You are on page 1of 10

Laporan Praktikum Pertanian Organik

Hari/ Tanggal : Kamis, 18 Oktober 2012 Gol. / Kel. Nama NIM Dosen Asisten : A1 / 2 : Ekin Hagana I Sembiring : J3M110004 : Dr. Ir. Muhadiono M.Sc : Setyo Andi Nugroho S.Pd

PEMBUATAN KOMPOS SEMI ANAEROBIK

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

I. I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan makanan juga semakin meningkat. Bahan makanan yang tersisa atau tidak digunakan akan dibuang dan meningkatkan volume limbah rumah tangga maupun industri. Limbah padat seperti daun daunan (serasah) dari pertanian dan perkebunan merupakan salah satu jenis limbah yang dapat menjadi vektor penyakit apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Penumpukan sampah yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran, yaitu bersarangnya hama-hama dan timbulnya bau yang tidak diinginkan. Salah satu cara mengatasi limbah tersebut yaitu dengan cara mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih berguna seperti kompos. Serasah pada umumnya dapat terdekomposisi dengan baik di alam. Namun jika diikuti dengan campur tangan manusia dalam pengolahannya tentunya akan menghasilkan kompos yang lebih bermutu dan terbentuk lebih cepat. Sofian (2006) mengatakan kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik, sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Proses ini dapat terjadi secara aerob, anaerob maupun semi anaerobik. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan pengomposan aktivator. Pemanfaatan limbah buah buahan dalam pembuatan kompos juga dapat dilakukan. Limbah buah-buahan pada umumnya bersifat asam dan cenderung timbul bau akibat timbulnya gas Hidrosulfur hasil proses pembusukkan sampah limbah buah-buahan. Salah satu limbah buah-buahan yang ada di pasar adalah limbah buah nanas. Limbah buah nanas terdiri dari berbagai unsur organik yang dapat terdekomposisi sesuai karakteristik limbah tersebut dengan pH berkisar asam yaitu 4,5-5.

Pada kondisi bersifat asam, pembusukkan cenderung dilakukan oleh kelompok jamur atau kapang, dikarenakan pada kondisi tersebut kelompok bakteri tidak aktif akan tetapi masih hidup. pH pada umumnya dapat di optimalkan dengan cara pemberian kapur tohor atau abu sekam, sehingga dengan kondisi optimal berkisar netral yaitu 6-8 pembusukan dapat dibantu oleh kelompok bakteri. Menurut Suhut & Salundik (2006) limbah buah nanans memiliki kandungan mikroba Azotobacter chroococcum yang berperan aktif dalam proses dekomposisi, sehingga proses pembentukan kompos dapat berlangsung lebih cepat. Pembuatan kompos bukanlah hal yang mudah jika belum mengetahui prinsipnya. Mengurangi sampah sekaligus menciptakan suatu barang yang lebih berguna merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi banyak orang dan lingkungan. Oleh karena itu, pembuatan kompos sebagai suatu keahlian dibutuhkan untuk menciptakan suatu keselarasan dalam lingkungan yang berujung pada kesejahteraan manusia. I.2. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan kompos secara semi anaerob dan memahami faktor faktor yang mempengaruhi kematangan kompos

II. II.1. Alat dan Bahan

METODOLOGI

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ember, baskom, plastik, botol minuman, sekop kecil, pengaduk, gunting, pisau dan alat tulis. Sedangkan bahan bahan yang digunakan yaitu serasah (daun kering), EM4, buah nanas, air, dan air seni.

II.2.

Cara Kerja

Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan kompos ini yaitu ; Alat dan bahan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu Serasah dan daun kering lainnya dikumpulkan sebanyak banyaknya. Serasah yang telah dikumpulkan dicacah dan dipotong hingga berukuran kecil (< 3 cm)

Serasah yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan kedalam ember hingga ember tersebut penuh dan didiamkan selama seminggu

Minggu selanjutnya dilakukan pencampuran bahan bahan yang digunakan sebagai starter atau inokulum. Nanas busuk dipotong kecil kecil dan dicampur dengan serasah hingga merata. Setelah itu dilakukan juga pencampuran EM4 dan air seni.

EM4 dan air seni dicampurkan dengan serasah dan diaduk hingga merata. Tahapan selanjutnya yaitu menyesuaikan kelembaban kompos agar proses dekomposisi dapat berjalan dengan baik dengan cara menambahkan air kedalam serasah hingga serasah terlihat lembab.

Tahap terakhir yang dilakukan yaitu mengukur ketinggian serasah tersebut dan mencatanya. Setelah itu ember tempat serasah ditutup.

Pengamatan dilakukan selama 4 minggu. Parameter yang diamati yaitu tinggi, tekstur, warna dan bau serasah. Pengamatan dilakukan dengan cara membuka penutup serasah (semi aerobik)

III. III.1. Data Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompos Semi Aerobik No 1 2 3 Mingg u Pertama Kedua Ketiga Tekstur Kasar Kasar Kasar, sudah mulai hancur, serpihan lebih kecil Kasar, Sudah mulai hancur, serpihan lebih kecil Warna Coklat muda Coklat Tua Coklat Gelap, keabu-abuan Coklat gelap, keabu-abuan Bau Bau segar, bau nanas Bau Alkohol Bau Alkohol Tinggi Serasah (cm) 20 19.5 17

Keemp at

Bau Alkohol

16.3

Keterangan:
1. Serasah semakin kecil, kompos terlihat semakin matang. Walaupun sampai

minggu ke-4 proses pengomposan sudah berbau alkohol, kompos tersebut belum matang. 2. Setiap minggu tinggi serasah semakin menyusut 3. Suhu dalam ember selalu hangat dan lembab

III.2. Pembahasan

Kompos merupakan pupuk organik yang memiliki banyak kelebihan bila dibandingkan dengan pupuk anorganik. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.

Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 1.) maka dapat diketahui bahwa peroses pengomposan terus berlangsung setiap minggunya. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya penyusutan bahan pembuat kompos (serasah), perubahan warna, tekstur dan bau. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa kompos tersebut belum matang secara sempurna. Hal ini dapat dilihat dari tekstur yang masih kasar dan berbentuk serasah, berbau dan masih berwarna kecoklatan. Menurut Nyoman P. Aryantha (2010), penentuan kematangan kompos secara langsung di lapangan dapat dilihat dari kompos berwana coklat tua hingga hitam dan mirip dengan warna tanah, tidak larut dalam air, suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan dan tidak berbau. Menurut Isroi (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kompos. Faktor tersebut antara lain: o Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. o Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. o Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin

masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. o Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan akan terganggu. o Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. o Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba berhubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikrobamikroba patogen tanaman dan benihbenih gulma.

o pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fasefase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. o Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. o Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logamlogam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. Berdasarkan keterangan diatas maka dapat diketahui bahwa faktor aerasi berperan penting dalam proses pembuatan kompos semi aerobik ini. Meningkatnya kadar oksigen di dalam kompos tentunya akan meningkatkan kinerja mikroba aerob sehingga pengomposan berlangsung lebih cepat. Selain itu penambahahan buah nanas dan EM4 sebagai starter dan inokulum juga berperan aktif dalam mempercepat pembuatan kompos ini. Buah nanas memiliki kandungan salah satu jenis bakteri yang dapat meningkatkan nitrogen yaitu Azotobacter chrocococum. Bakteri ini termasuk dari golongan heterotropic non simbiotic yang tidak dapat membuat makanan sendiri sebagai keperluan energinya, sehingga dalam mendapatkan sebagian besar energi dengan cara mendegradasi bahan-bahan organik. Azotobacter chroococcum juga dapat melakukan fiksasi terhadap nitrogen di udara menjadi unsur nitrat atau nitrit yang dapat diserap oleh tanah. Dengan kemampuan penambatan nitrogen di udara, maka bakteri dapat memanfaatkan hasil penambatan

nitrogen tersebut guna energinya untuk melakukan degradasi terhadap bahan organik sebagai media tumbuh dan berkembang. Meningkatnya nitrogen dalam media akan mempercepat dekomposisi bahan organik . Pengembangan pupuk organik menggunakan teknologi EM4 telah banyak dikembangkan di Indonesia. Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah dan tanaman dengan menggunakan mikroba yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. EM4 mengandung mikroba mikroba antara lain Lactobacillus, ragi,bakteri fotosintetik , Actynomycetes dan jamur pengurai selulosa , untuk memfermentasi bahan organic tanah menjadi senyawa yang mudah yang mudah diserap oleh tanaman. EM4 yang merupakan kumpulan mikroba terpilih dalam bentuk cair. Setiap bahan organik yang akan terfermentasi oleh mikroba EM4 dalam kondidi semi anaerob/anaerob pada suhu 40-50 C. Pembutan pupuk organik menggunakan teknologi EM4 pada dasarnya adalah proses pengomposan yang terjadi secara ferementatif. Untuk menjaga proses pengomposan ini agar terjadi secara baik dengan terpenuhinya persyaratan pengomposan antara lain suhu, oksigenasi dan kadar airmaka pengomposan ini dilakukan dalam kondisi tertutup atau ditutup atau dimasukkan ke wadah fermentor. Menurut Siti Umniyatie (1999). Penggunakan EM4 dalam pengomposan memiliki keunggulan antara lain cepat masa fermentasinya , irit biaya dan kompos yang dihasilkan memiliki karakter kompos yang baik misalnya bau warna dan C/N ratio kompos.

IV. IV.1. Kesimpulan

PENUTUP

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa pembuatan kompos secara semi anaerob dipengaruhi oleh aerasi, rasio C/N, kelembaban, kandungan hara, porositas, pH dan temperatur. Walaupun telah ditambah EM4, air seni dan nanas busuk, kompos tersebut masih belum matang. Hal ini dapat dilihat dari ciri ciri kompos yang dibuat belum memenuhi standar yang ada. Hal ini disebabkan oleh kurangnya waktu pembentukan kompos. Selain

itu jenis bahan dan ukuran bahan yang digunakan juga dinilai masih terlalu besar sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk mendegradasi bahan tersebut.

IV.2.

Saran

o Pembuatan kompos membutuhkan waktu minimal 60 hari. Oleh karena itu diharapkan tambahan waktu pengamatan hingga kompos benar benar matang dan memiliki kandungan unsur hara yang baik. o Ukuran serasah sebaiknya diperkecil lagi

DAFTAR PUSTAKA Isroi. 2008. Kompos. Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Diakses dari www.scribd.com/kompos.pdf Diakses pada Senin, 15 Oktober 2012 Nyoman P. Aryantha,dkk.2010. Kompos.Pusat Penelitian Antar Universitas Ilmu Hayati LPPM-ITB. Dept. Biologi - FMIPA-ITB. Bandung. Simamora, Suhut & Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat Menggatasi Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka. Siti Umniyatie,dkk. 1999.Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif (Effective Microorganisms 4). Laporan PPM UNY: Karya Alternatif Mahasiswa. Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Agromedia Pustaka.

You might also like