You are on page 1of 6

Tulisan by : Suprianto Anto Seorang Dosen Di Universitas 19 Nopember Kolaka-Sulawesi Tenggara

Wawasan Pengembangan Sumber Daya Air


OPINI | 09 November 2011 | 10:16 Dibaca: 29 Komentar: 0 Nihil Yang dimaksud dengan sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Sumber daya air merupakan sumber daya alam karunia Allah SWT, yang sangat diperlukan oleh manusia sepanjang masa dan menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Semua kegiatan kehidupan manusia dari pangan hingga industri memerlukan air dengan kuantitas yang cukup dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhannya. Air tidak hanya diperlukan sebagai kebutuhan pokok untuk kehidupan tetapi juga dipergunakan sebagai komoditi ekonomi (Isnugroho, 2005: 88). Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat di segala bidang baik sosial, ekonomi, budaya, politik maupun ketahanan nasional. Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya air (untuk selanjutnya nanti akan disebut dengan UU No.7 Tahun 2004) juga sudah ditegaskan bahwa pada hakekatnya air tersebut mempunyaI fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. a. Fungsi sosial yang dimaksud dalam UU No.7 tahun 2004 ini adalah pemanfaatan sumber daya air untuk kepentingan umum (minum, memasak, mencuci, mandi, dan pertanian); b. fungsi lingkungan adalahpemanfaatan sumber daya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan flora dan fauna; c. fungsi ekonomi adalah pemanfaatan sumber daya air untuk menunjang kegiatan usaha (pasal 4 dan penjelasannya). 1. Wawasan Pengembangan Sumber Daya Air

Pengembangan sumber daya air adalah merupakan upaya pendayagunaan sumber-sumber air secara terpadu dengan upaya pengelolaan, pengendalian dan pelestariannya. Wawasan pengembangan sumber daya air adalah cara pandang atau cara memahami daripada upaya pendayagunaan sumber-sumber air secara terpadu melalui kegiatan pengelolaan, pengendalian, dan pelestariannya. Peningkatan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Gejala degradasi fungsi lingkungan sumber daya air ditandai dengan fluktuasi debit air di musim hujan dan kemarau yang semakin tajam, pencemaran air, berkurangnya kapasitas waduk dan lainnya. Disamping tantangan fisik tersebut, pengelolaan sumber daya air juga mengalami tantangan dalam penanganannya seperti tidak tercukupinya dana operasi dan pemeliharaan, lemahnya kordinasi antar instansi terkait dan masih kurangnya akuntabilitas, transparansi serta partisipasi para pihak (stakeholders) yang mencerminkan good governance dalam pengelolaan sumber daya air. Sementara itu seiring dengan semangat reformasi disektor publik seperti good governance, akuntabilitas publik, otonomi daerah dan pemberdayaan keuangan daerah sebagaimana telah diamanatkan oleh TAP TAP MPR dan UU no.32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU no. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pada awal milenium ketiga ini telah terjadi pula pergeseran paradigma pengelolaan sumber daya air, yang dulunya pengelolaan secara sektoral berubah menjadi pengelolaan secara holistik, komprehensif dan terpadu. Pengelolaan kebutuhan atau alokasi air tidak saja untuk pertanian, domestik, perkotaan, industri dan kebutuhan lainnya tetapi air juga sebagai komoditas ekonomi yang memiliki fungsi sosial yang berwawasan lingkungan. Pengembangan organisasi pengelola air diharapkan dapat menuju ke desentralisasi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pembiayaan sumber daya air.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. Permasalahan Dalam pengelolaan Sumber Daya Air Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber daya air pada dasarnya terdiri atas 3 aspek yaitu terlalu banyak air, kekurangan air dan pencemaran air. Banjir sering terjadi di banyak daerah di Indonesia antara lain di kota besar seperti Jakarta, Medan, Semarang maupun di pedesaan dengan kerugian yang dialami mencapai milyaran bahkan sampai trilyunan rupiah. Untuk mengatasi bahaya banjir dan kerugian yang diakibatkannya terdapat upaya struktural dan non struktural. Upaya struktural meliputi normalisasi sungai, pembuatan tanggul, sudetan, waduk pengendali banjir, daerah retensi banjir dan perbaikan lahan (reboisasi, terassering); sedangkan upaya non struktural adalah zonasi banjir, pengaturan pada dataran banjir, peramalan banjir dan peringatan dini, dan pemasangan peil banjir. Potensi air permukaan yang dimiliki oleh Indonesia diperkirakan sebesar 1.789.000 juta m3/tahun yang berasal dari seluruh pulau pulau di indonesia seperti Papua sekitar 401.000 juta m3/tahun, Kalimantan 557.000 juta m3/tahun, dan Jawa 118.000 juta m3/tahun (Direktorat Jenderal Pengairan, 1995). Hal ini belum termasuk potensi sumber air tanah yang jumlahnya tidak sedikit. Secara umum alokasi kebutuhan air dikelompokkan dalam 3 kategori kebutuhan, yaitu kebutuhan air domestik, pertanian dan industri. Ketersediaan air untuk Pulau jawa dan Bali sudah berada dalam kondisi kritis. Kondisi ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan memicu kerusakan lingkungan air. Konflik antar Kabupaten dan antar penduduk dengan pengusaha berkaitan dengan keterbatasan volume air mulai mencuat kepermukaan akhir akhir ini. Terjadinya pencemaran air disebabkan oleh tingginya beban pencemaran yang masuk ke dalam sumber air. Berdasarkan data yang tercatat, pada tahun 2015, beban pencemaran meningkat, apabila tidak dilakukan upaya pengendalian pencemaran yang memadai (PUSAIR, 1990).

Sampai saat ini air tanah masih merupakan sumber air minum yang sangat penting bagi penduduk Indonesia baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hanya 28% (37 juta jiwa) dari total penduduk yang dapat dilayani PDAM yaitu 26.7 juta penduduk perkotaan dan 10.3 juta penduduk pedesaan, sedangkan sisanya sebagian besar menggunakan air sumur (PERPAMSI, 2000). Terbatasnya sarana pengolahan limbah penduduk (domestik) serta tingginya penggunaan tangki septik pada daerah permukiman, telah mencemari air tanah dangkal. 2. Kondisi Daerah Pengaliran Sungai Dalam kerangka kegiatan penyusunan kebijakan pendayagunaan sumber daya air dan konservasi daerah aliran sungai telah disusun prioritas satu sampai tiga daerah aliran sungai kritis untuk masuk dalam program konservasi. Penyusunan prioritas didasarkan pada nilai indeks pemanfaatan air, koefisien variasi ketersediaan air yang menggambarkan ketersediaan air sebagai fungsi waktu. Perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang teridentifikasi dari semakin besarnya perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum. 3. Kerusakan Lingkungan Morfologi Sungai Hasil identifikasi lapangan menunjukkan bahwa 90% morfologi ruas sungai yang mengalir disekitar sentra-sentra pengembangan wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera berada dalam kondisi rusak amat sangat berat. Penyebab utama kerusakan morfologi sungai adalah kegiatan penambangan material dasar sungai yang tidak terkendali. PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan sumber daya air secara optimal, berhasil guna dan berdaya guna. Upaya ini ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil.

Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat membayar jasa pelayanan pengelolaan sumber daya air dan melibatkan peran serta masyarakat. 1. Penatagunaan Sumber Daya Air. Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air .Zona ini digunakan sebagi acuan untuk : penyusunan atau peeubahan RTRW atau perubahan RTRW, rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan : a. Mengalokasikan zona untuk fuungsi lindung dan budi daya; b. Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis; c. Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber air; d. Memperhatikan kepentingan bebagai jenis pemanfaatan; e. Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan; dan f. Memperhatikan fungsi kawasan. Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai dilakukan dengan memperhatikan : a. Daya dukung sumber air; b. Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya; c. Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; Pemanfaatan air yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA 1. Nurwigati. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Air Secara menyeluruh, Terpadu, Berwawasan Lingkungan Hidup dan Berkelanjutan di Kabupaten Klaten. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Sjarief, Roestam. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Air. Jurnal Desain dan Konstruksi,vol.1, no. 1, juni 2002. 3. Kodoatie,RobertJ,2007. tentang Pendayagunaan & Pengendalian Sumber Daya Air. http:/www.sipil.Undip.ac.id/index.php?view=article&catid37: Diunduh pada 29 September 2011. 4. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 5. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 6. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 7. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

You might also like