan efek jera bagi para pelaku, tetapi usaha preventif juga harus dilakukan agar angka korupsi bagi generasi berikutnya dapat ditekan, karena sebenarnya permasalahan korupsi ini muncul dari adanya degradasi moral pada masyarakat. Usaha preventif itu dapat dilakukan dengan cara public education atau dengan memberi pendidikan tentang korupsi bagi generasi muda, karena sebenarnya menurut penulis dalam melawan kejahatan tidak harus selalu dilawan dengan kekerasan. A. Punishment hukuman adalah tidakan represif dalam meberantas korupsi. Seperti yang telah dijabarkan diatas, salah satu penyebab usaha pemberantasan korupsi gagal adalah lemahnya aparat pemerintah yang menangani korupsi. Sebenarnya dalam pandangan penulis lemahnya

aparat pengak hukum tersebut karena sebenarnya juga banyak terjadi korupsi dalam aparat penegak hukum, bisa dilihat contoh-contoh kasus penyuapan hakim, penyuapan advokat dan lain-lain. Jika berpikir secara rasional tidaklah mungkin korupsi dapat diberantas jika seorang penegak hukumnya pun adalah seorang koruptor. jadi sebelum berbicara jauh tentang pemberantasan korupsi, maka yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah aparat penegak hukumnya. Jika dilihat dari sisi perundang-undangannya sebenarnya terdapat beberapa kelemahan. Sebagai contohnya jika seorang pejabat mengkorupsi uang senilai 5 miliyar dan kemudian ia menginvestasikan uang tersebut dengan membeli saham, dan nilai uang tersebut naik dan berlipat menjadi 10 miliyar dan ternyata pejabat tersebut ditangkap dan kemudian ia harus mengembalikan uang tersebut, tetapi jumlah yang dikembalikan hanya sebesar uang yang dia korupsi, jadi seorang koruptor pun yang telah ditangkap dan mengembalikan uang yg ia korupsi tetap bisa menikamati hasil secara tidak langsung dari uang yang ia korupsi. Selain permasalahan undang-undang yang memiliki kelemahan, hal yang turut serta mendorong korupsi terjadi adalah putusan hakim yang seringkali lebih ringan dibangdingkan dengan undang-undang yang ada. Misalnya kasus korupsi dana pembangunan jembatan oleh dinas pekerjaan umum yang dilakukan oleh pejabat bersangkutan seharusnya diancam hukuman yang sangat berat yaitu penajara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1 milyar karena melanggar pasal 3 uu no.31 tahun1999, tetapi hakim hanya memutuskan pidana penjara 3 tahun bagi pejabat tersebut. Hal itulah yang juga dapat mendorong korupsi semakin banyak terjadi karena hukumannya tidaklah berat. Oleh karena itu, kelemahan pada sitem perundang-undangan juga haruslah dapat diperbaiki dalam rangka pemberantasan korupsi. B. Public education Edukasi sangatlah berperan penting dalam upaya pencegahan korupsi. Edukasi ini dapat berupa pemberian informasi tentang korupsi dan juga dapat berupa pencerahan moral bagi masyarakat agar mereka terhindar dari perbuatan korupsi. Edukasi pemberian informasi tentang korupsi ini dirasa cukup penting, karena sebelum memberantas korupsi haruslah mencari tahu dulu penyebab korupsi itu dapat terjadi, edukasi inilah merupakan jalan termudah untuk mensosialisasikan tentang apa itu korupsi dan apa penyebab terjadinya korupsi kepada masyarakat umunya sehingga masyarakat dapat lebih dahulu mengenal musuh mereka (korupsi) sebelum berperang melawan korupsi. Edukasi terhadap moral juga sangatlah penting karena penyebab korupsi yang paling utama adalah degradasi moral pada msyarakat. Sebesar apapun penghasilan mereka, merka tetap aka melakukan korupsi

jika moral mereka tidak dibenahi. Karena pagar yang sangat kuat dala pemberantsan korupsi sebenarnya adalah diri kita sendiri.

IV. Perwujudan dari gagasan pemberantasan korupsi. Seperti dijabarkan diatas, penulis mempunyai gagasan untuk menerapkan rumusan pemberantasan korupsi yang diterapkan di negara afrika bagian selatan, yang diamana harus diterapakan punishment dan public education sebelum mencapai prevensi terhadap korupsi. A. Punishment Seperti yang tadi penulis jabarkan diatas masalah dalam penegakan tindakan represif ini memiliki beberapa hal yang perlu diperbaiki. Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk memperbaiki moral dari penegak hukum itu sendiri dengan cara

You might also like