You are on page 1of 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sedimentasi Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki peranan

yang sangat penting, bukan hanya bagi kehidupan manusia tetapi juga bagi hewan hewan yang hidupnya bergantung di daerah kawasan mangrove. Karen banyaknya manfaat yang dapat di ambil dari mangrove, fungsi mangrove maupun hutan mangrove di bagi menjadi dua, yaitu fungsi ekologis dan ekonomis. Secara ekologis mangrove berfungsi sebagai tempat ikan mencari makan, tempat tinggal, tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat memijah. Dan manfaatnya bagi kehidupan manusia hutan mangrove berfungsi sebagai pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, pengatur iklim mikro dan sebagai penghadang terjangan ombak besar. Sedangkan fungsi ekonominya dapat diperoleh dengan memanfaatkan bagian bagian dari tumbuhan mangrove. Seperti misalnya batang kayu mangrove dapat dgunakan sebagai kayu bakar, bahan baku keperluan rumah tangga maupun industri, selain itu juga buahnya dapat dijadikan tepung untuk bahan makanan. Juga sebagai daerah pariwisata. Mangrove hanya dapat tinggal di daerah pantai yang selalu tergenang air laut yang pasang surut. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang mampu tumbuh pada pantai yang terlindung. Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Sedangkan menurut Bengen (2004), hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Lain halnya dengan Steenis, menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Menurut Hutabarat dan Evans (1986) mangrove adalah

tumbuhan yang dapat membentuk daratan lumpur karena mangrove dapat bertahan dari salinitas yang tinggi dan tahan terhadap rendaman air. Susunan jenis dan kerapatan tegakan pada wilayah mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan kondisi tanah. Pada umumnya tanah yang terdiri atas liat dan debu terdapat tegakan yang lebih rapat dibandingkan pada lahan yang konsentrasi liat dan debunya rendah (Wiaroatmodjo, 1994 dalam Alkaf, 2003). Dalam pertumbuhannya, mangrove memiliki beberapa faktor lingkungan penting yang harus diperhatikan diantaranya yaitu salinitas, temperatur, pH, musim, pasang surut air laut dan saluran air. Selain itu yang memberi pengaruh penting lainnya yaitu substrat atau sedimen. Sedimentsi merupakan proses terbentuknya endapan dari partikel partikel yang terbawa oleh air, angin, es maupun gletser. Partikel sedimen ini biasanya merupakan material yang berasal dari hasil pelapukan batuan dan pengikisan permukaan bumi. Asal sedimen itu sendiri sebenarnya dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu sedimen Lithogenous (sedimen yang berasal dari daratan), sedimen Biogenous (sedimen yang berasal dari sisa rangka organisme hidup, terutama hewan yang memiliki cangkang karbonat dan kalium fosfat), sedimen Hydrogenous (sedimen yang berasal dari lautan yang terbentuk secara perlahan melalui penyerapan mineral ke dasar laut), dan sedimen Cosmogenous (yaitu sedimen yang berasal dari luar angkasa). Ukuran sedimen pun beragam dan mulai dari yang Boulders (yang berukuran > 256 mm) sampai yang berjenis Dissolved material (dengan ukuran partikel < 0,0005 mm). Sedangkan untuk jenis partikel yang terendapkan di kawasan hutan mangrove termasuk ke dalam jenis partikel Clay atau lempung yang memiliki ukuran partikel sebesar 0,0005 0,002 mm. Dengan ukuran partikel yang sangat kecil, sedimen ini dapat diangkut dengan cara suspension yang pada umumnya memang terjadi pada sedimen yang sangat kecil ukurannya seperti lempung sehingga mampu diangkut oleh aliran air ataupun angin. Selain dengan cara suspension sedimen juga dapat diangkut dengan cara Bed load yaitu dengan cara menggelinding, menggeser atau mendorong sedimen satu dengan yang lainnya. Cara ini hanya terjadi pada jenis partikel sedimen yang relatif lebih besar seperti pasir, kerikil, dan bongkahan. Cara lainnya yaitu Saltation yang berarti

meloncat. Biasanya terjadi pada sedimen yang berukuran sedang seperti pasir, dimana aliran fluida mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai dapat turun kembali ke dasar akibat adanya gaya gravitasi. Ukuran partikel memiliki peranan penting dalam proses pengendapan atau sedimentasi. Hal ini dapat dilihat dari berat jenis pada partikel pembentuk sedimen, dimana berat jenis pada partikel yang lebih besar kurang bisa diangangkut oleh air sehingga akan diendapkan di dekat daratan, sedangkan partikel yang lebih kecil yang memiliki berat jenis lebih ringan akan diangkut oleh air sampai bertemu cekungan ataupun turun ke dasar akibat adanya gravitasi bumi dan membentuk endapan. Pengendapan partikel tidak hanya bergantung pada ukuran partikel tetapi juga terhadap arus. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus yang kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama daripada arus yang lemah. Oleh karena itu, substrat pada tempat yang arusnya kuat akan menjadi kasar (pasir atau kerikil), karena hanya partikel besar yang akan mengendap; sedang jika perairan yang tenang dan arus lemah, lumpur halus akan mengendap. Estuari (muara sungai) adalah tempat hidup mangrove, dimana kebanyakan estuari dipenuhi oleh substrat berlumpur yang sering sekali sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang di bawa ke dalam estuari baik oleh air laut maupun air tawar. Pengangkutan partikel pasir yang lebih besar oleh angin ke dalam muara sungai sering kali penting artinya di beberapa daerah. Sedangkan air tawar, sungai dan kali mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi. Ketika partikel yang telah tersuspensi bercampur dengan air laut di muara sungai, kehadiran beberapa ion yang berasal dari air laut menyebabkan partikel partikel lumpur menggumpal, membentuk partikel yang lebih besar dan lebih berat serta mengendap membentuk dasar lumpur yang memiliki ciri tertentu. Peran partikel yang di bawa oleh air laut maupun air tawar terhadap pembentukan substrat lumpur tidaklah sama dari satu estuari ke estuari lainnya dan juga bergantung pada letak geografinya (Nybakken, 1992). Hutan mangrove dapat menahan gelombang air laut yang tinggi karena memiliki sistem perakaran yang rumit. Akibat adanya hutan mangrove sebagai

penghalang arus laut sehingga arus yang melewati hutan bakau merupaka arus lemah. Hal ini menyebabkan sedimen atau substrat ataupun bahan organik tertahan sehingga tidak dapat kembali ke laut dan yang terendapkan di kawasan ini merupakan sedimen halus. Menurut Nybakken (1992) gerakan air yang lambat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar. Proses ini dapat mengakibatkan terjadinya sirkulasi interstitial (yang merupakan pergantian atau pergerakan organisme yang hidup diantara butiran butiran pasir) yang minimal dan banyaknya bakteri yang hidup. Tingginya bahan organik dan bakteri populasi bakteri di sedimen mengakibatkan besarnya kebutuhan oksigen di perairan interstitial. Ukuran partikel sedimen yang halus dapat menghambat pertukaran antara air interstitial dan kolom air di atasnya, sehingga oksigen akan cepat berkurang. Hal ini dapat dikatakan sebagai kondisi anoksik sehingga menekan mangrove untuk beradaptasi dengan memiliki akar yang dangkal atau pneumatofor agar dapat memperoleh oksigen. Walaupun memiliki pneumatofora, apabila jumlah

pengendapan partikel sedimen berlebihan dapat menyebabkan tertimbunnya atau terkuburnya pneumatofora sehingga pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove. Walaupun dapat menimbulkan keadaan anoksik, pembentukan sedimen di kawasan hutan mangrove dapat mencegah terjadinya erosi pantai sehingga tidak akan ada penurunan garis pantai. Keberadaan sedimen di kawasan hutan mangrove memiliki kandungan nutrien dan bahan organik yang cukup tinggi. Hal ini dibantu dengan bercampurnya sedimen yang berasal dari laut yang mengandung banyak mineral dengan serasah (daun mangrove) yang berguguran. Yang akan teruraikan menjadi bagian yang lebih kecil dan akan tersuspensi dan dikonsumsi oleh zooplankton. Sebagian besar massa detritus akan tertahan oleh akar mangrove dan terekomposisi sehingga mendorong akumulasi bahan organik pada sedimen hutan mangrove dan akan mempengaruhi kondisi tanah. Hasil dekomposisi inilah yang kemudian berubah menjadi bahan organik dan dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap dan lebih stabil (Hardjowigeno, 1992). Pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik sedimen, yaitu pada daerah

yang ukuran partikel sedimennya lebih halus dan kandungan bahan organik lebih tinggi, pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrovenya lebih bagus. Unsur unsur hara yang berperan penting bagi organisme di daerah kawasan hutan mangrove yaitu nitrat (NO3) dan fosfat (PO4), yang juga sebagai nutrien utama yang menentukan kestabilan pertumbuhan mangrove. Nitrat pada sedimen biasanya di bawa oleh air tawar yang berasal dari sungai, yang merupakan pemecahan nitrogen organik dan anorganik dalam tanah yang berasal dari dekomposisi bahan organik dengan bantuan mikroba. Menurut Carpenter dan Capone (1983) bahwa pada ekosistem mangrove, fikasasi nitrogen ditemukan terjadi pada sedimen meskipun hanya beberapa sentimeter pada bagian atas lapisan sedimen. Menurut Potts (1984) bahwa fikasasi nitrogen pada sedimen dengan vegetasi mangrove diatasnya lebih tinggi daripada sedimen tanpa tumbuhan yang ada di atasnya, hal ini karena perbedaan kandungan detritus yang ada dalam tanah. Kandungan fosfor pada sedimen di kawasan hutan mangrove yang berasal dari laut biasanya terbentuk dari dekomposisi organisme laut yang sudah mati. Sedangkan sumber yang berasal dari daratan berasal dari endapar terestrial yang mengalami erosi ataupun dari pupuk pertanian yang di bawa oleh aliran sungai. Pada sedimen lempung seperti yang terdapat pada sedimen di kawasan hutan mangrove diserap oleh sedimen yang terhidrolisis. Peningkatan ortofosfat sebanding dengan peningkatan konsentrasi sedimen. Material-material yang tersuspensi juga dapat membawa fosfat yang terabsorbsi didalamnya ( Stednik, 1991). Dalam jangka waktu jutaan tahun yang akan datang keberadaan mineral dalam sedimen akan memberikan manfaat yang besar. Salah satunya sebagai penyumbang energi seperti minyak dan gas alam. Selain itu sedimen mangrove juga apabila ditambang dapat membuat kualitas pasir menjadi bagus untuk bahan bangunan dan membuat jalan. Oleh karena itu dengan kita melestarikan keberadaan mangrove di pesisir pantai kita dapat mencegah terjadinya banjir besar, abrasi pantai ataupun tsunami. Walaupun keberadaan mangrove mempercepat pembentukan sedimen, tetapi mangrove dapat menghambat terjadinya abrasi pantai. Bila keberadaan mangrove dihilangkan maka abrasi pantai akan semakin besar, sehingga

garis pantai akan semakin berkurang. Selain itu sedimen dari daratan yang di bawa oleh air sungai akan ikut terperangkap di sekitar akar mangrove dan tidak akan ikut kembali ke sungai. Karena apabila ikut terbawa kembali ke sungai dan terendapkan di hilir sungai maka akan terjadi peninggian dasar sungai dan menyebabkan banjir. Maka demi melindungi habitat manusia dan oranisme lain dan juga mencegah terjadinya bencana, maka sebaiknya kita harus melestarikan mangrove yang ada di pesisir. Sebaiknya dilakukan penghijauan kembali daerah pesisir dengan penanaman mangrove. Keberadaan tambak tambak liar yang dapat merusak keberadaan mangrove diberikan tindakan tegas oleh pemerintah. Selain itu juga banyaknya aktivitas manusia yang dilakukan seperti pembuangan sampah cair yang dapat menurunkan oksigen terlarut akibat sampah sampah cair ini mengalami dekomposisi anaerobik yang menghasilkan sulfida (H2S) dan amina (NH3). Sampah padat juga memberikan andil dalam perusakan mangrove. Hal ini terjadi karena sampah padat menumpuk di hutan mangrove maka akan terjadi kemungkinan terlapisnya pneumatofor yang mengakibatkan kematian pohon pohon mangrove. Kewajiban menjaga kelestarian hutan mangrove tidak hanya milik masyarakat pesisir tetapi juga kita sebagai warga negara Indonesia serta mahasiswa yang sadar akan lingkungan dan sadar akan keselamatan hidup manusia di masa mendatang. 2.2 Kandungan Bahan Organic Nitrogen & Fosfor
Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea, protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia, nitrit, dan nitrat.

Nitrogen terdapat di alam terutama sebagai dinitrogen, N2 (titik didih 77,3 K). Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara.Nitrogen bebas dapat ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang.Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir. Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03- ). Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan lain, misalnya Marsiella crenata. Selain

itu, terdapat bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Salah satu aktivitas manusia yang berpengaruh nyata terhadap siklus nutrien adalah peningkatan sumbangan unsur nutrien nitrogen (N) dan fosfor (P). Sumbangan ini berasal dari limbah domestik dan pertanian, termasuk kotoran ternak dan pupuk, meningkatnya aliran permukaan akibat pembukaan lahan untuk pertanian dan pemukiman, serta pembakaran bahan bakar fosil (Cole dkk., 1993; Nixon, 1995; Howarth, 1998). Ketersediaan nutrien sering kali menjadi faktor pembatas produktivitas primer. Dari semua nutrien yang ada, nitrogen dan fosfor merupakan dua unsur yang paling sering membatasi pertumbuhan produsen primer (Hauxwell dkk., 2001). Ekosistem perairan tawar dan laut memiliki perbedaan pola siklus kedua nutrient tersebut. Fosfor merupakan faktor pembatas produktivitas primer pada lingkungan perairan tawar, sedangkan nitrogen merupakan faktor pembatas pada lingkungan perairan laut (Smith, 1984; Downing dkk., 1999; Hauxwell, dkk. 2001), sehingga terjadi perubahan besar komposisi komunitas pada kawasan mangrove dan terumbu karang. Perubahan siklus nitrogen berdampak besar terhadap ekosistem akuatik (Downing dkk., 1999). Secara alamiah nutrien terdapat di alam dan mendukung terbentuknya ekosistem yang subur, namun aktivitas manusia dapat meningkatkan masukan nutrient hingga tingkat yang tidak diinginkan (Hauxwell, dkk. 2001). Aktivitas manusia dapat meningkatkan jumlah nitrogen dan fosfor, serta mempengaruhi siklus biogeokimianya (Schlesinger 1991; Vitousek dkk., 1997). Kelebihan nutrien ini memasuki ekosistem muara dan perairan pantai melalui sungai, air tanah, dan transpor udara (Howarth dkk., 1996; Nixon dkk., 1996). Kesehatan ekosistem pantai sangat terancam akibat berlebihnya nutrien ini (eutrofikasi) (Hauxwell, dkk. 2001).

2.2.1

Nitrat Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah

terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen (Effendi, 2003). Distribusi horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Hal ini diakibatkan adanya sumber nitrat dari daratan berupa buangan limbah yang mengandung nitrat (Hutagalung dan Rozak, 1997). Terdapat beberapa sumber nitrat di perairan. Diantaranya adalah atmosfer sebagai precursor nitrogen. Oksidasi biologis senyawa nitrogen organik juga dianggap sebagai sumber yang potensial penghasil nitrat serta reaksi fotolisis nitrit pada permukaan perairan meskipun hal ini dianggap bukan sumber utama dalam menghasilkan nitrat. Sumber potensial lain yang dapat memperkaya nitrat di perairan adalah hujan dan bahan-bahan buangan dari daratan, termasuk limbah (Savoie et.al, 1998). Lebih lanjut dijelaskan oleh Pillay (1992) bahwa jika terjadi kelebihan limbah yang dibuang ke perairan, terutama dari limbah pertanian dan budidaya perikanan akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen dalam perairan. Nitrifiksasi merupakan proses yang terdiri dari dua reaksi yaitu oksidasi amonia menjadi nitrit dan selanjutnya oksidasi nitrit menjadi nitrat (Wada dan Hattori, 1991). Bahan organik yang terdekomposisi adalah sumber amonia yang merupakan awal pembentukan nitrat melalui pemecahan nitrogen organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah dan air dengan bantuan mikroba dan jamur (Effendi, 2003). Adapun proses dekomposisi ditunjukkan dalam persamaan reaksi berikut : N Organik + O2 NH3-N + O2 NO2-N + O2 NO3-N. (amonifikasi) (nitrifikasi) Menurut Carpenter dan Capone (1983) bahwa pada ekosistem mangrove, fikasasi nitrogen ditemukan terjadi pada sedimen meskipun hanya beberapa sentimeter pada bagian atas lapisan sedimen. Menurut Potts (1984) bahwa fikasasi

nitrogen pada sedimen dengan vegetasi mangrove diatasnya lebih tinggi daripada sedimen tanpa tumbuhan yang ada di atasnya, hal ini karena perbedaan kandungan detritus yang ada dalam tanah. Fungsi nitrogen dalam tanah bagi tumbuhan adalah berperan dalam pembentukan protein, selain itu juga dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif. Tumbuhan dengan kandungan N yang cukup daunnya akan berwarna lebih hijau (Hardjowigeno, 1992). Menurut Olsen dan Dean (1965 dalam Alkaf 2003) bahwa ada tiga kategori dalam menilai tinggi rendahnya kandungan nitrat dalam tanah, yaitu <> 10 ppm adalah kategori tinggi. Menurut Jefferies and Miles (1996 dalam Effendi 2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik. 2.2.2 Fosfor Fosfor yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati. Fosfor merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting karena akan diabsorbsi oleh fitoplankton dan masuk ke dalam rantai makanan (Hutagalung dan Rozak, 1997). Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik, sedang polifosfat harus direduksi dulu menjadi ortofosfat sebelum dimanfaatkan. Fosfor dalam bentuk fosfat merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah kecil namun sangat esensial bagi organisme akuatik. Kekurangan fosfat juga dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton (Zulfitria, 2003) Sumber-sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah dari limbah industri dan limbah domestik, yakni yang berasal dari deterjen. Sumbangan dari daerah

pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003). Pada sedimen, sumber utama fosfor adalah dari endapan terestrial yang mengalami erosi dan pupuk pertanian yang dibawa oleh aliran sungai. Fraksi lain dari fosfat yang terlarut yang sebagian berbentuk koloid berasal dari ekskresi organisme dan juga terbentuk dari hasil autolisis organisme yang mati (Horax, 1998 dalam Saleh 2003). Keberadaan berbagai bentuk fosfat di laut dikendalikan oleh proses biologi dan fisika, diantaranya penyerapan oleh fitoplankton pada proses fotosintesis, penggunaan oleh bakteri serta adanya absorpsi oleh lumpur dasar akibat kelebihan Ca2+ pada pH tinggi. Mineral ini tersebar luas dalam sedimen laut. Pada sedimen, mineral ini terserap oleh sedimen yang terhidrolisis, khususnya lempung. Peningkatan ortofosfat sebanding dengan peningkatan konsentrasi sedimen. Material-material yang tersuspensi juga dapat membawa fosfat yang terabsorbsi didalamnya ( Stednik, 1991). Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai keberadaan nitrat dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan yang dapat menggunakan oksigen dalam jumlah besar sehingga berdampak pada penurunan kadar oksigen terlarut. Berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan dengan tingkat kesuburan rendah kadar fosfor total berkisar antaa 0 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang yang memiliki kadar fosfor total berkisar antara 0.021 0.05 mg/l; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi yang memiliki kadar fosfat total 0.051 0.1 mg/l (Yoshimura dan Liaw, 1969 dalam Effendi, 2003). 2.3 Sedimen core Grab sampling adalah proses yang simpel dalam mengangkat sedimen permukaan dari dasar laut.Dalam Grab Sampling alat-alat yang digunakan adalah grab sampler dan core sampler. Untuk mengetahui beberapa lapisan sedimen pada kedalaman beberapa meter biasanya digunakan alat Core Sampler berbentuk tabung yang diluncurkan dari atas kapal, kemudian dilakukan analisa atau diskripsi atas drill cuttings yang didapat.

Pada tahun 1963, National Science Foundation memulai penelitian berskala internasional yang menyelidiki dasar laut, disebut Deep Sea Drilling Project (DSDP). Dengan menggunakan teknologi khusus yang dikembangkan oleh industri perminyakan, kapal DSDP mengebor dan mengambil banyak core dari dasar samudera, beberapa dengan panjang hingga kilometer. Di tempat-tempat tertentu di dunia, beberapa batuan sedimen tertua pada dasar samudera mencatat sedimentasi yang terus-menerus selama lebih dari 180 juta tahun. Batuan tersebut umumnya disusun oleh kerangka plankton berukuran mikroskopis dan partikel berukuran lempung. Jika ingin mengetahui sejarah bumi dengan lebih baik, adalah penting untuk melihat sedimen di dasarlaut dimana rekaman pengendapannya lebih lengkap dibandingkan sedimen di lingkungan darat. Informasi tentang klimat masalampau bumi, pola arus samudera, dan variasi volkanisme di masa lampau dapat dijumpai pada batuan dasarlaut tersebut. Pipa core yang sangat panjang dari DSDP mampu mengambil kolom sedimen dan batuan secara utuh hingga panjang lebih 1 kilometer.

DAFTAR PUSTAKA

http://rageagainst.multiply.com/journal/item/33. Lonawarta (Majalah Semi Ilmiah). Mengenal Sedimen Laut. 1996. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Puslitbang Oseanologi. Balitbang Sumberdaya Laut Ambon. Sugeng widada, 2002, Modul Mata Kuliah. Universitas Diponegoro : Semarang Sulaiman, A. dan I. Soehardi. 2008. Pendahuluan Geomorfologi Pantai Kualitatif. BPPT. Jakarta. Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta. Umi Muawanah dan Agus supangat. 1998. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Badan Riset Kelautan Dan Perikanan: Jakarta.

You might also like