You are on page 1of 6

Nama : Yulian Arthia Putri NIM : 1000822

Curing pada Daging

Daging merupakan komponen utama karkas yang tersusun dari lemak, jaringan adipose tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon serta semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. (Soeparno, 1998). Warna merah yang terdapat pada daging disebabkan oleh kandungan dari mioglobin. Mioglobin adalah protein yang membawa oksigen pada jaringan hewan ternak. Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap, dan daging olahan (Tafal, 1981). Daging merupakan salah satu jenis bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable food) karena daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu diperlukan metode untuk memperpanjang umur simpan daging. Salah satu metode pengawetan yang biasa dilakukan yaitu curing. Curing adalah suatu cara pengolahan serta pengawetan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natriumnitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Tujuan daripada curing adalah untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama proses serta memperpanjang masa simpan produk (Soeparno, 1994). Nitrit merupakan zat tambahan pangan yang digunakan sebagai pengawet dan penstabil warna pada pengolahan daging. Nitrit berfungsi sebagai bahan pembentuk faktor-faktor sensori yaitu warna, aroma, dan cita rasa. Oleh karena itu

dalam industri makanan kaleng penggunaan zat pengawet ini sangat penting karena dapat menyebabkan warna daging olahannya menjadi merah atau pink dan nampak segar sehingga produk olahan daging tersebut disukai oleh konsumen. Angkak merupakan produk fermentasi beras yang difermentasikan selama sepekan dengan cendawan/kapang Monascus purpureus. Pigmen angkak mempunyai sifat kelarutan tinggi, warna stabil, mudah dicerna, dan tidak bersifat karsiogenik. Praktikum ini menggunakan proses curing dengan menambahkan NaCl, gula, sendawa, dan angkak dengan keadaan fisik daging yang berbeda, yaitu daging segar dan daging beku. Proses curing daging menggunakan beberapa perlakuan yaitu pada daging giling, daging iris, dan daging yang dilumatkan. Proses penambahan BTM pada proses curing dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penambahan garam nitrit, penambahan angkak, penambahan garam nitrit dan angkak. Hasil praktikum menunjukkan bahwa secara keseluruhan dari kelompok 1 sampai 6 memiliki pH daging lebih dari 5 baik pada daging beku maupun daging segar. Daging segar mempunyai warna merah cerah dan mengkilap. Daging segar bertekstur kenyal, padat, dan tidak kaku, bila tertekan dengan tangan, bekas pijatan cepat kembali ke posisi semula. Selain itu, daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya. Sedangkan pada daging beku tekstur sudah mulai lebih keras namun tetap kenyal, warna sudah mulai merah pucat kecoklatan. Hasil perhitungan pH dan pengamatan organoleptik dari keenam kelompok tersebut menunjukkan bahwa nilai pH yang diperoleh berada dalam kisaran pH normal daging. Nilai pH daging segar menurut Bahar (2003) adalah 5.6. Hal ini menunjukkan hasil pengujian tersebut tidak berbeda nyata karena berasal dari sumber yang sama, walaupun potongannya berbeda.

1.

Garam Nitrit pada wadah kedap udara dan cahaya Dilakukan perlakuan yang sama pada keenam kelompok. Pada daging

beku yang diiris, dilumat, dan digiling warna daging menjadi merah pucat setelah dilakukan curing selama 24 jam. Nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan

membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah. Namun, berdasarkan hasil pengamatan keenam kelompok, daging berwarna merah pucat. Teksturnya kenyal dan aroma khas daging tercium 2. Angkak pada wadah kedap udara dan cahaya Hasil pengamatan pada daging yang ditambahkan anggak, warna daging menjadi merah cerah. Hal ini disebabkan karena angkak memiliki fungsi yang sama dengan nitrit. Penggunaan angkak dapat mengurangi penggunaan nitrit pada bahan pangan. Nitrit sering digunakan sebagai komponen dari sendawa, yaitu zat yang digunakan untuk mempertahankan warna merah daging. Dalam beberapa penelitian, nitrit ditengarai sebagai pemicu sel kanker. Nitrit dapat bereaksi dengan komponen amin dari protein bahan pangan membentuk nitrosamin, yaitu suatu zat karsinogenik. Karena itu, penggunaan nitrit pada makanan sebaiknya dibatasi. 3. Garam Nitrit dan Angkak pada wadah kedap udara dan cahaya Hasil pengamatan setiap kelompok menunjukkan daging dengan perlakuan ini berwarna merah terang. Pigmen A dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut myoglobin yang berwarna ungu kemerah-merahan. Myoglobin dengan oksigen akan membentuk oksiomyoglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksiomyoglobin tidak stabil dan oksidasi yang berlebih akan mengubahnya menjadi metmyoglobin yang berwarna cokelat. Tetapi daging yang dicuring dengan nitrit akan merah sebelum dan setelah pemasakan. Namun, kerja nitrit tidak maksimal. Oleh karena itu penambahan angkak akan lebih meningkatkan fisik warna dari daging untuk mengoptimalkan penggunaan nitrit. 4. Garam Nitrit dan Angkak pada wadah terbuka Hasil pengamatan menunjukkan warna daging yang berwarna merah cerah namun berlebihan. Hal ini disebabkan oleh oksigen yang menyebabkan reaksi nitrit dalam daging berlebihan karena akan lebih stabil dalam kondisi anaerob. Penggunaan angkak diharapkan dapat meminimalkan penggunaan nitrit dan memaksimalkan produk hasil. Stabilitas pigmen angkak sangat dipengaruhi oleh

sinar matahari, sinar ultraviolet. Warna merah yang berlebihan disebabkan karena terlalu banyak mendapatkan cahaya.

Setelah dilakukan proses curing selama 24 jam, dilakukan perebusan daging hasil curing. Berdasarkan hasil pengamatan nilai keempukan yang diperoleh dari praktikum setiap kelompok berbeda. Perbedaan ini dapat diperoleh karena faktor internal dalam daging, misalnya potongan-potongan yang berbeda. Selain itu, keadaan fisik awal daging juga dapat mempengaruhi keempukan daging tersebut. Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu paling penting pada kualitas daging. Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging (Bouton et al., 1971). Warna yang dihasilkan setelah perebusan yaitu percobaan

pertama<kedua<ketiga<keempat. Hasil paling maksimal diperoleh pada perlakuan pemberian nitrit dan angkak pada wadah tertutup udara dan cahaya. Hasil pengamatan hampir sama disetiap kelompok. Aroma yang dihasilkan juga

merupakan aroma khas daging.

KESIMPULAN

Curing adalah suatu cara pengolahan serta pengawetan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natriumnitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu untuk mendapatkaan kestabilan sifat organoleptik serta pengawetan. Nitrit digunakan untuk mempertahankan warna merah pada daging. Nitrit bereaksi secara optimal pada kondisi anaerob. Namun, penggunaan nitrit dapat digantikan dengan angkak. Angkak merupakan produk fermentasi yang berfungsi untuk memberi warna merah pada daging dan memperpanjang masa simpan. Kestabilan angkak dipengaruhi oleh sinar matahari,semakin banyak sinar matahari yang diperoleh maka akan smakin banyak pigmen merah yang akan muncul pada daging.

DAFTAR PUSTAKA

Muchtadi, Tien R. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta, Bandung. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Anonim. 2009. Angkak, Penurun LDL, dan Trigliserida. [Online]. Tersedia: http://informasisehat.wordpress.com/tag/angkak/ (19 Desember 2011) Hamidi, Muamal. 2009. Curing dan Daging Asap. [Online] : Tersedia : http://informasisehat.wordpress.com/tag/angkak/ (19 Desember 2011) Winarno, FG, 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Bahar B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Bouton, P.E., P.V. Harris, dan W.R. Shorthose. 1971. Jurnal of Food Science. Hal.435.

You might also like