Professional Documents
Culture Documents
ISSN 2088-3153
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id
REDAKSI Pembina
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
DAFTAR ISI
Editorial Rubrik Agenda Koordinasi Setahun Implementasi MP3EI Rubrik Ekonomi Makro Inflasi Agustus 2012: Bertemunya Faktor Musiman Ramadhan dan Pendidikan Peningkatan Kinerja Ekspor Juli 2012 Rubrik Ekonomi Internasional Pelajaran dari Krisis Eropa Terhadap Keuangan Regional dan Integrasi Finansial di Asia Timur Rubrik Keuangan Transaksi Multilateral sebagai Pola Perdagangan Berjangka Masa Depan Rubrik APBN RAPBN 2013: Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi Regulasi Lindung Nilai Valuta Asing Rubrik Utama Kompatibilitas Utang Luar Negeri dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Pelajaran dari Irlandia Wawancara dengan Arlyana Abubakar: Peran Bank Indonesia dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia Wawancara dengan Bhimantara Widyajala: Peran Pemerintah dalam Mengelola Utang Luar Negeri Utang Luar Negeri Swasta Meningkat Rubrik Ekonomi Daerah Obligasi Pemda Sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Rubrik Penyaluran KUR Realisasi Penyaluran KUR Agustus 2012 Rubrik Opini Pakar Wawancara dengan Prof. Hermanto Siregar: Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia 1
Pengarah
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
3 4
Koordinator
Bobby H. Rafinus
Kontributor Tetap
Edi Prio Pambudi M. Edy Yusuf Mamay Sukaesih Tri Kurnia Ayu Rista Amallia Windy Pradipta Alexcius Winang Masyitha Mutiara Sandra Kurniawati Fauzia Suryani Putri Komite Kebijakan KUR
10
KontributorEdisi Ini
Gede Edy Prasetya Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
11 13 14 15 16
17
19
20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010
EDITORIAL
Kegiatan peringatan hari Kemerdekaan RI 67 dan hari raya Idul Fitri 1433 H yang berdekatan telah mendorong inflasi lebih tinggi dari perkiraan. Kenaikan harga umum mencapai 0,95% (mtm) selama Agustus 2012 sehingga infasi tahunan sedikit meningkat dari 4,56% (yoy) Juli 2012 menjadi 4,58% (yoy). Kenaikan harga pada tingkat konsumen terutama berasal dari kelompok barang bahan pangan, makanan jadi, transportasi udara dan antar-kota. Langkah penyesuaian struktural semakin penting bagi Indonesia karena menjadi salah satu tujuan pergerakan arus modal global, berkat diperolehnya peringkat investmentgrade. Utang swasta meningkat pesat dalam dua triwulan pertama tahun 2012 sehingga jumlahnya telah melebihi utang pemerintah dan bank sentral. Rasio kewajiban pembayaran utang pokok dan bunga total terhadap pendapatan ekspor (debt service ratio) telah Faktor perubahan harga komoditi melewati 30% pada triwulan II-2012. internasional dan arus modal jangka Meskipun masih dalam rentang yang Sementara itu defisit neraca pendek saat ini masih menjadi aman, ketidakpastian kinerja ekspor perdagangan Juli 2012 mencapai USD penentu kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar Rupiah yang tertekan 177 juta, jauh menurun dibanding Indonesia. Arah perubahannya relatif dapat meningkatkan persepsi resiko USD 1,3 milyar pada Juni 2012. sulit diprediksi dalam suasana dari investor global terhadap Perkembangan ini memberikan perekonomian global yang masih perekonomian Indonesia. Langkah kelegaan bahwa ada potensi ekspor dilanda ketidakseimbangan eksternal pendalaman sektor keuangan perlu nonmigas membaik dan impor antar-negara, instabilitas sektor terus digiatkan agar sumber pinjaman terkendali. Faktor perbaikan harga keuangan di beberapa negara, serta dari dalam negara lebih kompetitif. pada beberapa komoditi seperti arus modal yang cenderung Demikian juga perbaikan iklim CPO, bijih besi, dan produk kimia di bergejolak. Untuk menghadapinya investasi dan akselerasi pembangunan pasar internasional mendorong penyesuaian struktural pada infrastruktur agar momentum ekspor non migas tumbuh 5,04% perekonomian negara-negara maju peningkatan kegiatan investasi sektor (mtm). Ekspor migas juga meningkat dan yang sedang tumbuh (emerging manufaktur terus berlanjut. didorong kenaikan harga minyak countries) disarankan oleh IMF dalam dunia. Sementara pada sisi impor, (Bobby H. Rafinus) laporan Pilot External Sector Report terjadi penurunan impor migas yang yang terbit Juli 2012. relatif cepat dan impor non migas melambat. Selain perbaikan harga internasional, faktor pelemahan Rupiah dan inflasi yang terjaga telah meningkatkan daya saing komoditi ekspor non-migas.Pemulihan neraca perdagangan ini memberikan optimisme perbaikan defisit neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III-2012, yang antara lain terindikasi dari peningkatan cadangan devisa menjadi USD 109 milyar pada akhir Agustus 2012. Indikator Ekonomi
Indikator
Inflasi (% yoy) Indeks Harga Saham Gabungan Harga Minyak ICP (USD per barel) Indeks Harga Perdagangan Besar Cadangan Devisa* (USD milyar) Nilai Tukar Petani Nilai Tukar (Rp/USD) Pertumbuhan Ekonomi Tw.1-2012 (%) Tingkat Pengangguran (Feb. 2012) (%) *kumulatif, NPI : Neraca Pembayaran Indonesia
Aug 2012
4,58% 4.060,33 112,02 191,81 108,99 105,26 9.560 6,40 6,32
Juli 2012
4,56% 4.142,34 102,88 190,76 106,6 104,96 9.485 Ekspor (USD miliar) Impor (USD miliar)
Indikator
Utang Pemerintah* (USD milyar)
Juli 2012
205,60 16,2 16,3 701,2 11,78
Juni 2012
204,47 15,4 16,7 695,5 11,79
Wisatawan Mancanegara (ribu orang) Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) Belanja Negara APBN-P 2012 (Rp. Tr)* Pendapatan Negara APBN-P 2012 (Rp. Tr)* Tingkat Kemiskinan (Maret, 2012) (%) Neraca Keseluruhan NPI Tw I-2012 (USD miliar)
Inflasi administered prices meningkat meski masih relatif rendah yakni Biaya pendidikan di semua level 0,35% mtm atau 2,78% yoy. pendidikan (SD, SLTP, SLTA dan Peningkatan administered prices perguruan tinggi) mengalami karena faktor musiman (kenaikan peningkatan terkait tahun ajaran angkutan mudik terutama kereta baru. Kenaikan tertinggi terjadi pada api) dan kenaikan harga minyak uang kuliah pendidikan tinggi. global. Beberapa komoditas lain yang mengalami kenaikan harga antara lain daging sapi karena pasokan yang belum memadai.Sementara komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain telur ayam ras, daging ayam ras, 2 Secara spasial seluruh 66 kota pada bulan ini mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di kota Palu sebesar 2,81% mtm dan terendah kota Medan sebesar 0,11% mtm. Masih ada beberapa potensi resiko yang memberikan tekanan inflasi di waktu mendatang,antara lain kenaikan harga gas industri sebesar 35% dan rencana pengaturan importasi hortikultura. Sebagai antisipasi, perlu langkah penguatan koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya pengendalian inflasi mencakup aspek ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi barang dan komunikasi yang efektif. (Mamay Sukaesih)
Perkembangan Inflasi
Pelajaran dari Krisis Eropa Terhadap Keuangan Regional dan Integrasi Finansial di Asia Timur
Krisis keuangan Eropa dimulai ketika pemerintahan George Papandreou di Yunani pada tanggal 5 November 2012 mengumumkan bahwa revisi rasio defisit anggaran terhadap GDP mencapai 12,7%, dua kali lebih besar dibandingkan publikasi sebelumnya. Pengumuman ini diikuti penurunan peringkat utang Yunani yang mengakibatkan melonjaknya tingkat bunga utang sehingga semakin menyulitkannya untuk pembayaranutang negara.Kondisi berikutnya, bail-out yang diberikan oleh EU dan IMF ternyata tidak berhasil mengembalikan kepercayaan pasar terhadap ekonomi Yunani, namun justru mengakibatkan meluasnya krisis ke beberapa negara Eropa dengan struktur keuangan yang rawan seperti Italia, Spanyol, Irlandia, dan Portugal (YISIP). Secara umum, penyebab krisis yang terjadi di Eropa adalah pertama, kelemahan sistem perbankan. Krisis utang Eropa berdampak pada krisis keuangan global tahun 2008-2009 dan meluas ke beberapa negara Eropa pada tahun 2012. Hal itu disebabkan sebagian besar pemerintah anggota Eurozone meresponnya dengan melakukan bail-out kepada bank-bank komersialnya melalui pengambilalihan utang swastamenjadi utang publik. Antara tahun 20072010, rasio utang terhadap GDP di Eurozone meningkat dari66,3% menjadi 85,4%. Hal tersebut juga diikuti kegagalan Eurozoneuntuk melakukan refinancing bank komersialnya yang menimbulkanketidakpercayaan pasar sehinggabunga utang sovereign debt negaraEurozone semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara kenaikan sovereign debt dan sistem perbankan yang tak kunjung pulih merupakan penyebab berlarutnya krisis ekonomi Eropa. Kedua, ketidakseimbangan perekonomian diantara anggota zona Eropa. Kebijakan ECB yang memperlakukan utang pemerintah pusat setiap negara Eurozone sebagai utang tanpa resiko dan menyetarakan tingkat bunga obligasi antara negara-negara inti dengan YISIP yang memiliki perbedaan kondisi ekonomi, memicu kebijakan utang di negara YISIP menjadi unsustainable. Hal ini terjadi karena rendahnya daya saing negara-negara YISIP. Adanya kebijakan utang tanpa resiko justru mengurangi tekanan dalam mengembangkan kompetisi di negara-negara tersebut, berbeda dengan negara inti Eurozone. Hal ini membuat terjadinya defisit neraca transaksi berjalan di negaraYISIP dan sebaliknya surplus neraca transaksi berjalan di negara inti Eurozone. Ketiga, tidak adanya mekanisme penanganan krisis keuangan di zona Eropa. Keyakinan anggota Eurozone bahwa krisis neraca pembayaran tidak akan terjadi di kawasan Eurozone membuat tidak adanya mekanisme penanggulangan krisis yang tepat sehingga membuatlambatnya respon terhadap krisis. Disisi lain, kecemasan negara surplus seperti Jerman bahwa kebijakan bail-out terhadap Yunani akan menjadi contoh negatif danmenimbulkan moral hazardterhadap ekonominegara lain yang mengalami defisit terutama anggota Eurozone besar seperti Spanyol dan Italia. Zona Eropa yang terbentuk sejak tahun 1999 menarik perhatian dunia, termasuk Asia Timur dalam hal integrasi ekonomi di sektor moneter dan finansial. Namun dengan krisis yang tejadi di Eropa saat ini membawa kekhawatiran akan keberlangsungan dan keseimbangan ekonomi Eropa ke depan. Krisis bukanlah hal baru bagi Asia Timur. Asia Timur pernah mengalami krisis pada tahun 19971998. Perbedaannya adalah krisis di Eropa yang terjadi saat ini melibatkan zona ekonomi yang telah terintegrasi. Banyak hal yang dapat dipelajari oleh Asia Timur dengan melihat kejadian krisis di Eropa. Pertama, proses integrasi moneter harus dilakukan secara bertahap dan perlahan. Krisis Eropa menggambarkan bahwa pengaturan nilai tukar, termasuk integrasi moneter, akan cenderung menyebabkan krisis. Hal ini terjadi apabila negara anggota tidak mampu menyesuaikan perekonomian internalnya sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi antar anggota. Untuk itu dalam proses integrasi moneter, Asia Timur harus melakukannya secara bertahap, terdapat fleksibilitas dan ruang penyesuaian kebijakan agar terbentuk integrasi ekonomi dengan pondasi yang kuat. Kedua, biaya dan manfaat integrasi finansial harus dipertimbangkan kembali. Teori Neoklasik memang menyatakan bahwa integrasi finansial akan membuat alokasi modal menjadi lebih efisien. Akan tetapi, integrasi finansial yang diterapkan
Zona Eropa justru menimbulkan ketidakseimbangan dan bubble economy. Dari kejadian ini, Asia Timur harus menimbang ulang kembali cost and benefitpemberlakukan integrasi finansial serta harus berhati-hati dalam menghadapi liberalisasi pasar yang terlalu cepat. Sebagai contoh, dalam menuju ASEAN Economic Community, ASEAN harus berhatihati dengan aliran modal masuk bebas sebagai bagian pembangunan pasar dan basis produksi tunggal di ASEAN tahun 2015. Ketiga, perlu adanya percegahan krisis dan mekanisme resolusi yang dipersiapkan sebelum krisis terjadi. Pengalaman Asia Timur yang pernah dilanda krisis telah melahirkan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) dan ASEAN+3 Macroeconomic Research Office(AMRO) sebagai lembaga multilateral yang membantu menyelesaikan masalah keuangan di regional ASEAN+3. Kedua lembaga ini belum sepenuhnya berfungsi. Untuk itu disarankan negara-negara Asia Timur lebih mengaktifkannya. Krisis global 2008-2009 yang terjadi menunjukan seberapa rentan perekonomian ketika terjadi guncangan eksternal sehingga beresiko memperburuk kondisi perbankan Eropa ataupun negara lain termasuk Asia timur. Untuk itu, Asia Timur harus siap merespon krisis secara tepat dan benar. Keempat, pengawasan dan pemantauan pasar keuangan harus diperkuat. Krisis Eropa telah menunjukkan bahwa krisis dapat menyebar dengan cepat di antaranegara yang terintegrasi secara finansial, baik melalui jalur 6
perdagangan maupun keuangan, atau keduanya. Negara-negara di Asia Timur perlu berupaya memperkuat arsitektur regulasi keuangan yang dapat mengimbangi proses integrasi keuangan kawasan. Pelajaran penting dari krisis keuangan global dan krisis Eurozone adalah otoritas berwenang harus fokus tidak hanya pada peraturan microprudential dan pengawasan individu perusahaan keuangan, tetapi juga perlu mengidentifikasi dan mengelola resiko sistemik, yang disebabkan oleh keterkaitan dan saling ketergantungan di pasar. Sebagai contoh adalah kegagalan perusahaan keuangan besar dapat memiliki dampak serius terhadap pasar keuangan dan dapat merugikan ekonomi dalam skala besar. Kelima, otoritas keuangan harus bertindak dengan cepat dan tegas dengan merekapitalisasi bank setelah krisis. Eropa telah memberikan contoh yang negatif dalam menangani krisis perbankan. Ketika krisis perbankan berikutnya melanda negara-negara di Asia Timur, otoritas berwenang harus bertindak cepat dan tegas. Otoritas pengawas jasa keuangan perlu menerapkan kerangka hukum dan institusional untuk memfasilitasi prosedur penyelesaian yang komprehensif. (Fauzia S. Putri, Masyitha Mutiara, Sandra Kurniawati)
*Disadur bebas dari ADBI Working Paper: Lessons of the European Crisis for Regional Monetary and Financial Integration in East Asia oleh Ulrich Volz, Februari 2012.
Sambungan Halaman 2: Setahun Implementasi MP3EI Puncaknya estimasi PDRB Koridor Papua pada periode yang sama meningkat 5-6 kali lipat. Pencapaian tersebut tentu hanya dapat terealisasi apabila berbagai masalah bottlenecking dapat diatasi. Dalam upaya ini peningkatan peran serta Pemerintah Daerah diperlukan untuk menciptakan pembangunan yang lebih dari sekedar business as usual. (Rista Amallia)
Sambungan Halaman 4: Peningkatan Kinerja Ekspor Juli 2012 Dalam mendukung peningkatan kinerja ekspor, Kementerian Perdagangan mengupayakan beberapa kegiatan, antara lain kegiatan promosi untuk meningkatkan Nation Branding, promosi ekspor ke negara-negara emerging market. Kegiatan promosi untuk tahun 2012 terdiri dari 3 Pameran Besar, yaitu satu instore promotion, 13 Pameran Luar Negeri Aktif, dua Pameran Menengah Besar, 10 Pameran Luar Negeri Mandiri, Partisipasi di 12 Pameran Dalam Negeri, dan lima Misi Dagang. (Tri Kurnia Ayu)
Rubrik Keuangan
Rubrik Keuangan
mengacu pada harga-harga di pasar luar negeri. Volume transaksi multilateral sepanjang tahun 2011 membuktikan bahwa transaksi ini semakin diminati karena transparansinya, sehingga sesuai dengan grafik, tren volume transaksi mulai Januari 2011 terus tumbuh. Pada bulan Desember 2011 volume transaksi perdagangan komoditi primer (multilateral) menembus angka psikologis 10.000 tepatnya di posisi 10.920. Lonjakan transaksi multilateral ini dipicu oleh kenaikan perdagangan kontrak emas sebesar 437,58% menjadi 29.126 lot dari 5.418 lot di tahun 2010. Pada saat yang sama Kontrak Gulir Emas dalam US dollar membukukan pertumbuhan yang signifikan yakni sebesar 238,71% dari 4.033 lot di tahun 2010 menjadi 13.660 lot pada 2011. Sementara itu kontrak kakao yang hanya dalam 2 minggu sejak diluncurkan pada tanggal 15 Desember 2011 sudah mampu membukukan transaksi sejumlah 1.762 lot atau sama dengan 8.810 ton. Pencapaian ini dapat terlihat sejak hari pertama diluncurkan yakni mencapai 142 lot atau 710 ton. Selain transaksi multilateral yang signifikan, transaksi bilateral yang merupakan sistem transaksi yang dilakukan di luar Bursa yang didaftarkan di Jakarta Future Exchange. Transaksi ini dilakukan antara dua pihak yaitu pedagang penyelenggara (anggota bursa) dengan nasabah dari pialang pesertanya (anggota bursa). Kuotasi harga atau penawaran harga siap jual dan harga siap beli hanya dilakukan oleh satu pihak yaitu pihak pedagang
penyelenggara. Kontrak yang termasuk dalam transaksi Bilateral adalah Kontrak Valuta Asing, Kontrak Indeks Saham Asing, dan Kontrak Emas Loco London. Peningkatan transaksi bilateral pada tahun 2011 sebesar 39% ditunjang oleh kenaikan transaksi emas Loco London sebesar 759,87%. Selain kedua produk tersebut, Jakarta Future Exchange juga menyelenggarakan Pasar Fisik Lelang CPO yang menggunakan mekanisme perdagangan lelang, akses perdagangan dapat dilakukan secara elektronik dan dapat diakses secara online. Meskipun volume transaksi tumbuh secara signifikan pada tahun 2011,
namun volume transaksi komoditi primer (multilateral) masih di bawah target yang ditetapkan regulator, yakni minimal 5% dari seluruh volume transaksi. Dengan mulai pulihnya perekonomian global dan kegatan bisnis yang mulai bergairah, transaksi komoditi berjangka kini mulai dikenal tidak hanya sebagai sarana pelindung nilai namun juga sebagai sarana alternatif investasi. Diharapkan pada akhir tahun 2012 ini, volume transaksi akan melebihi target, yang pada akhirnya pasar komoditi berjangka dapat menjadi jembatan penghubung sektor finansial dan sektor riil. (Alexcius Winang) 5
Rubrik APBN
1) Persyaratan jangka waktu lindung nilai Pihak Asing yang dipersingkat dari tiga bulan menjadi paling singkat satu minggu; 2) Persyaratan kegiatan investasi mencakup penghasilan investasi yang dapat dipastikanPihak Lindung nilai atau yang disebut hedging Asing yang menjadi underlying adalah upaya melindungi sebuah transaksi lindung nilai dari paling perusahaan dari tekananterhadap singkat tiga bulan menjadi satu nilai tukar.Perubahan peraturan minggu; lindung nilai tersebut dilakukan 3) Kelonggaran underlying kegiatan dalam rangka pendalaman pasar valas ekspor impor perdagangan domestik dengan tetap internasional, tidak hanya memperhatikan stabilitas fluktuasi berdasarkan Letter of Credit nilai tukar Rupiah khususnya di (L/C) tetapi juga Non L/C; tengah gejolak ekonomi 4) Penghapusan ketentuan lindung internasional. nilai atas penyertaan langsung Meskipun begitu Bank Indonesia dengan jangka waktu paling lama meyakini tren Rupiah yang melemah satu bulan melalui mekanisme belakangan ini tidak perlu lelang; dikhawatirkan mengingat faktor 5) Pengaturan lindung nilai antara fundamental ekonomi Indonesia yang Bank dengan Pihak Asing untuk tergolong kuat. Nilai Rupiah tercatat tujuan menlingkupi lindung nilai melemah selama tahun 2012 dari Rp Bank; dan 9.079/USD pada tanggal 2 Januari 6) Peraturan yang membolehkan 2012 hingga Rp 9.512/USD pada lindung nilai dengan jangka waktu tanggal 31 Agustus 2012. kurang dari 1 minggu dalamrangka penyelesaian Perubahan peraturan lindung nilai kegiatan investasi. valas ini lebih bersifat relaksasi atas ketentuan pembatasan pada Lebih jauh lagi, peraturan tersebut peraturan sebelumnya. Salah satu juga mengatur lindung nilai dengan perubahan adalah pada peraturan jangka waktu paling singkat satu sebelumnya BI membatasi lindung minggu untuk kegiatan investasi. nilai jangka waktu minimum tiga Salah satunya adalah pengecualian bulan. Perubahan pada peraturan transaksi outright forward beli valuta yang baru memberikan relaksasi asing terhadap rupiah antara Bank untuk memberikan keleluasaan dengan Pihak Asing dalam 10
Rubrik Utama
Kompatibilitas Utang Luar Negeri Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas
Pada tanggal 18 September 2012, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kembali menggelar Forum Diagnosa Ekonomi (FDE) dengan pembicara Prof. Ahmad Erani Yustika dan Dra. Tuti Riyati, MA. Tema FDE kali ini adalah Pengelolan Utang Luar Negeri untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, utang luar negeri merupakan hal dapat dibenarkan dalam upaya menutup kesenjangan pembiayaan pembangunan. Persoalan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan utang luar negeri tersebut mampu digunakan sebagai alat pembangunan bukan justru menjadi penghancur perekonomian bangsa? Pada awal pembangunan, pemerintah tidak terlalu disibukkan untuk menyusun pada sektor mana ULN tersebut digunakan dengan tujuan memberikan multiplier effect dan peningkatan aktivitas perekonomian di Indonesia. Namun, ketika ekonomi semakin berkembang, maka pada saat itu pemerintah dituntut memberikan prioritas penyelesaian persoalan yang ada di masyarakat. Prof. Ahmad Erani Yustika mengatakan bahwa sampai saat ini, perekonomian nasional masih mengidap masalah serius dalam hal kemiskinan dan pengangguran. Mengapa hal ini terjadi? Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan dari 6,10% pada tahun 2008 menjadi 6,50% pada tahun 2011. Namun apabila melihat secara lebih dalam, maka peningkatan yang tinggi tersebut sebagian besar didominasi oleh sektor-sektor non-tradable 8 seperti konstruksi, jasa-jasa, dan perhotelan. Sektor ini hanya menyerap sekitar 49,5% tenaga kerja. Sementara itu, sektor-sektor tradable mengalami pertumbuhan yang semakin melambat. Sektor ini menyerap sekitar 50,5% tenaga kerja. Implikasinya, pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dinikmati oleh sebagian sektor ekonomi, sehingga semakin meningkatkan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Data menunjukkan pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan. Dapat dikatakan bahwa proses transformasi ekonomi cukup berhasil dari sisi kontribusi sektoral terhadap PDB, yakni sektor industri dan jasa yang semakin besar terhadap perekonomian nasional. Masalahnya adalah transformasi sektoral tersebut tidak diikuti dengan perpindahan tenaga kerja dari sektor primer ke sekunder/ tersier secara proporsional. Hal ini membuat penyakit kemiskinan dan beban pengangguran sulit diatasi karena sebagian besar tenaga kerja menumpuk di sektor pertanian (yang kontribusinya terhadap PDB terus merosot). Di sisi lain, kondisi utang luar negeri Indonesia mengalami perbaikan dimana dapat dilihat dari Debt to GDP dan Debt to Export yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Namun, jika melihat pada bagaimana aliran utang luar negeri tersebut, maka terdapat suatu transformasi
Sumber: Bank Indonesia
Rubrik Utama
pada pemanfaatan proyek dan program ULN. Sejak dekade 1990an, khususnya dari Bank Dunia, ULN tidak lagi menyasar ke sektor pertanian, melainkan ke sektor administrasi publik dan hukum. Praktis sejak masa tersebut program dan pembangunan investasi fisik (seperti irigasi) mengalami kemandekan dan menimbulkan kemerosotan sektor pertanian. Menurut Prof. Ahmad Erani Yustika, kondisi prioritas pembangunan yang diagendakan oleh lembaga donor tersebut menggambarkan bahwa ULN semakin lama semakin tidak kompatibel. Hal inilah yang harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam melakukan pinjaman luar negeri. Melihat pada persoalan utang luar negeri tersebut, Prof. Ahmad Erani Yustika mengatakan bahwa pemerintah harus mengembalikan instrument utang luar negeri sebagai pelengkap pembangunan dan dipakai sesuai dengan kepentingan nasional yaitu untuk menggerakkan sektorsektor riil melalui penggeseran proyek ULN ke dalam program yang sejalan dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran. Dua pendekatan yang perlu dilakukan kedepan adalah strategi penciptaan lapangan pekerjaan secara permanen dan penguatan aset kaum miskin. Hal itu bisa terlaksana bila sektor pertanian dikembangkan lagi dan kebijakan reforma agraria mampu dijalankan. Lebih jauh lagi, ULN memiliki makna apabila mendukung hal tersebut.
Menanggapi paparan Prof. Erani, Dra Tuti Riyati menyampaikan bahwa pengelolaan ULN pemerintah terus disempurnakan. ULN baru dibatasi dengan ketat agar rasio utang terhadap PDB menurun dan menunjang tercapainya anggaran berimbang, Jumlah ULN baru selama beberapa tahun terakhir lebih rendah daripada pembayaran utang pokok. Daftar ULN baru diterbitkan dalam dokumen Blue Book yang disusun oleh Bappenas. Usulan jumlah pinjaman dari Kementerian/ Lembaga pada umumnya jauh lebih besar dari alokasi pinjaman yang direncanakan. Seleksi usulan tersebut dilakukan dengan memperhatikan dampaknya terhadap prioritas pembangunan yang ditetapkan setiap tahunnya. Dalam beberapa tahun terakhir pinjaman diprioritaskan untuk pembangunan sektor investasi dan energi. Blue
book diterbitkan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jumlah ULN swasta yang melesat dalam semester I 2012 hingga melebihi ULN pemerintah kiranya perlu mendapat perhatian. Debt service ratio (DSR) yang tunjukkan porsi pembayaran hutang pokok dan bunga terhadap pendapatan ekspor, melewati 30% pada triwulan II-2012. Pinjaman swasta perlu diarahkan pada produksi yang berorientasi ekspor. ULN yang berorientasi akselerasi pertumbuhan perlu ditunjang dengan peningkatan alokasi anggaran Rupiah murni pada sektor pertanian dan industri. Akselerasi pertumbuhan kedua sektor tersebut akan memastikan tercapainya pertumbuhan berkualitas. (Fauzia Suryani Puteri)
12
Rubrik Utama
Rubrik Utama
Rambatan krisis dari kawasan Asean kemudian memperburuk keadaan, memaksa pemerintah meminta pinjaman kepada IMF. Resep IMF ternyata tidak manjur memulihkan krisis, sehingga krisis ekonomi berubah menjadi multikrisis dan meruntuhkan rejim pemerintahan. Keadaan baru membaik setelah 14tahun kemudian ditandai dengan persepsi peringkat utang dari lembaga pemeringkat internasional. Pelajaran yang dapat dipetik adalah ketika hasrat individu untuk memenuhi kebutuhan hingga besarpasak dari pada tiang dan tidak lagiterkendali, intervensi pemerintah justru menyeret negara masuk kedalam pusaran jeratan utang.
Pendapatan per kapita di Irlandiayang sangat besar tidak lagi bernilaidengan besarnya utang yang
Wawancara dengan Arlyana Abubakar: Peran Bank Indonesia dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi keterbatasan sumber penerimaan negara. Perkembangan utang luar negeri perlu dipantau karena akan mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara, termasuk dampaknya terhadap stabilitas moneter. Bank Indonesia memiliki peranan penting dalam pengelolaan utang luar negeri yang dalam prakteknya berkoordinasi langsung dengan Pemerintah. Utang luar negeri terdiri dari utang pemerintah, bank sentral, BUMN, dan swasta. Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengelolaan utang luar negeri pemerintah sudah diatur dalam beberapa peraturan, salah satunya adalah Pasal 53 dalam UndangUndang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diamandemen menjadi UU No. 6/2009. Demikian penjelasan dari Arlyana Abubakar, Direktur Direktorat Internasional Bank Indonesia. Dalam regulasi tersebut, dinyatakan bahwa Bank Indonesia atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Arlyana menyatakan bahwa Bank Indonesia berkoordinasi setiap bulan untuk melakukan pencatatan dan data mirroring antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi keterlambatan pembayaran utang luar negeri karena jika terlambat maka konsekuensinya bukan saja berupa sanksi denda, namun reputasi Indonesia akan memburuk. Kita harus mempertahankan reputasi kita terlebih lagi saat ini Indonesia telah masuk investment grade yang di-rating oleh lembaga-lembaga pemeringkat global seperti Moodys, S&P, dan Fitch, jelas Arlyana Abubakar. Bank Indonesia tidak hanya melakukan pemantauan terhadap
14
Rubrik Utama
utang luar negeri pemerintah, tetapi juga utang luar negeri swasta yang terdiri dari perbankan dan nonperbankan. Menurut Arlyana, pemantauan utang luar negeri untuk perbankan lebih mudah dipantau karena sudah diatur dalam peraturan, misalnya untuk pinjaman jangka panjang, pihak bank harus mengajukan rencana bisnis bank yang nanti akan dinilai oleh pihak Bank Indonesia, sedangkan untuk pinjaman jangka pendek, BI membatasi tidak lebih dari 30% dari modal bank secara harian. Berbeda dengan perbankan, menurut Arlyana, pinjaman luar negeri perusahaan swasta non-perbankan lebih sulit dipantau. Sejak akhir tahun 2008, Bank Indonesia mulai mengharuskan perusahaan swasta menyampaikan rencana tiga tahun ke depan, hasil assessment resiko, informasi keuangan perusahaan, serta kemampuan perusahaan melakukan pembayaran. Hal ini
dilakukan agar Bank Indonesia memiliki data akurat mengenai pinjaman luar negeri perusahaan swasta. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia, Arlyana menyatakan bahwa sektor ekonomi yang tumbuh secara signifikan dalam kaitannya dengan pinjaman luar negeri adalah sektor pertambangan dan penggalian; pengangkutan dan komunikasi; listrik, gas, dan air; serta sektor bangunan. Pengaruh pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan keempat sektor tersebut dinilai cukup signifikan. Permintaan pinjaman utang luar negeri oleh swasta saat ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan permintaan pinjaman dari perbankan dalam negeri. Menurut Arlyana, hal tersebut wajar jika perusahaan swasta lebih memilih untuk menarik pinjaman dari luar negeri asalkan lebih menguntungkan
bagi pihak swasta. Justru dengan begitu, Bank Indonesia harus berperan menjaga kredibilitas dengan mempertahankan rating Indonesia dalam investment grade agar perusahaan swasta memiliki akses pinjaman luar negeri yang semakin luas dan kompetitif. Arlyana juga menyatakan sejauh ini dari beberapa laporan keuangan perusahaan swasta, pihak kreditur semakin rasional terhadap pinjaman yang diajukan oleh perusahaan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengelolaan utang luar negeri, peran Bank Indonesia dan Pemerintah sangat penting karena akan berdampak langsung terhadap kredibilitas Indonesia secara global.Jika Bank Indonesia dan Pemerintah mampu menjaga reputasi Indonesia dalam skala global, maka perusahaan swasta dapat dipercaya oleh pihak kreditur luar negeri. (Sandra Kurniawati)
Wawancara dengan Bhimantara Widyajala: Peran Pemerintah dalam Mengelola Utang Luar Negeri
Dalam mengelola utang Negara, menurut Bhimantara Widyajala, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), pemerintah mendasarkan diri pada peraturan perundangan yang berlaku dan sesuai dengan prinsip serta tata kelola yang baik. Pemerintah sangat selektif dalam mencari sumber pembiayaan yang paling optimal. Utang Luar Negeri (ULN) semakin berkurang dalam pembiayaan APBN dibandingkan dengan Surat Berharga Negara. Hal ini sejalan dengan strategi pembiayaan dan pengelolaan utang yang menempatkan ULN hanya sebagai pelengkap. Statistik terkait utang Indonesia menunjukan hasil yang terus membaik. Defisit yang terjaga ratarata lima tahun terakhir sebesar 1%, Debt to GDP sebesar 24,3% di tahun 2011 dan diperkirakan menjadi 23% pada akhir tahun 2012. Hal ini merefleksikan bahwa penambahan jumlah nominal utang jauh lebih rendah secara relatif dibandingkan dengan peningkatan PDB. Jika dibandingkan dengan kondisi Eropa pengelolaan ULN Indonesia jauh lebih prudent, tutur Bhimantara. 15
Rubrik Utama
Upaya mecegah dan menangani krisis juga terus dilakukan dengan menyusun protokol manajemen di unit terkait dan mengintegrasikannya dalam protokol manajemen nasional. DJPU juga telah menginisiasi kerangka kerja yang dikenal dengan nama Bond Stabilization Framework, yang pada pokoknya menyusun langkah-langkah bersama untuk menstabilkan pasar Surat Berharga Negara guna memulihkan kepercayaan pelaku pasar dan mencegah serta menangani krisis yang lebih buruk lagi. Menurut Bhimantara, penggunaan utang negara harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian, tepat sasaran dari tahap perencanaan sampai proses evaluasi agar memberikan kontribusi yang optimal dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Dalam hal ini, DJPU tidak hanya berperan pada tahap pengadaan tetapi juga memastikan
peluang untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah dengan tingkat resiko yang dapat dikendalikan. Menanggapi kepemilikan SBN yang sebagian besar dimiliki oleh asing, Sekretaris DJPU menjawab bahwa hal ini dapat dilihat dari dua sisi, yang pertama tingkat kepercayaan perilaku pasar asing terhadap Indonesia yang sangat baik. Namun, disisi lain dapat dilihat sebagai eksposur resiko kemungkinan terjadinya pelepasan SBN secara massif dalam jangka pendek atau sudden reversaloleh asing apabila kondisi pasar sedang mengalami krisis. Untuk mengantisipasi kejadian ini pemerintah mengembangkan komunikasi yang baik dengan perilaku pasar, mengkoordinasikan kebijakan fiskal dan moneter bersama dengan Bank Indonesia serta mempromosikan berbagai capaian kebijakan.
Kesuksesan Indonesia meraih peringkat layak investasi (investment grade) merupakan satu capaian yang semakin meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia dalam jangka panjang. Langkah pemerintah menyusun protokol manajemen krisis dan bond stabilization framework diapresiasi oleh para pelaku pasar sebagai langkah yang positif. (Sandra Kurniawati)
Bhimantara Widyajala, S.H., Ak., M.SF., CIA. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU)
16
asuransi, apalagi jika nanti obligasi daerah menawarkan tingkat keuntungan yang menarik, dipastikan minat investor akan tinggi. Rencana penerbitan obligasi pemerintah daerah diperkirakan bakal mendapat respons positif dari investor. Potensi tingginya minat investor setidaknya terlihat dari tingginya peringkat yang didapat oleh beberapa pemerintah daerah
yang akan merilis obligasi perdananya. Terhadap obligasi Pemda, PT Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) telah memberi peringkat (AA+) terhadap obligasi Pemda DKI. Pada saat ini implementasi penerbitan obligasi dilaksanakan oleh Pemda DKI Jakarta yang akan menerbitkan obligasi Rp 1,7 triliunpada tahun 2012dan diharapkan yang tinggi di dalam negeri merupakan sejumlah faktor penarik meningkatnya ULN termasuk oleh swasta. Namun demikian, terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai terutama ditengah pemulihan kondisi global, diantaranya currency mismatch, maturity mismatch, serta interest rate risk. Peningkatan ULNS telah membuat beban ULN Indonesia menjadi lebih tinggi. Hal ini terlihat dari naiknya rasio pembayaran ULN terhadap ekspor (DSR) dari 21,3% pada tahun 2011 menjadi 30,5% padatriwulan II-2012. Rasio utang 9
akan diikuti oleh pemerintah daerah lainnya. Langkah penerbitan obligasi Pemda diharapkan akan menjadi trend pendanaan pembangunan infrastruktur. Menurut rencana obligasi pemda DKI ini akan digunakan untuk membiayai sejumlah multi proyek infrastruktur yang tidak ter-cover oleh anggaran pemerintah daerah. (Gede Edy Prasetya)
Sambungan halaman 16: Utang Luar Negeri Swasta Meningkat Secara sektoral, posisi ULNS terbesar selama Januari hingga Juli 2012 adalah pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa keuangan yaitu 28% dari total ULNS. Sedangkan penarikan ULNS berdasarkan investasi langsung terbesar adalah pada sektor industri pengolahan oleh perusahaan induk dan sektor pertambangan dan penggalian oleh perusahaan afiliasi.
terhadap PDB juga meningkat dari 26,4% pada tahun 2011 menjadi 27,3% pada triwulan II-2012. Selain meningkatnya nilai ULN, kinerja ekspor yang melemah akibat kelesuan perekonomian global dan penurunan harga komoditas menjadi faktor lain penyebab naiknya beban ULN. Pengawasan terhadap kinerja ULNS telah dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam upaya menjaga kestabilan ULNS, penggunaan ULNS untuk sektor produktif khususnya yang berorientasi ekspor perlu ditingkatkan agar rasio beban ULN dapat terus terjaga. (Tri Kurnia A.) 10
Perekonomian Indonesia yang stabil, tingkat bunga yang relatiftinggi, serta kebutuhan investasi Porsi ULN Berdasarkan Peminjam
18
19
Wawancara dengan Prof. Hermanto Siregar: Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia
Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang terus meningkat menjadi kekhawatiran tersendiri mengingat krisis utang di kawasan Eropa masih berlangsung. Sampai dengan Juni 2012, ULN Indonesia mencapai USD 240,143 Juta dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Belajar dari krisis di Eropa, pengeluaran pemerintah yang terlalu besar akan mendorong peningkatan ULN. Akan tetapi, pengeluaran pemerintah memiliki peran penting dalam menopang perekonomian Indonesia khususnya di daerah. Pengeluaran pemerintah akan memberikan multiplier effectyang cukup besar bagi perekonomian. Menimbang manfaat tersebut maka perlu diperhatikan pengelolaan deficit financing yang sustainablesehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Defisit bukan masalah, asalkan ada sumber yang jelas untuk menutup defisit tersebut, tentunya dengan perhitungan yang matang. Jika sumber pembiayaannya dari ULN, maka pemerintah harus mempertimbangkan risk exposure, karena ULN terkait dengan stabilitas nilai tukar. Saat kurs melemah maka utang akan meningkat dan mengurangi kapasitas fiskal dalam mendanai pembangunan, tutur professor Hermanto. 20 Penggunaan dan alokasi ULN juga harus tepat. ULN seharusnya digunakan untuk hal-hal yang produktif seperti pembangunan infrastruktur, bukan untuk konsumsi atau belanja pegawai. Rakyat harus secara efektif menyuarakan aspirasinya sehingga mendorong pemerintah mengalokasikan ULN ke sektor yang tepat dan dibutuhkan publik. Seharusnya pemerintah sadar bahwa perekonomian yang berputar di sektor keuangan hanya akan dinikmati oleh beberapa pihak saja, yaitu perbankan dan sektor moneter sehingga tidak menyentuh masyarakat. Professor Hermanto juga berpendapat bahwa sektor keuangan Indonesia masih kurang kompetitif terlihat dari suku bunga pinjaman yang relatif tinggi. Untuk itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Pertama, faktor resiko dan ketidakpastian. Kedua, faktor Inflasi. Sepanjang inflasi masih tinggi maka perbankan tidak dapat menurunkan suku bunganya. Penabung akan menuntut suku bunga tabungan diatas inflasi dan perbankan akan menetapkan suku bunga pinjaman diatas suku bunga tabungan. Untuk itu inflasi harus ditekan untuk mendorong penurunan suku bunga sehingga pihak swasta tertarik untuk berhutang dengan perbankan dalam negeri . Kepemilikan SUN yang didominasi oleh pihak asing merupakan dilema tersendiri bagi Indonesia. Disatu sisi kita membutuhkan pihak asing untuk memperbesar kapitalisasi karena pasar yang besar akan cenderung stabil. Tapi disisi lain, kestabilan nilai tukar harus terus dijaga. Oleh karena itu perlu adanya regulasi yang mengatur pihak asing untuk memperpanjang periode peminjaman sehingga ada penundaan pembayaran dan kemampuan memprediksi yang lebih tepat, tutur Prof Hermanto. (Masyitha Mutiara)
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Pengembangan Institur Pertanian Bogor