You are on page 1of 26

DOSEN PEMBIMBING

: SEPAREN, S.Pd, M.H

UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KELOMPOK : IV (EMPAT) ANGGOTA KELOMPOK : 1. 2. 3. 4. 5. 6. MITA FRESANDI NOVALIANA NURHAYATI SIHOMBING NURUL HASANAH PUTRI DZULHIJJAH PUTRI QORI UTAMI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah Pancasila ini dengan tidak ada halangan suatu apapun. Makalah ini berjudul UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Makalah ini akan membahas tentang Undang-undang dasar 1945 dan Perubahannya. Penyusunan makalah ini berdasarkan tugas dari dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila. Oleh karena itu penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Separen,S.Pd,M.H selaku dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah berpatisipasi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis mengharapkan makalah ini bermanfaat umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis . Dengan demikian kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini untuk di masa yang akan datang.

PEKANBARU, APRIL 2012

PENULIS

DAFTAR ISI Halaman judul KATA PENGANTAR.....i DAFTAR ISI...ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............1 1.2 Rumusan Masalah...........................2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan............2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945...3 2.2 Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 .5 2.3 Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945.7 2.4 Lembaga-lembaga Negara berdasarkan UUD 1945..10 2.5 Hubungan antara lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945...13 2.6 Gerak pelaksanaan UUD 1945..17

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan.22 DAFTAR PUSTAKAiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945 tersebut. Amandemen tersebut tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan suatu prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD 1945 itu sendiri. Amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal maupun memberikan tambahan-tambahan. Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama orde lama dan orde baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat multi interpretable atau dengan kata lain mengandung banyak arti, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden. Karena latar belakang inilah maka masa orde baru berupaya untuk melestarikan UUD 1945 bahkan UUD 1945 seakan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Hal yang mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak adanya sistem kekuasaan dengan checks and balances terutama terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 merupakan suatu keharusan, karena dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan baru melakukan penataan terhadap kenegaraan. Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999. Amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001 dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Demikianlah bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan ketatanegaraan yang diharapkan membawa ke arah perbaikan tingkat kehidupan rakyat. UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945? 2. Bagaimana isi Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 dan hubungan keduanya? 3. Bagaimana Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002? 4. Bagaimana Lembaga-lembaga Negara berdasarkan UUD 1945? 5. Bagaimana hubungan antara lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945? 6. Bagaimana gerak pelaksanaan UUD 1945?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945 2. Untuk mengetahui isi Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 serta hubungan keduanya 3. Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 4. Untuk mengetahui Lembaga-lembaga Negara berdasarkan UUD 1945 5. Untuk mengetahui hubungan antara lembaga-lembaga Negara berdasarkan UUD 1945 6. Untuk mengetahui gerak pelaksanaan UUD 1945

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Kedudukan, Fungsi dan Sifat UUD 1945 Sebelum terjadinya amandemen atas UUD 1945, yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari 3 bagian yaitu : a. Bagian Pembukaan, terdiri dari 4 alinea b. Bagian Batang Tubuh, terdiri dari 6 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan c. Bagian penjelasan, yang meliputi Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi pasal Pada waktu UUD 1945 disahkan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi Pembukaan dan Batang tubuh saja, sedangkan Penjelasannya belum termasuk didalamnya. Setelah naskah resminya dimuat dan disiarkan dalam Berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan dimaksud telah menjadi bagian daripadanya, sehingga pengertian UUD 1945 meliputi Pembukaan, Batang tubuh dan Penjelasan. Adapun yang dimaksud dengan undang-undang dasar menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis. Sebagai hukum, UUD itu mengikat, baik bagi pemerintah, setiap lembaga Negara dan lembaga masyarakat serta mengikat bagi setiap warga Negara Indonesia dimanapun berada, terlebih bagi setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia. Selain itu, undang-undang dasar juga berisikan norma-norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati. Undang-undang dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar dan sebagai hukum dasar, maka undang-undang dasar itu sendiri merupakan sumber hokum. Oleh karena itu setiap produk hokum seperti undang-undang, peraturan atau keputusan pemerintah, termasuk kebijkasanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumberkan pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan pada ketentuan-ketentuan UUD 1945.

Sebagai hukum dasar tertulis, undang-undang dasar dalam kerangka tata aturan atau tata tingkatan norma hukum yang berlkau menempati kedudukan yang tinggi, yang mempunyai fungsi sebagai alat pengontrol bagi norma hukum yang kedudukannya lebih rendah, apakah telah sesuai atau tidak dengan ketentuan undang-undang dasar. Selain daripada undang-undang dasar sebagai hukum dasar tertulis, masih ada hokum lainnya yang tidak tertulis, yaitu yang dalam penjelasan UUD 1945 menyatakan sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis, yang dikenal dengan sebutan Convensi. Convensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara 2. Tidak bertentangan dengan undang-undang dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam undang-undang dasar

Dalam praktik ketatanegaraan Republik Indonesia pengertian Undangundang dasar sama dengan pengertian Konstitusi. Hal ini terbukti dengan sebutan istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat. Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 Bersifat

singkat dan supel. Sifat singkat UUD 1945 tidak berarti bahwa UUD tidak lengkap atau mengabaikan kepastian hokum, karena aturan-aturan pokok atau untuk penyelenggaraannnya lebih lanjut dapat dapat diserahkan kepada aturanaturan yang kedudukannya lebih rendah. Sifatnya yang supel dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Sifat aturan yang tertulis itu bersifat mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya aturan itu makin baik.

2.2 Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alinea menjadi sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan ciri moral yang ingin ditegakkan, baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungannya dengan pergaulan bangsa-bangsa Indonesia. Tiap-tiap alinea dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, serta mengandung nilai-nilai universal dan lestari. Dikatakan mengandung nilai universal, karena mengandung nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh muka bumi, sedangkan dikatakan nilai lestari, karena mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan Negara, selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara proklamasi 17 Agustus 1945. Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Batang tubuh UUD 1945, yaitu dalam bentuk pasalpasalnya. Pokok-pokok pikiran dimaksud terdiri atas 4 pokok pikiran, yaitu: Pokok pikiran pertama : persatuan Pokok pikiran kedua : keadilan social Pokok pikiran ketiga : kerakyatan Pokok pikiran keempat : ketuhanan yang maha esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab Dengan demikian keempat pokok pikiran ini tidak lain daripada pancaran dasar falsafah Negara pancasila, walaupun apabila kita perhatikan susunan daripada pokok-pokok pikiran tersebut tidak mencerminkan suattu susunan yang beraturan/sistematis seperti halnya yang terdapat pada susunan pancasila pada alinea keempat pembukaan UUD 1945 yang dimulai dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa dan bukan sila Persatuan Indonesia. Batang tubuh UUD 1945 yang terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 3 Pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,

didalamnya memuat materi yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu : 1. Yang berisikan pengaturan materi tentang bentuk Negara dan system pemerintahan termasuk didalamnya pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang dan saling berhubungan antara lembaga Negara yang satu dengan yang lainnya. 2. Yang berisikan materi mengenai hubungan Negara dengan warga Negara dan penduduknya serta konsepsi Negara diberbagai bidang : politik,ekonomi, social-budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain.

Isi Batang tubuh UUD 1945 hasil amandemen 2002 antara lain berkaitan dengan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Bentuk dan kedaulatan (Bab I) Majelis Permusyawaratan Rakyat (Bab II) Kekuasaan Pemerintahan Negara (Bab III) Dewan Pertimbangan Agung (Bab IV dihapus) Kementerian Negara (Bab V) Pemerintahan Daerah (Bab VI) Dewan Perwakilan Rakyat (Bab VII) Dewan Perwakilan Daerah (Bab VIIA) Pemilihan Umum (Bab VIIB)

10. Hal keuangan (Bab VIII) 11. Badan Pemeriksa Keuangan (Bab VIIIA) 12. Kekuasaan Kehakiman (Bab IX) 13. Wilayah Negara (Bab IXA) 14. Warga Negara dan Penduduk (Bab X) 15. Hak Asasi Manusia (Bab XA) 16. Agama (Bab XI) 17. Pertahanan dan Keamanan Negara (Bab XII) 18. Pendidikan dan Kebudayaan (Bab XIII) 19. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial (Bab XIV)

20. Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu kebangsaan (Bab XV) 21. Perubahan Undang-undang Dasar 1945 (Bab XVI) Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, yakni sebagai rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Hal ini dikarenakan didalam pembukaan tersebut mengandung pokokpokok pikiran yang tidak lain daripada nilai-nilai dasar Negara pancasila yang diciptakan dalam Batang tubuh UUD 1945(dalam bentuk pasal-pasalnya). Dengan demikian terjadi penjabaran atas nilai dasar kedalam/ menjadi norma dasar. 2.3 Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 Seperti yang dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945, dikenal adanya 7 buah kunci pokok system pemerintahan Negara, yaitu : 1. Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hokum ( Rechtsstaat) Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa Negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga Negara yang lain, dalam melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hokum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hokum. Tekanan pada hokum (recht) diharapkan sebagai lawan dari kekuasaan (macht). Negara hokum yang dimaksud UUD 1945 ialah Negara yang melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tupah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Sistem Konstitusional Pemerintah berdasar atas system konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas). System ini member ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentua konstitusi-konstitusi, dan dengan

sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan hokum lain yang merupakan produk konstitusioanal, seperti GBHN, UU dan sebagainya. Dengan demikian system ini memperkuat berlakunya system Negara hukum diatas.

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi ditangan majelis permusyawaratan rakyat. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugaas dan wewenang yang sangat menentukan jalannya Negara dan bangsa, yaitu berupa : a. Menetapkan UUD b. Menetapkan GBHN c. Mengangkat presiden dan wakil presiden Dengan kewenangan yang demikian, maka kekuasaan MPR luas sekali, dan hal ini logis, karena MPR memegang kedaulatan rakyat. Sebagai badan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat maka segala keputusan yang diambil MPR harus mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh rakyat.

4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah majelis. dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintan Negara, kekuasaan ddan tanggung jawab adalah di tangan presiden. Sistem ini logis, karena presiden diangkat oleh Majelis. Selainn diangkat, presiden juga dipercaya dan diberi tugas unttuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa GBHN maupun ketetapan-ketetapan lainnya oleh majelis. Karena itu sebagai mandataris majelis, presiden dalam menjalankan pemerintahan yang dipercayakan kepadanya

bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tergantung dari dewan.

5. Presiden tidak bertanggung jawab pada DPR. disampingnya presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus dapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk UUD dan untuk menetapkan anggaran pendapatan belanja Negara. Oleh karena itu, presiden harus bejerja bersama-sama dengan dewan, akan tetapi presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tidak bergantung kepada dewan. Menurut sitem pemerintahan ini presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti pada system parlemen, demikian pula DPR juga tidak dapat menjatuhkan presiden, karena presiden tidak bertanggung jawab kepada presiden.

6. Menteri Negara ialah membantu presiden, menteri Negara tidak bertanggung jawab pada DPR. presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri Negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak tergantung dari dewan, akan tetapi tergantung dari pada presiden. Mereka ialah pembantu presiden Dalam statusnya yang demikian, maka tidak dapat dikatakan bahwa mentri-mentri Negara itu ialah pegawai tinggi biasa, oleh karena dengan petunjuk dan persetujuan presiden, menteri-menteri inilah yang pada kenyataannya menjalankan kekuasaan pemerintah dibidangnya masingmasing. Inilah yang disebut presidensial.

7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas Meskipun kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan dictator, artinya kekuasaan tidak terbatas. Diatas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada MPR. Keculai ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR

Kunci sitem ini ialah kekuasaan presiden tidak terbatas. Hal iini juga sudah ditegaskan dalam kunci sitem yang kedua, yaitu sitem pemerintahan konstitusional, bukan bersifat absolute, dengan meninjukkan fungsi atau peran DPR dan fungi atau peranan para mentri sebagai pembantu presiden, yang dapat mebncegah kemungkinan kekuasaan pemerintah ditangan presiden kearah kekuasaan mutlak atau absolutisme. 2.4 Lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945 Untuk memahami kelembagaan Negara perlu diuraikan materi yang tertuang dalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945, yang pada umunya mencakup pokok-pokok ketentuan tentang kedudukan, tugas dan wewenang, hubungan kerja dan cara kerja dari lembaga Negara yang bersangkutan. 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam pasal 2 UUD 1945 disebutkan bahwa MPR terdiri atas anggotaanggota DPR dan DPD. Keanggotaan MPR menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 menunjukkan bahwa seluruh anggota MPR sepenuhnya merupakan hasil dari pemilihan umum. Adapun menurut UUD 1945 sebelum diamandemen anggota MPR ditambah dengan utusan golongan. Adapun kewenangan MPR berubah bukan lagi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Negara melainkan terbatas pada 3 hal, yaitu: a. ayat (1); MPR mengubah dan menetapkan UUD 1945 b. ayat (2); MPR melantik presiden dan wakil presiden c. ayat (3); MPR dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut UUD yang menurut istilah hokum tatanegara disebut impeachment 2. Dewan Perwakilan Rakyat Mengenai DPR diatur dalam pasal 19 samapai dengan pasal 22 UUD 1945. Susunan DPR ditetapkan dalam Undang-undang dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun(pasal 19). Mengingat keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR, maka kedudukan

dewan ini adalah kuat dan oleh karena itu tidak dapat dibubarkan oleh presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Negara. DPR memiliki kekuasaan membentuk UUD (pasal 20 ayat 1), hal ini berbeda dengan UUD 1945 amandemen 2002. Dimana DPR Nampak lebih pasif karena sesuai UUD 1945 sebelum amandemen pasal 20 DPR dapat menyetujui rancangan UU yang diusulkan pemerintah dan Pasal 21 berhak mengajukan rancangan UU disaamping itu. Adapun menurut UUD 1945 amandemen 2002 selain DPR memiliki kekuasaan membentuk UU, DPR juga mempunyai hak inisiatif yaitu hak untuk mengajukan rancangan UU (pasal 21 ayat 1) selain itu DPR juga memiliki hak interpelasi, hak angket dan menyatakan pendapat (pasal 20A ayat 2). Selain hak tesebut setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan,

menyampaikan usul, pendapat serta hak imunitas(pasal 20A ayat 3). DPR juga mempunyai fungsi yang diatur dalam UUD 1945 sesuai pasal 20A ayat 1 yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

3. Dewan Perwakilan Daerah Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum(pasal 22C ayat 1). Anggota DPD dari setiap provinsi, jumlahnya sama an jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR(Pasal 22C ayat 2). DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukkan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

4. Badan Pemeriksa Keuangan Pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Fungsi BPK diera reformasi ialah memberantas KKN.

5. Kekuasaan Kehakiman Menurut pasal 24 UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman adalah merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan , ayat 1. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lindungan peradilan umum, lingkunga peradilan agama. Lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi, ayat2. Mahkamah agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang pasal 24 ayat 1. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional. Dan berpengalaman dibidang hukum,ayat 2.

2.5 Hubungan antara lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945 1. Hubungan antara MPR dan Presiden Majelis permusyawaratan rakyat sebagi pemegang kekuasaaan tinggi sebagai wakil rakyat sesuai dengan UUD 1945 (pasal 1 ayat 2), disamping DPR dan presiden. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 bahwa baik presiden maupun MPR dipilih lamngsung oleh rakyat, pasal 2 ayat 1 dan pasal 6A ayat 1. Berbeda dengan kekuasaan MPR menurut UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen 2002, yang memiliki kekuasaan tertinggi dan mengangkat serta memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden.

Sesuai dengan ketentuan UUD1945 hasil amandemen 2002, maka presiden dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatanya baik karena permintaan sendiri atau karena tidak dapat melakukan kewajibannya maupun diberhentikan oleh MPR. Pemberhentian presiden oleh MPR sebelum masa jabatan berakhir, hanya mungkin dilakukan jikalau presiden sungguhsungguh telah melanggar hokum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (pasal 7A). Namun demikian perlu dipahami bahwa oleh karena presiden tidak diangkat oleh MPR, maka presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR, melainkan kepada rakyat Indonesia sesuai ketentuan UUD. 2. Hubungan antara MPR dan DPR MPR terdiri atas anggota-anggota DPR, dan anggota-anggota DPD yang dipilih melalui pemilu. Dengan demikian maka seluruh anggota MPR menurut UUD 1945 di pilih melalui pemilu.oleh karena anggota DPR seluruhnya merangkap anggota MPR, maka MPR menggunakan DPR sebagai tangan kanannya dalam melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh presiden sabagaimana ditetapkan oleh MPR. Dalam hal ini DPR menggunakan hak-hak tertentu yang dimilikinya seperti hak angket, hak amandemen, hak interpelasi, hak budget, hak Tanya inisiatif, pasal 20A.

3. Hubungan antara DPR dan Presiden Sebagai sesama lembaga dan sesame anggota badan legislatif maka DPR dan presiden bersama-sama mempunyai tugas antara lain: a. Membuat UU (pasal 5 ayat 1), 20 dan 21. b. Menetapkan UU tentang anggaran (pendapatan dan belanja negara) pasal 23 ayat 1.

Membuat UU berarti menentukan kebujakan politik yang diselenggarakan oleh presiden atau pemerintah. Bentuk kerjasama antara DPR dan presiden tidak boleh mengingkari patner legislatifnya. Presiden harus memperhatikan, mendengarkan,

berkonsultasi dalam banyak hal, memberikan keterangna-keterangan serta laporan-laporan kepada DPR dan meminta pendapatnya untuk pengawasan tersebut maka DPR mempunyai beberapa wewenang. Dengan adanya wewenang DPR tersebut, maka sepanjang tahun terjdi musyawarah yang diatur antara pemerintah dan DPR, dan DPR mempunyai kesempatan untuk mengemukakan pendapat rakyat secara kritis terhadap kebijaksanaan dan politik pemerintahan.

4. Hubungan antara DPR dengan Menteri-menteri Hubungan kerjasama antara Presiden dengan DPR juga harus dilaksanakan dalam hal DPR menyatakan keberatannya terhadap kebijaksanaan menterimenteri. Dalam hal ini sudah sewajarnya Presiden menteri yang bersangkutan tanpa membubarkan kabinet. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden pasal 17 ayat (2), sedangkan dalam penjelasannya dikemukakan bahwa menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada DPR, artinya kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan, akan tetapi tergantung kepada Presiden. Dalam pasal tentang kementerian negara (pasal17) diterangkan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR (Sistem Kabinet Presidensial). Seperti juga halnya dengan presiden, menteri-menteri tidak dapat dijatuhkan dan atau diberhentikan oleh DPR, akan tetapi sebagai konsekuensinya yang logis dari tugas dan kedudukannya, ditambah pula ketentuan yang mengatakan bahwa Presiden harus memperhatikan sungguhsungguh suara DPR. Oleh karena itu menteri-menteripun juga tidak terlepas

dari keberatan-keberatan DPR, yang berakibat diberhentikannya menteri oleh Presiden. Jika Presiden bersitegang tidak mau mendengarkan suara DPR yang telah diberikannya dengan tulus ikhlas, maka sebagai jalan keluar MPR harus segera memberikan keputusannya, dan terhadap MPR itu Presiden secara imperatif harus melaksanakannya, terutama berdasar pasal 3 ayat (3).

5. Hubungan antara presiden dengan menteri-menteri Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (pasal 17 ayat 2) dan menteri-menteri itu formal tidak bertanggung jawab kepada DPR, akan tetapi tergantung kepada presiden. Mereka adalah pembantu presiden(pasal 17 ayat 1). Meskipun kedudukan para menteri Negara tergantung kepada presiden, mereka bukan pegawai tinggi biasa, oleh karena itu menteri-menterilah yang terutama menjalankan pemerintahan dalam prakteknya. Sebagai pemimpin departemen (pasal 17 ayat 3), menteri mengetahui seluk beluk mengenai lingkungan pekerjaannya.

6. Hubungan antara Mahkamah Agung dengan lembaga Negara lainnya Dalam pasal 24 ayat 1 uud 1945 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan lain-lain badan kehakiman menurut susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman tersebut diatur

menetapkan hubungan antara mahkamah agung dengan lembaga-lembbaga lainnya. Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan serta kekuatan lainnya. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam bentuk UUD 1945 tentang kedudukan para hakim, sebgai syarat mencapai suatu keputusan yang seadil-adilnya.

7. Hubungan antara BPK dengan DPR

BPK bertugas memeriksa langsung tanggung jawab tentang keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya itu diberitahukan kepada DPR, DPD dan DPRD(pasal 23E ayat 2) untuk mengikuti dan menilai kebijaksanaan eonomis financial pemerintah yang dijalankan oleh aparatur administrasi Negara yang dipimpin oleh pemerintah. BPK bertugas untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan Negara dan memeriksa semua pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Sehubungan dengan penunaian tugasnya BPK berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan atau instansi pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang.

2.6 Gerak pelaksanaan UUD 1945 Sejarah Awal Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17

Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949 Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.

Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950 Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.

Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959 Pada periode UUDS50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta

berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran

Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950

Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966 Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya: Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia

Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998 Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan: Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999 Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.

Periode UUD 1945 Amandemen Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil. Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR: Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 Perubahan Pertama UUD 1945

Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 Perubahan Kedua UUD 1945 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 Perubahan Ketiga UUD 1945 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan Keempat UUD 1945

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sifat dari undang-undang dasar yang tertulis itu mengikat, karena makin supel sifat aturan itu maka akan baik, dan harus dijaga agar sistem UUD 1945 tidak ketinggalan zaman. (Nurhayati S.) Hal yang mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak adanya sistem kekuasaan dengan checks and balances terutama terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 merupakan suatu keharusan, karena dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan baru melakukan penataan terhadap kenegaraan. (Putri Qori Utami) Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen 2002 terdiri dari Pembukaan (4 alinea) serta Batang tubuh (16 Bab, 37 Pasal, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan). (Nurul Hasanah) Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alinea menjadi sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan ciri moral yang ingin ditegakkan, baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungannya dengan pergaulan bangsa-bangsa Indonesia. (Putri Dzulhijjah) Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, yakni sebagai rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Hal ini dikarenakan didalam pembukaan tersebut mengandung pokokpokok pikiran yang tidak lain daripada nilai-nilai dasar Negara pancasila yang diciptakan dalam Batang tubuh UUD 1945(dalam bentuk pasal-pasalnya). Dengan demikian terjadi penjabaran atas nilai dasar kedalam/ menjadi norma dasar. (Mita fresandi) UUD 1945 berlaku di Indonesia dalam beberapa kurun waktu : Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949 Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950

Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959 Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966 Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998 Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999 Periode UUD 1945 Amandemen (1999, 2000, 2001, 2002) (Novaliana)

DAFTAR PUSTAKA

Al Marsudi Subandi. 2001. Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta Anonim. 2012. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-UndangDasarNegaraRepublikIndonesia Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Paradigma: Yogyakarta

You might also like