You are on page 1of 47

BAB

Tinjauan Pustaka

2.1 Umum Air minum merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya. Kebutuhan akan air yang berkualitas sangat penting, akan tetapi kuantitasnya yang memadai juga tidak kalah penting. Untuk itu diperlukan suatu sistem penyediaan air bersih yang memenuhi syarat secara kuantitas, kualitas dan tersedia secara terus-menerus (kontinuitas). Kondisi penyediaan air minum sangat relevan apabila dikaitkan dengan permasalahan kelangkaan tersedianya sumber air minum serta masih rendahnya tingkat pelayanan air minum, dan cakupan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Permasalahan tersebut telah menjadi prioritas utama Pemerintah Kota Padang panjang. Karena sebagai daerah yang sedang berkembang meningkatnya pertumbuhan penduduk dan semakin lajunya pembangunan di Kota Padang Panjang menuntut pemerintah Kota untuk dapat meningkatkan sarana dan prasarana pendukung terutama tersedianya sarana dan prasarana air minum (PERMEN PU No 18 tahun 2007). Berdasarkan PP No. 16 tahun 2005, SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum sedangkan penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produk. SPAM harus mempunyai perencanaan yang terkonsep sehingga bisa dijadikan pedoman bagi pemerintah, penyelenggara dan para ahli dalam menyelenggarakan pembangunan SPAM. Rencana induk SPAM atau dikenal juga sebagai Master Plan SPAM merupakan suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan bukan

jaringan perpiaan berdasarkan proyeksi kebuutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya (PERMEN PU No. 18 tahun 2008). 2.2 Periode Desain Kota Padang Panjang termasuk jenis kota sedang dimana periode desain perencanaan SPAM adalah 15-20 tahun. Kriteria penyusunan rencana induk untuk berbagai klasifikasi kota dapat dilihat pada Tabel 2.1 (PERMEN PU No 18 tahun 2007). Tabel 2.1 Matrik Kriteria Utama Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM untuk Berbagai Klasifikasi Kota
No 1. 2. 3. 4. Kriteria Perencanaan Jenis Perencanaan Waktu Perencanaan Sumber Air Baku Pelaksana Jenis Kota Metro Rencana Induk 20 Tahun Investigasi Penyedia Jasa/penyelengga ra/ pemerintah daerah Per 5 Tahun Penyelenggara/ Pemerintahan Daerah *Hibah LN *Pinjaman LN *Pinjaman DN *APBD *PDAM *Swasta Besar Rencana Induk 15-20 Tahun Investigasi Penyedia Jasa/penyelengga ra/ pemerintah daerah Per 5 Tahun Penyelenggara /Pemerintahan Daerah *Hibah LN *Pinjaman LN *Pinjaman DN *APBD *PDAM *Swasta Sedang Rencana Induk 15-20 Tahun Identifikasi Penyedia Jasa/penyelengga ra/ pemerintah daerah Per 5 Tahun Penyelenggara/ Pemerintahan Daerah *Hibah LN *Pinjaman LN *Pinjaman DN *APBD *PDAM *Swasta Kecil 15-20 Tahun Identifikasi Penyedia Jasa/ penyelenggara/ pemerintah daerah Per 5 Tahun Penyelenggara/ Pemerintahan Daerah *Pinjaman LN *APBD

5. 6.

Peninjauan Ulang Penanggung jawab Sumber Pendanaan

7.

Sumber : PerMen PU No.18, 2007

2.3

Penyediaan Air Minum

Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif (PERMEN PU No 18 Tahun 2007). Dalam merencanakan SPAM ada beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan dan dipenuhi yaitu:

Tugas Akhir

II - 2

1. Aspek kualitas; 2. Aspek kuantitas dan kontinuitas; 3. Aspek teknis, SPAM harus dapat melayani dan menjangkau seluruh daerah pelayanan dengan tekanan yang cukup; 4. Aspek biaya, SPAM yang dibangun haruslah ekonomis baik dalam pembangunan, pengoperasian maupun dalam pemeliharaan, sehingga harga air hasil olahan relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. 2.3.1 Aspek kualitas Persyaratan kualitas air digunakan untuk menjamin bahwa air minum yang dihasilkan dari suatu SPAM adalah aman dikonsumsi untuk berbagai keperluan tanpa kekhawatiran akan terinfeksi suatu penyakit. Untuk itu, air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia dan biologi. Di Indonesia, air yang diproduksi dan didistribusikan harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Standar kualitas air minum yang berlaku saat ini adalah PerMenKes RI No.492/Menkes/SK/VII/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan standar kualitas untuk air baku berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tanggal 18 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran A. 2.3.2 Aspek kuantitas dan kontinuitas SPAM harus memperhatikan kuantitas yang berarti tersedianya air minum dalam jumlah yang cukup untuk periode waktu tertentu dan dapat digunakan secara kontinu setiap saat. Aspek kuantitas mempengaruhi kebutuhan air. Kebutuhan air merupakan jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air. Pada umumnya kebutuhan air bersih akan bertambah setiap tahun yang dapat disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, perubahan kondisi sosial ekonomi dan pengembangan industri sesuai dengan karakteristik dari kota itu sendiri. Kebutuhan air ditentukan berdasarkan proyeksi penduduk, pemakaian air dan tingkat pelayanan. 2.3.2.1 Proyeksi Penduduk

Tugas Akhir

II - 3

Data proyeksi pertumbuhan penduduk merupakan data yang mutlak diperlukan sebagai dasar untuk menentukan kapasitas debit yang harus terpasang. Selain itu hasil proyeksi penduduk akan dapat ditetapkan kebutuhan air yang harus diproduksi. Pola pertumbuhan penduduk secara tidak langsung dipengaruhi oleh luas wilayah, potensi ekonomi dan pengembangan kota. Di samping data mengenai jumlah penduduk itu sendiri, diperlukan pula data-data pendukung yang menggambarkan ketiga hal tersebut seperti: perluasan wilayah kota, data mengenai perkembangan industri, perdagangan, dan lain-lain. Dengan demikian, metode proyeksi penduduk yang digunakan merupakan metode yang paling sesuai untuk kondisi kota yaang ada. Walaupun metode proyeksi yang digunakan berbeda untuk setiap kasus, akan tetapi pada akhirnya pertumbuhan penduduk akan mencapai suatu tingkat jenuh (saturated), dimana pada tahun-tahun selanjutnya, angka pertumbuhan penduduk menjadi relatif kecil. Beberapa metode statistik yang dapat digunakan dalam menentukan proyeksi jumlah penduduk antara lain (Soewarno, 1995): 1. Metode aritmatika; 2. Metode eksponensial; 3. Metode geometri dan; 4. Metode logaritma. 2.3.2.1.1 Metode Aritmatika Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap tahun. Metode ini digunakan jika data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama setiap tahunnya. Metode ini juga merupakan metode proyeksi dengan regresi sederhana. Persamaan umumnya adalah (Soewarno, 1995): Y = a + bx dimana: Y X a b = nilai variabel berdasarkan garis regresi, populasi ke n = bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal = konstanta = koefisien arah garis (gradien) regresi linier .......... 2.1

Tugas Akhir

II - 4

a =Y a X

( )
)(
i

.......... 2.2

((X b=
dimana :

(X

X Yi Y X

))

......... 2.3

Y = rata-rata penduduk X = rata-rata tahun 2.3.2.1.2 Metode Geometri Metode ini didasarkan pada rasio pertambahan penduduk rata-rata tahunan. Sering digunakan untuk meramalkan data yang perkembangannya melaju sangat cepat. Persamaan umumnya adalah: Y = a.Xb logaritma (Ln), dimana: log Y = log a + b.log X log a = LogY bLogX .......... 2.5 .......... 2.6
2 1/2 i i

.......... 2.4

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linier dengan mengambil

( (logY logY )(logX logX ))( (logY logY ) ) b= ( (logY logY) )( (logX logX) ) ( (logX logX)
i 2 2 1/2 i i i

2 1/2

.......... 2.7

2.3.2.1.3 Metode Eksponensial Persamaan umumnya adalah (Soewarno, 1995): Y = a ebx Dengan mengambil anti logaritma ln Y = ln a + bx Y = Exp (ln a + bx) Dimana persamaan tersebut linier dalam X dan Ln Y. lna = ln Y i b X .........2.10
2 2 2 1/2 2 1/2 i i

......... 2.8 .......... 2.9

( ((X X) (lnY lnY) ) ( (lnY lnY) ) b= ( (X X) )( (lnY lnY) ) ( (X X) )


i 2 2 1/2 i i i

.........2.11

dimana :

Tugas Akhir

II - 5

X = jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n Y = jumlah penduduk n = jumlah data 2.3.2.1.4 Metode Logaritma Persamaan umumnya adalah:

Y = ab X
logaritma (Ln), dimana: Y = a + b . Ln X a = Y blog X i

.........2.12

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linier dengan mengambil .........2.13 .........2.14
2 1/2

( ( Y Y )(logX log X ))( ( Y Y ) ) b= ( ( (Y Y) ) ( (logX logX) ) ( (logX logX)


i i i 2 2 1/2 i i i

2 1/2

........2.15

dimana: Y = Nilai variable Y berdasarkan garis regresi,populasi ke-n X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal a = Konstanta b = Koefisien arah garis (gradien) regresi linier 2.3.2.1.5 Pemilihan Metode Proyeksi Pemilihan metode dilakukan dengan menghitung standar deviasi (simpangan baku) dan nilai koefisien korelasi. Persamaan Standar Deviasi (S): .........2.16
S= n( x i ) ( x i ) n(n 1)
2 2

Persamaan Koefisien Korelasi (r): .........2.17


r = 1 i y ) (y i y) 2 (y
' 2

Dimana: xi = P P yi = P = Jumlah penduduk awal


y = Pr = Jumlah penduduk rata-rata

Tugas Akhir

II - 6

y = P = Jumlah penduduk yang akan dicari Pemilihan metode proyeksi yang paling tepat jika: Harga S yang paling kecil; Harga r yang paling mendekati 1 atau 1.

2.3.2.2 Kebutuhan Air Kriteria perencanaan sistem Penyediaan Air Minum (PAM) dan standar kebutuhan air yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3. Secara umum kebutuhan air suatu kawasan diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaian oleh pengguna yaitu: 1. Kebutuhan air domestik Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air yang digunakan untuk perumahan, apartemen dan keperluan rumah tangga lainnya. Untuk minum, mandi dan sanitasi serta tujuan lain (Linsley, 1992). Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan: %pelayanan x Jumlah penduduk pengguna sambungan x standar kebutuhan air. Standar kebutuhan air ditentukan berdasarkan kategori kota berdasarkan jumlah penduduk menurut Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum tahun 2004. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (jiwa) 500.000 s/d 100.000 s/d 20.000 s/d < 20.000 >1.000.000 1.000.000 500.000 100.000 Metro Besar Sedang Kecil Desa 190 30 20-30 20-30 1.1 1.5 5 100 10 170 30 20-30 20-30 1.1 1.5 5 100 10 150 30 20-30 20-30 1.1 1.5 5 100 10 130 30 20-30 20-30 1.1 1.5 5 100-200 10 60 30 20-30 20 1.1 1.5 5 200 10

No

Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsumsi unit samb. rumah (l/o/h) Konsumsi unit hidran umum (l/o/h) Konsumsi unit non domestik Kehilangan air (%) Faktor maksimum (hari) Faktor peak hour Jumlah jiwa per SR Jumlah jiwa per HU Sisa tekan di jaringan distribusi (mka)

Tugas Akhir

II - 7

10 11 12 13

Jam operasi Volume reservoir (%) (max day demand) SR : HU Cakupan pelayanan

24 20 50:50 s/d 80:20 90

24 20 50:50 s/d 80:20 90

24 20 80:20 90

24 20 70:30 90

24 20 70:30 90

Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum tahun 2004

2.

Kebutuhan air komersial dan industri Standar kebutuhan air untuk komersial dan industri dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.3 Standar Kebutuhan Air
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Fasilitas Rumah Tangga a. Sambungan rumah b. Hidran umum Sekolah Peribadatan Kesehatan Industri Perdagangan a. Pasar b. Toko Perkantoran Lain-lain a. Hotel b. Bioskop c. Stadion Olahraga d. Kolam renang e. Lapangan tennis f. Terminal bus Tahap Pelayanan Tahap I 100 30 20 70 250 160 5 5 15 50 200 5 5 40 5 2,5 Tahap II 100 30 20 70 250 160 5 5 15 50 200 5 5 40 5 2,5 Kapasitas L/o/h L/o/h L/o/h L/o/h L/o/h L/o/h L/m2/h L/m2/h L/m2/h L/o/h L/tt/h L/td/h L/td/h L/o/h L/o/h L/o/h

7. 8.

Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan UmumTahun 2004

2.3.2.3 Fluktuasi Pemakaian Air Pengunaan air yang berbeda-beda selama sehari, dari hari ke hari selama seminggu, dari minggu ke minggu selama sebulan, dan dari bulan ke bulan selama setahun merupakan fluktuasi pemakaian air. Oleh sebab itu, pemakaian air setiap tahun, setiap hari dan setiap jam harus dievaluasi (McGhee, 1991). Berkaitan dengan fluktuasi pemakaian air ini, terdapat 4 macam istilah yang harus dipahami, yaitu: 1. Pemakaian rata-rata perhari a. Pemakaian rata-rata dalam satu hari

Tugas Akhir

II - 8

b.

Pemakaian satu tahun dibagi 365 hari 2. Pemakaian satu hari terbanyak (Max Day demand)

a. Pemakaian terbanyak pada satu hari dalam satu tahun b. Q max day = Q rata-rata x fd dimana : fd = 1,1 - 1,7 c. Q max day mempengaruhi sistem PAM dalam penentuan kapasitas maksimum dan sistem transmisi. 3. Pemakaian sejam rata-rata a. b. Pemakaian rata-rata dalam 1 jam Pemakaian satu hari dibagi 24 jam 4. Pemakaian sejam terbanyak (Max Hourly Demand) 1. Pemakaian terbanyak sejam dalam 1 hari 2. Q puncak = Q rata-rata x fp dimana : fp = 1,5 - 3 3. Q puncak terjadi karena adanya pemakaian yang bersamaan pada suatu saat tertentu. 2.4 Komponen Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Dalam sistem penyediaan air minum terutama sistem perpipaan terdapat empat komponen utama yaitu: 1. Sistem pengumpulan/penangkap Meliputi sumber air baku yang digunakan dan sistem pengumpulannya. Sistem ini harus mampu menyuplai secara kontinu air dalam jumlah yang mencukupi. 2. Sistem transmisi Berfungsi untuk membawa air baku maupun air hasil pengolahan dari sumber ke distribusi. Pengaliran dilakukan secara gravitasi, pemompaan, atau keduanya. 3. Sistem pengolahan Digunakan untuk mengolah air baku yang digunakan, agar memenuhi syarat air minum yang telah ditetapkan. 4. Sistem distribusi Berfungsi untuk mendistribusikan air kepada masyarakat konsumen/pemakai dengan tekanan yang mencukupi pada jaringan pipa distribusi. Dilengkapi dengan meteran induk untuk melihat pemakaian air.

Tugas Akhir

II - 9

2.4.1

Sumber Air Baku dan Bangunan Pengambilan

Ketersediaan air baku di dunia sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan volume air asin. Untungnya, suplai air baku dapat diperbaharui oleh adanya siklus hidrologi (Linsley, 1992). Evaporasi air dikembalikan ke bumi dalam bentuk air hujan, hujan batu es, dan salju. Sebagian dari air hujan akan dievaporasikan kembali, beberapa terjadi proses infiltrasi ke dalam tanah dan sisanya mengalir di permukaan. Air masuk ke dalam tanah dan air yang mengalir di permukaan biasanya digunakan oleh manusia untuk sumber air baku untuk kegiatan domestik dan kegiatan lainnya. Jenis-jenis sumber air baku yang bisa digunakan adalah air permukaan dan air tanah. 2.4.1.1 Air permukaan Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah (UndangUndang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004 tentang sumber daya air). Air permukaan adalah air baku yang berasal dari sungai, saluran irigasi, waduk, kolam dan danau. Ditinjau dari sisi kualitas, air permukaan kualitasnya tergantung pada sumber air dan aktivitas pencemar yang ada di sekitarnya dan harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan. Faktor-faktor yang menjadi sumber pencemar air permukaan adalah faktor alam dan faktor manusia baik sengaja maupun tidak sengaja. Sumber pencemar yang disebabkan oleh faktor alam adalah sebagai berikut: 1. Iklim. Musim hujan meningkatkan kekeruhan air, pertumbuhan mikroba, warna, logam dan kontaminan lainnya. Pada musim kemarau, pertumbuhan alga meningkat dan kandungan mineral menurun; 2. Topografi, vegetasi, dan geologi mempengaruhi kualitas dari air permukaan; 3. Penebangan hutan, dapat berpotensi menimbulkan erosi dan dapat meningkatkan pengendapan, kekeruhan, dan nutrien; 4. Instrusi air laut, menyebabkan kualitas air permukaan menjadi menurun akibat masuknya air laut ke air permukaan.

Tugas Akhir

II - 10

Sedangkan sumber pencemar yang disebabkan oleh manusia adalah dapat berupa buangan industri, buangan berbahaya, aktivitas pertanian dan lain-lain yang dibuang ke badan air permukaan sehingga dapat menyebabkan masuknya kontaminan berupa virus, nutrien yang tidak diinginkan, parasit dan zat-zat kimia kontaminan lainnya. Tetapi pada umumnya air permukaan merupakan sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air minum. Bangunan penangkap atau penyadap air permukaan ini dikenal dengan intake (Letterman, 1999). 2.4.1.1.1 Intake Intake berfungsi untuk mengambil air baku dari sumber berupa sungai, danau, atau waduk. Faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam desain intake adalah keamanan, keandalan dan biaya operasi serta pemeliharaan. Dengan demikian, dalam pemilihan lokasi intake perlu studi menyeluruh terhadap kuantitas sumber, kondisi iklim dan lain-lain. Perencanaan sistem penyediaan air minum tidak akan berfungsi jika intake gagal dalam menyuplai air baku (Kawamura, 1991). Jenis-jenis Intake 1. Intake Tower Lokasi intake tower adalah sebagai berikut (japan water work association, 1990): 1. Jika intake dilokasikan pada tempat dimana kedalaman air minimumnya 2 meter atau lebih dan jika akan dibangun di sungai, intake diletakkan sedekat mungkin dengan tepian air; 2. Jika air permukaannya dingin maka intake tower diletakkan di tempat dimana intake tidak dipengaruhi oleh dinginnya air permukaan. Bentuk Intake Tower biasanya berbentuk bulat atau oval, bagian puncak tower harus mempunyai ketinggian minimum 5 ft (1,5 m) di atas muka air tertinggi dan jembatan penghubung menuju tower juga harus memiliki ketinggian yang sama dan diameter dalam tower harus cukup besar untuk meletakkan dan memperbaiki pintu intake dan pompa. Sketsa intake tower dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Kawamura, 1991).

Tugas Akhir

II - 11

Gambar 2.1 Sketsa Intake Tower Sumber: Kawamura, 1991

2. Shore Intake Intake ini ditempatkan pada lokasi dengan kedalaman air minimum 6 ft (1,8 m). Strukturnya tergantung pada tipe intake (tipe sumur siphon, tersuspensi, terapung tergantung situasi), material yang digunakan untuk membangun shore intake harus kuat dan tahan lama. Intake harus dibangun pondasi yang kokoh sehingga dapat bertahan saat banjir. Sketsa shore intake dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Kawamura, 1991).

Gambar 2.2 Sketsa Shore Intake Sumber: Kawamura, 1991

3. Intake Crib Lokasinya berada pada kedalaman lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan terletak pada lokasi dimana intake crib tidak akan terbenam oleh sedimen, terbawa aliran sungai, atau terganggu oleh pembentukan es. Pada daerah dengan ketinggian air lebih dari 10 ft, puncak intake harus berada 3 ft (1 m) dari dasar sungai. Jika ketinggian air kurang dari 10 ft, maka intake harus diletakkan di bawah dasar sungai sejauh 1 3 ft (0,3 1 m). Crib biasanya berbentuk poligon. Semua sisi crib harus dilindungi oleh tembok batu atau lempengan beton. Kecepatan maksimum aliran yang lewat adalah 0,25 0,5 fps (0,08 0,15 m/s). Crib mengelilingi bell-

Tugas Akhir

II - 12

mouth pipe yang dihubungkan pada intake conduit. Screennya perlu dipasang untuk menyisihkan benda-benda melindungi ikan. Pada sebagian besar kasus, jarak bukaan saringan berkisar antara 3/16-3/8 in (5-9,5 mm). Jika intake terletak di daerah beriklim sangat dingin, maka intake tower dan saringan halus harus dilindungi dari pembentukan es. Metode yang sering digunakan adalah compressed air dan steam injection. Sketsa intake crib dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Kawamura, 1991).

Gambar 2.3 Sketsa Intake Crib


Sumber: Kawamura, 1991

2.4.1.2 Air tanah Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air). Menurut letak dan kondisi aliran, secara umum air tanah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu (PERMEN PU No. 18, 2007): 1. Air Tanah Bebas (Air Tanah Dangkal)

Yang dimaksud dengan air tanah bebas atau air tanah dangkal adalah air tanah yang terdapat di dalam suatu lapisan pembawa air (akuifer) yang di bagian atasnya tidak tertutupi oleh lapisan kedap air (impermeable). Tipe air tanah bebas atau dangkal ini seperti pada sumur-sumur gali penduduk (PERMEN PU No. 18, 2007).

Tugas Akhir

II - 13

2.

Air Tanah Tertekan (Air Tanah Dalam)

Yang dimaksud dengan air tanah tertekan atau air tanah dalam adalah air tanah yang terdapat di dalam suatu lapisan pembawa air (akuifer) yang terkurung, baik pada bagian atas maupun bagian bawahnya oleh lapisan kedap air (impermeable). Tipe air tanah tertekan ini umumnya dimanfaatkan dengan cara membuat bangunan konstruksi sumur dalam (PERMEN PU No. 18, 2007). Sumber utama dari air tanah adalah proses presipitasi, dimana air akan menembus tanah atau masuk dari air permukaan dan terjadi proses perkolasi dari celah-celah tanah yang akan membentuk air tanah. Air tanah pada umumnya jernih dan memiliki kualitas air yang baik dan bebas dari bakteri dan pencemar kimia. Biasanya sumber kontaminan dari air tanah adalah air lindi dari waste disposal, limbah pertanian, intrusi air laut dan lain-lain (Linsley, 1992). Upaya untuk mendapatkan air tanah ditempuh dengan cara membuat lubang vertikal pada tanah/batuan di daerah yang mempunyai potensi ketersediaan air tanah. Usaha untuk mendapatkan air tanah tersebut dapat dilakukan dengan teknologi sederhana (menggali tanah hingga ditemukan air tanah sesuai dengan kebutuhan), teknologi menengah (melubangi tanah/batuan dengan bantuan peralatan mekanik ringan hingga mencapai kedalaman, sesuai yang dikehendaki agar didapatkan air), dengan teknologi tinggi (melubangi tanah/batuan dengan bantuan peralatan mekanik berat hingga mencapai kedalaman sesuai yang dikehendaki agar didapatkan air dalam jumlah yang maksimal, selanjutnya dilakukan pengujian logging; uji pemompaan (pumping test); konstruksi dan pembersihan sumur, sehingga air yang didapatkan akan maksimal dengan kualitas yang cukup baik) (PerMen PU No.18, 2007). Secara garis besar bangunan untuk pengambilan air tanah adalah berupa sumur. Persyaratan Konstruksi Sumur (PerMen PU No.18, 2007): 1. Lokasi sumur harus aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar, sehingga harus dilengkapi dengan pagar keliling; 2. Bangunan pengambilan air tanah dapat dikonstruksikan secara mudah dan ekonomis; 3. Dimensi sumur harus memperhatikan kebutuhan maksimum harian. Jenis bangunan penangkap atau penyadap untuk air tanah yaitu :

Tugas Akhir

II - 14

a. Sumur gali Tipe sumur yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah sumur gali. Sumur gali digali secara manual untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan dan umumnya digunakan di rumah-rumah penduduk. Sumber air dari sumur gali berada dibawah muka air tanah. Berikut merupakan beberapa ketentuan teknis yang harus dipenuhi sumur gali (Linsley,1992): 1. 2. 3. 4. Dinding sumur 3 m dari bagian atas dibuat tembok yang kedap air karena umumnya bakteri tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut; Dinding sumur 1,5 m berikutnya ke arah bawah dibuat dinding tembok yang tidak disemen tujuannya untuk mencegah runtuhnya tanah; Dasar kerikil diberi kerikil agar tidak keruh; Di atas tanah dibuat dinding dengan ketingian 1 m, agar air di sekitarnya tidak masuk ke dalam sumur sekaligus berfungsi untuk keselamatan pengguna; 5. Tanah disekitar sumur disemen dengan lebar semen disekeliling sumur 1,5 m dan dibuat miring agar air dapat mengalir ke saluran pembuangan dan mencegah air permukaan masuk ke sumur; 6. 7. Sumur diberi atap dan posisi ember tergantung di bagian atas; Jarak sumur terhadap sumber pencemar seperti kakus minimal 10 m.

b. Sumur bor Pengeboran dapat dilakukan dengan manual atau menggunakan mesin yang digunakan untuk konstruksi sumur bor. Tanah seharusnya bersifat kohesif sehingga ketika pengeboran terjadi tanah sudah terendapkan dan bersih. Diameter sumur bor berkisar antara 250 mm s/d 600 mm. Sumur juga harus dilokasikan dan dikonstruksikan supaya kuantitas dan kualitas air tetap baik. Kontaminan air sumur umumnya terjadi ketika rembesan dari sistem pembuangan atau air permukaan masuk kedalam sumur. Kontaminan bisa masuk sumur melalui atas maupun dari rembesan melalui dinding sumur. Dari beberapa tes selalu menunjukkan bakteri kontaminan biasanya tereliminasi setelah air di filtrasi 10 ft dari padatan normal. Sumur harus dikonstruksikan untuk memastikan bahwa 10 ft dari atas selubung adalah kedap air. Sumur tidak

Tugas Akhir

II - 15

boleh berlokasi dekat dengan air buangan (>10 ft), dan >50 ft dari septiktank atau >75 ft dari daerah rembesan air buangan. Batas kedalaman sumur bor antara 60 sampai dengan 100 ft. 2.4.1.3 Sungai Bawah Tanah Sungai bawah tanah adalah aliran air melalui rongga atau celah yang berada di bawah permukaan tanah sebagai akibat tetesan/rembesan dari tanah di sekelilingnya. Secara fisik aliran sungai bawah tanah termasuk aliran air tanah melalui akuifer beberapa rongga/celah, sebagai akibat pelarutan batu gamping koral, sehingga lama kelamaan terbentuk suatu alur/sungai yang berfungsi sebagai pengering lingkungan sekitarnya. Besarnya potensi limpasan sungai bawah tanah secara teratur sulit untuk dianalisa, karena menyangkut beberapa faktor terkait yang mempengaruhinya (panjang dan lulusan gua di dalam tanah sulit dilacak). Sehingga pengukuran langsung limpasan/aliran sungai bawah tanah adalah merupakan salah satu alternatif yang dapat diandalkan (PerMen PU No.18, 2007). Pada saat tidak ada hujan (musim kemarau), sungai bawah tanah mengalirkan air yang berasal dari tetesan dan rembesan-rembesan air tanah yang terdapat disekitarnya. Stalaktit-stalaktit yang banyak dijumpai pada atap gua-gua batu gamping, merupakan bukti dari tetesan-tetesan tersebut. Sedangkan pada saat turun hujan, selain mengalirkan air yang berasal dari tetesan-tetesan atau rembesanrembesan sungai bawah tanah, juga menerima pasokan dari luar/air hujan yang mengalir masuk ke dalam tanah melalui lubang-lubang pemasukan (Sink Hole). Bangunan Pengambilan untuk sungai bawah tanah dapat berupa: bendung (dengan bangunan penyadap bebas atau free intake), tyroll (dialirkan ke tepi), sumuran/cekungan di dalam tubuh sungai (PerMen PU No.18, 2007). 2.4.1.4 Mata Air Mata air adalah air tanah yang muncul di permukaan pada jalur rembesan karena suatu lapisan kedap air yang mengalasi pehantar tersingkap di permukaan (Wilson, 1993). Bangunan penangkap mata air adalah bangunan untuk menangkap dan melindungi mata air terhadap pencemaran dan dapat juga dilengkapi dengan bak penampung yang sering disebut broncaptering (petunjuk praktis pembangunan penangkap mata air).

Tugas Akhir

II - 16

Broncaptering Broncaptering berfungsi untuk mengumpulkan air baku dengan sumber mata air. Bangunan broncaptering secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (petunjuk praktis pembangunan penangkap mata air): 1. Bentuk tidak mengikat, disesuaikan dengan topografi dan situasi lahan; 2. Bangunan diusahakan berbentuk elips bersudut tumpul atau empat persegi panjang; dan 3. Pipa keluar (pipa outlet) pada bak pengumpul dari bangunan broncaptering tidak boleh lebih tinggi dari muka air asli sebelum dibangun penangkap mata air. Berdasarkan cara pelayanan (pengaliran) terdiri dari (petunjuk praktis

pembangunan penangkap mata air): 1. Pengaliran mata air gravitasi; dan 2. Pengaliran mata air pompa. Ukuran bak penampung mata air ditentukan berdasarkan (petunjuk praktis pembangunan penangkap mata air): 1. Debit minimum mata air; 2. Besarnya pemakaian dan waktu; 3. Asumsi kebutuhan 30 sampai dengan 60 liter per orang per hari; dan 4. Waktu pengambilan adalah 8 sampai 12 jam sehari sesuai dengan Tabel 2.4 mengenai ukuran bak penampung mata air (broncaptering). Tabel 2.4 Ukuran Bak Penampung Mata Air
Pelayanan Orang 200-300 300-500 Debit < 0,5 lt/dt 5 m3 10 m3 Debit (0,5-0,8) l/dt 2 m3 10 m3 Debit (0,7-0,8) l/dt 2 m3 5 m3 Debit >0,8 lt/dt 2 m3 2 m3

Sumber: Departemen Pekerja Umum, 2007

2.4.1.5 Air hujan

Tugas Akhir

II - 17

Menurut Petunjuk Praktis Pembangunan Penampung air hujan (PAH), air hujan adalah air yang berasal dari angkasa. Untuk air hujan, cara penangkapan air hujan dapat memanfaatkan atap rumah atau lebih dikenal dengan sistem atap penangkap air hujan (SAPH). Pemanfaattanya bisa untuk individu atau komunal oleh masyarakat. Berikut ini merupakan keuntungan dan kerugian SAPH : Keuntungan: 1. 2. 3. 4. 5. Kerugian: 1. Jumlah air yang tersedia tergantung pada curah hujan dan luas atap; 2. Air tidak mengandung mineral sehingga rasanya tawar dan menyebabkan kekurangan gizi. Selain dengan SAPH, bangunan penampung air hujan lainnya yaitu dapat berupa pasangan bata. Penampungan air hujan konstruksi batu bata adalah bangunan PAH yang konstruksinya dari batu bata dengan bentuk bulat atau persegi. Menurut Petunjuk Praktis Pebangunan Penampung air hujan (PAH), pembuatan penampung air hujan (PAH) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1.PAH harus kedap air; 2. 3. 4. Penempatan PAH harus dapat menampung air hujan dan air bersih dari PDAM yang didistribusikan melalui mobil-mobil tangki; Ada partisipasi masyarakat setempat dalam pelaksanan pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan PAH; Lokasi tempat PAH dipilih pada daerah-daerah kritis dengan curah hujan yang cukup; 5.Dilaksanakan oleh tenaga kerja yang terampil sebagai tukang. Persyaratan umum operasi dan pemeliharaan penyediaan air bersih harus memenuhi: Kualitas air baik; Sistem berdiri sendiri; Tidak memerlukan energi untuk menjalankan sistem; Dapat menggunakan bahan dan tenaga setempat; Operasi dan pemeliharaan relatif mudah.

Tugas Akhir

II - 18

1. Pengoperasian dan pemeliharaan diserahkan sepenuhnya kepada pemakai air bersih; 2. Dana yang dipergunakan untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan PAH sepenuhnya dibiayai oleh masyarakat pemakai air; 3. Terjaminnya kontinuitas dan kualitas air serta kualitas memenuhi syarat kesehaatan; 4. Teknologi yang dipergunakan untuk pengoperasian dan pemeliharan PAH harus mudah dimengerti oleh masyarakat pemakai air. Bangunan penampung air hujan konstruksi batu bata dapat dilihat pada Gambar 2.4 (Petunjuk Praktis Bangunan Penampung Air Hujan Konstruksi Batu Bata).

Gambar 2.4 Bangunan Penampung Air Hujan Konstruksi Batu Bata Sumber: Departemen Pekerja Umum, 2007

2.4.2 Sistem Transmisi Sistem transmisi berfungsi mengalirkan air dari sumber, bangunan intake ke Bangunan Pengolahan Air Minum (BPAM) dan menghubungkan jaringan perpipaan antara sistem pengumpulan dengan sistem distribusi. Lokasi sumber akan mempengaruhi panjang pendeknya saluran serta sistem pengaliran apakah secara gravitasi atau dengan pompa. Sistem transmisi dapat didesain sebagai saluran terbuka atau aliran bertekanan tergantung keadaan topografi dan ketersediaan material.

Tugas Akhir

II - 19

Berikut ini beberapa bentuk saluran dalam sistem penyediaan air minum : 1. Saluran terbuka (open channel) Merupakan saluran yang bekerja pada tekanan atmosfir dimana permukaannya berhubungan langsung dengan udara bebas. Saluran terbuka dapat berbentuk saluran tanah atau dengan konstruksi beton, batu kali atau baja. 2. Saluran tertutup Saluran tertutup dibagi menjadi 2 bagian yaitu saluran tertutup dan saluran perpipaan. a. Saluran tertutup merupakan saluran yang tertutup namun sifat

salurannya terbuka yang bekerja pada tekanan atmosfir atau di atas tekanan atmosfer. Konstruksinya dapat dibuat di pabrik atau di tempat dengan menggunakan beton atau batu kali. Contoh: saluran pembuang air banjir yang merupakan saluran tertutup. b. Perpipaan, Sistem perpipaan merupakan saluran tertutup yang tidak

bekerja di bawah tekanan atmosfir. Kapasitasnya terbatas tergantung diameter pipa yang digunakan dan perhitungan dimensi pipa berdasarkan debit maksimum. Karakteristik dari sistem perpipaan ini tidak dipengaruhi oleh tekanan udara, tapi dipengaruhi oleh tekanan hidrolis dan kedudukan permukaan aliran tidak dipengaruhi oleh waktu dan ruang. Bahan-bahan pipa yang biasa digunakan berupa besi tuang, besi baja, PVC, dan GIP. Persamaan energi antara penampang pipa (pipa A dan pipa B) dapat ditulis sebagai berikut (Linsley, 1992): P V P V Z A + A + A + h l = Z B + B + B + h l .................................................2.18 2g 2g Dimana: Z P/ V hl g = Jarak tegak disuatu bidang mendatar (m) = Tinggi tekanan air = Kecepatan aliran rata-rata (m/det) = Kehilangan tinggi tekan (m) = Kecepatan gravitasi (m/det2)
2 2

Tugas Akhir

II - 20

Salah satu faktor yang penting dalam pehitungan pipa transmisi adalah perhitungan kehilangan tekanan. Kehilangan tinggi tekan pada jaringan pipa dibagi atas dua, yaitu (Linsley, 1992): 1. Kehilangan Mayor Kehilangan mayor di dalam jaringan pipa disebabkan oleh sifat-sifat fisis dari pipa dan fluida yang mengalir. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pipa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Darmasetiawan, 2004): a. Persamaan Hazen Williams Persamaan Hazen Williams adalah yang paling umum dipakai. Persamaan ini lebih cocok untuk menghitung kehilangan tekanan untuk pipa dengan diameter besar yaitu diatas 100 mm. Persamaan Hazen Williams menyatakan bahwa debit yang mengalir di dalam pipa adalah sebanding dengan diameter pipa dan kemiringan hidrolis (S) yang dinyatakan sebagai kehilangan tekanan (hl) dibagi dengan panjang pipa (L) atau S = (hl/L). Secara umum rumus Hazen Williams adalah sebagai berikut: Q = 0,2785 C D2,63 S0,54 .........................................................................2.19 Dimana: Q C D S = Debit (m3/detik) = Koefisien kekasaran pipa = Diameter pipa (m) = Slope ..........................................................2.20

hl =

v .L 1 5 (1,318 C H ) ,8 . R 1,17
= Kehilangan tinggi tekan (m) = Panjang pipa (m) = Jari-jari hidrolis (m) = Kecepatan aliran fluida (m/det)

1 5 ,8

Dimana: hl L R v

CH = Koefisien Hazen-Williams

Tugas Akhir

II - 21

b. Persamaan Darcy Weisbach Persamaan ini dipakai untuk aliran yang lebih laminer sehingga lebih cocok untuk pipa dengan diameter kecil (<50mm). Secara umum rumus Darcy Weisbach adalah sebagai berikut: hl = f L V2 D 2g ......................................................................................2.21

Dimana: hl f L D V g c. = Kehilangan tekanan (m) = Koefisien kekasaran pipa = Panjang pipa (m) = Diameter pipa (m) = Kecepatan aliran (m/det) = Kecepatan gravitasi (m/det2) Persamaan Chezy-Manning

Persamaan ini umumnya dipakai saluran terbuka, tetapi dapat pula dipakai di jaringan perpipaan. hl = v2 . n 2 . L 2,22 R
4 3

....2.22

Dimana: hl = Kehilangan tinggi tekan (m) L = Panjang pipa (m) R = Jari-jari hidrolis (m) n v = Koefisien kekasaran pipa = Kecepatan aliran fluida (m/det)

2. Kehilangan Minor Kehilangan minor di dalam jaringan pipa disebabkan oleh perubahan-perubahan mendadak dari geometri aliran, perubahan ukuran pipa, belokan-belokan, katupkatup, serta berbagai jenis sambungan. Berikut beberapa persamaan dari kehilangan minor (Darmasetiawan, 2004):

Tugas Akhir

II - 22

Untuk pelebaran: (V1 V2 ) 2 hl = KL 2g ..........................................................................2.23

Untuk penyempitan mendadak: V hl = KL 2 2g


2

..........................................................................2.24

Untuk belokan, katup, dan sambungan: hl = KL V2 2g ..........................................................................2.25

kehilangan minor juga bisa dinyatakan sebagai: hl = Kl x Q2 Dimana: hl = Kehilangan tinggi tekan (m) KL = Konstanta V = Kecepatan aliran (m/det) g = Gaya gravitasi (m/det2) Q = Debit (m3/detik) Tabel 2.5 Kriteria Pipa Transmisi
No. 1. Debit Perencanaan Uraian Notasi Qmax Kriteria Kebutuhan air hari maksimum Qmax = Fmax x Qrata-rata 1,10-1,50 Pipa atau saluran terbuka
...............................................................................................................................

2.26

2. 3. 4.

Faktor hari maksimum Jenis saluran Kecepatan aliran air dalam pipa a. b. Kecepatan minimum Kecepatan maksimum Pipa PVC Pipa DCIP

Fmax -

Vmin Vmax Vmax

(0,3-0,6) m/det (3,0-4,5) m/det 6,0 m/det

5.

Tekanan air dalam pipa a. b. Tekanan minimum Tekanan maksimum hmin 1 atm

Tugas Akhir

II - 23

No.

Uraian Pipa PVC atau ACP Pipa baja atau DCIP Pipa PE 100 Pipa PE 80

Notasi hmax hmax hmax hmax (6-8)atm 10 atm 12,4 MPa 9,0 Mpa

Kriteria

6.

Kecepatan saluran terbuka a. b. Kecepatan minimum Kecepatan maksimum Vmin Vmax S Hw 0,6 m/det 1,5 m/det (0,5-1) 0/00 15 cm (minimum) 450 (untuk bentuk trapesium)

7. 8. 9.

Kemiringan Tinggi bebas saluran terbuka Kemiringan tebing terhadap dasar saluran

Sumber: PERMEN PU No.18, 2007

2.4.3

Sistem Pengolahan Air Minum

Pengolahan air minum dibagi menjadi dua yaitu (McGhee, 1991): 1. Pengolahan lengkap 2. Pengolahan tidak lengkap

Jenis-jenis pengolahan dibagi menjadi tiga yaitu (McGhee, 1991): 1. Pengolahan secara fisik 2. Pengolahan secara kimia 3. Pengolahan secara biologi Pengolahan Lengkap Pengolahan yang terdiri dari pengolahan fisik, kimia, dan bakteriologis. Contohnya, penggunaan air sungai sebagai air baku, dan dipilih prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, chloronisasi (desinfeksi), dan pengaturan pH sebagai proses pengolahannya, dimana terdiri dari pengolahan fisik, kimia dan bakteriologis. Pengolahan Tidak lengkap Pengolahan yang terdiri dari satu atau dua pengolahan saja. Contoh air yang berasal dari mata air, pengolahan dilakukan dengan menambahkan chlor ke dalam air

Tugas Akhir

II - 24

tersebut. Jadi pengolahan tersebut dapat dikatakan pengolahan tidak lengkap karena pengolahannya hanya terdiri dari pengolahan secara bakteriologis saja. 2.4.3.1 Pengolahan Secara Fisik 2.4.3.1.1 Screening Digunakan untuk menyisihkan padatan terapung yang berukuran besar seperti batang kayu, cabang kayu, screening diletakkan pada intake khususnya untuk sungai dan badan sungai (Linsley, 1992). 1. Bar Screen: Dipasang pada intake dengan kemiringan 60o dari arah horizontal. Diameter batang screen - inch dengan jarak antar batang 2 3 inch, kecepatan aliran melewati saringan tidak boleh lebih dari 2 fts/0,6 m/dt. 2. Fine Screen: Saringan halus (fine screen) sering dipasang setelah bar screen dan sering juga dipasang di grit chamber. Jarak bukaan screen 3/16 3/8 inch (5-9.5 mm). Kecepatan minimum aliran yang melewati bukaan screen harus diatur agar benda-benda yang hanyut tidak mengendap. 2.4.3.1.2 Prasedimentasi Prasedimentasi atau disebut juga dengan klarifikasi golongan I merupakan suatu unit tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit secara gravitasi, yaitu pengendapan dengan berat sendiri tanpa adanya penambahan zat kimia. Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan tingkat kekeruhan agar lebih mudah diolah, dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses selanjutnya. Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis dan diameter partikel dalam air baku (Darmasetiawan, 2004). Unit ini berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pengendapan secara gravitasi tanpa penambahan zat kimia karena partikel yang ada dalam suspensi tersebut bersifat diskrit (non flokulan). Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan kekeruhan agar lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses selanjutnya. Keseragaman dan turbulensi aliran pada bidang pengendap

Tugas Akhir

II - 25

sangat mempengaruhi kecepatan pengendapan. Oleh sebab itu, bilangan Froude yang menggambarkan tingkat uniformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendapan digambarkan oleh bilangan Reynold dan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Kawamura 1991): 1. 2. Bilangan Froude, Fr > 10-5 Bilangan Reynold, Re < 2000

Grit chamber merupakan unit yang mengunakan prinsip prasedimentasi yang menyisihkan partikel diskrit berupa pasir dan lumpur secara gravitasi. Dimana kriteria desainnya yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tipe Ukuran minimum grit Jumlah minimum bak Kedalaman air Kecepatan rata-rata Waktu detensi Surface loading Rasio panjang dan lebar persegi panjang dengan horizontal flow. 0,1 mm 2 (10-16) ft = (3-5)m (10-15)fpm = (3-4,5)m/min (6-15) min) (4-10) gpm/ft2 = (10-25) m/jam 4:1 atau 8:1

Rasio kedalaman air dan panjang minimum 1:8

2.4.3.1.3 Flokulasi Flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan flok-flok hasil koagulasi dengan pengadukan lambat, sehingga dapat menghasilkan flok-flok besar untuk diendapkan pada unit pengolahan berikutnya, yaitu pada unit sedimentasi. Pada unit ini, terjadi pengadukan lambat (Kawamura,1991). Berdasarkan revisi SNI 19 - 6774 2002 tentang perencanaan unit flokulasi yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tugas Akhir

II - 26

Tabel 2.6 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi


Flokulator Mekanis Kriteria Umum Flokulator hidrolis Horizontal Shaft With Paddles 50 Vertical Shaft With Blades 50 Flokulator clarifier

Kapasitas maksimum (l/dtk) Gradien Kecepatan (G) (l/dtk) Waktu tinggal (min) Tahap flokulasi (buah) Pengendalian energi Kecepatan aliran max(m/det) Luas bilah/pedal dibandingkan luas bak (%) Kecepatan perputaran sumbu (rpm) Tinggi (m)

50

50

60-5 30-45 6-10 Bukaan pintu/ sekat 0,9

60-10 30-40 3-6 Kecepatan putaran 0,9

70-10 20-40 2-4 Kecepatan putaran 1,8-2,7

100-10 20-100 1 Kecepatan aliran air 1,5-0,5

5-20

0,1-0,2

1-5

8-25 2-4*

Ket: *termasuk ruang sludge blanket

Sumber: RSNI 19-6774-2002.

Dimensi unit flokulasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: 1. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

C = Q t d ....................................................................................................2.28 p l d = Q t d ..........................................................................................2.29 G2 = g hf ................................................................................................2.30 td

Dimana: Q = Kapasitas pengolahan (m3/detik) p l d = Panjang bak(m) = Lebar bak (m) = Tinggi (m)

Tugas Akhir

II - 27

td = Waktu tinggal (det) G = Gradien, G (detik-1) hf = Kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan perlengkapannya (m kolom air) = Viskositas kinematik air (m/detik) g 2. P= = Gravitasi (9,81 m/detik2) Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis K 3 5 n D ..............................................................................................2.31 gc

Dimana: P = Tenaga yang diperlukan (g.cm/det.) n = Putaran (rpm) gc = Faktor konversi Newton D = Diamater impeller (cm) K = Konstanta experimen (1.0 5.0) = Masa jenis air (g/cm3) Sedimentasi

2.4.3.1.4

Sedimentasi merupakan pemisahan zat padat dari suspensi dengan memanfaatkan gaya gravitasi atau menyisihkan partikel flokulen (Kawamura,1991). Kriteria umum untuk bak sedimentasi adalah (Kawamura,1991) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kedalaman air Rasio panjang dan lebar Rasio dari lebar dan kedalaman Tinggi freeboard Bilangan Reynold Bilangan Froude (10-16)ft = (3-5) m (4:1)- (6:1) (3:1)- (6:1) 2ft = 0,6 m <2000 >10-5

Dimensi unit sedimentasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: A= Q W ..............................................................................2.32 S o HCos + WCos 2

Tugas Akhir

II - 28

Dimana: A = Luas permukaan bak (m2) Q = Kapasitas pengolahan (m3/detik) W = Jarak antar pelat (cm). So = Beban permukaan (cm/detik) H = Tinggi pelat (cm) = Kemiringan pelat () Bilangan Reynold: R= W ..............................................................................................................2.33 2 R ...........................................................................................................2.34

Re =

Bilangan Froude: Fr = 2 .........................................................................................................2.35 gR

Dimana: = Kecepatan rata-rata di tube settler/plat settler R = Jari-jari hidrolis = Viskositas kinematik air (m/detik) Berdasarkan revisi SNI 19 - 6774 2002 tentang perencanaan unit sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi
Bak Persegi (Aliran Horizontal) Bak Persegi Aliran Vertikal (Menggunakan Pelat/Tabung Pengendap) 50 Bak Bundar (Aliran Vertikal Radial) 50 Bak Bundar (Kontak Padatan)

Kriteria Umum

Clarifier

Kapasitas Pengolahan (l/det) Beban permukaan (m3/m2/jam) Kedalaman (m) Waktu tinggal (jam)

50

50

50

0,8-2,5 3-6 1,5-3

3,8-7,5*) 3-6 0,07**)

1,3-1,9 3-5 1-3

2-3 3-6 1-2

0,5-1,5 0,5-1,0 2-2,5

Tugas Akhir

II - 29

Lebar/panjang Beban pelimpah (m3/m/jam) Bilangan Reynold Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/min) Bilangan Fraude Kecepatan vertikal (cm/min) Sirkulasi lumpur Kemiringan dasar bak (tanpa scraper) Periode antar pengurasan lumpur (jam) Kemiringan tube/plate

> 1/5 <11 < 2000 < 11 < 2000 3,8-15 7-15 7,2-10 < 2000

Max 0,15 >10-5 > 10-5 <1 3-5 % dari input 450-600 450-600 450-600 > 600 450-600 > 10-5 <1

12-24 300/600

8-24 300/600

12-24 300/600

Continue 300/600

12-24 300/600

Catatan : *) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap **) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap

Sumber: RSNI 19-6774-2002.

2.4.3.1.5 Filtrasi Filter yang biasanya dipakai adalah lapisan pasir, pasir dan batu bara halus. Beberapa metode filtrasi yaitu (McGhee, 1991): Metoda saringan pasir lambat Saringan pasir lambat adalah bak saringan yang menggunakan pasir sebagai media filter dengan ukuran butiran sangat kecil. Pada umumnya saringan pasir lambat mempunyai kecepatan penyaringan yang sangat lambat yaitu 0,1-0,4 m/jam dengan aliran penyaringan secara gravitasi. Diameter efektif pasir yang digunakan adalah 0,1-0,3 mm (McGhee, 1991). Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air dengan tingkat kekeruhan kecil atau sama dengan 50 ppm, pencucian dapat dilakukan setelah beberapa minggu atau bulan, zat tersuspensi dan koloidal akan

Tugas Akhir

II - 30

tertahan pada lapisan atas filter, clogging dapat diatasi dengan melakukan pengikisan pada bagian atas (Revisi SNI 03-3981-1995). Persyaratan teknis memenuhi kriteria sebagai berikut (SNI 03-3981-1995): 1. Kecepatan penyaringan 0,1 m/jam sampai dengan 0,4 m/jam. 2. Luas permukaan bak dihitung dengan rumus : A= Q ..........................................................................................................2.36 V

Dimana: Q = Debit air baku V = Kecepatan penyaringan (m/jam) A = Luas permukaan bak (m2) 3. Luas permukaan bak (A) = P x L ..................................................................................................2.37 4. Panjang bak (P) : lebar bak (L) = ( 1 sampai dengan 2 ) : 1 5. Jumlah bak minimal 2 buah 6. Kedalaman bak (Tabel 2.8) Tabel 2.8 Kedalaman Saringan Pasir Lambat
No
1. 2. 3. 4. 5.

Kedalaman (D)
Tinggi bebas (freeboard) Tinggi air di atas media pasir Tebal pasir penyaring Tebal kerikil penahan Saluran pengumpul bawah Jumlah

Ukuran (m)
0,2 - 0,3 1,00 -1,5 0,6 1,00 0,15 0,30 0,10 0,20 2,05 3,30

Sumber: SNI 03-3981-1995


8. Media penyaring dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jenis pasir yang mengandung kadar SiO2 lebih dari 90 %; b. Diameter efektif (effective size - ES) butiran (0,2 - 0,4) mm; c. Koefisien keseragaman (uniformity coefficient - UC) butiran 2 - 3; d. Cara menentukan ES dan UC sebagai berikut:

Tugas Akhir

II - 31

ES = P10 .........................................................................................................................................................................2.38 P60 UC = P 10 Dimana : ES UC P60 P10 = Diameter efektif butiran pasir. = Koefisien keseragaman butiran pasir. = Butiran pasir efektif terkecil. = Butiran pasir efektif terbesar
.................................................................................................................................................................

2.39

e. Berat jenis 2,55 gr/cm3 sampai dengan 2,65 gr/cm3 ; f. Kelarutan pasir dalam air selama 24 jam kurang dari 3,0 % beratnya; g. Kelarutan pasir dalam HCl selama 4 jam kurang dari 3,5 % beratnya. 9. Media penahan Jenis kerikil tersusun dengan lapisan teratas butiran kecil dan berurutan ke butiran kasar pada lapisan paling bawah; gradasi butir media kerikil dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Gradasi Butir Media Kerikil
No .
1. 2.

Diameter Kerikil Rata-Rata (mm)


34 10 30

Ketebalan (cm)
5 10 10 20 15 - 30

Lapisan ke (dari atas ke bawah)


Ke-1 Ke- 2

Total ketebalan media kerikil

Sumber: SNI 03-3981-1995

10. Air baku dengan ketentuan sebagai berikut : a. Kekeruhan 50 mg/Liter SiO2 b. Oksigen terlarut 6 mg/Liter, c. Total koliform 500 MPN per 100 mL. Kekurangan dari sistem ini adalah konstruksi yang memerlukan biaya yang tinggi dibandingkan dengan saringan pasir cepat dan memelukan lahan yang luas (McGhee, 1991). Metode Saringan Pasir Cepat

Tugas Akhir

II - 32

Metode saringan pasir cepat pada umumnya diikuti dengan proses koagulasi, flokulasi, clarification, dan desinfeksi. Kecepatan penyaringan yaitu 5-10 m/jam dengan aliran penyaringan secara gravitasi. Diameter efektif pasir yang digunakan adalah 0,45-0,55 mm. Pencucian pasir dengan proses backwash dapat mengunakan air, udara atau kombinasi keduanya (McGhee, 1991).Berdasarkan revisi SNI 19 6774 2002 tentang perencanaan unit paket instalasi pengolahan air terdapat kriteria perencanaan unit saringan pasir cepat yang dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Kriteria Perencanaan Unit Saringan Pasir Cepat
Jenis Saringan No. Unit Saringan Biasa (Gravitasi)
50 N= 12 Q0,5 6-11

Saringan dengan Pencucian Antar Saringan


50 Min 5 bak 6-11

Saringan Bertekanan
50 12-33

1. 2. 3. 4.

Kapasitas pengolahan (l/dtk) Jumlah bak saringan Kecepatan Penyarigan (m/jam) Pencucian: a. Sistem pencucian

Tanpa/dengan blower & atau surface wash 35-50 10-15 18-24 30-50

Tanpa/dengan blower & atau surface wash 35-50 10-15 18-24 30-50

Tanpa/dengan blower & atau surface wash 72-198 30-50

b. Kecepatan (m/jam) c. Lama pencucian (min) d. Periode antara dua pencucian (jam) e. Ekspansi (%) 5. Media pasir: a. Tebal (mm) b. Singel media c. Media Ganda d. Ukuran efektif, Es (mm) e. Koefisien keseragaman,UC

300-700 600-700 300-600 0,3-0,7 1,2-1,4 2,5-2,65 0,4 > 95 %

300-700 600-700 300-600 0,3-0,7 1,2-1,4 2,5-2,65 0,4 > 95 %

300-700 600-700 300-600 1,2-1,4 2,5-2,65 0,4 > 95 %

f. Berat Jenis (kg/dm3)


g. Porositas

h.Kadar SiO2

Tugas Akhir

II - 33

Jenis Saringan No. Unit Saringan Biasa (Gravitasi) Saringan dengan Pencucian Antar Saringan Saringan Bertekanan

5.

Media antrasit: a. b. c. Tebal (mm) ES (mm) UC 400-500 1,2-1,8 1,5 1,35 0,5 400-500 1,2-1,8 1,5 1,35 0,5 400-500 1,2-1,8 1,5 1,35 0,5

d. Berat Jenis (kg/dm3)


e. Porositas

6.

Filter bottom/dasar saringan a. Lapisan penyangga dari atas ke bawah Kedala 80-100 2-5 80-100 Kedala 5-10 80-100 10-15 Kedala 80-150 15-30 Kedala < 0,5 >4% 80-100 2-5 80-100 5-10 80-100 10-15 80-150 15-30 < 0,5 >4% < 0,5 >4%

man (mm) Ukuran butir (mm) man (mm) Ukuran butir (mm) man (mm) Ukuran butir (mm) man (mm) Ukuran butir (mm) b.

Filter Nozel Lebar

slot nozel (mm)

Prosent ase luas slot nozel terhadap luas filter (%) Catatan: *) untuk saringan dengan jenis kecepatan menurun **) untuk saringan dengan jenis kecepatan konstan, harus dilengkapi dengan pengaturan aliran otomatis.

Sumber: RSNI 19-6774-2002.

2.4.3.2 Pengolahan Secara Kimia

Tugas Akhir

II - 34

2.4.3.2.1 Koagulasi Koagulasi adalah proses stabilisasi partikel-partikel koloid dan padatan tesuspensi termasuk bakteri dan virus dengan menggunakan koagulan (Kawamura,1991). Desain kriteria untuk bak koagulasi menggunakan pompa difusi (Kawamura,1991): 1. G x t = 400-1600 (rata-rata = 1000) 2. Kecepatan mixing jet = (20-25) fps = (6-7,6) m/s pada orifice 3. Jika menggunakan alum dalam proses pengolahan air maka pHnya harus dibawah 3 sedangkan jika menggunakan ferric salt sebagai koagulan maka pHnya paling kecil 2. in-line static mixing Desain kriteria untuk in line static mixer adalah sebagai berikut (Kawamura,1991: 1. G x t = 350-1700 (rata-rata = 1000) 2. t = (1-5) s Mechanical mixing Pengadukan secara mekanikal sering digunakan dalam proses pengolahan air di industri. Pada umumnya terdiri dari bak dengan menggunakan satu atau lebih pengaduk mekanik. Desain kriteria adalah G = 300/det, waktu pengadukan (1030)/det dan powernya 0,25-1 hp/10-6 gallon/hari. Berdasarkan RSNI 19-6774-2002, Kriteria koagulan adalah sebagai berikut : 1. Jenis koagulan yang digunakan; a. Aluminium sulfat (Al2(SO4)3) diturunkan dalam bentuk cair konsentrasi sebesar (5 - 20) %; b. PAC, poly aluminium chloride (Al10(OH)15Cl15) kualitas PAC ditentukan oleh kadar aluminium oxide (Al2O3) yang terkait sebagai pac dengan kadar (10 -11)%. 2. Dosis koagulan ditentukan berdasarkan hasil percobaan jar test terhadap air baku . 3. Pembubuhan koagulan ke pengaduk cepat dapat dilakukan secara gravitasi atau pemompaan

Tugas Akhir

II - 35

Kriteria bak koagulan menurut RSNI 19-6774-2002 adalah sebagai berikut: 1. Bak koagulan harus dapat menampung larutan selama 24 jam; 2. Diperlukan 2 buah bak yaitu 1 buah bak pengaduk manual atau mekanis dan 1 buah bak pembubuh; 3. Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap bahan koagulan. 2.4.3.3 Pengolahan secara Bakteriologis 2.4.3.3.1 Desinfeksi Tujuan dari proses desinfeksi adalah membunuh mikrooganisme yang bersifat patogen dengan menggunakan bahan kimia atau ozon. Desinfektan alternatif adalah chlorine, chloromine, chlorine dioxide, dan ozone (Kawamura,1991). Metoda pembubuhan klorin: 1. Prachlorinasi, yaitu klorin ditambahkan langsung pada air baku, tujuan adalah untuk mengurangi bakteri yang akan melewati filter sehingga beban filter dapat dikurangi; 2. 3. Dastchlorinasi, yaitu klorin ditambahkan pada air hasil filtrasi, klorin dibubuhkan saat outlet; Breaking point, yaitu penambahan klorin ketika terjadi titik breaking point dari residu klorin kombinasi menjadi klorin bebas. 2.4.3.4 Pengolahan khusus Jika tidak mungkin menggunakan pengolahan air seperti pengolahan seperti biasa, maka sangat penting melakukan pengolahan air dengan menggabungkan pengolahan pengolahan yang ada dengan pengolahan khusus. Tujuan dari pengolahan khusus adalah penyisihan rasa dan bau, warna, logam berat (Fe, Mg, F, dan lain-lain), dan penyisihan lainnya (Japan water works association, 1990).

Tugas Akhir

II - 36

2.4.3.4.1 Aerasi Aerasi adalah proses oksidasi zat yang terkandung di air dan mengoksidasi air dengan bantuan udara atau melepaskan gas yang terkandung didalam air atau menggunakan oksigen dari udara bebas. Kegunaan dari proses aerasi adalah (Japan water works association, 1990): 1. Menyisihkan karbon terlarut yang bersifat asam dan meningkatkan pH ((Japan water works association, 1990). Contohnya pada pengaruh pH terhadap oksidasi besi dengan udara, dimana untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen dan setiap 1 mg/l mangan dibutuhkan 0,29 mg/l. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikan pH air yang akan diolah. 2. Menyisihkan volatile organic chlorine compounds. 3. Menyisihkan kadar besi dan mangan yang terdapat dalam air. Prinsip dari aerasi adalah memberi kontak air dengan udara sehingga tercapai tumbukan antara partikel-partikel besi dan mangan dan membentuk ukuran partikel besi dan mangan yang lebih besar karena sudah mengalami penggabungan dan dengan mudah dapat dipisahkan dari air (Kawamura, 1991). Aerasi bertingkat dapat mengurangi kadar besi dalam air yang bersumber dari air tanah hingga 80 % dengan debit aliran optimal 0,0035 liter/detik (Kawamura, 1991). 4. Aerasi juga efektif untuk menghilangkan rasa dan bau seperti H2S. Proses aerasinya dapat berupa water jet dan packed tower . 2.4.3.4.2 Ion Exchange

Kation kontaminan seperti kalsium, magnesium, barium, stronium, dan radium, dan anion seperti florida, nitrat, dan anion kompleks lainnya kontaminan tersebut dapat disisihkan dari air dengan menggunakan proses ion exchange dengan menggunakan resin. Ion exchange dengan menggunakan resin sintetik dimana akan terjadi proses penukaran ion-ion yang tidak diinginkan yang terkandung di dalam air. Biasanya kegunaan ion exchange di dalam pengolahan air adalah untuk menghilangkan

Tugas Akhir

II - 37

kesadahan dimana akan menyisihkan kalsium, magnesium dan kation polivalent lainnya (Japan water works association, 1990). Desain kolom penukar ion: 1. Kedalaman resin 2,08,5 ft; 2. Laju alir larutan 18 gpm/ft2; 3. Ukuran diameter butiran (0,1-1)mm; 4. Tinggi kolom harus memungkinkan terjadinya ekspansi resin selama backwash, tinggi maksimum kolom 12 ft; 5. Selama backwash, zeolit berekspansi 25% dari kedalamannya sedangkan resin sintetis akan mengembang 75100% dari kedalamannya semula. Bila tinggi kolom yang dikehendaki > dari 12 ft, digunakan 2 buah kolom. Salah satu jenis kolom ialah pra pabrikan kolom silinder baja dengan tinggi kolom 12 ft dan diameter 3 in. 2.4.4 Sistem Distribusi Sistem distribusi merupakan sistem pengaliran air yang sudah diolah dan telah memenuhi standar ke konsumen dengan volume air yang memenuhi dan tekanan yang cukup melalui suatu jaringan pipa dan reservoar. Sistem distribusi terdiri atas sistem perpipaan, perlengkapan/peralatan distribusi dan reservoar distribusi atau semua peralatan dan perlengkapan setelah air meninggalkan stasiun pompa atau reservoar distribusi. Sistem perpipaan sangat diperlukan untuk mengalirkan air menuju daerah distribusi. Dalam mendesain sistem distribusi yang baru, ukuran sebuah pipa dapat diasumsikan dan disesuaikan dengan kondisi tekanan yang dihasilkan dari berbagai jenis kebutuhan air. Jika tidak memenuhi maka ukuran pipa dapat diganti sesuai kondisi tekanan yang diinginkan. Jaringan perpipaan distribusi terdiri dari 2 sistem, yaitu: 1. Feeder System Sistem ini berfungsi sebagai pipa transmisi yang menggunakan tapping. Sistem ini digunakan dari titik ke titik, dari rumah ke rumah. Feeder System ini mempunyai 3 pola, yaitu: a. Pola Cabang (Branch Pattern)

Tugas Akhir

II - 38

Disebut juga open system; Terdiri dari pipa induk (main feeder) yang disambungkan langsung ke secondary feeder dan disambungkan lagi dengan pipa cabang berikutnya; Semakin keujung semakin kecil ukuran diameternya, sehingga kecepatan, dan tekanan air semakin besar; Luas daerah pelayanan relatif kecil; Jalur jalan yang ada tidak berhubungan satu dengan lainnya. Keuntungan dari pola cabang: Diameternya paling minimum sehingga lebih ekonomis (harganya lebih murah); Perhitungannya mudah dan dihitung percabang. Kerugian dari pola cabang ini: Dari segi operasi banyak ditemui daerah yang mati aliran; Memerlukan pipa penguras (blow off) dan rutin dilakukan, sehingga banyak terjadi kehilangan air; Jika terjadi kebakaran secara bersamaan, aliran air tidak mencukupi karena aliran air yang searah. R

Gambar 2.5 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Cabang Sumber : Al-Layla, 1978

b. Pola Grid (Grid Pattern Loop/closed system) Terdiri dari pipa induk dan pipa cabang yang saling berhubungan satu dengan yang lain sehingga membentuk loop (lingkaran) tanpa memiliki ujung yang mati. Biasanya digunakan pada daerah yang: Bentuk dan penyebaran daerah yang merata ke segala arah; Jaringan jalan yang saling berhubungan; Elevasi tanah yang relatif datar.

Keuntungan dari pola grid:

Tugas Akhir

II - 39

Jika terdapat kerusakan pada suatu bagian jaringan pipa maka pada bagian jaringan yang lain masih mendapat air. Kerugian dari pola grid: Diameter yang digunakan bukan diameter yang minimal; Membutuhkan banyak katup; Perhitungannya lebih sulit.

R Gambar 2.6 Sistem perpipaan distribusi pola grid


Sumber : Al-Layla, 1978

2. Pola Kombinasi (Combination Pattern) Gabungan pola cabang dengan loop Bisa digunakan pada daerah layanan dengan karakteristik: 1) Kota yang sedang berkembang; 2) Bentuk perluasan/ perkembangan kota tidak teratur; 3) Jaringan jalan yang tidak seluruhnya berhubungan satu dengan yang lainnya; 4) Terdapat daerah pelayanan yang jauh/ terpencil; 5) Elevasi muka tanah bervariasi.

R
Gambar 2.7 Sistem perpipaan distribusi pola kombinasi Sumber : Al-Layla, 1978

3. Small Distribution System a. Disebut juga dengan sistem pipa pelayanan; b. Terdiri dari dua pipa pelayanan, yaitu; main distributor dan secondary distributor. main distributor secondary distributor

Tugas Akhir

II - 40

Gambar 2.8 Sistem perpipaan distribusi Tipe Small Distribution System Sumber : Al-Layla, 1978

Analisa aliran air pada jaringan pipa dengan menggunakan metode Hardy Cross harus memenuhi syarat syarat berikut: 1. Aliran yang memasuki suatu titik pertemuan harus sama besarnya dengan aliran air yang meninggalkan titik tersebut. 2. Jumlah kehilangan tekanan pada setiap putaran loop tertutup harus sama dengan nol. Skema loop sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut: Q Q Q
2

( + )

( ) Q
Gambar 2.9 Loop Sederhana Sumber : Al-Layla, 1978

2.4.4.1 Reservoar distribusi Reservoar distribusi digunakan untuk bak penampung untuk menyuplai pada kondisi fluktuasi, bak penampung untuk suplai kebakaran dan untuk menstabilkan tekanan dalam pipa distribusi (Linsley, 1992). Reservoar yang digunakan pada sistem distribusi berfungsi untuk: 1. 2. 3. 4. 5. Meratakan aliran; Untuk menyeimbangkan aliran air yang masuk dan keluar; Penyimpanan; Untuk menutupi kebutuhan saat terjadi gangguan, kebutuhan puncak dan kehilangan air (penyimpanan harus sebanding dengan pemakaian); Pengatur tekanan.

Berdasarkan elevasinya reservoar dapat dibedakan menjadi: 1. Ground Reservoar Jika tinggi muka air lebih rendah dari daerah pelayanan dan diperlukan pompa untuk menaikkan tekanan. Posisi diatur berdasarkan posisi instalasi.

Tugas Akhir

II - 41

2.

Elevated Reservoar

Jika muka air daerah pelayanan lebih tinggi dan tekanan cukup. Elevated reservoar diletakkan pada posisi tanah yang tinggi atau sebagai menara air. Penentuan kapasitas reservoar ada 2 cara yaitu: a. b. Metode analitis; Metode grafik.

Metode analitis, penentuan kapasitas reservoir dapat dihitung dengan persamaan: VR = (Q rata rata f maks A% 86400 ) + Vkebakaran ..............................................2.40 surplus defisit A% = ..................................................................................2.41 2 Dimana: VR Vkebakaran A% = Volume reservoar (m3) = Volume kebakaran (m3) = Selisih antara suplai dan pemakaian air minum

Metode grafik, penentuan kapasitas reservoar dapat dihitung dengan persamaan (Darmasetiawan, 2004): 1. Membuat grafik mengenai fluktuasi kebutuhan air selama 24 jam. Kebutuhan air dinyatakan dalam satuan m3/jam sedangkan selang waktu pengamatan adalah tiap jam. Kemudian plot nilai tersebut dengan waktu. 2. Untuk mencari volume tarik garis sejajar dengan grafik kebutuhan rata-rata yang dihimpit dengan grafik fluktuasi tertinggi dan menarik garis sejajar lagi dengan grafik kebutuhan rata-rata yang dihimpit dengan grafik fluktuasi terendah. Selisih vertikal antara grafik adalah volume reservoar. 2.5 Kelembagaan Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum maka kriteria organisasi PDAM meliputi:

Tugas Akhir

II - 42

Pedoman Akuntansi terdiri dari : 1. Bagian I Kebijakan Akuntansi Bagian II Bagan Perkiraan Bagian III Pembukuan Bagian IV laporan manajemen Bagian V Prosedur Bagian VI Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan 2. Penggolongan PDAM Penggolongan PDAM untuk berbagai tipe didasarkan pada jumlah sambungan pelanggan sebagai berikut: a. Tipe A adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur dan 2 (dua) Kepala Bagian. b. Tipe B adalah PDAM yang jumlah pelanggannya antara 10.001 (sepuluh ribu satu) sampai dengan 30.000 (tiga puluh ribu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur dan 3 (tiga) Kepala Bagian. c. Tipe C adalah PDAM yang jumlah pelanggannya antara 30.001 (tiga puluh ribu satu) sampai dengan 50.000 (lima puluh ribu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 2 (dua) Direktur Bagian Umum dan Teknik. d. Tipe D adalah PDAM yang jumlah pelanggannya antara 50.001 (lima puluh ribu satu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 2 (dua) Direktur serta 7 (tujuh) Kepala Bagian. e. Tipe E adalah PDAM yang jumlah pelanggannya lebih dari 100.000 (puluh ribu satu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 3 (tiga) Direktur Bagian. 3. Bentuk Organisasi PDAM Bentuk organisasi PDAM harus memperhatikan:

Tugas Akhir

II - 43

a.

Beban kerja fleksibel dalam artian mudah dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan PDAM dan membagi tugas secara habis dalam struktur organisasi.

b.

Bentuk organisasi harus mempertimbangkan rentang kendali serta pendelegasian wewenang yang jelas dari struktur organisasi yang efisien, efektif dan proposional.

c. d.

Sesuai dengan sifat kegiatan PDAM sangat relevan mengembangkan jabatan fungsional daripada memperbesar struktur. Bentuk organisasi PDAM disusun dalam struktur organisasi, uraian tugas, dan tata kerja yang tidak tumpang tindih, terkoordinasi, terintegrasi, dan sinkronisasi yang ditetapkan dalam keputusan Kepala Daerah.

e. f.

Bentuk organisasi yang dibangun harus memperhatikan kesinambungan organisasi dan kesederhanaan serta efisien dari segi biaya. Dalam penempatan personil dalam jabatan harus memperhatikan keahlian dalam tugas kerja serta akuntabilitas kerja yang dapat dipertanggungjawabkan.

g.

Penempatan untuk jabatan direksi ditetapkan oleh Kepala Daerah sedangkan jabatan dibawah Direksi ditetapkan oleh Direktur Utama.

Penetapan tarif didasarkan pada prinsip (Peraturan Menteri dalam Negeri No. 23 Tahun 2006): a. Keterjangkauan dan keadilan; b. Mutu pelayanan; c. Pemulihan biaya; d. Efisiensi pemakaian air; e. Transparansi dan akuntabilitas; dan f. Perlindungan air baku. 2.6 Survei 2.6.1 Penetapan Klasifikasi Wilayah Wilayah sasaran survey dapat dikelompokkan ke dalam kategori wilayah berdasarkan jumlah penduduk, dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tugas Akhir

II - 44

Tabel 2.11 Kategori Wilayah


No 1 2 3 4 5 Kategori wilayah Kota Metro Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Desa Jumlah Penduduk (jiwa) >1.000.000 500.000 - 1.000.000 100.000 - 500.000 10.000 - 100.000 3.000 - 10.000 Jumlah Rumah (buah) > 200.000 100.000 - 200.000 20.000 - 100.000 2.000 - 20.000 600 - 2.000

Sumber: Permen PU No. 18, 2007

2.6.2 Penetapan Wilayah Survei Perlu dilakukan penetapan wilayah survey data primer berdasarkan tingkat keperluan dan keterpengaruhan. Kondisi-kondisi yang harus diperhatikan dalam penetapan wilayah survey (PerMen PU No. 18 Tahun 2007): 1. 2. 3. 4. Daerah yang memiliki potensi ekonomi tinggi; Daerah yang tingkat kesehatan yang buruk; Daerah yang rawan air minum; Daerah yang memiliki tingkat hunian tinggi. Wilayah survey sendiri tidak terikat dengan batas-batas administrative melainkan ditujukan untuk memenuhi sebaran aktivitas manusia. 2.6.3 Ketentuan Teknis Jumlah sampel yang akan diambil untuk setiap kategori wilayah serta kriteria yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.16. Tabel 2.16 Penentuan Jumlah Sampel untuk Setiap Kategori Wilayah
No 1 2 3 4 5 Kategori Wilayah Kota Metro Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Desa Jumlah Sampel 2.000 1.000 400 200 100 Tingkat Kepercayaan 95% 95% 95% 95% 95% Tingkat Kesalahan 2% 3% 5% 6% 9%

Sumber: PerMen PU No.18, 2007 Penentuan lokasi pengambilan sampel setiap wilayah mulai dari tingkat RW, RT dapat mengunakan metode proportional to size. Dengan menggunakan formula menurut Nazir (1983):

Tugas Akhir

II - 45

.............................................................................................................

2.42

Dimana: ni Ni N n = Jumlah sampel pada kelurahan ke-i = Jumlah populasi pada kelurahan ke-i = Jumlah populasi seluruhnya = Jumlah sampel seluruhnya (rumah tangga)

2.6.4 Metode Penyebaran Sampel Jumlah sampel yang diambil untuk setiap bagian wilayah banyaknya harus proporsional dengan jumlah rumahnya. Apabila bagian wilayah suatu kota merupakan kecamatan, maka jumlah sampel setiap kecamatan sebanyak proporsional dengan jumlah rumahnya. Penyebaran sampel untuk suatu bagian wilayah harus dapat mewakili semua golongan dan kondisi (PerMen PU No.18, 2007). Ada 5 (lima) jenis teknik penyebaran sampel yang dapat digunakan yaitu tergantung dari keadaan wilayahnya, sebagai berikut (PerMen PU No. 18, 2007): 1. Secara acak (random sampling) Digunakan untuk wilayah yang populasinya homogen (tidak ada perbedaan yang jauh antara tingkat ekonomi, pendidikan, jenis pekerjaan). 2. Secara acak distratifikasikan (stratified random sampling) Digunakan untuk wilayah yang populasinya heterogen. 3. Pembentukan gugus sederhana (simple cluster sample) Membagi wilayah kedalam kelompok-kelompok, dapat mengikuti batas administratif (kecamatan, kelurahan) atau status sosial (tingkat ekonomi, jenis pekerjaan). 4. Secara gugus bertahap, dua atau lebih (two stage cluster sampling) Digunakan apabila wilayah survei sangat luas (misalkan satu provinsi). Pengambilan sampel dilakukan bertahap selanjutnya pengambilan sampel pada kelompok yang lebih kecil (kecamatan, kelurahan). 5. Pengelompokan wilayah (area sampling) Apabila suatu wilayah sudah mempunyai peta atau foto udara yang jelas dan terinci, maka wilayah tersebut dapat dibagi dalam segmen-segmen terinci, maka

Tugas Akhir

II - 46

wilayah tersebut dapat dibagi dalam segmen-segmen wilayah dan pengambilan sampel mengikuti segmen-segmen wilayah tersebut.

Tugas Akhir

II - 47

You might also like