You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR Suatu makalah yang saya susun ini berdasarkan dari apa yang telah saya pelajari

dari Hukum Acara Perdata khususnya pada Putusan Pengadilan (Putusan Sela) , yang mana dalam ssistem hukum Acara perdata di indonesia mempunyai tahapan-tahapan yang harus dilewati oleh mereka yang mempunyai perkara atau sengketa dalam hal PERDATA. Namun makala yang saya tulis ini berjudul Putusan sela. Karena dalam proses pemeriksaan dipengadilan ada proses-proses yang akan dilwati oleh pihak penggugat dan tergugat dalam meyakinkan hakim untuk memberikan dalil yang disertai oleh bukti-bukti, dalam proses pemeriksaan di pengadilan hakim bersifat pasif, dimana penggugat atau tergugat lah yang akan meyakinkan hakim bahwah hak atau kewajiban yang menjadi sengketa tersebut merupakan tanggung jawab pengugat atau tergugat (Penggugat dan Tergugat bersifat aktif) Karena itu penulis tertarik untuk menulis makala ini yang membahas hukum acara perdata khususnya pada putusan pengadilan ditahap putusan sela.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 1 1.3 Tujuan Penulisan 1 1.4 Manfaat Penulisan 1 BAB II PEMBAHASAN PUTUSAN Sela 2 2.1 Arti Putusan Sela 2 2.2 Isi Putusan Sela 3 2.3 JenisPutusan Sela 4 BAB III PENUTUP 6 DAFTAR PUSTAKA 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hukum acara perdata adalah Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum acara perdata materil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain hukum acara perdata merupakan rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturanperaturan hukum perdata materil. Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwah hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan serta pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah eigenrichting atau tindakan menghakimi sendiri. Dalam hal ini hakim dalam pengadilan akan mengambil keputusan terhadap perkaraperkara yang melawan hukum maupun yang melanggar hukum. Putusan pengadilan sesuai dengan ketentuan pasal 178 HIR , Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis Hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan. Arti putusan Pengadilan adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Pengadilan menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat. Bentuk penyelesaian perkara dibedakan atas 2 yaitu:

1. Putusan / vonis 2. Penetapan / beschikking Suatu putusan diambil untuk suatu perselisihan atau sengketa sedangkan suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan yuridiksi voluntain.
M. Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata.hlm 797.

Proses pemeriksaan dianggap selesai, apabila telah menempu tahap jawaban dari tergugat sesuai Pasal 121 HIR, Pasal 113 Rv, yang dibarengi dengan replik dari penggugat berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun duplik dari tergugat, dan dilanjutkan dengan proses tahap pembuktian dan konklusi. Jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan, majelis menyatakan pemeriksaan ditutup dan prosesselanjutnya adalah menjatuhkan atau pemgucapan putusan. Mendahului pengucapan putusan itulah tahap musyawarah bagi majelis untuk menentukan putusan apa yang hendak dijatuhkan kepada pihak yang berperkara. Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusanyang dijatuhkan tidak mengandung cacat. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 (dulu dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman). Putusan hakim terdiri dari: 1. Kepala putusan Suatu putusan haruslan mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 4 (1) UU No. 14 / 1970 kepala putusan ini memberi kekuatan eksektorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut. 2. Identitas pihak yang berperkara. Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.

3. Pertimbangan atau alasan-alasan. Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu pertimbangan tentang dudu perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.

Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan. Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember 1970 No. 492 / K / SIP / 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970.

4. Amar atau diktum putusan. Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok perselisihan. Perlu dijelaskan bahwah yang dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan pengadilan tingkat pertama. Dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di PN, diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi menyelesaikan perkara yang disengketakan. Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan hukum para pihak denagan objek yang disengketakan. Sehubungan dengan itu putusan dibagi menjadi dua jenis yaitu putusan Sela/awal dan putusan Akhir, namun pada kesempatan ini penulis hanya akan membahas putusan sela.
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty yogyakarta pebuari 2006. M Yahyah Harahap, S.H. Hukum acara perdata, sinar grafika januari 2010

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa arti putusan Sela ? 2. Apakah isi putusan Sela ? 3. Apa saja jenis-jenis putusan Sela ?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui arti putusan Sela . 2. Untuk mengetahui apa isi putusan Sela. 3. Untuk mengetahui jenis-jenis putusan Sela.

1.4 Manfaat Penulisan Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, memperkaya khasanah perpustakaan serta menambah wawasan bagi pembaca maupun penulisnya, dimana ketika saat terjadi suatu putusan sela masyarakat mengetahui apa itu putusan sela.

BAB II PEMBAHASAN PUTUSAN SELA 2.1 Arti Putusan Sela Kekuatan Putusan Hakim Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Macam-macam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu: 1. Kekuatan pembuktian mangikat Putusan ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian Undang-Undang sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara pihak yang berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebut dalam putusan itu. 2. Putusan eksekutorial Yaitu kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan aparat keamanan terhadap pihak yang tidak menantinya dengan sukarela

3.Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan) Yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yag sudah pernah diputus atau mengenai hal-hal yang sama berdasarkan asas nebis inidem (tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yag sama). Putusan hakim dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Putusan sela (tussen vonnis) Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu:

a.Putusan preparatuir Yaitu putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir. b.Putusan inferlocutoin Yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir. c.Putusan lucidentiel Yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. d.Putusan provisional Yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.

2. Putusan akhir Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir antara lain: a.Putusan condemnatior Yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi. b. Putusan declarator Yaitu putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum. c.Putusan konstitutif Yaitu putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan baru. Dari ketiga sifat putusan diatas maka putusan yang memerlukan pelaksanaan (eksekusi) hanyal yang bersifat condemnatior.
Prof.Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia

Putusuan Sela disebut juga suatu putusan sementara (temporary award, interim award). Ada juga yang menyebutnya dengan incidenteel vonnis , dan bahkan disebut juga tussen vonis yang diartikan sebagai putusan antara. Mengenai putusan sela disinggung juga dalam pasal 185 ayat (1) HIR atau pasal 48 Rv, menurut pasal tersebut hakim dapat mengambil atau menjatuhkan suatu putusan yang bukan putusan akhir (eind vonnis), yang dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung . Namun putusan itu tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok perkara. Jadi hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir dapat mengambil suatu putusan sela baik yang berbentuk putusan prepratoir atau interlocutoir.
M. Yahya Harap, S.H. Hukum acara perdata. Hal 880

2.2 Isi Putusan Sela Putusan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang berperkara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum hakim tersebut mengambil atau menjatuhkan suatu putusan akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum bagi mereka yang berpekara. Suatu putusan sela merupakan putusan yang sementara dimana putusan tersebut diambil oleh hakim agar dalam proses pengadilan hakim dapat mengambil suatu putusan akhir karena suatu putusan sela merupakan putusan awal yang diambil oleh hakim sebelum mendapatkan putusan akhir, putusan selah tersebut merupakan suatu putusan yamg msih mempunyai satu kesatuan terhadap petusan akhir yang daimbil oleh hakim. Apabila suatu putusan sela tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu mereka yang berperkara maka hakim dapat langsung mengambil suatu putusan akhir karena sifat dari putusan selah adalah wajib dilaksanakan, sehingga mereka yang berperkara harus melakasanakan putusan sela yang diambil oleh hakim. Ketika putusan sela telah diambil dan diputuskan oleh hakim maka mereka yang berperkara wajib melaksanakan putusan tersebut agar hakim dapat langsung melanjutkan proses selanjutnya dan hakim tidak akan memutuskan putusan akhir sebelum melihat pembuktian dari masing-masing pihak yang berperkara dan apa yang menjadi dalil-dalil pengugat dan tergugat akan menjadi suatu pertimbangan oleh hakim.

2.3 JenisPutusan Sela Mengenai putusan sela ada beberapa golongan atau jenis-jenisnya dalam teori maupun praktik yang akan muncul dari putusan sela tersebut, antara lain yaitu. 1)Putusan Prepratoir Salah satu bentuk spesifikasi yang terkandung dalam putusan sela ialah putusan prepratoir atau preprator (prepratoir vonnis). Tujuan putusan ini merupakan persiapan jalannya pemrikasaan. Misalnya sebelum hakim memulai pemeriksaan, terlebih dahulu menerbitkan putusan prepratoir tentang tahapan-tahapan proses atau jadal persidangan. Umpamanya pembatasan tahap jawab-menjawab atau replik-duplik dan tahapan pembuktian. Dlam praktik, hal ini jarang terjadi. Proses pemeriksaan berkjalan langsung sesuai dengan kebijakan dengan memperhitungkan tenggang pemunduran persidangan oleh hakim tanpa lebih dahulu ditentukan tahapan-tahapannya dalam suatu putusan sela yang disebut putusan prepratoir. Sebenarnya sesuai dengan tuntutan peradilan modern, sangat beralasan mengembangkan putusan prepratoir dengan jalan menggabung prinsip menajemen dalam sestim peradilan. Seperti dibeberapa negara yang telah memunculkan konsep timatable program yaitu Inggris. Sebelum proses persidangan dimulai, hakim terlebih dahulu menetapkan timatable persidangan secara pasti, sehingga jalannya pemeriksaan telah terprogaram pasti dalam setiap persidangan. Tidak seperti yang berlaku sekarang, jadwal persidangan pemeriksaan tidak pasti tergantung pada selara hakim yang tidak mempunya alasan jelas dan masuk akal. Jadi tidak mempunya kepastian terhadap jadwal suatu persidangan sedang para pihak yang bersengketa ingin perkaranya selesai dengan cepat.
M.Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata. 880.

2) Putusan Interlocutoir Menurt soepomo, seringkali PN menjatuhkan putusan interlocutoir saat proses pemeriksaan telah berlangsung. Putusan ini merupakan bentuk khusus putusan sela (een interlocutoir vonnis is een special sort tussen vonnis) yang dapat berisi bermacam-macam perintah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai hakim, antara lainsebagai berikut. Putusan interlokutor yang memerintahkan pendengaran keterangan ahli,berdasarkan pasal 154 HIR.

Apabila hakim secara ex offecio maupun atas permintaan salah satu pihak, mengaggap perlu mendengar pendapat ahli yang kopeten menjelaskan hal yang belum terang tentang masalah yang disengketakan,hal itu dituangkan dalam putusan sela yang disebut putusan interlokutor. Memerintahkan pemeriksaan setempat (gerechtelijke plaatsspmening) berdasarkan pasal 153 HIR. Jika hakim berpendapat atau atas permintaan salah satu pihak, perlu dilakukan pemeriksaan setempat maka pelaksanaannya dituangkan dalam putusan interlokutor yang berisi permintaan kepada hakim komisaris dan panitera untuk melaksanakannya. Memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah baik sumpah penentu atau tambahan berdasarkan pasal 155 HIR, Pasal 1929 KUH Perdata maka putusannya dituangkan dalam putusan interlokutor. Bisa juga memerintah panggilan saksi berdasarkan Pasal 139 HIR yakni saksi yang diperlukan pengugat maupun tergugat, tetapi tidak dapat menghadirkannya berdasarkan pasal 121 HIR, pihak pihak yang berkepentingan dapat meminta kepda hakim supaya saksi tersebut dipanggil secara resmi oleh juru sita. Apabila permintaan ini dikabulkan , Hakim menribitkan surat perintah untuk itu dituangkan dalma bentuk putusan interlokutor. Putusan interlokutor dapat juga diterbitkan hakim untuk memerintahkan pemeriksaan pembukuan perusahan yang terlibat dalam suatu sengketa oleh akuntan publik yang independen. 3) Putusan Insidensil Dulu disebut incedeteel vonnis atau putusan dalam insidentil, yakni putusan sela yang berkaitan langsung dengan gugatan insidentil atau yang berkaitan dengan penyitaan yang membebankan pemberian uang jaminan dari pemohon sita , agar sita dilaksanakan, yang disebut cautio judicatum solvi. Dari penjelasan tersebut secara teori dan prektik, pada umumnya dikenal dua bentuk putusan insidensil yaitu. Putusan insidentil dalam gugatan intervensi Pasal 279 Rv mengatur lembaga gugatan intervensi yakni: Mmeberi hak kepada pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggabungkan diri dalam satu perkara yang masih berlangsung proses pemeriksaan pada pengadilan tingkat

pertama.Misalnya A dan B berperkara dan prosesnya masih berlangsung di PN ( Pengadilan Tingkat Pertama). Ternyata apa yang mereka sengketakan atau pada objek yang disengketakan tersangkut kepentingan C, karena objek tersebut adalah miliknya, bukan milik A dan B. Dalam kasus tersebut Pasal 279Rv memberi hak kepada C menggabungkan diri dalam proses pemeriksaan perkara tersebut, dengan mengajukan gugatan intervensi. Putusan insidentil dalam pemberian jaminan atas pelaksanan sita jaminan, Putusan insidentil yang dikaitkan dengan pelaksanan sita jaminan (Concervatoir beslag) disebut cautio judicatum solvi. Sebagai contoh Pasal 722 Rv yakni penyitaan atas barang debitur. 4) Putusan provisi Diatur dalam Pasal 180 HIR, Pasal 191 RBG. Disebut juga provesionele besschiking, yakni keputusan yang bersifat sementara atau interim award ( temporary disposal) yang berisi tindakan sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara dijatuhkan. Dengan demikian putusan provisi tidak boleh mengenai materi pokok perkara, tetapi hanya terbatas mengenai tindakan sementara berupa larangan melanjutkan suatu kegiatan, misalnya larangan meneruskan pembangunan diatas tanah terperkara dengan ancaman hukuman membayar uang paksa.Penegasan itu dikemukakan dalam putusan MA No. 1788 K/Sip/1976. Begitu juga penegasan putusan MA No. 279K//Sip/1976. Gugatan provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan sementara dari hakim mengenai hal yang tidak termasuk pokok perkara. Putusan provisi diambil dan dijatuhkan berdasarkan gugatan provisi (provisionele eis) atau disebut juga provisionele vordering : Bisa diajukan berdiri sendiri dalam gugatan tersendiri, bebarengan dengan gugatan pokok, Tetapi bisanya diajukan bersama-sama sebagai satu kesatuan dengan gugatan pokok, Tanpa gugatan pokok, gugatan provisi tidak mungkin diajukan, karena itu gugatan tersebut asesor dengan gugatan pokok. Dengan demikian, gugatan provisi biasanya diajaukan bersama-sama dengan gugatan pokok. Syarat formil gugatan provisi yaitu : 1. Harus memuat dasar alasan permintaan yang menjelaskan urgensi dan relevasinya, 2. Mengemukakan dengan jelas tindakan sementara apa yang harus diputuskan, 3. Gugatan dan permintaan tidak boleh menyangkut materi pokok perkara.

Apabila penggugat mengajukan gugatan provisi, pemeriksaan perkara harus tunduk pada tata tertib berikut. 1. Mendahulukan pemeriksaan provisi. 2. Sistem pemeriksaan gugatan provisi mempergunakan prosedur singkat. 3. Harus menjatuhkan putusan provisi. Akibat langsung yang melekat pada putusan provisi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 180 HIR , dan Pasal 287 Rv.Dalam putusan melekat langsung putusan serta merta atau uitvoerbaar bij voorraad,Dengan demikian putusan provisi tersebut dapat dilaksanakan serta merta lebih dahulu, meskipun perkara pokok belum dipriksa dan diputus. Putusan provisi termasuk suatu permintaan sita jaminan yang pada dasarnya sita jaminan merupakan tindakan sementara yang bersifat mendahului pemeriksaan dan putusan pokok perkara, yakni yang berupa tindakan sementara atas penyitaan harta terperkara atau harta debitur guna menjamin putusan kelak, apa bila putusan berkekuatan tetap.
M. Yahya Harahap, S.H. hukum Acara Perdata. Hlm 881. Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum acara perdata.hlm

BAB III PENUTUP 2.4.Kesimpulan Putusan sela adalah putusan sementara yang diambil atau dijatuhkan oleh hakim yang mana dalam putusan tersebut berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang berperkara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum hakim tersebut mengambil atau menjatuhkan suatu putusan akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum bagi mereka yang berpekara. Putusan sela juga mempunyai beberapa golongan atau jenis yakni, putusan prepratoir, putusan insidensil, putusan provisionil. Putusan tersebut diambil oleh hakim agar proses dipengadilan bisa lebih cepat untuk memeriksa perkara.Putusan selah merupakan putusan awal yang dijatuhkan oleh hakim yang tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok perkara. Setiap hakim dalam mengambil suatu keputusan sela harus memperhatikan pokok perkara, karena putusan sela atau putusan awal akan menjadi suatu patokan bagi hakim untuk melakukan atau menjatuhkan suatu putusan akhir.

2.5.Saran Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca memperkaya khasanah perpustakaan serta bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT. Rineka Cipta M. Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata, 2010. Jakarta: Sinar Grafita Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, 1998. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. Iskandar Oeripkartawinata, S.H. Hukum Acara Perdata, 1997. Bandung: Cv Mandar Maju. Wibisono oedoyo. Modul Hukum Acara Perdata.2011. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2010. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Herzien Indonesia Reglement (HIR). Drs. Sudarsono, S.H., M.Si. Kamus Hukum, PT Asdi Mahasatya, Cetakan ke kelima febuari 2007 jakarta.

You might also like