You are on page 1of 27

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERENCANAAN SMK3

oleh :
Nama NIM Jurusan Prodi Semester : Herdi Affrizal : 031100238 : Teknofisika Nuklir : Elektromekanik :I

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen suatu organisasi atapun satauan kerja secara keseluruhan. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja ini sangat bermanfaat karena dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, melindung pekerja dan orang lain dan pootensi bahaya dan risiko Keselamaatan dan Kesehatan Kerja yang ada di tempat kerja. Berbagai kegiatan Satuan kerja di Batan melihatkan pengoperasian fasilitas nuklir/radiasi atau melakukan pemanfaatan zat radioaktif dan/atau sumber radiasi pengion, tentu saja mempunyai potensi bahaya radiasi, tetapi juga memiliki potensi bahaya lainnya. Oleh sebab itu berdasarkan Standar Batan 006-OHSAS 18001:2008 Pedoman tentang Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, setiap Satuan kerja sebagai organisasi harus membuat Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang efektif dengan sasaran yang jelas dan terukur. Perencanaan harus membuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumbar bahaya, pemeringkatan, penilaian dan pengendalian risiko yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku (klausul 3.1 3.6).identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko juga merupakan bagian dari manajemen risiko yang harus dilakukan di tempat kerja sesuai ISO 31000. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2010 tentang Sistem Mana jemen Fasilitas dan Kegiatan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, yang harus diterapkan pada tahun 2012 Deskripsi singkat materi mata pelajaran ini adalah membahas tentang Perencanaan dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari enam bab meliputi, Pendahuluan, Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko, Sasaran, Indikator kinerja, Program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Penutup. Setelah mengukuti mata pelajaran ini peserta akan dapat menjelaskan perencanaan dala Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peserta juga dapat dengan rinci : 1. Mengidentifikasi bahaya, menilai risiko, dan memutuskan pengendalian risiko di tempat kerja 2. Menyebutkan sasaran K3 3. Menyebutkan idikator kinerja K3 4. Menyebutkan Program SMK3

BAB II IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO


A. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko yang terkait dengan setiap kegiatan harus dipastikan sesuai, cukup dan selalu tersedia. Oleh sebab itu organisasi/Satuan kerja harus mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan risiko K3 di setiap kegiatannya, yang menjadi dasar tahapan dalam pengembangan dan penerapan Sistem Manajemen K3. Hal ini juga harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan suatu organisasi untuk mencapai tujuan, sasaran, dan indikator kinerja. Oleh sebab itu Prosedur identifikasi bahaya, penilaian, danpengendalian risiko harus ditetapkan dan dipelihara, serta memuat hal sebagai berikut: Pemeringkatan kegiatan berdasarkan kerumitan dan potensi bahaya, serta konsekuensi yang mungkin terjadi Kegiatan rutin dan non rutin Kegiatan semua personel yang memiliki akses ke daerah kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung) Fasilitas pada tempat kerja yang disediakan organisasi atau pihak lainnya

Metodologi untuk mengidentifikasi bahaya dan penilaian risiko harus: Terdefinisi dengan memperhatikan lingkup organisasi, sifat dan waktu untuk memastikan organisasi lebih proaktif daripada reaktif Menyesiakan klasifikasi risiko dan identifikasinya untuk dieliminasi atau dikendalikan.

Untuk itu sebelum melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian tentang bahaya dan risiko sebagai berikut:

B. Pengertian bahaya dan risiko


Bahaya: Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan, yang mencakup substansi, proses kerja,dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja. Menurut SB 006-OHSAS 18001:2008, bahaya adalah sumber, situasi, atau tindakan yang memiliki potensi menimbulkan kecelakaan dalam pengertian cedera atau gangguan kesehatan, atau kombinasinya. Definisi lain mengenai bahaya adalah merupakan suatu kondisi yang dibiarkan begitu saja dapat mengeakibatkan kecelakaan, penyakit atau kerusakan property. Risiko: Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Risiko dapat di definisikan sebagai kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan suatu kerugian. Risiko menurut Australian Standard/New Zealand Standard 4360 : 2004, adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau konsekuensi yang dapat ditimbulkannya. Menurut SB 006-OHSAS 18001:2008, risiko adalah gabungan dari kemungkinan terjadinya bahaya atau paparan dan keparahan luka atau gangguan kesehatan yang dapat disebabkan oleh kejadian atau paparan. Berdasarkan dari beberapa pengertian risiko tersebut, maka risiko bila terjadi dapat menimbulkan kerugian, kerugian yang mungkin terjadi adalah sesuai dengan jenis risikonya, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut: Safety risks / Risiko keselamatan Health risks / Risiko kesehatan Penilaian risiko Risiko lingkungan / Ekologi Risiko terhadap masyarakat Financial risks / Risiko finansial Gambar 2.1. Penilaian risiko dan jenis risiko Sumber : Kolluru, 1996

Berdasarkan Gambar 2.1. dapat diuraikan jenis risiko dan fokus penilaian risiko sebagai berikut: 1. Risiko Keselamatan (Safety risks) Risiko keselamatan memiliki probabilitas rendah, tingkat paparan dan konsekuensi tinggi, bersifat akut, dan jika terjadi kontak akan langsung terlihat efeknya. Penyebab risiko keselamatan lebih dapat diketahui serta lebih berfokus pada keselamatan manusia dan pencegahan kecelakaan di tempat kerja. 2. Risiko Kesehatan (Health risks) Risiko kesehaatan memiliki probabilitas tinggi, tingkat paparan dan konsekuensi rendah, bersifat kronis. Penyebab risiko kesehatan sulit diketahui serta lebih berfokus pada kesehatan manusia. 3. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Ecological/environmental risks) Risiko lingkungan dan ekologi melibatkan interaksi yang beragam antara populasi, komunitas. Fokus risiko lingkungan da ekologi lebih kepada dampak yang ditimbulkan terhadap habitat dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko. 4. Risiko Terhadap Masyarakat (Public welfare/goodwill risks) Risiko terhadap masyarakat memperhatikan pandangan masyarakat terhadap kinerja organisasi dan hasil produksinya, semua hal pada risiko terhadap masyarakat terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat. 5. Risiko Finansial (Financial risks) Risiko finansial memiliki risiko jangka panjang dan jangka pendek dari kerugian properti terkait dengan perhitungan asuransi dan pengembalian asuransi. Fokus risiko finansial lebih kepada kemudahan pengoprasian dan aspek keuangan.

Sedangkan sumber-sumber yang dapat menimbulkan risio adalah, jenis bahaya, potensi bahaya, lokasi bahaya, dan kapan dapat menjadi bahaya.

C. Penilaian risiko
Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010), Penilaian risiko adalah proses untuk: 1. Mengidentifikasi dan mengukur setiap potensi bahaya dari setiap tehapan pekerjaan yang berdampak pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkungan kerja. 2. Menilai besaran risiko 3. Mengendalikan risiko atas dasar perioritas tertentu Langkah-lagkah / tahapan dalam penilaian risiko dapat dilihat pada Gambar 2.2. dan Gambar 3.3. berikut: 1. Identifikasi bahaya 2. Evaluasi Risiko 3. Pengendalian Risiko

Gambar 2.2. Langkah-langkah Penilaian Risiko Sumber : Kemennakertrans, 2010

Pengembangan metodologi

Identifikasi bahaya

Monitor dan review

Implementasi pengendalian

Kelola perubaha n

Penilaian risiko

Menetapkan pengendalian

Gambar 2.3. identifikasi bahaya dan proses penilaian risiko Sumber OHSAS 18002:2008

Dari tahap di atas dijelaskan bahwa penilaian risiko dilakukan pada tahap awal adalah dengan melakukan identifikasi bahaya, melakukan pengukuran dan menilai risikonya, mengevaluasi risiko yang ada serta menetapkan pengendalian risiko, dan mengimplentasi pengendalian tersebut, kemudian memutuskan apakah risiko diterima atau tidak, kemudian melakukan monitor dan review, dengan mempertimbnagkan, mengelola perubahan jika ada dan diperlukan, serta mengembangkan metodologi dalam melakukan identifikasi bahaya yang dilakukan secara berkelanjutan.

Perhitungan risiko Secara sederhana untuk melakukan perhitungan risiko dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi bahaya, yaitu proses mengenali adanya bahaya dan menentukan karakteristiknya, sehingga potensi bahaya yang terdapat dalam tahapan kegiatan dapat diketahui. Tahapan kegiatan diperoleh dengan menentukan pekerjaan dan kegiatan utama dalam pekerjaan tersebut, kemudian bahaya-bahaya yang ada di analisis termasuk potensi bahaya dan kejadian kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Dalam melakukan identifikasi bahaya harus diingat bahaya potensial tidak hanya pada pekerjaan operasional saja, tetapi juga pada segala aspek lainnya yang masih termasuk di dalam lingkup penerapan Sistem Manajemen K3. Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi risiko, dengan melakukan penilaian seberapa besar peluang (kemungkinan) dan konsekuensi apabila risiko benar-benar terjadi. Tujuan dilakukannya analisis risiko adalah untuk membedakan antara risiko kecil dengan risiko besar dan menyediakan data untuk membantu evaluasi dan penanganan risiko. Ada beberapa metode analisis risiko yang digunakan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing organisasi. Metode analisis tersebut adalah:

Analisis Kuantitatif Analisis ini menggunakan hasil perhitungan numerik untuk masing-masing konsekuensi dan tingkat probabilitas (kemungkinan) dengan menggunakan data variasi, seperti catatan kejadian, literatur, eksperimen. Dengan menggunakan data tersebut, hasil analisis memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko yang lain.

Analisis Kualitatif Analisis ini menggunakan bentuk skala deskriptif (kata) untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang akan diukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan. Penilaian risiko menggunakan analisis kualitatif ini dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel 2.3. yang diperoleh

dari kategori peluang dan kategori peluang dan ketegori konsekuensi Tabel 2.1., Tabel 2.2. berikut: (AS / NZS 4360 : 1999)

Tabel 2.1. Kategori Peluang Rating A B C D E Kategori Sering sekali Sering Sedang Jarang Sangat jarang Deskripsi Dapat terjadi kapan saja Dapat terjadi secara berkala Dapat terjadi pada kondisi tertentu Dapat terjadi, tapi jarang Memungkinkan, tidak pernah terjadi

Tabel 2.2. Kategori tingkat konsekuensi Rating 1 2 Kategori Insignificant Minor Deskripsi Tidak ada cidera, kerugian keuangan rendah Korban hanya memerlukan P3K berakibat hanya di dalam lokasi kerugian keuangan menengah 3 Moderate Korban memerlukan perawatan, berakibat di dalam lokasi tapi memerlukan bantuan dari luar, kerugian keuangan tinggi 4 Major Korban banyak, kegiatan sampai terhenti, berakibat sampai keluar, tapi tanpa efek merugikan, kerugian keuangan yang besar 5 Catastrophic Berakibat kematian, berakibat keluar lokasi dengan efek yang merugikan, kerugian keuangan yang sangat besar

Tabel 2.3. Matriks analisis risiko tingkat risiko Konsekuensi Peluang Insignificant 1 A Sering sekali B Sering C Sedang D Jarang E Sangat Jarang S M L L L Minor 2 S S M L L Moderate 3 H S S M M Major 4 H H H S S Bencana Besar 5 H H H H S

Keterangan : H = risiko ekstrim, penelitian dan perencanaan yang lebih terinci di tingkat manajemen senior S = risiko tinggi, perlu perhatian manajemen senior M = risiko sedang, tanggung jawab manajemen harus spesifik L = risiko rendah, pengendalian dengan prosedur rutin Analisis Semi Kuantitatif Analisis semi kuantitatif menghasilkan prioritas yang lebih rinci dibandingkan dengan analisis kualitatif, karena risiko dibagi menjadi beberapa kategori. Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode analisis kualitatif, perbedaannya hanya terletak pada uraian atau deskripsi dari parameter yang ada, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Menurut Australian Standard/New Zealand Standard 4360 analisis semi kuantitatif

mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi dari paparan dengan probabilitas terjadinya risiko. Dalam metode analisis semi kuantitatif terdapat 3 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu: 1. Konsekuensi (Consequence) Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan dari efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan. Tingkat konsekuensi metode analisis semi kuantitatif terdiri dari beberapa kategori, seperti pada Tabel 2.4. berikut:

Tabel 2.4. Tingkat Konsekuensi Kategori Catastropic Deskripsi Rating

Kerusakan yang sangat parah, terhentinya aktifitas, kerusakan 100 besar, dan menetap terhadap lingkungan.

Disaster

Kematian, kerusakan setempat, dan menetap terhadap 50 lingkungan

Very Serious

Cacat atau penyakit yang menetap dan kerusakan sementara 25 terhadap lingkungan

Serious

Cedera atau penyakit yang serius tetapi sementara dan efeknya 15 merugikan terhadap lingkungan

Important Noticeable

Butuh penanganan medis & efek tidak terlalu merugikan

Luka ringan, memar, atau penyakit yang ringan dan kerugian 1 setempat yang sangat kecil dengan efek yang juga setempat

Sumber : AS / NZS 4360 : 1999 2. Paparan (Exposure) Paparan menggambarkan tingkat frekuensi interaksi antara sumber resiko yang terdapat di tempat kerja dengan pekerja, dan menggambarkan kesempatan yang terjadi ketika sumber risiko diikuti oleh dampak atau konsekuensi yang akan timbul. Tingkat frekuensi tersebut akan ditentukan dalam kategori tingkat paparan yang mempunyai nilai rating yang berbeda seperti Tabel 2.5. berikut : Tabel 2.5. Tingkat Paparan Kategori Continously Frequently Occasionally Infrequent Rare Very Rare Deskripsi Terjadi secara terus-menerus setiap hari Terjadi sekali setiap hari Terjadi sekali seminggu sampai dengan sekali sebulan Terjadi sekali sebulan sampai dengan sekali setahun Pernah terjadi tetapi jarang, diketahui kapan terjadinya Sangat jarang, tidak diketahui kapan terjadinya Rating 10 6 3 2 1 0,5

3. Kemungkinan (Peluang) (Likelihood) Kemungkinan/Peluang adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan pekerjaan. Kemungkinan tersebut akan ditentukan dalam kategori tingkat kemungkinan/peluang yang mempunyai nilai rating yang berbeda, seperti Tabel 2.6. berikut :

Tabel 2.6. Tingkat Peluang Kategori Almost Certain Likely Unusual Remotely Possible Deskripsi Rating

Akibat yang paling mungkin timbul apabila kejadian tersebut 10 terjadi Kemungkinan terjadi 50 50 Mungkin saja terjadi tetapi jarang Kejadian yang sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi 6 3 1

Conceivable

Mungkin saja terjadi, tetapi tidak pernah terjadi meskipun 0,5 dengan paparan yang bertahun-tahun

Practically Impossible

Tidak mungkin terjadi atau sangat tidak mungkin terjadi

0,1

Sumber : AS / NZS 4360 : 1999

Tingkat risiko pada analisis semi kuantitatif merupakan hasil perkalian nilai variabel konsekuensi, paparan, dan peluang dari risiko-risiko keselamatan kerja yang terdapat pada setiap tahapan pekerjaan. Tingkat risiko metode analisis semi kuantitatif terdiri dari beberapa beberapa kategori, seperti Tabel 2.7. Tabel 2.7. Tingkat Risiko Tingkat Risiko > 350 180 -350 70 180 20 70 < 20 Kategori Tindakan Aktifitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi hingga mencapai batas yang dibolehkan atau diterima Perlu pengendalian sesegera mungkin Mengharuskan adanya perubahan secara teknis Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin

Very High Priority 1 Substansial Priority 3 Acceptable

Sumber : AS / NZS 4360 : 1999

Jadi berdasarkan tabel-tabel di atas, Tingkat Risiko dapat diperoleh dengan cara :

Tingkat Risiko = Konsekuensi x Paparan x Peluang

Menurut Cross (1998) masing-masing metode analisis risiko yang telah dijelaskan di atas mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan di antara satu sama lain. Tingkat risiko dapat juga diperoleh dengan cara :

R = f [P x (K1 + K2 + K3 + ... + Kn)]

Dimana

= Risiko

= Tunasi

= Peluang

= Konsekuensi

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai tingkat risiko yang terdiri dari Rating dan Skala yang sudah sesuai dengan tabel-tabel berikut Tabel 2.8. Rating Risiko Rating A B C D E Skala 0 19 20 39 40 69 70 99 100 -125 Keterangan Risiko dapat diterima, langkah pengendalian dinilai efektif Risiko belum dapat diterima, perlu tindakan pengendalian Risiko tidak dapat diterima, harus tindakan pengendalian Risiko sangat tidak dapat diterima, harus tindakan pengendalian segera Risiko amat sangat tidak dapat diterima, harus dilakukan tindakan pengendalian segera

Tabel 2.9. Peluang Skala Sifat Rutin 1 Non Rutin

Secara teori bisa terjadi, tetapi Secara teori bisa terjadi, tetapi belum pernah mengalami atau yakin tidak akan terjadi selama pernah mendengar terjadi pekerjaan berlangsung

Pernah terjadi sekali pada suatu Bisa terjadi, tetapi sangat kecil waktu yang tidak diketahui kemungkinan akan terjadi sekali dengan pasti selama pekerjaan berlangsung

Pernah terjadi dalam waktu 5 Bisa terjadi paling banyak 1 kali tahun terakhir selama pekerjaan berlangsung

Pernah terjadi dalam masa 3 Bisa terjadi 1-3 kali selama tahun terakhir pekerjaan berlangsung

Pernah terjadi dalam masa 1 Bisa terjadi lebih dari 3 kali tahun terakhir selama pekerjaan berlangsung

Tabel 2.10. Konsekuensi Skala Kategori

K3

Pendapatan

Kerusakan Aset

Lingkungan Hidup

Gangguan Usaha

Tindakan P3K

< 5%

< 5% nilai < aset

BML

(Baku

Mutu < 5% < 2 x 24 jam dengan 5-15% > 2 x 24 jam

Lingkungan) pulih

Perawatan Medis

5 15%

5-15% nilai Dapat aset

sendirinya < setahun

Cacat permanen 1 orang

15 30%

15-30% nilai Dapat aset dengan

dipulihkan 15-30% > 2 intervensi x 24 jam

manusia dalam waktu < 12 bulan

Kematian 1 30 50% orang;cacat permanen > 1 orang

30-50% nilai Dapat aset dengan

dipulihkan 30-50% > 2 intervensi x 24 jam

mausia dalam waktu > 12 bulan > 50% > 50% nilai Tidak dapat dipulihkan > 50% > 2 x aset dengan cara apapun 24 jam

Kematian

Sumber : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010)

D. Pengendalian Risiko Pengendalian risiko merupakan langkah selanjutnya setelah melakukan penilaian dan evaluasi risiko. Pengendalian risiko adalah proses untuk memastikan bahwa aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Bagian terpenting dari proses pengendalian risiko adalah mengambil tindakan korektif seperti yang diperlukan. Pada tahap pengendalian, risiko yang telah teridentifikasi dan dianalisis, dikaji ulang kembali secara menyeluruh agar dapat dikembangkan berbagai alternatif pengendalian dengan mempertimbangkan berbagai hal, seperti komitmen manajemen, ketersediaan sumber daya dan lain-lain. Pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360 dilakukan dengan 4 cara yaitu: 1. Menghindari risiko Pengendalian risiko ini dengan menghilangkan risiko atau risiko dikurangi sehingga tidak ada risiko yang dapat diterima. Namun pada dasarnya dalam suatu kegiatan menghilangkan

sumber risiko sangat sulit dilakukan, karena suatu kegiatan yang berisiko merupakn bagian dari berlangsungnya suatu proses yang saling berhubungan 2. Mengurangi risiko Pengendalian risiko dilakukan dengan cara dikurangi, dengan memilih aplikasi teknik yang sesuai, untuk mengurangi kemungkinan kejadian dan dampaknya, ataupun mengurangi keduanya 3. Memindahkan risiko Dampak dari risiko yang ada dipindahkan atau ditransfer pertanggungjawabannya kepada pihak lain melalui peraturan dan perundang-undangan 4. Berdasarkan risiko residu Risiko yang telah dikendalikan terkadang masih tersisa, yang juga harus ditangani dan dikendalikan. Teknik pengendaliannya dilakukan berdasarkan hirarki pengendalian berikutnya. Pengendalian risiko berdasarkan hirarkinya menurut Permenaker Nomor 05/Men/1996 adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian teknis atau rekayasa (engineering control) Pengendalian ini merpakan penurunan tingkat risiko yang berfokus pada rekayasa mesin, seperti modifikasi alat, cara kerja mesin dan komponennya. Contoh pengendalian teknik atau rekayasa yaitu: a. Eliminasi, merupakan pengendalian dengan cara menghilangkan bahaya dari tempat kerja, umumnya diterapkan pada bahan, proses dan bahkan pada teknologinya. b. Substitusi, merupakan usaha menurunkan tingkat risiko dengan mengganti potensial hazards (bahan dan proses) dengan sumber lain yang memiliki potensial bahaya lebih rendah. c. Minimisasi, merupkan usaha menurunkan tingkat risiko dengan mengurangi jumlah bahan berbahaya yang digunakan, atau mengurangi jumlah bahan berbahaya yang disimpan. d. Isolasi, merupakan usaha untuk memindahkan sumber pajanan bahaya dari lingkungan pekerja dengan menempatkannya pada tempat lain. 2. Pengendalian Administratif (administrative control) Pengendalian ini merupakan usaha untuk pengendalian risiko yang lebih mengutamakan pada manajemen seperti: a. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, penghargaan, dan motivasi diri

b. Pendidikan dan pelatihan c. Evaluasi melalui internal dan eksternal d. Membuat Standard Operating Prosedur yang baik untuk seetiap pekerjaan e. Memberikan data keselamatan untuk setiap jenis pekerjaan yang memiliki bahaya kimia f. Mengadakan pengecekan kesehatan sebelum bekerja

g. Pengaturan jadwal kerja (shift kerja) 3. Alat Pelindung Diri (personal protective equipment) Penggunaan alat pelindung diri merupakan usaha untuk menurunkan tingkat risiko, maka alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan berikut: Nyaman dipakai Tidak mengganggu kerja Memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya

Dari uraian di atas hirarki pengendalian risiko dapat digambarkan sebagai berikut: Eliminasi Substitusi Rekayasa Teknis Administratif Alat Pelindung Diri Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010) Hirarki pengendalian risiko dilakukan secara bertahap namun penerapannya dapat dilakukan secara bersamaan.

BAB III SASARAN

Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang akan diterapkan oleh suatu organisasi/satuan kerja harus memenuhi kualifikasi, antara lain: dapat diukur berdasarkan suatu indikator pengukuran dan mempunyai sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu tertentu, dan sasaran ini konsisten dengan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja suatu organisasi atau satuan kerja. Untuk menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3), dan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan harus ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan. A. Menentukan skala prioritas penetapan sasaran K3 Setelah melakukan identifikasi bahaya dan memilih poin penting untuk diitindaklanjuti, maka tahap selanjutnya adalah menetapkan sasaran K3. Sasaran harus terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh organisasi/satuan kerja. Masukan yang diperlukan dalam menetapkan sasaran K3 adalah: Kebijakan K3, mencakup komitmen untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan Hasil dari identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko Persyaratan dan pengaturan perundang-undangan Persyaratan keuangan, operasional dan bisnis Pandangan dari pekerja dan pihak terkait Analisis kinerja yang dicapai terhadap sasaran yang ditetapkan sebelumnya Rekaman-rekaman terdahulu terhadap ketidaksesuaian K3, kecelakaan, insiden, dan kerusakan fasilitas/sarana kerja Hasil dari tinjauan manajemen Komunikasi bersama antara pihak manajemen dan karyawan

B. Seleksi prioritas Dalam menyeleksi prioritas, harus dipertimbangkan: Keberadaan peraturan, undang-undang dan persyaratan lainnya

Dalam membuat, menetapkan dan mendokumentasikan sasaran sebaiknya memiliki nilai-nilai SMART, yaitu: S pecific M easurables (terukur) A chievable (dapat tercapai) R ealistic

T ime frame (jangka waktu)

Sasaran K3 dapat juga dijabarkan dalam beberapa tujuan yang lebih rinci, tergantung besarnya suatu organisasi/satuan kerja, kompleksitas, dan jangka waktu yang ditetapkan, dan sasaran harus saling terkait. Sasaran juga harus disebarluaskan dan dikomunikasikan secara keseluruhan dengan mendefinisikan tanggung jawab para personal yang bersangkutan. Personal harus menafsirkan sasaran dan memberikan kontribusinya masing-masing. Sasaran ini harus ditinjau secara periodik dan direvisi sesuai keperluan. Contoh sasaran K3: Seluruh Unit Kerja BATAN telah tersertifikasi SMK3 pada Tahun 2012 Meningkatkan keakuratan dan keseragaman meteode pengukuran daerah kerja dan kontaminasi radiasi bagi PPR-BATAN tahun 2013

BAB IV INDIKATOR KINERJA Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja organisasi/satuan kerja menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi keberhasilan Sistem Manajemen K3. Keberhasilan Sistem Manajemen K3, sesuai dengan tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan menjamin: 1. Bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dalam keadaan selamat dan sehat, 2. Bahwa setiap sumber produksi dipergunakan secara aman dan efisien, 3. Bahwa proses produksi dapat berjalan dengan lancar (Himpunan Peraturan Perundang-undangan K3), 2008 Pengukuran kinerja keselamatan dan kesehatan kerja sifatnya relatif, karena tidak pernah ada keselamatan dan kesehatan kerja yang mencapai sempurna, dengan demikian kinerja selalu dapat diupayakan perbaikannya. Karena relatif, maka perlu kinerja organisasi dibandingkan dengan organisasi yang sejenis atau kinerja organisasi dibandingkan dengan tahun yang berbeda. Kemajuan kinerja keselamatan suatu organisasi dapat diukur apabila pihak manajemen menetapkan indikator kinerja yang terintegrasi dalam Key Performance Indicator (KPI) organisasi/satuan kerja sebagai penilaian kinerja. Untuk menentukan indikator kinerja keselamatan berdasarkan IAEATECDOC 1141 Safety Performance Indicator for Operational Nuclear Power Plant, harus specific,

measurable,

actionable/achievable,

relevant/realistic,

timely/time

framed

(SMART),

serta

pertimbangan lainnya. American National Standar Institute (ANSI) menerbitkan metode standar untuk mengukur kinerja dengan menggunakan ratio kekerapan cidera (injury frequency rate) dan ratio keparahan cidera (injury severity rate). Kedua angka ini membandingkan jumlah kejadian kecelakaan dan jumlah hari yang hilang karena kecelakaan dengan jumlah jam orang bekerja. Menurut standar ANSI, ratio kekerapan cidera ialah jumlah cidera yang menyebabkan tidak bisa bekerja per sejuta jam orang pekerja, dengan rumus sebagai berikut: Jumlah cideran dengan hari kerja hilang x sejuta Jam orang pekerja terpapar

FR =

Ratio keparahan cidera ialah jumlah hari kerja yang hilang persejuta jam orang pekerja, dengan rumus berikut: Jumlah hari kerja hilang x sejuta Jam orang pekerja terpapar

SR =

Hari kerja yang hilang rata-rata per cidera (average days charge per disabling injury) ialah total hari kerja yang hilang dibagi jumlah cidera yang menghilangkan hari kerja atau ratio keparahan dibagi ratio kekerapan kecelakaan

Hari kerja yang hilang =

Ratio keparahan kecelakaan Ratio kekerapan kecelakaan

BAB V PROGRAM SMK3 Organisasi harus menetapkan dan memelihara program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk mencapai sasarannya. Jadi Program dalam SMK3 yang berhasil, memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan menetapkan sasaran dengan jelas. Hal ini dapat dicapai dengan:

1. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen organisasi yang bersangkutan, dan 2. Menetapkan sarana, metodologi dan kerangka waktu untuk mencapai sasaran. Dalam membuat program yang bertujuan mencapai kebijakan dan sasaran K3, organisasi dipersyaratkan mengembangkan strategi dan rencana tindak lanjut, yang dapat dibuktikan dalam bentuk sebuah dokumen. Program yang dibuat harus mencakup sejauh mana pencapaian sasaran yang dilakukan, untuk itu harus dilakukan pemantauan, tinjauan dan didokumentasikan. Input program manajemen K3 Kebijakan dan sasaran K3 Tinjauan peraturan dan perundang-undangan Hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko Proses kerja secara lengkap dari produk maupun jasa yang dihasilkan Tinjauan dari perubahan teknologi yang sesuai Kegiatan tindakan perbaikan Ketersediaansumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran K3

Program manajemen K3 ini, juga harus mengidentifikasi personel yang bertanggung jawab dalam pencapaian K3, karena berbagai kegiatan yang diperlukan dalam penerapan program ini harus diidentifikasi. Program yang dibuat sebaiknya juga menyediakan alokasi tanggung jawab, wewenang dan durasi waktu yang sesuai untuk setiap kegiatan. Jika memungkinkan sumber daya lainnya seperti financial, manusia, peralatan, dan logistik untuk setiap kegiatan juga disediakan. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah keterkaitan antara program manajemen K3 disesuaikan dengan program training. Bila terdapat perubahan kegiatan dan proses kerja, peralatan atau bahan baku, maka program juga harus menyediakan/melakukan identifikasi bahaya dan pengendalian risiko yang sesuai dengan adanya perubahan. Program manajemen K3 juga harus menyediakan konsultasi pada personel terhadap adanya perubahan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam sistem manajemen K3, agar dapat berjalan secara efisien dan efektif, harus membuat prosedur kerja yang mencakup semua persyaratan-persyaratan tersebut. Contoh program manajemen K3 1. Sasaran : Seluruh Unit Kerja BATAN telah tersertifikasi SMK3 pada tahun 2012

Indikator

: Sertifikat SMK3 BATAN yang diterbitkan

Rencana kerja : Adanya komitmen dari manajemen puncak Tersedianya sumber daya, dana Komisi Standardisasi BATAN TPKSB SMK3

Melakukan pembinaan dan pengawasan Metode pembinaan, sosialisasi, workshop pembuatan dokumen, audit internal Lokakarya, Training Metode Pengawasan

Audit kecukupan Audit lapangan Proses penerbitan sertifikat Surveilen Sertifikasi ulang Penambahan ruang lingkup\

Penanggung jawab: PSJMN BATAN : Seluruh Unit Kerja BATAN memiliki KPI key performance indikator SMK3 dalam tahun ini (2011)

2. Sasaran

Indikator

Rencana kerja : Penanggung jawab:

BAB VI PENUTUP Pedoman tentang Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja, mensyaratkan bahwa setiap Satuan kerja sebagai organisasi harus membuat Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang efektif dengan sasaran yang jelas dan terukur. Perencanaan harus membuat tujuan, sasaran dan idikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, pemeringkatan, penilaian dan pengendalian risiko yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan tahapan menurut Kementerian Tenaga Kerja dan OHSAS 18002:2008 sebagai berikut: 2. Identifikasi bahaya 2. Evaluasi Risiko 3. Pengendalian Risiko

Pengembangan metodologi

Identifikasi bahaya

Monitor dan review

Implementasi pengendalian

Kelola perubaha n

Penilaian risiko

Menetapkan pengendalian

Dari tahapan di atas dijelaskan bahwa penilaian risiko dilakukan pada tahap awal adalah dengan melakukan identifikasi bahaya, melakukan pengukuran dan menilai risikonya, mengevaluasi risiko yang ada serta menetapkan pengendalian risiko, dan mengimplementasi pengendalian tersebut. Risiko yang telah dikendalikan kemudian diputuskan apakah risiko diterima atau tidak, namun tetap dilakukan monitor dan review, dengan mempertimbangkan, mengelola perubahan jika ada dan diperlukan, serta mengembangkan metodologi dalam melakukan identifikasi bahaya yang dilakukan secara berkelanjutan. Metode dan klasifikasi dalam melakukan penilaian risiko ada beberapa cara yaitu: 1. Analisis Kuantitatif, sekala numerik 2. Analisis Kualitatif, skala deskriptif Peluang Konsekuensi

Tabel 2.3. Matriks analisis risiko tingkat risiko Peluang Konsekuensi Insignificant 1 A Sering sekali B Sering C Sedang D Jarang Sangat jarang S M L L L Minor 2 S S M L L Moderate 3 H S S M M Major 4 H H H S S Bencana besar 5 H H H H S

Keterangan : H = risiko ekstrim, penelitian dan perencanaan yang lebih terinci di tingkat manajemen senior

S = risiko tinggi, perlu perhatian manajemen senior M = risiko sedang, tanggung jawab manajemen harus spesifik L = risiko rendah, pengendalian dengan prosedur rutin

3. Analisis Semi Kuantitatif Tingkat Risiko = Konsekuensi x Paparan x Peluang

Tingkat risiko dapat juga diperoleh dengan cara : R = f [P x (K1 + K2 + K3 + ... + Kn)]

Dimana

R P K

= Risiko = Peluang = Konsekuensi

Pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360 dilakukan dengan 4 cara yaitu ; menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko dan menerima risiko residu. Pengendalian risiko berdasarkan hirarkinya menurut menurut Permenaker Nomor 05/Men/1996 adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian teknis atau rekayasa (engineering control) Dilakukan dengan Eliminasi, Substitusi, Minimisasi, Isolasi 2. Pengendalian Administratif (administrative control) 3. Alat Pelindung Diri (personal protective equipment) Secara hirarki pengendalian risiko dapat digambarkan sebagai berikut: Eliminasi Substitusi Rekayasa Teknis Administratif

Alat Pelindung Diri Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan. Sasaran harus terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh organisasi/satuan kerja, berdasarkan skala prioritas dengan mempertimbangkan peraturan undang-undang dan persyaratan lainnya serta pengendalian risiko yang ada. Sasaran harus SMART S pecific M easurables (terukur) A chievable (dapat tercapai) R ealistic T ime frame (jangka waktu)

Pengukuran kinerja keselamatan dan kesehatan kerja sifatnya relative. Kemajuan kinerja keselamatan suatu organisasi dapat diukur apabila pihak manajemen menetapkan indikator kinerja yang terintegrasi dalam key performance indicator (KPI) organisasi/satuan kerja sebagai penilaian kinerja. American National Standard Institute (ANSI) mengukur kinerja dengan menggunakan ratio kekerapan cidera (injury frequency rate) dan ratio keparahan cidera (injury severity rate). Indikator ini dapat dijadikan sebagai keberhasilan sasaran K3. Untuk mencapai sasarannya, organisasi membuat Program SMK3 yang mencakup pencapaian sasaran yang diinginkan, dapat dilakukan dengan pemantauan, tinjauan dan didokumentasikan. Program yang dibuat disesuaikan dengan kebijakan K3, hasil indentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Penting diperhatikan bahwa program yang dibuat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan sumber daya yang dimiliki organisasi.

DAFTAR PUSTAKA 1. AS/NZS 4360 : 1995/199/2004, Risk management, Standard Australian/New Zealand 1995 2. BS OHSAS 18001 : 2007, Occupational health and safety management systems Requirements, 2007 3. Departemen Tenaga Kerja RI. Himpunan Peraturan Perundangan undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 1997 4. Heni, Yusri, Improving Our Safety Culture, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011 5. ISO 31000, Risk Management Standard, 2008-2009

6. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Penilaian Risiko Lingkungan Kerja, Jakarta 2010 7. Kolluru, Rao V,et al, Risk Assessment and Management Handbook, Mc.Graw-Hill, Inc, 1996 8. National Safety Council, Principles of Occupational Safety and Health, U.S.A., 1993 9. OHSAS 18002:2008, Occupational health and sefety management systems Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:2007,2008 10. Sahab, Syukri, Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PT. Bina Sumber Daya Manusia, Jakarta 1998 11. Standar Batan SB 006-OHSAS 18001:2000, Pedoman tentang Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 2008 12. Suardi, Rudi, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PPM, Jakarta, 2005 13. Suplemen Himpunan Perudangan-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, BP Panca Bhakti, Jakarta, 2008 14. Tranter, Megan, Occupational Hygiene and Risk Management, Crows Nest, NSW 2065, 2004

You might also like