You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

Thalaq ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafadz yang tertentu, misalnya suami berkata kepada isterinya : Engkau telah ku talak, dengan ucapan ini ikatan nikah menjadi lepas, artinya suami isteri jadi bercerai. taklik talak ialah menyandarkan jatuhnya thalaq kepada sesuatu perkara, baik kepada aucapan, perbuatan maupun waktu tertentu. Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Namun, ada beberapa perbedaan pendapat dalam kalangan umat Islam mengenai menjatuhkan thalaq tiga sekaligus dalam satu kalima/satu waktu, taklik talak, dan rujuk. Dalam makalah ini ada beberapa pendapat yang akan kami kemukakan disertai dengan dalil / argument masing-masing tentang pendapat tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
THALAQ TIGA SEKALIGUS, TALIK TALAK, & RUJUK MENURUT PANDANGAN FUQOHA Thalaq Tiga Sekaligus Pengertian Thalaq Thalaq ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafadz tertentu, misalnya suami berkata kepada isterinya : Engkau telah ku talak, dengan ucapan ini ikatan nikah menjadi lepas, artinya suami isteri jadi bercerai. Thalaq merupakan perbuatan halal, namun juga suatu hal yang dibenci Allah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : Artinya : Dari Ibnu Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : Diantara hal-hal yang halal namun dibenci oleh Allah ialah thalaq. (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim dan Abu Hatim menguatkan mursalnya)1. Pendapat ulama mengenai thalaq tiga sekaligus Jumhur ulama, diantaranya Imam mazhab yang empat, mazhab dhahiriyah dan lainnya berpendapat talak tiga dalam satu lafazh, hukumnya tetap jatuh tiga. Bahkan Ibnu Mulaqqan, salah seorang ulama Ahlussunnah wal Jamaah bermazhab Syafii, mengatakan bahwa pendapat yang mengatakan talaq tiga sekaligus jatuh satu adalah pendapat syaz (ganjil) yang menyalahi Ahlussunnah dan dari kalangan Salaf, pendapat tersebut hanya diriwayat dari al-Hujjaj bin Arthah dan Muhammad bin Ishaq2. Berikut pendapat para ulama mengenai hukum talaq tiga sekaligus, antara lain: Dalam sebuah pendapat dinyatakan, ucapan talak suami yang dijatuhkan sekaligus dengan ucapannya : Saya talak engkau talak tiga. Ucapan semacam ini mengakibatkan jatuhnya talak tiga. Sebagaimana sebuah riwayat diterangkan sebagai berikut : Artinya : Dari Abi Waqqash r.a. bahwasanya ia bertanya kepada Ibnu Abbas :Apakah engkau tahu, bahwasanya talak tiga (yang diucapkan sekaligus tiga) itu dihukumkan menjadi talak satu pada zaman Rasulullah SAW dan Abu Bakar r.a. Namun ditetapkan hukumnya menjadi talak tiga pada zaman Khalifah Umar bin Khattab r.a.? Lalu Ibnu Abbas menjawab : Ya.
1 Moh. Rifai. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang : CV. Toha Putra. 1978. hal 483. 2 Wahbah Zuhaili. Fiqh Islami wa Adillatuhu. Beirut : Darul Fikri. 1973, Juz. VII. hal. 406.

Menurut Jumhur fuqaha berbagai negeri berpendapat bahwa thalaq dengan lafadz tiga kali hukumnya adalah hukum talak ketiga. Ulama Jumhur berdalil dengan Quran, Hadist dan Ijma. Adapun dalil dari Quran ialah ayat-ayat mengenai talak tidak membedakan antara menjatuhkan satu talak atau lebih. Adapun dalil dari hadist, salah satunya adalah Hadist Ibnu Umar menurut sebahagian riwayat, ia berkata : Maka saya bertanya : Wahai Rasulullah, kalau saya telah mentalaknya dengan talak tiga, bolehkah saya rujuk kepadanya ? Rasulullah menjawab : Artinya : Tidak. Ia sudah bain dan kalau rujuk menjadi maksiat3. Kemudian Hadist Fatimah binti Qais dalam satu riwayat : Artinya : Suamiku telah mentalak tiga, maka Rasulullah tidak mewajibkannya memberi tempat tinggal dan nafkah untukku. Mereka mengatakan : Kalaulah talak itu sama sekali tidak jatuh atau hanya jatuh satu sebagai talak rajiy, tentulah tidak gugur haknya mengenai tempat tinggal dan nafqah. Namun, Ahlu Zhahir dan sekelompok ulama mengatakan hukumnya adalah hukum talak sekali, dan lafadz tidak ada pengaruhnya dalam hal itu. Hujjah mereka adalah zhahir firman Allah Taala, Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (QS. Al-Baqarh 229). Sampai firman-Nya tentang talak ketiga : Apabila suami mencerainya untuk ketiga kalinya, maka perempuan itu tidak halal baginya hingga kawin dengan suami yang lain. (QS. Al-Baqarah 230). Orang yang menceraikan dengan lafadz yang bermakna cerai sebanyak tiga kali berarti jatuh talak sekali, bukan talak tiga. Mereka juga berhujjah dengan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, dan Muslim dari Ibnu Abbas, dia mengatakan Talak di masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan dua tahun dari kekhalifahan Umar, talak dengan lafadz tiga kali adalah satu talak, kemudian Umar memberlakukannya atas orang-orang4. Mereka juga berhujjah dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata : Rikanah mentalak istrinya tiga kali dalam satu majelis, diapun merasa sangat bersedih karenanya, maka Rasulullah SAW bertanya kepadanya, Bagaimana kamu mentalaknya? dia menjawab, Aku mentalaknya tiga kali dalam satu majelis Beliau besabda, Itu hanyalah satu talak, maka rujuklah kepadanya. Satu golongan ulama berpendapat bahwa dalam hal talak tiga yang dijatuhkan dalam satu waktu, yang jatuh hanya satu talak sebagai talak rajiy. Diantara yang berpendapat demikian adalah Ulama Zaidiyah dari Golongan Syiah, Ibnu Taimiyah dan muridnya dari golongan Hanabilah.
3 Ibid. hal 488. 4 Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid Jilid 2. Penerjemah Abu Usamah Fakhtur Rokhman. Jakarta : Pustaka Azzam. 2007. hal. 122.

Adapun dalil mereka adalah Firman Allah SWT : Artinya : Talak adalah dua kali, sesudah itu ada kalanya menahan dengan cara yang baik, atau melepaskan dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqarah 229). Adapun dalil dari Sunnah Nabi diantaranya adalah Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Rukanah, bahwa ia mentalak tiga istrinya dalam satu majelis, kemudian ia sangat menyesal dan gundah sekali, maka Nabi bertanya kepadanya : Bagaimana engkau mentalaknya? Ia menjawab : Saya talak dalam satu majelis. Nabi berkata kepadanya : Artinya : Itu hanya jatuh satu, maka rujulah kepadanya. Sebahagian Ulama Imamiyah berpendapat bahwa talak tiga dengan satu kalimat, tidak jatuh satupun, dan diceritakan yang demikian dari sebagian Tabiin dan dari Ibnu Aliyah dan Hisyam bin Hakam. Abu Ubaidah dan sebahagian Dhahir juga berpendapat demikian. Sedangkan satu golongan sahabat Ibnu Abbas dan Ishaq Ibnu Rawaih berpendapat bahwa jika isteri itu sudah dikumpuli/digauli, maka jatuh tiga talak, dan jika belum maka hanya jatuh satu talak. Mereka mengambil dalil dengan hadist Ibnu Abbas dari riwayat Abu Dawud yang artinya Apakah Anda mengetahui bahwa apabila ia mentalak istrinya dengan talak tiga sebelum ia berkumpul dengan dia, itu dianggap talak satu pada masa Rasulullah, pada masa Abu Bakar dan permulaan pemerintahan Umar? Ibnu Abbas menjawab : Ya, betul bahwa seseorang apabila mentalak istrinya dengan talak tiga sebelum kumpul, dianggap talak satu pada masa Rasulullah, Abu Bakar dan permulaan pemerintahan Umar. Kemudian tatkala Umar melihat orang-orang sudah banyak melakukan yang demikian, Umar bewrkata : Luluskan para wanita itu dari suami mereka5. Ada pula yang berpendapat logika, yang sama prinsipnya dengan orang-orang yang berpendapat bahwa talak tiga kekaligus dalam satu lafazh itu sama sekali tidak jatuh, baik satu ataupun lebih mengambil dalil dari logika, bahwa mengumpulkan tiga talak adalah bidah yang diharamkan. Bidah itu ditolak dengan nash, maka wajiblah kembali kepada yang disyariatkan.

Berikut pendapat Ulama secara terperinci berkenaan dengan masalah talak tiga sekaligus: Imam Syafii, dalam Kitab al-Um mengatakan :
5 Syaikh Mahmoud Syaltout dkk. Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqh. Alih Bahasa : Dr. H. Ismuha, SH. Jakarta : Bulan Bintang. 1973. hal 172.

Jika ia niatkan sekali dihitung sekali dan ia berhak rujuk, jika diniatkan dua kali jatuh dua kali, dan jika diniatkan tiga kali maka jatuh tiga kali. Apabila berkata seorang laki-laki kepada isterinya yang belum digaulinya : Engkau tertalaq tiga, maka haramlah perempuan itu baginya sehingga ia kawin dengan suami yang lain. Hukum haram perempuan kembali dengan suami yang menceraikanya kecuali perempuan tersebut terlebih dahulu kawin dengan laki-laki lain, hanya terjadi pada kasus jatuh talaq tiga. Dengan demikian, pada pernyataan Imam Syafii di atas, seolah-olah beliau mengatakan Apabila seorang laki-laki mengatakan : Engkau tertalaq tiga, maka jatuh talaq tiga. Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan : Terjadi perbedaan ulama tentang hal seorang laki-laki berkata pada isterinya : Engkau tertalaq tiga. Syafii, Malik, Abu Hanifah, Ahmad dan jumhur ulama shalaf dan khalaf berpendapat jatuh tiga. Thaus dan sebagian ahli dhahir berpendapat tidak jatuh kecuali satu. Pendapat ini juga pendapat al-Hujjaj bin Arthah dan Muhammad bin Ishaq menurut satu riwayat. Pendapat yang masyhur dari al-Hujjaj bin Arthah tidak jatuh talaq sama sekali. Ini juga pendapat Ibnu Muqatil dan Muhammad bin Ishaq pada riwayat lain. Imam an-Nawawi dalam Raudhah al-Thalibin :Apabila seorang suami berkata : Engkau tertalaq tiga, maka yang shahih jatuh talak tiga pada saat selesai mengucapkan perkataan tiga6. Al-Mawardi berkata : Apabila seorang suami mentalaq isterinya dengan tiga dalam satu waktu, maka jatuh tiga. Ibn Rusyd berkata, mayoritas fuqoha berpendapat bahwa talak dengan mengungkapkan kata tiga, hukumnya sama dengan talak tiga. Abdurrahman al-Zajiri berkata, laki-laki merdeka ada tiga talak. Apabila laki-laki itu menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus dengan mengucapkan, engkau kuceraikan dengan talak tiga maka menurut mazhab yang empat (Ahlusunah) bilangan yang diucapkannya itu berlaku. Itulah mayoritas pendapat ulama. Tetapi pendapat itu ditentang oleh sebagian mujtahid, seperti Thawus, Ikrimah, Ishaq, dan yang terkemuka di antara mereka adalah Ibn Abbas r.a. masih banyak ucapan-ucapan seperti itu yang menunjukkan kesepakatan mayoritas fuqaha setelah generasi tabiin tentang berlakunya talak tersebut. Orang yang terkemuka di antara mereka yang memberlakukan talak tersebut adalah Umar bin al-Khathob. Talak tiga itu berdasarkan apa yang dilihat dan didengar dari para sahabat.
6 Ibid. hal 178..

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam rapatnya tanggal 27 Dzulhijjah 1402 H, bertepatan dengan tanggal 24 Oktober 1981 M, setelah menimbang: Pendapat jumhur sahabat dan tabiin serta imam mazhab al-arbaah bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga. Ibnu Hazm dari mazhab Zahiri juga berpendapat demikian. Pendapat Thawus, Mazhab Imaniyah, Ibnu Taimiyah, dan Ahlu az-Zahir, talak tiga sekaligus jatuh satu. Dilihat dari segi dalil, pendapat yang pertama lebih kuat. Di Indonesia sudah berlaku UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dimana putus perkawinan dengan talak dan tata cara talak bagi yang beragama Islam sudah diatur pada pasal 10 jo 31 UU tersebut dan pasal 14-18 PP No. 9/19757. Dengan membaca UU Perkawinan No. 1/1974 dan PP No. 9/1975, jika dilaksanakan dengan baik tidak akanterjadi lagi alak tiga sekaligus di Indonesia. Berdasarkan hal-hal yang disebutka di atas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia berpendapat: Harus diusahakan dengan sungguh-sungguh supaya kasus talak tiga sekaligus jangan sampai terjadi lagi. Untuk mencapai maksud tersebut diatas ialah dengan melaksanakan UU No. 1/1974 dan PP No. 9/1975. Peranan pengadilan agama sangat menentukan bagi tercapainya maksud itu. Kecuali itu, penyuluhan UU Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya bagi masyarakat harus dilaksanankan secara sungguh. Dalil-dalil yang mengatakan talak tiga sekaligus tetap jatuh tiga Firman Allah:

w yy$uZ_ /3n=t b) L)=s u!$|iY9$# $tB Ns9 `dqyJs? rr& (#qs? `gs9 Zps 4
Artinya: tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.(Q.S. Al-Baqarah : 236)
7Ibrahim Muhammad al-Jamal. Fiqh al-Marah al-Muslimah (Fiqh Muslimah). terjemahan Zaid Hussein al-Hamid, Cet. II. Jakarta : Pustaka Amani.1995. hal. 187.

Melakukan talak pada ayat ini berlaku mutlak, tidak mesti harus dilakukannya dengan satu persatu. Dengan demikian, ayat ini menjadi dalil bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga. AlMawardi telah menempatkan ayat ini sebagai dalil talak tiga sekaligus jatuh tiga. Hadits dari Mahmud bin Labid, beliau berkata :

.
Artinya : "Saat Rasulullah SAW diberitahu mengenai seorang laki-laki yang mentalak isterinya dengan talak tiga sekaligus, maka berdirilah ia dalam kondisi marah, kemudian berkata, Apakah ia ingin bermain-main dengan Kitabullah padahal aku masih ada di tengah kalian.? Ketika itu ada seorang laki-laki berdiri seraya berkata, Wahai Rasulullah, bolehkah aku membunuhnya.? (H.R. an-Nisa-i. Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan : perawinya terpercaya) Rasulullah SAW marah mendengar laki-laki tersebut mentalak tiga sekaligus isterinya. Marah Rasulullah SAW terhadap laki-laki tersebut sebagai bukti bahwa talak tersebut jatuh tiga, karena kalau tidak jatuh tiga dan hanya jatuh satu, tentu tidak ada gunanya kemarahan Rasulullah itu. Ini sama halnya dengan hadits Nabi SAW Perbuatan yang mubah yang dimarahi Tuhan adalah talaq. Tetapi talak tetap sah dan berlaku. Oleh karena itu, kemarahan Rasulullah SAW tersebut hanya menjelaskan kepada kita bahwa talak tiga sekaligus tersebut adalah tindakan tidak baik8. Hadits Nafi bin Ajiz bin Abdul Yazid bin Rukanah, beliau berkata : Artinya : Bahwasanya Rukanah bin Abdul Yazid mentalak isterinya, Suhaimah dengan kata albattah (putus). Kemudian datang mengkabari Nabi SAW tentang itu. Rukanah berkata : Demi Allah, tidak aku maksud kecuali satu, maka bersabda Rasulullah SAW : Demi Allah tidak engkau maksud kecuali satu ?. menjawab Rukanah : Demi Allah, tidak aku maksud kecuali satu. Lalu Rasulullah SAW mengembalikan isterinya itu kepadanya. (H.R. Abu Daud, Turmidzi, Ibnu Majah dan Syafii) Perkataan al-battah (putus), ucapan Rukanah dalam hadits di atas merupakan lafazh kinayah. Putus tersebut bisa jadi talak satu, dua ataupun tiga. Oleh karena itu, Nabi SAW minta kepada Rukanah supaya bersumpah untuk menjelaskan maksudnya itu, apakah talaq satu, dua atau tiga. Rukanah menjelaskan bahwa maksudnya adalah satu, maka talaqnya itu jatuh satu. Andaikata Rukanah meniatkan tiga, tentu jatuh tiga. Karena kalau tidak jatuh talak tiga, maka tentunya
8 Muhammad Amin al-Kurdy. Tanwirul Qulub. Semarang : Thaha Putra. 1976. hal. 361.

sumpah tersebut tidak ada faedahnya. Al-Bakri al-Dimyathi sesudah menyebut hadits ini sebagai hadits shahih, beliau mengatakan: Hadits ini menjelaskan bahwa apabila Rukanah menghendaki dengan perkataan al-battah lebih dari satu talak (dua atau tiga), maka tentu jatuh talaq dua atau tiga. Karena kalau tidak jatuh dua atau tiga, maka tentu sumpah tersebut tidak ada faedahnya. Al-Mawardi telah menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa talaq tiga sekaligus, hukumnya tetap jatuh tiga. Beliau berkata dalam al-Hawi al-Kabir : Hadits ini menunjuki jatuh talaq tiga apabila diniatkan tiga dan hukumnya tidak haram. Hadits Fatimah bin Qais, beliau berkata :

.
Artinya : Aku datang kepada Rasululah SAW, maka aku katakan : Aku adalah wanita keluarga Khalid dan suamiku sipulan telah mengirim talak kepadaku. Aku telah meminta nafkah dan tempat tinggal kepada keluarganya (selama dalam iddah), maka orang itu enggan memberinya. Keluarganya berkata : Ya Rasulullah, suaminya mengirimnya tiga talaq. Fatimah bin Qais berkata, bersabda Rasulullah SAW : Sesungguhnya nafkah dan tempat tinggal hanya untuk wanita yang masih dapat rujuk suaminya kepadanya.(H.R. an-Nisa-i) Rasulullah SAW dalam hadits ini menetapkan jatuh talak tiga untuk fatimah bin Qais yang dikirim talak tiga oleh suaminya. Buktinya, Rasulullah SAW tidak menetapkan kewajiban nafkah dan tempat tinggal atas mantan suaminya atau keluarga suaminya. Ini disebabkan talak tiga tidak membebankan nafkah dan persediaan tempat tinggal atas suami untuk isteri yang ditalaqnya9.

Sahal bin Saad al-Saidy, beliau berkata : Artinya : Keduanya (Uwaimir dan isterinya) saling berlian (mengutuk). Aku saat itu bersama orang-orang di sisi Rasulullah SAW. Manakala telah selesai, berkata Uwaimir : Ya Rasulullah, jika aku masih menahannya, tentu aku dianggap berdusta. Karena itu, diceraikannya isterinya itu tiga sekaligus sebelum diperintah oleh Rasulullah SAW. (H.R.Bukhari 17 dan Muslim 18)
9 Ibid. hal, 363.

Abu Husaini al-Imrany al-Syafii al-Yamany berkata : Aspek pendaliliannya adalah Uwaimir al-Ajalany tidak tahu bahwa isterinya telah talaq bain darinya dengan sebab lian, maka dia mentalaq tiga sekaligus isterinya itu di hadapan Nabi SAW dan Nabi SAW tidak mengingkari Uwaimir menjatuhkan talaq tiga. Seandainya tindakan tersebut haram atau tidak jatuh talaq tiga, maka Nabi SAW pasti mengingkarinya. Suwaid bin Ghaflah, beliau berkata : Artinya : Aisyah al-Khatsimiyah isteri Hasan bin Ali r.a. Manakala dibunuh Ali r.a, Aisyah alKhutsimiyah berkata : Engkau telah disulitkan oleh masalah khilafah. Hasan menjawab : Ali telah dibunuh dan engkau merasa gembira. Pergilah dan kamu tertalaq tiga. Berkata Suwaid : Maka membungkus badannya dengan kain dan ia duduk menunggu iddahnya. Kemudian Hasan mengirim kepada Aisyah al-Khutsimiyah yang ketinggalan dari maharnya dan tambahan sepuluh ribu (dirham). Pada ketika suruhan yang membawa hadiah itu sampai kepada wanita itu, wanita tersebut berkata : Harta yang sedikit dari sang kekasih yang menceraikannya. Manakala ucapan wanita itu sampai kepada Hasan, maka beliau menangis dan berkata : Kalaulah tidak aku mendengar dari kakekku atau kalaulah tidak memberi hadits oleh bapakku sesungguhnya beliau mendengar kakekku berkata : Barangsiapa yang mencerai isterinya tiga pada ketika suci atau pada ketika apapun, maka tidak halal wanita itu baginya sehingga ia kawin dengan suami lainnya, kalau tidak begitu, sungguh aku ruju kepadanya.(H.R. Baihaqi) Dalam hadits tersebut Sayyidina Hasan yang telah mentalaq isterinya dengan talaq tiga sekaligus merasa menyesal, sehingga berkeinginan untuk ruju kembali. Namun beliau teringat dengan sabda Rasulullah SAW yang merupakan kakek beliau sendiri bersabda bahwa tidak boleh rujuk lagi apabila terjadi talaq tiga sehingga wanita itu nikah dengan laki-laki lain dulu. Seandainya talaq Hasan itu bukan jatuh tiga, tentu beliau boleh rujuk kepada wanita tersebut tanpa menunggu wanita itu nikah dengan laki-laki lain. Dengan demikian hadist ini menunjuki bahwa talaq tiga dalam satu lafazh atau talaq tiga sekaligus tetap jatuh tiga. Golongn yang mengatakan talak tiga dalam satu lafazh hanya jatuh satu, antara lain: Firman Allah:

,n=9$# b$s?sD ( 88$|B*s >$ro3 rr& 7xs? 9`|m*/ 3


Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (Q.S. AlBaqarah : 229) Dalam ayat ini, Allah Taala memerintahkan melaku tafriq talaq tiga (melakukan thalaq tiga dengan melakukannya satu persatu). Oleh karena itu, thalaq tiga dalam satu lafazh jatuh satu talaq. Pendalilan talaq tiga dengan satu lafazh (talaq tiga sekaligus) jatuh talaq satu dengan ayat ini, kita bantah dengan mengutip keterangan al-Ruyani yang menjelaskan kepada kita bahwa ayat ini ada dua kemungkinan pengertiannya, yaitu : Hanya menjelaskan bahwa bilangan talaq ada tiga. Dua diantaranya masih ada hak rujuk. Sedangkan yang ketiganya tidak memiliki hak ruju lagi. Ini merupakan pendapat Urwah dan Qutadah. Sunnah talaq itu dilakukan satu talaq pada setiap kali suci dan tidak dihimpun pada satu kali suci. Ini merupakan pendapat Ibnu Masud, Ibnu Abbas, Mujahid dan Abu Hanifah. Maksudnya, sunnah talaq itu dilakukan satu talaq pada setiap kali suci dan tidak dihimpun pada satu kali suci, bukanlah berarti talaq tiga sekaligus hanya jatuh satu talaq, tetapi talaq tiga sekaligus tidak termasuk sunnah. Namun demikian talaqnya tetap jatuh tiga. Buktinya sebagaimana diketahui bahwa Abu Hanifah, Ibnu Abbas dan Ibnu Masud juga berpendapat bahwa`talaq tiga sekaligus, hukumnya jatuh tiga namun hukumnya haram. Ini sama halnya dengan hukum haram shalat dengan memakai baju rampasan, namun shalatnya tetap sah10. Hadits Ibnu Abbas, beliau berkata :

! . : .
Artinya : "Pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan dua tahun pertama masa kekhilafahan Umar talak tiga terhitung satu kali talak. Maka berkatalah Umar bin al-Khatab, Orang-orang terlalu terburu-buru dalam urusan yang seharusnya boleh pelan-pelan. Andaikata kami jalankan apa yang mereka lakukan dengan terburu-buru itu (bahwa talak tiga itu jatuh tiga) Lalu beliau memberlakukan hal itu terhadap mereka. (HR.Muslim). Mereka mengatakan, berdasarkan hadits ini, talaq tiga sekaligus jatuh satu pada zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar dan dua tahun pertama masa khalifah Umar. Kemudian Umar, karena melihat orang-orang banyak terburu-buru dalam urusan talaq, maka beliau menetapkan talaq tiga jatuh tiga. Hasil talaq tiga sekaligus jatuh tiga hanya merupakan ketetapan Umar bin
10 Wahbah Zuhaili. Fiqh Islami wa Adillatuhu. Beirut : Darul Fikri. 1973, Juz. VII. hal. 410.

Khatab, bukan dari sunnah Nabi SAW. Yang menjadi sunnah dari Nabi SAW adalah talak tiga sekaligus jatuh satu. Kesimpulan tersebut di atas kita bantah dengan penjelasan sebagai berikut : Kesimpulan bahwa talaq tiga sekaligus jatuh tiga merupakan ketetapan Umar yang bertentangan dengan ketetapan Rasulullah SAW adalah sama halnya dengan menuduh Umar telah melakukan perbuatan pembangkangan terhadap ketetapan Rasulullah SAW. Padahal itu tidak mungkin terjadi pada seorang Umar bin Khatab. Hadits di atas diriwayat oleh Ibnu Abbas. Sedang Ibnu Abbas sendiri berpendapat bahwa talaq tiga sekaligus adalah jatuh tiga, sebagaimana riwayat berikut ini : Dari Muhammad bin Ilyas al-Bukair, beliau berkata : seorang laki-laki mentalaq isterinya tiga sekaligus sebelum ia bercampur dengan isterinya itu. Kemudian ia ingin kembali kepada isterinya tersebut, maka ia pergi untuk minta fatwa. Lalu ia bertanya kepada Abu Hurairah dan Abdullah bin Abbas, lalu kedua menjawab : Kami berpendapat engkau tidak boleh mengawininya sehingga ia kawin terlebih dahulu dengan laki-laki selainmu. Laki-laki itu mengatakan : Bahwa talaqku hanya satu. Ibnu Abbas menjawab : Engkau telah melepas semua yang engkau genggam di tanganmu. Keterangan yang menyebutkan bahwa Ibnu Abbas berpendapat talaq tiga sekaligus adalah jatuh tiga juga disebut oleh al-Mawardi dalam Kitab al-Hawi al-Kabir11. Mengingat Umar bin Khatab, salah seorang sahabat utama tidak mungkin mau melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari sunnah Rasulullah SAW dan Sayyidina Abbas sendiri yang meriwayat hadits di atas, dalam keterangan yang lain berpendapat talaq tiga sekaligus jatuh tiga, maka pengertian talaq tiga pada hadits di atas, yang lebih tepat dan lebih sesuai dengan derajat seorang Umar bin Khatab adalah bahwa pada zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar dan dua tahun masa khalifah Umar bin Khatab, talaq yang dijatuhkan tiga kali berulang-ulang dalam suatu tempat kepada seorang isteri, seperti seorang laki-laki berkata : Aku talaq engkau, Aku talaq engkau, Aku talaq engkau , sedangkan suami yang mengatakan kalimat talaq itu, tidak meniatkan sebagai takit (penguatan) dan tidak juga sebagai istinaf (mengucapkan kalimat bukan sebagai penguatan), maka ditetapkan sebagai talaq satu, karena kalimat kedua dan ketiga, banyak penggunaannya pada masa itu sebagai takid dan sedikit penggunaannya sebagai istinaf. Sedangkan pada zaman Umar, kalimat kedua dan ketiga tersebut banyak penggunaannya sebagai istinaf, maka ditetapkan pada masa itu, jatuh talaq tiga apabila diucapkan tanpa niat apa-apa (mutlaq), karena pertimbangan kebiasaan pada masa itu. Pengertian ini lebih shahih menurut Imam an11 Ibid. hal, 411.

Nawawi. Ada juga yang mengatakan pengertiannya adalah talaq yang dijatuhkan tiga kali berulangulang dalam suatu tempat kepada seorang isteri yang belum digaulinya, seperti seorang laki-laki berkata : Aku talaq engkau, Aku talaq engkau, Aku talaq engkau. Talaq seperti ini hanya jatuh satu karena yang kedua dan ketiga menjadi lagha (tidak bermakna), karena kalimat talaq pertama telah menjadikan isteri menjadi tertalaq bain sughra (talaq yang tidak dapat dirujuk lagi). Kemudian hukum ini mansukh. Oleh karena itu, Imam an-Nisa-i menempatkan hadits ini dalam Bab Talaq Tiga yang Terpisah-Pisah Terhadap Isteri yang Belum Digauli. Penjelasan seperti ini telah disampaikan oleh al-Imam al-Sindy dalam Hasyiah Sunan anNisa-i. Namun penjelasan ini mengandung kemusykilan, karena sesudah wafat Nabi SAW dimana mansukh tidak terjadi lagi. Al-hasil hadits riwayat Ibnu Abbas di atas tidak dapat menjadi dalil talaq tiga sekaligus, hukumnya jatuh talaq satu. Hadits dari Mahmud bin Labid, beliau berkata :


Artinya : Saat Rasulullah SAW diberitahu mengenai seorang laki-laki yang mentalak isterinya dengan talak tiga sekaligus, maka berdirilah ia dalam kondisi marah, kemudian berkata, Apakah ia ingin bermain-main dengan Kitabullah padahal aku masih ada di tengah kalian.? Ketika itu ada seorang laki-laki berdiri seraya berkata, Wahai Rasulullah, bolehkah aku membunuhnya.? (H.R. an-Nisa-i. Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan : perawinya terpercaya) Hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil talaq tiga sekaligus tidak akan jatuh tiga, sebagaimana telah dijelaskan di atas pada dalil-dalil talaq tiga sekaligus jatuh tiga. Hadits Ibnu Abbas, beliau berkata :

: .
Artinya : Abu Rukanah telah mentalak Ummu Rukanah, lalu Rasulullah SAW berkata kepadanya, Rujuklah isterimu itu. Lalu ia menjawab, Sudah aku talak tiga ia. Beliau berkata, Aku sudah tahu, rujuklah ia. (H.R. Abu Daud.) Dalam riwayat Ahmad dengan redaksi lain :

, ,
Artinya : Abu Rukanah mentalak isterinya dengan talak tiga dalam satu majelis (sekaligus), maka ia

pun menyesali kejadian itu (bersedih atasnya), maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, Ia hanya (terhitung) satu kali.(H.R. Ahmad. Berkata Ibnu Hajar al-Asqalany : Pada sanadnya terdapat Ibnu Ishaq. Dia perkatakan) Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan bahwa kedua hadits di atas adalah dhaif. Beliau berkata : Adapun riwayat yang diriwayat oleh orang-orang berbeda pendapat bahwa Rukanah mentalaq isterinya tiga, lalu Rasulullah SAW menjadikan sebagai talaq satu, maka itu adalah riwayat dhaif dari kaum yang tidak dikenal. Yang shahih adalah yang sudah lalu bahwa Rukanah mentalaq isterinya dengan lafazh al-battah. Al-Kaya al-Harasi menyebutkan bahwa para ulama mengatakan, hadits di atas termasuk hadits mungkar. Abu Daud meriwayatkan dari jalur lainnya dengan riwayat yang lebih baik:


Artinya : Bahwa Abu Rukanah telah menalak isterinya dengan pasti (sekaligus dan langsung talak tiga-pen), maka Rasululullah SAW menjadikannya sebagai talaq satu. (H.R. Abu Daud, dengan kualifikasi hasan) Hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil talaq tiga sekaligus jatuh talaq satu. Hadits ini secara lengkap dan penjelasannya telah dibahas dalam pembahasan dalil-dalil talaq tiga sekaligus jatuh tiga di atas. Jadi, menurut penulis pendapat yang kuat dan bisa dijadikan hujjah adalah pendapat yang pertama, bahwa talak tiga yang dinyatakan sekaligus maupun terpisah tetap jatuh tiga. Karena, Allah SWT menjelaskan dalam ayat yang mulia ini, bahwa siapa saja yang menceraikan istrinya dengan talak tiga, yaitu melebihi batas yang diizinkan, sebagaimana firman Allah, ath-Thalaqu marratayn (talak itu dua kali). maka istrinya telah terlepas dari dirinya dengan status Ba-in Baynunah Kubra. Dalam arti, dia tidak boleh lagi rujuk kepada mantan istrinya itu dalam masa iddah-nya. Dia juga tidak boleh menikahi mantan istrinya itu dengan akad dan mahar baru. Bahkan dia haram melakukan itu, kecuali mantan istrinya itu menikah dengan pria lain, kemudian dia diceraikan oleh suami barunya, maka baru dibolehkan bagi mantan suaminya yang pertama untuk melamar dan menikahi dirinya dengan akad dan mahar baru; layaknya wanita asing lainnya. fatwa yang sahih dari Ibn Abbas menyatakan, talak tiga yang dinyatakan sekaligus berlaku tiga, dengan konsekuensi Ba-in Baynunah Kubra. Riwayat tersebut dituturkan masing-masing oleh Mujahid, Said bin Jubair, Atha, Malik bin Haris dan Amru bin Dinar.

Taklik Talak Yang dimaksud dengan taklik talak ialah menyandarkan jatuhnya thalaq kepada sesuatu perkara, baik kepada aucapan, perbuatan maupun waktu tertentu. Pembahasan mengenai taklik talak sebagai alasan perceraian telah dibahas para ulama fiqih dalam berbagai kitab fiqih. Dalam pembahasan mengenai hal ini mereka berikhtilaf. Ada yang membolehkan dan ada pula yang menolaknya, ada yang pro dan ada pula yang kontra. Perbedaan tersebut sampai sekarang mewarnai perkembangan Hukum Islam. Di antara yang membolehkan pun terdapat dua pendapat. Ada yang membolehkan secara mutlak dan ada yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Perbedaan faham di antara mereka yang membolehkan, pada dasarnya terletak pada bentuk sifat dan sighat taklik talak yang bersangkutan. Yang membolehkan secara mutlak, mereka membolehkan semua bentuk sighat taklik, baik yang bersifat syarthi maupun qasami, yang bersifat umum maupun yang dikaitkan dengan sesuatu. Sedang yang membolehkan ialah sighat taklik yang bersifat syarthi, dan sesuai dengan maksud tujuan hukum syari. Fakta yuridis mengenai alasan perceraian sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan beserta penjelasannya, maupun dalam Pasal 19 PP No.9 Tahun 1975, tidak disinggung mengenai taklik talak sebagai alasan perceraian. Mengenai sikap Pengadilan Agama yang tampaknya telah membenarkan alasan perceraian di luar undang-undang dapat dirumuskan beberapa hal: taklik talak dari segi esensinya sebagai perjanjian yang digantungkan kepada syarat dengan tujuan utamanya melindungi isteri dari kemudharatan karena tindakan sewenang-wenang suami, mempunyai landasan hukum yang kuat, yaitu dalil-dalil dari kitab suci Alquran dan Hadis. taklik talak sebagai alasan perceraian telah melembaga dalam Hukum islam sejak lama, sejak masa sahabat. Sebahagian besar ulama sepakat tentang sahnya dan sampai sekarang diamalkan oleh kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, khususnya di Malaysia dan Indonesia. substansi taklik talak yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama RI, dipandang telah cukup memadai, dipandang dari asas Hukum Islam ataupun jiwa UU Perkawinan. di Indonesia lembaga taklik talak secara yuridis formal telah berlaku sejak zaman penjajahan Belanda, berdasarkan Staatblaad 1882 No. 152 sampai sekarang setelah merdeka menjelang diundangkannya UU Perkawinan bahkan sampai menjelang diundangkannya UU No.7 Tahun 1989. Sekalipun Staatblad 1882 No. 152 yang memberi landasan yuridis berlakunya hukum taklik talak telah dicabut dengan UU No.7 Tahun 1989 pada saat sekarang ini dengan diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam melalui INPRES No.1 Tahun 1991 yang antara

lain mengatur juga mengenai taklik talak maka taklik talak dapat dikategorikan sebagai hukum tertulis. Ibnu Hazm berpendapat bahwa dari dua macam bentuk Talik Talak (Qasamy dan Syarthi), keduanya tidak mempunyai akibat apa-apa. Alasannya ialah bahwa Allah telah mengatur secara jelas mengenai talak. Sedangkan Talik Talak tidak ada tuntunannya dalam Alquran maupun sunnah. Hal senada dikemukakan pula oleh Ibnu Taimiyah bahwa Talik Qasamy yang mengandung maksud, tidak mempunyai akibat jatuhnya Talak. Jumhur Ulama Mazhab berpendapat bahwa bila seseorang telah mentalikkan talaknya yang dalam wewenangnya dan telah terpenuhi syarat-syaratnya sesuai kehendak mereka masingmasing, maka Talik itu dianggap sah untuk semua bentuk Talik, baik itu mengandung sumpah (qasamy) ataupun mengandung syarat biasa, karena orang yang mentalikkan Talak itu tidak menjatuhkan Talaknya pada saat orang itu mengucapkannya, akan tetapi Talak itu tergantung pada terpenuhinya syarat yang dikandung dalam ucapan Talik itu. Pendapat jumhur inilah nampaknya yang menjadi anutan pada pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Dan pada masa kemerdekaan oleh Menteri Agama merumuskannya sedemikian rupa dengan maksud agar bentuk sighat Talik jadi tidak secara bebas diucapkan oleh suami juga bertujuan agar terdapat keseimbangan antara hak Talak yang diberikan secara mutlak kepada suami dengan perlindungan terhadap isteri dari perbuatan kesewenangan suami. Menurut KHI, perjanjian taklik talak bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan. Hal ini kita dapat kita baca di dalam pasal 46 ayat (3),"Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan padasetiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali. Sidang komisi Fatwa MUI, yang berlangsumg diruang rapat MUI, Masjid IstiqlalJakarta, pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996, berpendapat bahwamateri yang tercantum dalam sighat taklik talak pada dasarnya telah dipenuhidan tercantum dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7/1989tentang Peradilan Agama. KHI pasal 46 ayat (3) mengatur bahwa perjanjiantaklik talak bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan. Di dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua MUI: K.H. Hasan Basri,Sekretaris MUI: Drs.H. A. Nazri Adlani, dan Ketua Komisi Fatwa Prof.K.H.Ibrahim Hosen, LML ini, disebutkan bahwa "Pengucapan sighat ta'liq talaq,yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita ( isteri ) yangketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut,sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi. Untuk pembinaan ke arah pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP4 daritingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan. Sudah jelas bagi kita kedudukan sighat talik talak ini di dalam peraturannegara. Menurut

KHI hal tersebut bukanlah suatu keharusan (tidak wajib).Komisi fatwa MUI berpendapat bahwa sighat taklik talak sudah tidak diperlukan lagi. Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang tidak mau membaca sighat taklik talak, tak perlu risau. Tidak ada yang mengharuskan untuk membaca haltersebut seusai akad nikah. Rujuk Menurut Pandangan Fuqoha Pengertian Rujuk Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raji yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu. Menurut bahasa Arab, kata ruju berasal dari kata raja a-yarji u-rujkan yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak rajI, tanpa melalui perkawinan dalam masa iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju juga tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak. Firman Allah SWT:

Ms)=sJ9$#ur

/utIt

`gRr'/

spsWn=rO Qqu9$#ur

&r% 4 wur @ts `lm; br& z`JF3t $tB t,n=y{ !$# `gB%tnr& b) `. `Bs !$$/ zFy$# 4 `kJs9q/ur ,ymr& `djt/ y79s b) (#r#ur& $[sn=) 4 `lm;ur @WB %!$# `kn=t $rpRQ$$/ 4 A$y_h=9ur `kn=t py_uy 3 !$#ur t L3ym
Artinya : Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang

seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al Baqarah :228) Dapat di rumuskan bahwa ruju ialah mengembalikan setatus hukum perkawinan secara penuh setelah terjadinya talak raji yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa idddah, dengan ucapan tertentu. Dengan terjadinya talak raji. maka kekuasaan bekas suami terhadap istri menjadi berkurang, namun masih ada pertalian hak dan kewajiban antara keduanya selama istri dalam masa iddahnya, yaitu kewajiban menyediakan tempat tinggal serta jaminan nafkah, dan sebagai imbangannya bekas suami memiliki hak prioritas untuk meruju bekas istrinya itu dalam arti mengembalikannya kepada kedudukannya sebagai istri secara penuh, dan pernyataan ruju itu menjadi halal bekas suami mencampuri bekas istri yang dimaksud, sebab dengan demikain setatus perkawinan mereka kembali sebagai sedia kala. Perceraian ada tiga cara, yaitu : Talaq bain qubra (talaq tiga). Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, keculi apbila si istri sudah menukah dengan orang lain, sudah campur, sudah diceraikan, sudah habis pula masa iddah, barulah suami pertama boleh menikahinya lagi. Talaq bain sughra (talaq tebus) dalam hal ini sumai tidak sah rujuk lagi, tetapi bileh menikah lagi, baik dalam pada masa iddah maupun sesuadah habis iddah. Talaq satu atau talaq dua, dinamakan talaq raji. artinya si suami boleh rujuk kembali kepada istrinya selama msih dalam masa iddah. Hukum Rujuk Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika salah seorang ditalak sebelum gilirannya disempurnakannya. Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderita. Makruh kalau diteruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istri Jaiz, hukum asal Rujuk. Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri Hukum ruju terhadap talak raji kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju; istrinya selama istrinya itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan seorang istri. Sesuai dengan pengertian surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti

itu. Hukum ruju terhadap talak bain talak bain kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istri yang menerima khulu dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju setelah talak tersebut sama dengan nikah baru. Rukun Rujuk Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raji, dan masih dalam masa iddah, isteri yang tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukan-maka rujuknya itu tidak sah. Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil. Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu: 1) terang-terangan , misalnya Saya rujuk kepadamu 2) perkataan sindiran, misalnya Saya pegang engkau atau saya kawin engkau dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau yng lainnya. Pendapat Para Ulama Tentang Rujuk Imam Syafii Rujuk harus dilakukan dengan ucapan atau tulisan. Karena itu, ruju tidak sah bila dilakukan dengan mencampurinya sesungguhpun hal itu diniatkan sebagai ruju. Suami haram mencampurinya dalam iddah. Kalau dia melakukan itu, ia harus membayar mahar mitsil, sebab percampuran tersebut tergolong pencampuran syubhat. Imam Malik Ruju boleh dilakukan melalui perbuatan yang di sertai dengan niat untuk ruju. Akan tetapi bila suami mencampuri istrinya tersebut tanpa niat ruju, maka wqnita tersebut tidak akan bias kembali kepadanya. Namun percampuran tersebut tidak mengakibatkan adanya hadd (hukuman) maupun keharusan membayar mahar. Anak yang lahir dari perempuan dikaitkan nasabnya kepada laki-laki yang mencampurinya itu. Wanita tersebut harus menyucikan dirinya dengan haidh manakala dia tidak hamil. Imam Hambali Ruju hanya terjadi melalui percampuran begitu terjadinya percampuran, maka ruju pun terjadi, sekalipun laki-laki tersebut tidak berniat ruju. Sedangkan bila tindakan itu bukan percampuran, misalnya sentuhan ataupun ciuman yang disertai birahi dan lain sebagainya, sama sekali tidak mengakibatkan terjadinya ruju.

Imam Hanafi Ruju bisa terjadi melalui percampuran, sentuhan dan ciuman, dan hal-hal sejenis itu, yang dilakukan oleh laki-laki yang menalak dan wanita yang ditalaknya, dengan syarat semuanya itu disertai dengan birahi. Ruju juga bisa terjadi melalui tindakan (perbuatan) yang dilakukan oleh orang tidur, lupa, dipaksa, dan gila. Misalnya seorang laki-laki menalak istrinya, kemudian dia terserang penyakit gila, lalu istrinya itu dicampurinya sebelum ia habis masa iddahnya. Imamiyah Rujuk bisa terjadi melalui percampuran, berciuman dan bersentuhan, yang disertai syahwat atau tidak dan lain sebagainya yang tidak halal dilakukan kecuali oleh suami. Ruju tidak membutuhkan pendahuluan berupa ucapan. Sebab, wanita tersebut adalah istrinya, sepanjang dia masih dalam masa iddah. Dan bahkan perbuatan tersebut tidak perlu disertai niat ruju. Penyusun kitab Al-Jawahir mengatakan, barangkali tujuan pemutlakan nash dan fakta tentang ruju adalah itu, bahkan ruju bisa terjadi melalui perbuatan sekalipun disertai maksud tidak ruju;. Sayyid Abu Al-Hasan mengatakan dalam Al-Wasilahnya,perbuatan tersebut mengandung kemungkinan kuat sebagai ruju, sekalipun dimaksudkan bukan ruju;. Tetapi. Bagi Imamiyah, tindakan tersebut tidak dipandang berpengaruh manakala dilakukan oleh orang yang tidur, lupa, dan mengalami syubhat, misalnya bila dia mencampuri wanita tersebut karena menduga bahwa wanita tersebut bukan istrinya yang dia talak. Ibn Hazm Dengan menyetubuhinya bukan berarti merujuknya, sebelum kata rujuk itu diucapkan, menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi tahu terlebih dahulu sebelum masa iddahnya habis. Menurut Ibn Hazm jika ia merujuk tanpa saksi bukan di sebut rujuk sebab Allah berfirman:

s*s z`n=t/ `gn=y_r& `dq3Br's >$ryJ/ rr& # `dq%$s 7$ryJ/ (#rkr&ur urs 5At O3ZiB (#qJ%r&ur noyyg9$# ! 4
Artinya: apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. (Q.S. At-Thalaq : 2) Jadi, menurut penulis pendapat yang kuat yang bisa di jadikan hujjah adalah pendapat Imam Syafii dan Ibn Hazm. Karena, pendapat fuqaha yang menyebutkan persetujuan istri tidak diperlukan dalam pelaksanaan rujuk memang cocok dengan lahiriyah kalimat . Akan

tetapi, pendapat itu kurang sesuai dengan kalimat syarat yang sesudahnya, , yaitu yaitu kehendak rujuk suami itu dilandasi untuk islah. Karena niat atau maksud rujuk yang sebenarnya terletak pada hati (urusan hati), maka untuk membuktikan niat suami harus diungkapkannya pada istri, baik dengan terang-terangan ataupun dengan sindiran. Di dalam beberapa kitab tafsir diterangkan bahwa dalam surat al-Baqarah ayat 228 tersebut adalah untuk suami istri, bukan salah satu pihak saja. Jika hanya untuk satu pihak saja, maka hak rujuk yang dimiliki oleh suami itu justru menjadi hilang, bahkan haram bagi suami melakukan rujuk tersebut. Selanjutnya, dalam surat al-Baqarah ayat 231, fuqaha memahami perintah ditujukan kepada suami. Hal tersebut membuktikan bahwa rujuk adalah hak suami. Jika rujuk merupakan hak suami, maka tidak lagi memerlukan kerelaan istri dalam pelaksanaannya. Namun menurut penulis, dengan adanya kata dalam ayat tersebut mengisyaratkan bahwa rujuk tersebut harus dilaksanakan dengan cara yang baik. Artinya rujuk yang dilakukan tidak menimbulkan mudharat bagi pihak istri. Bahkan, hal ini lebih dikuatkan lagi oleh ayat sesudahnya . Atas dasar alasan di atas, rujuk hanya dapat dilakukan jika didasari atas niat baik untuk membina kembali kerukunan dan kedamaian rumah tangga. Sebab kerukunan dan kedamaian keluarga hanya dapat terwujud setelah adanya kerelaan istri yang dirujuk. Oleh karena itulah, secara otomatis rujuk yang tidak disetujui oleh istri tidak dapat dilaksanakan. Semua itu harus memenuhi syarat-syarat dan rukun rujuk yang telah ditetapkan. Setelah semuanya terlaksana, saksi harus mengumumkan kepada halayak ramai bahwa ia telah merujuk istrinya lagi. Sehingga dengan demikian istrinya tidak akan dinikahi oleh laki-laki lain dan tidak akan menjadi fitnah bagi masyarakat setempat.

BAB III
KESIMPULAN
Terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai hukum jatuhnya thalaq tiga yang dilakukan dalam satu kalimat dan satu waktu atau sekaligus dalam satu waktu. Adapun, pendapat-pendapat tersebut disandarkan kepada pemahaman masing-masing atas pengetahuan dalil yang diketahui dari Al-Quran, Hadist dan Ijma. Perbedaan pendapat mengenai hal ini dikelompokkan kepada : Yang mengatakan bahwa menjatuhkan thalaq tiga dalam satu kalimat dan satu waktu / sekaligus dalam satu waktu, adalah tetap jatuh talak tiga keatasnya. Ada pula yang berpendapat, bahwa hanya jatuh satu talak sahaja. Ada pula yang berpendapat bahwa tidak jatuh talak sama sekali, baik satu maupun tiga karena dianggap batal. Kemudian ada pula yang menyatakan bahwa apabila istri yang ditalak sudah digauli maka jatuh talak tiga, namun apabila belum maka jatuh talak satu. Keberadaan taklik talak sangatlah penting. Eksistensi taklik talak yang sudah ditopang oleh kekuatan hukum yang jelas dalam Kompilasi Hukum Islam serta pengaruhnya terhadap keberadaan wanita menambah pentingnya arti taklik talak dalam kehidupan rumah tangga. Kedudukan wanita akan lebih berarti karena akan terhindar dari sikap kesewenang-wenangan suami, tanggung jawab suami sebagai pemimpin rumah tangga akan lebih dihargai dan pada akhirnya tentunya tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Tatacara rujuk menurut pendapat yang rajih bagi saya, adalah hanya sah dengan ucapan (bil-kalam), tak sah dengan jima ( bil-fili ). Imam Syafii berkata, Adalah jelas bahwa rujuk hanya dengan ucapan, bukan dengan perbuatan seperti jima dan yang lainnya. (Imam Syafii, Al-Umm, 5/1950). Rujuk dengan ucapan, misalnya suami berkata kepada istrinya,Saya rujuk lagi kepadamu. ( Taqiyuddin Al-Husaini, ibid., 2/108 ). Disyaratkan ada dua orang saksi laki-laki, sehingga tak sah rujuk tanpa dua saksi yang mempersaksikan rujuk. ( Taqiyuddin An-Nabhani, ibid., hal. 115 ). Dalilnya firman Allah SWT ( artinya ),Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu. (TQS AthThalaq: 2). Ayat ini menunjukkan wajibnya dua saksi dalam rujuk. Ini salah satu pendapat.

DAFTAR PUSTAKA
Rifai, Drs. Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang : CV. Toha Putra. 1978. Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid Jilid 2. Penerjemah Abu Usamah Fakhtur Rokhman. Jakarta : Pustaka Azzam. 2007. Syaltout, Prof. Dr. Syaikh Mahmoud, dkk. Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqh. Alih Bahasa : Dr. H. Ismuha, SH. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang. 1973. Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islami wa Adillatuhu. Beirut : Darul Fikri. 1973. Ibrahim Muhammad al-Jamal. Fiqh al-Marah al-Muslimah (Fiqh Muslimah). terjemahan Zaid Hussein al-Hamid, Cet. II. Jakarta : Pustaka Amani.1995. Muhammad Amin al-Kurdy. Tanwirul Qulub. Semarang : Thaha Putra. 1976.

You might also like