You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP HERNIA A.

Definisi Adalah suatu benjolan/penonjolan isi perut dari rongga Adalah penonjolan usus melalui lubang abdomen atau Is the abnormal protrusion of an organ, tissue, of part of an Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga normal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat. A. Etiologi Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi (2). B. Klasifikasi 1. Menurut/tofografinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis dan sebagainya. 2. Urut isinya : hernia usus halus, hernia omentum, dan sebagainya. 3. Menurut terlibat/tidaknya : hernia eksterna (hernia ingunalis, hernia serofalis dan sebagainya). Hernia inferna tidak terlihat dari luar (hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia obturatoria). 4. Causanya : hernia congenital, hernia traumatika, hernia visional dan sebagainya. 5. Keadaannya : hernia responbilis, hernia irreponibilis, hernia inkarserata, hernia strangulata. normal melalui lubang kongenital atau didapat(1). lemahnya area dinding abdomen (3). organ through the structure that normally cotains it (1).

6. Nama penemunya : a. H. Petit (di daerah lumbosakral) b. H. Spigelli (terjadi pada lenea semi sirkularis) di atas penyilangan rasa epigastrika inferior pada muskulus rektus abdominis bagian lateral. c. H. Richter : yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang terjepit. 7. Beberapa hernia lainnya : a. H. Pantrolan adalah hernia inguinalis dan hernia femoralis yang terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh rasa epigastrika inferior. b. H. Skrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke skrotum secara lengkap. c. H. Littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum Meckeli. C. Tanda dan Gejala Umumnya penderita menyatakan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan.bnjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi.

D. Pathways
Proses vaginalis peritonei

Gagal abliterasi Sebagian terbuka Hidrokel Terbuka terus H. inguinalis (terjadi jepitan oleh anulus inguinalis) Gangguan pasase segmen usus yang terjepit

Gangguan aliran darah

Muntah hijau

Nyeri

Abdomen lambung

E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diameter anulus inguinalis G. Pemeriksaan penunjang a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus. b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit. H. Pengkajian Keperawatan pada Hernia Aktivitas/istirahat Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama - Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur - Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh

- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan. Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan Eliminasi Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine Integritas Ego Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga Neurosensori Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri Kenyamanan Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher. (Doenges, 1999 : 320-321) Post Operasi Status Pernapasan - Frekuensi, irama dan ke dalaman - Bunyi napas - Efektifitas upaya batuk Status Nutrisi

- Status bising usus, mual, muntah Status Eliminasi - Distensi abdomen pola BAK/BAB Kenyamanan - Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus Kondisi Luka - Keadaan/kebersihan balutan - Tanda-tanda peradangan - drainage Aktifitas - Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas I. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan adanya bengkak; ada atau tidak adanya benjolan b. Palpasi Tugor kulit, palpasi terhadap nyeri dan massa c. Auskultasi Bising usus, bunyi nafas, bunyijantung d. Perkusi kembung

J. Penatalaksanaan

Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi.

Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan

herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong diikat dan dilakukan bassin plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois end to end. K. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul (3) 1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan. Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam intervensi, persepsi subjektif klien tentang ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri. Indikator objektif seperti meringis tidak ada/menurun. a. Kaji dan catat nyeri b. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat. c. Ajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila diprogramkan).

d. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri. e. Berikan analgesik sesuai program. 2. Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen. Hasil yang diperkirakan : dalam 8-10 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan. Haluaran urine 100 ml selama setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 10001500 ml) selama periode 24 jam. a. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih. b. Pantau haluarna urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu. c. Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat. 3. Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka. Hasil yang diperkirakan : setelah instruksi, pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi GI dan menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan. a. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus. b. Dorong pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan mengangkat benda yang berat.

c. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak. d. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat. 4. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa. c. Perhatikan adanya edema d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine e. Pantau suhu f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan. g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi. Rasional : a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi

c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein. d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan e. Demam rendah umum terjadi selama 24 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. 5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer Intervensi : a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu. b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel) Rasional : a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi. b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan

d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal. e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi. 6. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan Intervensi : a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual. b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus. c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit Rasional : a. Mempengaruhi pilihan intervensi b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 4 hari) c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi. 7. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Intervensi : a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.

b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik. c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax) Rasional : a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan. d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri. e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.

DAFTAR PUSTAKA 1. Ledmanns. 2. 1998. 3. 4. 2002. 5. UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar UI. FK Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. Core Principle and Practice of Medical Surgical Nursing.

Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I.

PERSIAPAN PERIOPERATIF PADA PASIEN HERNIA

A. Gambaran Umum Tahap dalam Keperawatan Perioperatif 1. Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. 2. Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. 3. Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. B. Aktivitas keperawatan dalam peran perawat perioperatif Rumah/Klinik: 1)Melakukan pengkajian perioperatif awal 2)Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien 3)Melibatkan keluarga dalam wawancara. 4)Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif 5)Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif Unit Bedah : 1)Melengkapi pengkajian praoperatif 2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain. 3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi. 4)Membuat rencana asuhan keperawatan

Ruang operasi : 1)Mengkaji tingkat kesadaran klien. 2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis) 3)Mengidentifikasi pasien 4)Memastikan daerah pembedahan Perencanaan : 1)Menentukan rencana asuhan 2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi). Dukungan Psikologis : 1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi 2)Menentukan status psikologis 3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri. 4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan. C. Pembedahan : indikasi dan klasifikasi Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah : 1)Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi 2)Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi 3)Reparatif : Memperbaiki luka multiple 4)Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik 5)Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh : pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.

D. Persiapan pasien di unit perawatan a) Persiapan fisik Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu : Persiapan di unit perawatan Persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain : 1)Status kesehatan fisik secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. 2)Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian. 3)Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium

serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa. 4)Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube). 5)Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.

6)Personal Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. 7)Pengosongan kandung kemih Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan. 8)Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain : Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan diatas perut Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)

Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif. Latihan Batuk Efekti Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara : Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk. Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi

dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain : Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum maturnya semua fungsi organ. Nutrisi Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes. Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin

Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya. Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya. Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalahmasalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT. b) Persiapan penunjang Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. c) Pemeriksaan status anastesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. d) Inform Consent Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. e) Persiapan mental/psikis Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas

seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain : Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain : Takut nyeri setelah pembedahan Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi. Takut operasi gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.

Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi. Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara: Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.

Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi. f) Obat-obatan premedikasi Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.

E. Menejemen keperawatan Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).

Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi : Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus. Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis. Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi). Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

You might also like