You are on page 1of 49

SKIZOFRENIA

A. Pengertian Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain. Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga. Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi.

B. Epidemiologi Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita. Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira-kira 30% sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan

pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak

dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.

C. Etiologi Model diatesis-stress, menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia. Secara somatogenik, etiologi penyebab skizofrenia antara lain: Faktor Biologi 1. Komplikasi kelahiran Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia. 2. Infeksi Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia. Faktor Neurotransmitter 1. Dopamin Hyperactivity Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun

antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik. 2. Hipotesis Serotonin Gaddum, Wooley dan Show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57. Struktur Otak Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir. Genetika Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

D. Gambaran klinis Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejalagejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial). Diagnosis: Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
y Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a. Waham bizarre, yaitu isi pikir yang salah yang berlangsung lama dan tidak dapat dikoreksi. Waham bizarre berupa  thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.  thought insertion or withdrawal, yaitu isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).

 thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.  delusion of control, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.  delusion of passivitiy, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).  delusional perception, yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat. b. Halusinasi auditorik:
 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau


 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau


 jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

c. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain). d. Inkoherensi, yaitu kata-kata yang diucapkan sudah tidak memiliki hubungan dan tidak lagi memberikan makna.
y Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a.

halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

b.

arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

c.

perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

d.

gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

y Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal).
y Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. Prognosis Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti: usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk,

gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.

E. Klasifikasi Skizofrenia menurut PPDGJ-III F20.0 Skizofrenia Paranoid F20.1 Skizofrenia Hebefrenik F20.2 Skizofrenia Katatonik F20.3 Skizofrenia Tak Terinci F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia F20.5 Skizofrenia Residual F20.6 Skizofrenia Simpleks F20.8 Skizofrenia Lainnya F20.9 Skizofrenia YTT

F. Terapi Terapi yang dapat diberikan kepada pasien penderita Skizofrenia, antara lain: I. Psikofarmaka
y

Pemilihan obat pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih

menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu, APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering

pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
y

Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:


o Onset efek primer (efek klinis): 2-4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping): 2-6 jam


o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)

o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar)

sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.


o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau

haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
y

Cara/Lama pemberian mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila perlu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi). Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) lalu stop. Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya

dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari. II. Terapi Psikososial Terapi ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar. Tujuannya adalah : 1) Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.

2) Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak. 3) Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps. 4) Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps. 5) Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga. Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
y

Psikoterapi individual
o o o o

Terapi suportif Sosial skill training Terapi okupasi Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

y y y y

Psikoterapi kelompok Psikoterapi keluarga Manajemen kasus Assertive Community Treatment (ACT)

GANGGUAN WAHAM

A. Pengertian Gangguan waham adalah satu gangguan psikiatri yang didominasi oleh gejala-gejala waham. Waham pada gangguan waham bisa berbentuk: waham kebesaran, penganiayaan, cemburu, somatic, atau campuran. Waham merupakan suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika, namun individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan budaya tidak dianggap sebagai waham. Waham dapat berbentuk: a. Waham yang sistematik Yaitu waham yang sesudah dianalisis, memperlihatkan suatu pola sentral tertentu yang kemudian dibesar-besarkan atau ditambah-tambah secara rapi menjadi sistematik. Walaupun unsur-unsur dasarnya salah dan tak logis, akhirnya diperoleh suatu waham yang telah terbentuk dan berkembang secara konsekuen. b. Waham yang non-sistematik Waham yang bekembang secara luas, tetapi tidak memperlihatkan suatu pola sentral tertentu. c. Waham kebesaran (delusi megaloman) Waham yang ekspansif, hendak meyakinkan orang tentang kebesaran daripada individu bersangkutan (seperti jadi tuhan, presiden, panglima besar, dan sebagainya). d. Waham kehinaan (delusi nihilistic) Waham yang hendak meyakinkan orang tentang sifat hina dina, rendah, miskin, hampa, sia-sia dan sebagainya daripada individu yang bersangkutan, hal yang mana sama sekali bertentangan dengan kenyataan. e. Waham tuduhan diri

Keyakinan

berdosa

dan

bersalah

yang

irrealistik

dan

irrasional.

Konsekuensinya adalah kepercayaannya bahwa sudah selayaknya ia harus dihukum berat atau menjalani hukuman mati sekalipun. f. Waham kejaran (delution of persecution) Waham individu itu senantiasa dikejar-kejar oleh orang atau sekelompok yang bermaksud berbuat jahat kepadanya. g. Waham sindiran Waham bahwa individu yang bersangkutan itu selalu disindir oleh orangorang disekitarnya. Biasanya individu yang memiliki waham sindiran itu mencari-cari hubungan antara dirinya dengan individu-individu sekitarnya yang bermaksud menuduh atau menyindir hal-hal yang tak senonoh kepada dirinya. Ada beberapa tambahan jenis-jenis gangguan waham: a. Erotomania: waham cinta, biasanya terhadap orang-orang terkenal (bintang film, pejabat). b. Kebesaran (megalomania): punya kelebihan, kekuatan, kekuasaan;

penemuan penting; waham keagamaan (pemimpin umat, nabi). c. Cemburu: paranoia, lebih sering pada laki-laki. d. Penganiayaan: paling sering pemarah, benci, menyakiti. e. Somatik: dikenal sebagai psikosis hipokondriakal monosimptomatik; sering infeksi (bakteri, virus, parasit); dysmorphofobia (bentuk tidak serasi pada hidung dan dada); bau badan (kulit, mulut, vagina, dsb).

B. Etiologi Penyebab sebenarnya tidak diketahui. Beberapa faktor yang

dimungkinkan menjadi penyebab munculnya gangguan waham, antara lain: a) Faktor biologi: y y Penyakit fisik (misal: tumor otak) Kelainan neurologic (system limbic dan ganglia basalis)

b) Fator psikodinamik: y Isolasi sosial

Hipersensitif (reaksi farmasi, proyeksi dan denial)

C. Pedoman Diagnostik Gangguan Waham (F22.0) Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu, tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak, tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara, tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dsb). Differensial diagnosis
y Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham (ganglia basalis,

system limbic).
y Delirium y Demensia y Penyalahgunaan alcohol y Malingering y Skizofrenia y Gangguan mood

Prognosis    50% sembuh dengan pengobatan 20% pengurangan gejala 30% tidak ada perbaikan

Factor yang berhubungan dengan prognosis yang baik 1) Tingkat pekerjaan 2) Penyesuaian fungsional yang tinggi 3) Jenis kelamin (wanita)

4) Onset sebelum usia 30 tahun 5) Onset terjadi tiba-tiba 6) Lama penyakit singkat 7) Adanya faktor pencetus 8) Waham kejar, somatic dan erotik

D. Klasifikasi Gangguan Waham menurut PPDGJ-III F22.0 Gangguan Waham F22.8 Gangguan Waham Menetap Lainnya F22.9 Gangguan Waham Menetap YTT

E. Terapi Terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan waham, antara lain: I. Psikofarmaka: haloperidol, pimozide, lithium, carbamazepin, valproate, risperidon, clozail. II. Psikoterapi

GANGGUAN AFEKTIF

A. Pengertian Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood yang patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang merupakan gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu gangguan mood dikenal dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood lebih disukai karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap dari seseorang sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan sehari-hari. Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) merupakan sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan

fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

B. Epidemiologi Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada wanita dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I mempunyai prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita. Lebih banyaknya wanita yang tercatat mengalami depresi bisa disebabkan oleh pola komunikasi wanita yang ingin memberitahukan masalahnya kepada orang lain dan harapan untuk mendapatkan bantuan atau dukungan sedangkan pada laki-laki cenderung untuk memikirkan masalahnya sendiri dan jarang menunjukkan emosinya. Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah

ke masa kuliah dan bekerja serta masa pubertas ke masa pernikahan. Survei telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari depresi terjadi pada usia 18-44 tahun. Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan insidensi gangguan depresif berat meningkat pada usia kurang dari 20 tahun. Penurunan kecenderungan depresi pada usia dewasa diduga karena berkurangnya respon emosi seseorang seiring bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan kekebalan terhadap pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat memicu stress. Onset gangguan bipolar I lebih awal dari dari pada onset gangguan depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun. Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang. Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada seseorang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah bercerai atau berpisah dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi pada orang yang bercerai dan hidup sendiri daripada orang yang menikah.

C. Etiologi Faktor-faktor penyebab munculnya gangguan afektif, antara lain: 1. Faktor Bioligis Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering

dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Dopamin juga

diperkirakan

memiliki

peranan

dalam

menyebabkan

depresi.

Data

menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi. Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk

mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah. Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua

(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood. Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada lakilaki. Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada

Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.

Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak neuron pada hipokampus. Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi. Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien depresi. Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania. Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis. Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat. Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk, terbatasnya aktivitas

motorik dan gangguan kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lainnya. 2. Faktor Genetik Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi,

namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari depresi berat. Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita gangguan depresif berat. Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11. 3. Faktor Psikososial Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting dalam depresi.

Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat. Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di masa depan. Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang mudah terkena depresi sewaktu dewasa. Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal, antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi. Menurut Gordon Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada diri sendiri (self focused) memiliki resiko terkena depresi. Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan

pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan mengembalikan objek cinta yang hilang. Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan yang terus-menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.

D. Klasifikasi Gangguan Afektif Menurut PPDGJ-III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) dibagi menjadi:

F30

EPISODE MANIK y Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Jika ada episode afektif (depresi, manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar. (F31).

F30.0 Hipomania y Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau waham. y Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan. F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik y Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan. y Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ grandiose ideas dan terlalu optimistik. F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik y Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania tanpa gejala psikotik). y Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur),

irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi sesuai dengan keadaan afek tersebut (mood congruent). F30.8 Episode Manik Lainnya F30.9 Episode Manik YTT F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR y Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penmbahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terajadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis). y Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif. Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30). F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0); dan (b)Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau. F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik y Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a)

Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1); dan

(b) Harus

ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain

(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau. F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain

(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau. F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi y Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurangkurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau dan ditambah sekurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran). F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F32

EPISODE DEPRESIF y Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ): Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan, dan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas y Gejala lainnya : (a) Kosentrasi dan perhatian berkurang (b) Harga diri dan kepercayaan berkurang (c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis (e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh diri. (f) Tidur terganggu (g) Nafsu makan berkurang y Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. y Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-) F32.0 Episode Depresif Ringan y Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas; y Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai dengan (g). y y Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. y Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya. Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik F32.01 = Dengan gejala somatik F32.1 Episode Depresif Sedang y Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0); y Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya; y Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik F32.11 = Dengan gejala somatik F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik y y Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya harus berintensitas berat. y Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan. y Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu. y Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik y Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas. y Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).

F32.8 Episode Depresif Lainnya F32.9 Episode Depresif YTT

F33

GANGGUAN DEPRESIF BERULANG y Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari : episode depresif ringan (F32.0), episode depresif sedang (F32.1), episode depresif berat (F32.2 dan F32.3).

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan afektif bipolar. y Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2). Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). y Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan). y Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis). F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter kelima: F33.00 = Tanpa gejala somatik F33.01 = Dengan gejala somatik F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.1); dan (b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter kelima: F33.10 = Tanpa gejala somatik F33.11 = Dengan gejala somatik F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala Psikotik y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan (b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala Psikotik y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan

(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini Dalam Remisi y Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39; dan (b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

F34

GANGGUAN MENETAP

SUASANA

PERASAAN

(MOOD[AFEKTIF])

F34.0 Siklotimia y Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-). y Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk mana pun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-). F34.1 Distimia y Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1).

y Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas. y Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stres lain yang tampak jelas. F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya y Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (F34.0) atau distimia (F34.1), namun secara klinis bermakna. F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38

GANGGUAN LAINNYA

SUASANA

PERASAAN

(MOOD[AFEKTIF])

F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya y F38.00= Episode afektif campuran Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang bersifat campuran atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam) antara gejala hipomanik, manik dan depresif. F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya y F38.10 = Episode depresif singkat berulang

Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali sebulan selama satu tahun yang lampau. Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2 minggu (yang khas ialah 2-3 hari, dengan pemulihan sempurna) tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode depresif ringan, sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2). F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YTT

Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria untuk kategori mana pun dari F30-F38.1 tersebut diatas.

F38.9 Gangguan Afektif YTT y Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak ada istilah lain yang dapat digunakan. y Termasuk: psikosis afektif YTT.

E. Pemeriksaan Status Mental 1. Episode Depresif


y

Deskripsi umum: Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan khususnya pada pasien lansia. Secara klasik, seorang pasien depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan, pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.

Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan aktifitas secara menyeluruh.

Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan volume bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata-kata tunggal dan menunjukkan respon yang lambat terhadap suatu pertanyaan.

Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai mood pada pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatik.

Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kirakira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir, biasanya

penghambatan arus pikiran dan kemiskinan isi pikiran.

Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu gangguan kognitif yang sering kali dinamakan pseudodemensia depresif, dengan keluhan gangguan konsentrasi dan mudah lupa.

Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi melakukan bunuh diri dan kira-kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko untuk melakukan bunuh diri meningkat saat mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal /paradoxical suicide).

Reliabilitas: Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal-hal yang buruk dan menekan hal-hal yang baik.2

2. Episode Manik
y

Deskriksi umum: Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadangkadang mengelikan dan sering hiperaktif.

Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang dapat menyebabkan perasaan marah dan permusuhan. Secara emosional mereka sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi marah kemudian menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam.

Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali rewel dan menjadi pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat keadaan teraktifitas, pembicaraan penuh dengan gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat aktifitas meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi menghilang menyebabkan gagasan yang meloncat-loncat (flight of idea), gado-gado kata dan neologisme. Pada keadaan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat dibedakan dari pembicaraan skizofrenik.

Gangguan persepsi : Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan

yang luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dan halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.
y

Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran gagasan yang tidak terkendali.

Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat masih intak walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut disebut mania delirium (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.

Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang atau mengancam.

Perimbangan dan tilikan: Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik. Mereka mungkin dapat melanggar peraturan.

Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan penipuan sering ditemukan pada pasien mania.2

F. Terapi Terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan afektif, antara lain: 1) Terapi Psikososial Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi gangguan depresi berat. Terapi kognitif bertujuan untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif, fleksibel dan positif serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masing-masing. NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program,

menemukan bahwa farmakoterapi, baik sendiri maupun dengan psikoterapi merupakan terapi terpilih untuk pasien dengan gangguan depresif yang parah. Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi ini memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau

memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi berat. Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan

memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan yang positif. Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan yang efektif untuk gangguan depresif berat. Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan psikoanalisa. Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan mood untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan kemungkinan relaps. 2) Farmakoterapi Antidepresan Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi dengan gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor, gangguan tidur, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat ambilan neurotransmiter aminergic dan menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxydase

(MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmiter aminergic pada celah sinaps neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin. Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Obat

antidepresan

yang

ideal

harus

memenuhi

kriteria

berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6) biaya yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik, (10) bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman. Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan

penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat

keputusan dalam

menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di masa lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat selanjutnya. Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya. Obat yang berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan agitasi sementara obat yang memiliki efek sedasi yang rendah cocok untuk pasien yang mengalami penghentian atau penurunan aktivitas psikomotor. Berikut

adalah macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk kepentingan klinik. a. Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepresant: TCA) TCA sudah digunakan hampir selama empat dekade. Antidepresan ini disebut trisiklik karena memiliki nukleus dengan tiga cincin. Obat yang termasuk golongan ini adalah imipramine, desipramine, clomipramine, trimipramine, amitriptyline, nortriptyline, doxepine, protriptyline. Farmakokinetik TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga mudah masuk SSP. TCA dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas

gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan lambung sehingga penyerapan obat menjadi lebih lama. Farmakodinamik Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut. y Menghambat ambilan neurotransmiter TCA menghambat ambilan neurotransmiter monoamine

(norepinefrin atau serotonin) ke terminal saraf prasinaptik yang menyebabkan peningkatan konsentrasi neurotransmiter monoamine pada celah sinaptik sehingga berefek antidepresan. y Penghambatan reseptor TCA menghambat reseptor serotonin, muskarinik.9 Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA. -adrenergik, histamin dan

Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.

Farmakologi Klinik TCA meningkatkan aktifitas berfikir, memperbaiki kewaspadaan mental, meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi gejala depresi pada 50-70% pasien. TCA banyak digunakan untuk depresi sedang hingga berat terutama dengan gangguan psikomotorik, insomnia atau nafsu makan yang buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi yang lambat sehingga pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu sebelum menyimpulkan bahwa obat tersebut tidak efektif. Efek samping y Antimuskarinik: penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, konstipasi, memperberat epilepsi dan glaukoma. y Kardiovaskuler: peningkatan aktivitas katekolamin menyebabkan stimulasi jantung yang berlebihan, perlambatan konduksi atrioventrikular. Penghambatan reseptor -adrenergik menyebabkan hipotensi ortostatik dan takikardi. Masalah ini harus diperhatikan terutama pada orang tua. y Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun. y Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.

Sediaan dan Dosis y Amitriptyline (generik, Elvail) Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi Dosis: 75-200 mg/hari y Clomipramine (generik, Anafranil) Oral: 25; 50; 75 mg kapsul Dosis: 75-300 mg/hari y Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane) Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet Dosis: 75-200 mg/hari y Doxepine (generik, Sinequan) Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL konsentrat Dosis: 75-300 mg/hari y Imipramine (generik, Tofranil) Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg kapsul (pamoat) Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi Dosis: 75-200 mg/hari y Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor) Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution Dosis: 75-150 mg/hari

Protriptyline (generik, vivactil) Oral: 5; 10 mg tablet Dosis: 20-40 mg/hari

Trimipramine (Surmontil) Oral: 25; 50; 100 mg kapsul Dosis: 75-200 mg/hari

b. Heterosiklik

Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan kedua dan ketiga. Potensi obat heterosiklik tidak berbeda secara khusus dari agenagen sebelumnya. Yang termasuk antidepresan generasi kedua dalah amoxapine, maprotiline, trazodone dan bupiropion. Generasi ketiga

adalah mirtazapine, venlafaxine dan nefazodone. Pada tahun 1990 diperkenalkan agen venlafaxine yang banyak digunakan di Eropa. Sediaan dan Dosis y Amoxapine (generik, Asendin) Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet Dosis: 150-300 mg/hari y Bupropion (Wellbutrin) Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet Dosis: 200-400 mg/hari y Maprotiline (generik, Ludiomil) Oral: 25; 50; 75 mg tablet Dosis: 75-300 mg/hari y Mitrazapine (Remeron) Oral: 15; 30; 45 mg tablet Dosis: 15-60 mg/hari y Nefazodone (generik, Desyrel) Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet Dosis: 200-600 mg/hari y Venlafaxine (Effecxor) Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended release tablet Dosis: 75-225 mg/hari c. Inhibitor Ambilan Kembali Serotonin Selektif (SSRI) SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat ambilan serotonin secara spesifik. Dibanding TCA, SSRI memiliki efek antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini tersedia lima

macam SSRI yaitu fluoxetine, paroxetine, sertraline, fluvoxamine dan citalopram. Farmakokinetik Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang mantap dalam beberapa minggu. Fluoxetine mengalami demetilasi menjadi metabolit aktif norfluoksetine. Fluoxetine merupakan inhibitor kuat isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati yang berfungsi untuk eliminasi obat TCA, obat neuroleptik, antiaritmia dan antagonis -adrenergik. Farmakodinamik SSRI merupakan golongan obat yang secara spesifik meghambat ambilan serotonin. Golongan ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik ataupun histaminergik.8 Farmakologi Klinik Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan depresi mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang sering ditimbulkan TCA seperti efek antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan berat badan. Dokter lebih sering meresepkan fluoxetine dan sekarang di Amerika fluoxetine merupakan obat antidepresan yang paling banyak diresepkan. Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa dan gangguan obsesif kompulsif. Efek samping Efek samping fluoxetine seperti hilangnya libido, ejakulasi terlambat, anorgasme dan mual. Sediaan dan Dosis y Citalopram (Celexa) Oral: 20; 40 mg tablet Dosis: 20-60 mg/hari y Fluoxetine (Prozac) Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid Dosis: 10-60 mg/hari y Fluvoxamine (Luvox)

Oral: 25; 50; 100 mg tablet Dosis: 100-300 mg/hari y Paraxetine (Paxil) Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25 mg controlled release tablet Dosis: 20-50 mg/hari y Sertraline (Zoloft) Oral: 25; 50; 100 mg tablet Dosis: 50-200 mg/hari d. Inhibitor Oksidase Monoamin (MAOI) MAOI adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter yang berlebihan di celah sinaptik saat neuron istirahat. MAOI dapat menonaktifkan enzim MAO secara reversible atau irreversibel. Neurotransmiter tidak akan mengalami degradasi sehingga menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke dalam ruang sinaptik yang menimbulkan aktivitas antidepresan. Farmakokinetik Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti depresan memerlukan waktu 2-4 minggu. Regenerasi enzim yang dinonaktifkan secara irreversibel biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat melalui ginjal. Farmakodinamik MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim dan menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Hal ini meningkatkan depot norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan selanjutnya meningkatkan konsentrasi neurotransmiter di dalam ruang sinaptik. Farmakologi Klinik Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan, kerja antidepresan terjadi setelah beberapa minggu. MAOI digunakan untuk

pasien depresi yang tidak responsif dan alergi terhadap TCA atau menderita ansietas hebat. Efek samping Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan anggur merah diinaktifkan oleh MAOI di dalam usus. Orang menggunakan MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang yang

menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar yang tersimpan pada ujung terminal saraf sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia dan stroke. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk menghindari makanan yang mengandung tiramin. Efek samping lainnya dari MAOI adalah mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering, disuria dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena dapat terjadi bahaya sindrom serotonin yang dapat mematikan. Diperlukan waktu enam minggu sebelum menggunakan obat yang lain. Sediaan dan Dosis y Phenelzine (Nardil) Oral: 15 mg tablet Dosis: 47-75 mg/hari y Tranylcypromine (Parnate) Oral: 10 mg tablet Dosis: 10-30 mg/hari e. Antimania Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik. f. Lithium Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan

bipolar khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien dengan fase manik dilaporkan mencapai 60-80%. Farmakokinetik Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam. Kadar dalam plasma dicapai setelah 30 menit sampai 2 jam. Efek terapi terlihat setelah 10 hari penggunaan. Ekskresi terutama melalui urin dengan waktu paruh eliminasi 20 jam. Farmakodinamik Mekanisme kerja yang pasti dari lithium sampai saat ini masih dalam penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu: y Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion Lithium berhubungan erat dengan natrium. Lithium dapat

menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan pertukaran natrium melewati membran. y Efek terhadap neurotransmiter Lithium tampaknya meningkatkan aktivitas serotonin. Diperkirakan Lithium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopamin, menghambat supersensitifitas dopamin dan meningkatkan sintesis asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan bahwa peningkatan aktivitas kolinergik akan mengurangi mania. y Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers) Studi tentang lithium memperlihatkan perubahan kadar inositol phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP2 menjadi IP1 dan konversi IP menjadi inositol. Penyakatan ini menyebabkan deplesi PIP2 yang merupakan prekursor IP3 dan DAG. IP3 dan DAG merupakan pembawa pesan kedua yang penting dalam transmisi adrenergik maupun transmisi muskarinik.8,12 Gambar 3. Efek lithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Farmakologi Klinik Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih tergolong ringan, lithium sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu ditambah clonazepam atau lorazepam dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan. Pada fase depresif gangguan bipolar, lithium sering dikombinasi dengan antidepresan. Efek Samping y Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik, ataksia, disartria dan afasia. y Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi efeknya reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien mengalami pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala hipotiroidisme. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12 bulan. y Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun bersifat reversibel. Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi

lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan minimal dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai azotemia maupun gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal. y Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena edema namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan berat badan. y Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus sehingga sindrom bradikardi dan takikardi merupakan kontraindikasi penggunaan lithium. y Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang mengkonsumsi lithium terutama anomali Ebstein. Namun data terbaru menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah. Lithium didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai setengah dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan letargi, sianosis, reflek moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali. y Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis pada penggunaan lithium. Leukositosis selama pengobatan dengan lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada leukopoiesis. Preparat yang Tersedia Lithium carbonate (generik, Eskalith) Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300; 450 mg tablet sustained release 300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li Dosis: 250-500 mg/hari g. Asam Valproat

Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki efek antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal memberikan respon terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate menunjukkan keberhasilan yang setara dengan lithium pada

awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania. Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkan valproate dengan lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen. Preparat yang Tersedia Valproic acid (generik, Depakene) Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup Dosis: 3 x 250 mg/hari h. Carbamazepine Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk lithium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.

Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat

digunakan sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi dengan lithium. Cara kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat

mengurangi sensitisasi otak terhadap perubahan mood. Mekanisme tersebut mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek diskrasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi, namun tidak menjadi masalah besar pada penggunaanya sebagai penstabil mood. Preparat yang Tersedia Carbamazepine (generic, Tegretol) Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100; 200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul

Dosis: 400-600 mg/hari

G. Prognosis Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini memiliki perjalanan yang panjang dan pasien cenderung mengalami

kekambuhan. Prognosa baik apabila:


y Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik y Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan y Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan baik y pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh y Fungsi keluarga yang stabil dan baik y Tidak ada gangguan psikiatri komorbid y Tidak ada gangguan kepribadian.

Prognosa buruk apabila:


y Adanya penyerta gangguan distimik y Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya y Gejala gangguan kecemasan y Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya. y Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan

perempuan. Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti penurunan sosial yang bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Rusdi Maslim. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Sulistia GG. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://blognyayoan.blogspot.com/2009/06/gangguan-waham.html http://moozes.multiply.com/journal/item/53/GANGGUAN_AFEKTIFMOOD http://www.forumsains.com/artikel/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satugangguan-psikosis-fungsional/ http://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan_afektif.htm http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=314

MAKALAH PSIKIATRI

SKIZOFRENIA, GANGGUAN WAHAM, DAN GANGGUAN AFEKTIF


(Dosen Pengampu: Prof. Dr.dr. H. M. Fanani, Sp.KJ.)

Disusun Oleh: Asri Setyo Prihatin G0107029

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

You might also like