You are on page 1of 13

Kaitan antara Desain Bukaan dengan Penghawaan Alami dan Kenyamanan Termal pada Bangunan dengan Arsitektur Kolonial

Belanda di Kota Lama, Semarang Struktur : -

BAB I : Pendahuluan BAB II : Teori dan Konsep tentang Penghawaan Alami dan kenyamanan termal

Sejarah Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia Manusia dan Kenyamanan Termal Teori dan Konsep Ventilasi Alami Hubungan Ventilasi Alami dan Desain Bukaan

BAB III : Desain Bukaan dan Dampaknya pada Bangunan dengan Arsitektur Kolonial Belanda di Kota Lama, Semarang

Judul Penelitian: Kaitan antara Desain Bukaan dengan Penghawaan Alami dan Kenyamanan Termal pada Bangunan dengan Arsitektur Kolonial Belanda di Kota Lama, Semarang 1. Problem Area Issue kecenderugan tidak sesuainya desain bukaan pada bangunan arsitektur kolonial Belanda di Kota Lama Semarang dan kaitannya dengan penghawaan alami dan kenyamanan termal. 2. Problem Finding Tidak nyamannya bangunan arsitektur kolonial Belanda di Kota Lama Semarang terkait desain bukaan dengan penghawaan alami dan kenyamanan termal 3. Problem Statement Penerapan desain bukaan serta kaitannya dengan penghawaan alami dan kenyamanan termal pada arsitektur kolonial Belanda di Kota Lama Semarang.

BAB I Pendahuluan

1.1.

Latar Belakang Kawasan Kota Lama mengandung nilai sejarah yang penting sebagai warisan kepada generasi penerus. Selain mengandung suatu episode sejarah masa silam, kehadiran sebuah bangunan kuno terkadang memberi sebuah kesan yang cukup melekat untuk diingat oleh masyarakat umum yang mengunjungi tempat tersebut. Perkembangan kawasan kota dapat dilihat dari objek-objek pembentuk kota, seperti bangunan-bangunannya dan konsep perancangan, baik secara struktur kawasan maupun sistem estetis arsitekturalnya. Kekhasan arsitektur bangunan di kawasan ini ditunjukkan melalui penampilan detail bangunan, ornamen, serta unsur-unsur dekoratif pada elemen arsitekturalnya yang seperti bangunan di Eropa. Di kawasan konservasi bangunan tua kota Semarang khususnya, terlihat langgam arsitektur yang mewakili zamannya yang sekaligus menjadi pembentuk identitas atau citra kota. Cikal bakal kota Semarang berkembang lebih luas pada periode VOC (1602) dan kolonialisasi Belanda (1816). Periode kolonialisasi selama 3 abad lebih tersebut mewariskan hasil karya bangsa Belanda yang ada di Indonesia. Mulai dari makanan, politik, budaya, kebiasaan, bahasa, dan yang tak kalah menariknya adalah peninggalan arsitekturnya atau bangunan-bangunannya. Bangunan yang dibuat pada saat kolonial Belanda menduduki Indonesia banyak sekali memiliki karakteristik dan keunikan yang bermacam-macam. Tak jarang pula bangunan Kolonial Belanda yang di bangun dengan suasana dan tata kota serta arsitekturnya sama persis dengan bangunan yang ada di Negeri Belanda. Setelah mengalami dan memiliki berbagai pengalaman berada dan tinggal di Indonesia serta juga berdasarkan saran dan kritik dari beberapa arsitek dari Belanda sendiri, maka mulai terpikirkan dan terbangunlah bangunan-bangunan kolonial Belanda yang mengikuti dan cocok dengan keadaan iklim di Indonesia.

1.2.

Perumusan Masalah Kota Semarang terletak di daerah tropis yang lembab, sehingga bangunan tradisionalnya selalu bersifat terbuka. Langgam arsitektur yang dibawa dari Eropa yang beriklim dingin tersebut apabila dilihat dari aspek kenyamanan termal di daerah tropislembab jelas amat bertentangan. Secara desain, bangunan di benua Eropa yang beriklim dingin lebih tertutup dibandingkan dengan bangunan di daerah tropis-lembab. Bangunan di daerah tropis-lembab lebih terbuka sebagai usaha adaptif dengan iklim setempat yang panas dengan kadar uap air amat tinggi, serta curah hujan yang relative banyak (Hidajat, 2008). Perbedaan kepentingan pada desan bangunan tersebut menarik untuk dikaji, yaitu mengenai bagaimana kaitan antara desain bukaan dengan penghawaan alami dan kenyamanan termal pada bangunan dengan arsitektur kolonial Belanda di Kota Lama.

1.3.

Tujuan dan Sasaran Penelitian Dengan bertitik tolak dari ungkapan permasalahan penelitian yang dikaji, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana aspek desain bukaan dapat dijadikan sebagai salah satu parameter di dalam desain bangunan dengan arsitektur kolonial Belanda di Kota Lama, Semarang. Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut di atas, maka dalam penjabarannya, sasaran penelitian mencakup pokok-pokok kajian sebagai berikut :
a. Mengkaji desain bukaan dan dampaknya pada bangunan dengan arsitektur kolonial

Belanda di Kota Lama, Semarang.


b. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah penghawaan alami dan

kenyamanan termal dan penerapannya pada desain bangunan dengan arsitektur kolonial Belanda di Kota Lama, Semarang.

BAB II

Kajian Pustaka

2.1.

Mengenal Sejarah Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia

Selama 350 tahun di bawah penjajahan Belanda, tentu saja membuat negara ini banyak terkontaminasi oleh budaya-budaya yang dibawa oleh para penjajah, bukan hanya dalam soal bahasa, seni, agama dan sebagainya tetapi juga berpengaruh besar terhadap gaya arsitektur, bahkan sampai saat ini masih banyak bangunan-bangunan tua yang masih berdiri tegak menjadi saksi bisu betapa besarnya pengaruh itu, terutama di tanah jawa karena di sini lah tonggak-tonggak kekuasaan terbesar negeri ini banyak berdiri. Sejarah arsitektur yang dibawa oleh kaum kolonial Belanda di Indonesia itu sendiri bisa dibagi ke dalam empat fase, yaitu :

1. Abad 16 sampai tahun 1800-an Pada masa itu bangsa Indonesia masih disebut dengan Hindia Belanda di bawah kekuasaan perusahaan dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), selama periode itu bangunan-bangunan belanda masih belum berorientasi dengan bangunan tradisional Indonesia dan tidak mengadaptasikannya dengan situasi iklim, cuaca dan lingkungan di Indonesia.

2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902 Setelah pemerintahan Belanda mengambil alih kekuasaan dari VOC, Indonesia diperintah untuk mendukung kekuatan ekonomi Belanda, oleh karena itu Belanda perlu memperkuat kedudukannya sebagai kaum kolonialis dengan membangun

gedung-gedung yang berkesan megah, maka pada saat itu banyak didirikan bangunan-bangunan bergaya neo-klasik yang sebenarnya bukan gaya arsitektur nasional belanda yang asli, karena lebih banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur klasik dari perancis atau lebih dikenal dengan sebutan The Empire Style, ciricirinya antara lain : denah simetris dengan satu atap dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya : terbuka, terdapat pilar bergaya yunani, terdapat gavel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang.

3. Tahun 1902 sampai 1920 Pada saat itu kaum liberal belanda mendesak untuk menerapkan politik etis di tanah jajahan, dan pemukiman orang-orang belanda pun mulai tumbuh dengan cepat, dan muncul standar arsitektur yang berorientasi ke negeri Belanda.

4. Tahun 1920 sampai 1940-an

Ketika masa-masa ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur baik nasional maupun internasional di belanda, yang kemudian mempengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia, dan arsitektur baru tersebut kadang diikuti langsung atau muncul dengan gaya campuran (ekletisisme). Pada masa itu juga muncul arsitekturarsitektur belanda yang memandang perlu untuk memberikan ciri khas pada bangunan-bangunan Hindia Belanda, dengan menggunakan arsitektur kebudayaan Indonesia sebagai sumber pengembangannya. (http://www.imagebali.net/detail-artikel/165-mengenal-sejarah-arsitektur-belandadi-indonesia.php diakses pada tanggal 29 April 2012 pukul 18:39)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah arsitektur yang dibawa oleh kaum kolonial Belanda di Indonesia bisa dibagi ke dalam empat fase, pada fase terakhir muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur baik nasional maupun internasional di belanda, yang kemudian mempengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia yaitu untuk

memberikan ciri khas pada bangunan-bangunan Hindia Belanda, dengan menggunakan arsitektur kebudayaan Indonesia sebagai sumber pengembangannya.

2.2.

Manusia dan Kenyamanan Thermal

Agar manusia survive maka keseimbangan panas (thermal balance) harus terjaga baik, yang artinya heat loss (panas yang hilang) harus sama dengan heat production (panas yang dihasilkan) dari tubuh. Thermal comfort dipengaruhi oleh dua faktor : 1. Faktor fisik (physical environment) suhu udara kelembaban relative kecepatan angin

2. Faktor non fisik (non physical environment) jenis kelamin umur atau usia pakaian yang dipakai jenis aktivitas yang sedang dikerjakan

Di wilayah Indonesia sendiri, khususnya di daerah Jawa, nenek moyang kita sejak zaman purbakala selalu menghadapkan pintu utama rumahnya ke arah selatan atau utara.Orang Minangkabau memilih bentuk atap rumahnya yang tinggi serta curam. Hal ini dilakukan untuk mengisolir teriknya matahari yang berlebihan dan memudahkan pengaturan air hujan yang seringkali jatuh dalam jumlah besar. Rumahrumah di Kalimantan, Sulawesi, Irian dan Priangan umumnya didirikan di atas tiang-

tiang atau umpak. Hal ini baik untuk mengurangi dan menghilangkan kelembaban di dalam ruangan. Pada dasarnya, ada tiga faktor terpenting yang menyangkut bahan-bahan pemikiran dalam melaksanakan suatu perencanaan bangunan, yaitu : 1. Manusia dengan kebutuhannya 2. Pengaruh iklim 3. Bahan bangunan Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan ruang : 1. Pergerakan udara 2. Suhu udara 3. Kelembaban udara 4. Radiasi (http://dahlanforum.wordpress.com/2008/04/24/teori-arsitektur-2 diakses pada tanggal 29 April 2012 pukul 18:44)

Jadi pada dasarnya thermal comfort dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor fisik (physical environment) dan faktor non fisik (non physical environment). Ada tiga faktor terpenting yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan suatu perencanaan bangunan, yaitu manusia dengan kebutuhannya, pengaruh iklim dan bahan bangunan. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi kenyamanan ruang, yaitu pergerakan udara, suhu udara, kelembapan udara dan radiasi. Untuk menciptakan kenyamanan termal dalam suatu bangunan dapat dilakukan melalui penerapan pasif desain. Dalam pelaksanaannya, pasif desain sangat memperhatikan berbagai hal dari energi yang bisa diperbaharui seperti misalnya efek pencahayaan sinar matahari dan arah angin untuk menghasilkan dan membuktikan bahwa suatu desain pasif bisa mengatur keadaan dalam rumah seperti kelembapan, temperatur (panas atau dingin) serta mengurangi ketergantungan terhadap mesin pendingin atau pemanas. Dengan mengaplikasikan pasif desain, dapat mereduksi fluktuasi temperatur, menaikan kualitas

udara yang ada, serta membuat rumah lebih kering (kelembaban ideal) dan lebih menyenangkan untuk ditempati.

2.3.

Teori dan Konsep Ventilasi Alami 2.3.1. Pengertian Ventilasi Alami Menurut Danusugondho (1983), ventilasi pada hakikatnya dibedakan menjadi: a. Ventilasi alami Ventilasi alami adalah ventilasi yang bergantung pada beberapa faktor alam diantaranya: kecepatan angin, tekanan kecepatan karena gerakan atau aliran angin bergerak. Selain itu, ventilasi alami bisa diciptakan dengan cara membuat perbedaan thermal antara satu ruangan dengan ruangan lain. Penempatan lubang ventilasi dapat diatur dibagian bawah dekat lantai atau dibagian atas pada langit-langit. b. Ventilasi buatan Ventilasi buatan adalah ventilasi yang bergantung pada factor-faktor alami yang tidak menentu. Maka pada ventilasi buatan, aliran udara diperoleh dengan menggunakan kipas atau blower. Komponen-komponen yang melengkapi ventilasi buatan antara lain kipaas, saringan udara.

2.3.2. Syarat, Nilai Negatif dan Kegunaan Ventilasi Alami

Ventilasi alami dipakai untuk memanfaatkan potensi alam yang membantu mencapai kenyamanan termal. Ventilasi alami akan sangat bergantung pada kualitas udara lingkungan, sehingga udara lingkungan yang sejuk dan sehat menjadi modal utama keberhasilan ventilasi alami. Syarat untuk membuat ventilasi alami: Tersedia udara luar yang sehat Suhu udara diluar tidak terlalu tinggi Tidak banyak bangunan diluar yang menghalangi udara horizontal Lingkungan tidak bising Bila syarat tersebut tidak terpenuhi maka tidak di paksakan untuk memakai ventilasi alami karena malah akan menimbulkan dampak negatif bagi penghuni. Nilai negatif pada ventilasi alami adalah: Suhu tidak mudah diatur Kecepatan angin tidak mudah diatur Kelembapan yang tidak teratur Gangguan lingkungan Bukaan yang mengurangi keamanan Bagi rumah yang luas, akan sulit persebaran angin Ventilasi itu sendiri dibutuhkan untuk : Menjaga kualitas udara didalam ruangan. Menghasilkan kenyamanan penghuninya Mempermudah gerakan udara dalam ruangan. Memperlancar penyaluran kalor dari dalam ruangan keluar bangunan. Menghilangkan uang air. Menghilangkan bau tidak sedap. Mendapatkan kenyamanan thermal. Menciptakan ruangan yang sehat. Mencegah kerusakan structural.Menghemat penggunaan AC.

Menambah estetika bangunan.


2.3.3. Hubungan Ventilasi Alami Terhadap Sirkulasi Udara dan Desain

Bukaan Ventilasi udara amatlah penting dalam suatu bangunan, karena dengan adanya ventilasi akan menjadikan bangunan lebih nyaman dan layak huni. Ventilasi berfungsi mengalirkan udara dari ruang/bidang satu ke yang lain, hal ini bisa terjadi bila ada perbedaan tekanan pada masing-masing ruang/bidang agar terjadi sirkulasi atau peredaran udara. Jumlah ventilasi dalam suatu ruang harus mencukupi dan dapat mendukung proses sirkulasi udara tersebut. Sistem yang paling baik digunakan untuk merancang sistem sirkulasi udara (penghawaan) yang alami adalah dengan sistem ventilasi silang (cross ventilation). Pada ventilasi silang sirkulasi udara diatur sedemikian rupa agar bisa mengalir dari satu titik ventilasi udara menuju titik ventilasi udara lain. Dengan adanya perbedaan tekanan di dalam dan di luar bangunan, maka aliran udara tidak akan terjebak di dalam rumah sehingga membuat rumah terasa pengap dan panas. Cara yang lain juga bisa dilakukan dengan membuat taman yang disertai void di dalam rumah. Taman dan void di dalam rumah akan membantu proses sirkulasi udara di tengah ruangan di dalam rumah yang berjarak lumayan jauh dari bidang dinding. (http://www.scribd.com/doc/59778035/utilitas-2 diakses pada tanggal 29 April 2012 pukul 18:49) Dengan demikian, ventilasi pada hakikatnya dibedakan menjadi ventilasi alami dan ventilasi buatan. Ventilasi itu sendiri dibutuhkan untuk Menjaga kualitas udara didalam ruangan, menghasilkan kenyamanan penghuninya, mempermudah gerakan udara dalam ruangan, memperlancar penyaluran kalor dari dalam ruangan keluar bangunan, menghilangkan uang air, menghilangkan bau tidak sedap, mendapatkan kenyamanan thermal, menciptakan ruangan yang sehat, mencegah kerusakan struktural, menghemat penggunaan AC dan menambah estetika bangunan. Sistem yang paling baik digunakan untuk merancang sistem sirkulasi udara (penghawaan) yang alami adalah dengan sistem ventilasi silang (cross ventilation). Pada ventilasi silang

sirkulasi udara diatur sedemikian rupa agar bisa mengalir dari satu titik ventilasi udara menuju titik ventilasi udara lain. Elemen kunci dalam ventilasi alami, meliputi :
Lokasi bangunan dan arah orientasi pada tapak serta layout bangunan. Desain bukaan/jendela/ventilasi terkait penghawaan dan pencahayaan. Efek pembayangan Vegetasi

Desain bukaan menjadi salah satu cara yang tepat untuk meminimalisasi panas matahari yang mengenai suatu bangunan yang akan masuk ke dalam ruangan. Desain yang tepat di lokasi yang tepat berdasarkan pertimbangan posisi matahari akan menciptakan suatu desain bukaan yang akan mempengaruhi panas suatu bangunan untuk penghawaan di dalamnya, sehingga tercipta suatu kenyamanan termal.

DAFTAR PUSTAKA Danusugondho, Iskandar, 1983, Dasar-dasar Teknik Tata Udara 2, Jakarta, Depdikbud Hidayat, Achsien, 2008, Aspek Iklim dalam Desain Bangunan di Kawasan Konservasi Kota Jakarta, Dimensi Teknik Arsitektur, Vol.36, No.1, pp.75-80 Sagrim, Hamah, 2011, Konsep Rancangan Gedung DPRD Kabupaten Maybrat Imian Sawiat, Skripsi S-1, Magister Teknik Arsitektur UWMY (tidak dipublikasikan), hal 52-53 http://www.scribd.com/doc/59778035/utilitas-2 diakses pada tanggal 29 April 2012 pukul 18:49 http://dahlanforum.wordpress.com/2008/04/24/teori-arsitektur-2 diakses pada tanggal 29 April 2012 pukul 18:44 http://www.imagebali.net/detail-artikel/165-mengenal-sejarah-arsitektur-belanda-diindonesia.php diakses pada tanggal 29 April 2012 pukul 18:39

You might also like