You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang PJK adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakse imbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.Penyebab tersering PJK adalah menyempitnya lumen arteri koronaria oleh aterosklerosis,sehingga PJK sering disebut penyakit arteri koronaria, penyakit jantung iskemik atau penyaki t aterosklerostik koroner (Robbins, 2007) Diperkirakan 17,3 juta jiwa meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008,mewakili 30% dari seluruh kematian di dunia,terdiri dari 7,3 juta jiwa diak ibatkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK).PJK merupakan penyakit yang masuh me njadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang.Diperkirakan pada tah un 2030, hampir 23,6 jiwa meninggal akibat penyakit kardiovaskular yang didomina si oleh PJK dan stroke (WHO,2008). Di Amerika,lebih dari 616.000 orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular.Pen yakit kardiovaskular menyebabkan hampir 25% dari kematian,hampir 1 kali setiap 4 jam,di Amerika (CDC,2008).Penyakit Jantung Koroner merupakan jenis yang paling umum dari penyakit kardiovaskular.Pada tahun 2008, 405.309 orang meninggal akiba t PJK.Setiap tahunnya,sekitar 785.000 penduduk Amerika menderita serangan pertam a PJK.470.00 orang lainnya yang sudah mengalami serangan pertama PJK atau lebih, mengalami serangan lainnya (CDC,2008). Pada laki-laki insiden tertinggi manifestasi klinisnya antara 50-60 tahun,pada w anita antara 60-70 tahun (Lawrence M.2002).Jika dilihat dari sudut umur, lima pe rsen dari semua jenis serangan jantung terjadi pada orang di bawah umur 40 tahun , manakala 45 persen orang yang mendapat serangan jantung berumur kurang dari 65 tahun. 84.6 persen orang yang meninggal karena serangan jantung berusia lebih 6 5 tahun. Kira-kira 80 persen orang di bawah umur 65 tahun yang meninggal dunia k arena penyakit jantung koroner adalah pada serangan pertama. Di Indonesia,penyakit jantung koroner telah menempati urutan pertama dalam deret an penyebab utama kematian di Indonesia (SKRT,2001). Di Inggris, sekitar 4% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok.Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perok ok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30% dibandingkan denga n orang yang tinggal dengan bukan perokok (Huon H. Gray, 2002). Prevalensi merokok di Indonesia naik dari tahun ke tahun (Riskesdas, 2007).Perse ntase pada penduduk berumur >15 tahun adalah 35,4 persen aktif merokok (Depkes, 2011). Berdasarkan PP No. 9 tahun 2003,rokok adalah olahan tembakau yang dibungkus, ter masuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina Tabaca um, Nicotina Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikoti n dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular karena sudah terbukti menyebabkan peningkatan insiden dan keparahan aterosklerosis.Merokok sa tu bungkus atau lebih per hari selama beberapa tahun dapat meningkatkan risiko k ematian akibat PJK sampai 200% (Robbins, 2007).Nikotin pada rokok menyebabkan pe ningkatan denyut jantung,padahal di satu sisi menebalkan dan mengkontraksikan ar teri sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah sistemik.Selain itu nikotin mengakibatkan peningkatan metabolisme lemak sehingga menaikkan kadar kolesterol dalam darah khususnya LDL (Aula, 2010) Merokok merupakan masalah yang terus berkembang, baik di negara maju seperti di Amerika Serikat maupun di negara berkembang seperti di Indonesia.Berdasarkan dat a Riskesdes 2007,prevalensi merokok di Indonesia naik dari tahun ke tahun.Persen tase pada penduduk berumur >15 adalah 35,4 persen aktif merokok (Depkes, 2011). Usia berpengaruh pada resiko terkena penyakit kardiovaskuler karena usia menyeba bkan perubahan di dalam jantung dan pembuluh darah.Pada usia lansia,biasanya ora ng menjadi kurang aktif,berat badan meingkat.Tekanan darah meningkat sesuai usia ,karena arteri secara perlahan-lahan kehilangan keelastisitasnya (Soeharto,2004) . Pada sistem kardiovaskuler,proses menua menyebabkan: basal heart rate menurun, r

espon terhadap stress menurun, LV compliance menurun: karena terjadi hipertrofi, senile amloidosis, pada katup terjadi sklerosis dan kalsifikasi yang menyebabka n disfungsi katup, AV node dan sistem konduksi fibrosis, komplains pembuluh dara h perifer menurun, sehingga afterload meningkat, dan terjadi proses aterosklero tik (IPDL, 2007). Usia lanjut dan merokok merupakan salah satu faktor utama dalam penyakit kardiov askular,termasuk mempengaruhi baik morbiditas maupun mortalitas pada kasus PJK.S aya tertarik membuat penelitian ini karena saat ini belum ada penelitian yang me nghubungkan antara usia lanjut danriwayat merokok dengan kejadian PJK di Poli Pe nyakit Dalam RSMH. Penelitian case control yang dilakukan oleh J Ismail, dkk tahun 2003 pada laki-l aki dan wanita umur 15-45 tahun di kawasan Asia Selatan menyebutkan bahwa peroko k aktif mempunyai risiko 3,82 kali lebih besar untuk menderita myocard infarc (O R=3,82, 95% CI 1,47-9,94) dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan pada k enaikan serum kolesterol mempunyai risiko 1,67 kali lebih besar untuk menderita myocard infarct dibandingkan dengan kelompok kontrol (OR=1,67, 95% CI 1,14-2,45 untuk setiap kenaikan 1,0 mmol).(J Ismail dkk, 2004) Tanda dan gejala klinik PJK pada usia dewasa muda (young adults) jarang sekali d inyatakan oleh pasien secara langsung, tanda dan gejalanya tidak khas dan asympt omatic. Banyak studi menunjukkan hanya sekitar 3,0 % dari semua kasus PJK terjad i pada usia dibawah 40 tahun.( Lloyd W. Dkk, 2003)

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas,dapat dirumuskan pernyataan sebag ai berikut : Apakah terdapat hubungan antara lansia yang merokok dan PJK di poli penyakit dal am RSMH Palembang 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Diketahui hubungan antara lansia yang merokok dan PJK di poli penyakit dalam RSM H Palembang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan usia lanjut dengan kejadian PJK di poli penyakit dal am RSMH Palembang. 2. Mengetahui hubungan merokok dengan kejadian PJK di poli penyakit dalam R SMH Palembang. 3. Dianalisis hubungan usia lanjut dan merokok dengan PJK. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademik 1. Diperoleh pengetahuan mengenai ada tidaknya hubungan antara usia lanjut dan merokok dengan PJK di poli penyakit dalam RSMH Palembang. 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan usia lanjur dan merokok dengan PJK sebagai sarana pengembangan diri bagi peneliti dal am bidang riset.

1.5. Keaslian Penelitian Peneliti, tahun publikasi, dan

tempat penelitian Judul Penelitian Variabel yang Diteliti Desain Penelitia n Hasil Jason H. Cole MD, dkk 2003, USA Long-term follow-up coronary artery disease presenting in young adults (age < 45 years) - Active tobacco use. - A prior MI. - Heart failure. - Coronary angioplasty. - Coronary artery bypass graft. Case control study - Active tobacco use HR: 1,59, 95% CI:1, 1 2,21 - A prior MI HR:1,32, 95% CI:1,00-1,73 - Heart failure HR:1,75 95% CI:1,03-2,97 - Coronary angioplasty HR:0,51, 95% CI:0,32- 0,81. - Coronary artery bypass graft HR:0,68, 95% CI:0,50-1,94. Pitsavos dkk, 2002, Greece Association between exposure to environmental to bacco smoke and the development of acute coronary syndromes : the CARDIO 2000 ca se control study. - Paparan terhadap asap rokok sekitar - Status merokok Case control study - Kelompok wanita bukan perokok (saat ini)dan terpapar dengan asap rokok : OR=1,47, 95% CI, 1,26 - 1,80. - Kelompok wanita perokok aktif dan terpapar asap rokok, OR=2,83, 95 % CI, 2,07 3,31 Rivai SM 1994 Yogyakarta Faktor risiko utama infark myokard akut pada pen derita yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta - Hiperlipidemia - Hiprtensi - Merokok - Diabates mellitus Case control study Pada kelompok wanita : - Hipertensi: OR=2,27,95% CI, 1,47-3,51. - HDL-C > 35 mg%: OR=1,88, 95% CI, 1,22- 2,88. Rasio kolesterol total dengan HDL-C < 5 : OR=2,27, 95 % CI, 1,47- 3,51. Tatsanavivat dkk, 1998, Thailand Prevalence of coronary hearth disease an d major cardiovascular risk factors in Thailand - Merokok - Hipertensi - Diabates - Obesitas -Hipercolesterolemia Cross sectional study - Prevalensi PJK= 9,9/1000 (pria 9,2/1000, wanita 10,7/1000) - PRR untuk semua faktor risiko mempunyai nilai p > 0,05.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Koroner 2.1.1. Definisi PJK adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakse imbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.Penyebab tersering PJK adalah menyempitnya lumen arteri koronaria oleh aterosklerosis,sehingga PJK sering disebut penyakit arteri koronaria, penyakit jantung iskemik atau penyaki

t aterosklerostik koroner (Robbins, 2007) Arteriosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terjadi atas pemben tukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebu t ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada bagian dalam tunica media .Proses ini dapat terjadi pada seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri coronaria, proximal arteri renalis dan bifu rcatio carotis (Darmawan, 2010). Sindrom PJK terdiri dari nyeri dada (angina pectoris), infark miokardium akut (a kut myocard infark/ AMI), kematian jantung mendadak (sudden death) dan penyakit jantung iskemik kronis. 2.1.2. Klasifikasi Menurut macam serangan yang terjadi pada pembuluh darah koroner dapat diklasifik asikan dari : a. Angina Pectoris. Gejala nyeri biasanya timbul ketika penderita melakukan aktivitas dan akan mered a setelah beristirahat. Pemicu timbulnya nyeri ini antara lain udara dingin dan stress psikologik (Anis, 2006). Penyebab sakit dada berhubungan dengan pengisian arteri koronaria sewaktu diast ole. Setiap keadaan yang akan meningkatkan denyut jantung akan meningkatkan juga kebuthan jantung yang tidak bisa dipenuhi oleh pasok aliran darah koroner dan a kan mengakibatkan sakit. Sakit sering terjadi sesudah suatu keadaan emosi, latih an fisik, makan banyak , perubahan suhu, bersenggama, dan lain-lain. Sakit mengh ilang bila kecepatan denyut jantung diperlambat, relaksasi, istirahat, atau maka n obat glyceril trinitrat. Sakit biasanya menghilang dalam waktu 5 menit (Sylvia A. Dkk, 2005) . b. Acute Miocardial Infark Infark miokard biasanya terjadi dengan penurunan mendadak dari arteri koronaria yang sebelumnya menyempit oeh aterosklerosis.Progresi lesi aterosklerotik sampai pada titik denga pembentukan thrombus yang terjadi merupaka proses yang komplek s yang berhubungan dengan cedera vaskuler.Cedera ini dipercepat oleh faktor sepe rti merokok sigaret, hipertesi, dan akumulasi lipid.Dalam sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik menjadi fisur, ruptur, atau mengalami ul serasi dan denga kondisi yang baik bagi trombogenesis (faktor yang bisa lokal at au sistemik), trombus mural yang terbentuk menyebabkan oklusi arteri koroner (pa sternak, 2000). Jika iskemik miokard berlangsung selama beberapa waktu bahkan pada saat istiraha t, nekrosis jaringan akan terjadi dalam watu satu jam.Sekitar 85% kasus infark m iokard disebabkan oleh pembentukan trombus secara akut di daerah stenosis korone r yang aterosklerotik (Silbernagl, 2003). 2.1.2. Etiologi PJK disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan al iran darah.Penyebab tersering PJK adalah menyempitnya lumen arteri koronaria ole h aterosklerosis.Aterosklerosis diseabkan disebabkan oleh adanya penimbunan lipi d di lumen arteri koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terus berlanjut, maka dapat menurunkan kemampuan pembu luh darah untuk berdilatasi.Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak seb elah distal daerah lesi. 2.1.3. Faktor Risiko Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya Aterosklerosis, diantaranya adalah dislipidemia, merokok, obesitas, hipertensi, aktivitas fisik dan olahraga , diabetes mellitus, usia, riwayat keluarga, stress dan depresi dan infeksi. A.Usia Usia berpengaruh pada resiko terkena penyakit kardiovaskuler karena usia menyeba bkan perubahan di dalam jantung dan pembuluh darah.Pada usia lansia,biasanya ora ng menjadi kurang aktif,berat badan meingkat.Pengaruh gaya hidup yang kurang ger ak, merokok, dan makanan yang miskin nutrisi mempercepat kerusakan jantung dan s irkulasi darah dan kadar kolesterol.Tekanan darah meningkat sesuai usia,karena a

rteri secara perlahan-lahan kehilangan keelastisitasnya.Usia membawa perubahan y ang tidak terkendali pada tubuh manusia termasuk sistem kardiovaskular,seperti m eingkatnya PJK (Soeharto,2004). Telah dibuktikan adanya hubungan antara usia dan kematian akibat PJK.Sebagian be sar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.Juga didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yait u kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya usia.Di Amerika Seri kat kadar kolesterol pada laki-laki maupun perempuan mulai meningkat pada umur 2 0 tahun.Pada laki-laki kolesterol akan meningkat sampai umur 50 tahun dan akhirn ya akan turun sedikit setelah umur 50 tahun.kadar kolesterol perempuan sebelum m enopause (45-60 tahun) lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang sama.Set elah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki. B.Merokok Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit jantung, termasu k serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok akan mengurangi risiko terjadinya serangan jantung.( T.F.M Van Berkel, 1999) Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jant ung sebanyak 2 sampai 3 kali.( Ridker PM dkk,2001) Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok.( Huon H . Gray dkk, 2002) Meskipun terdapat penurunan yang progresif proporsi pada popul asi yang merokok sejak tahun 1970-an, pada tahun 1996 sebesar 29 % laki-laki dan 28 % perempuan masih merokok. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah prev alensi kebiasaan merokok yang meningkat pada remaja, terutama pada remaja peremp uan. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memili ki peningkatan risiko sebesar 20 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal den gan bukan perokok. Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis d imana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebihdalam sehari memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian PJK. Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang kompleks, diantaranya : a. Timbulnya aterosklerosis. b. Peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme arteri kor oner) c. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. d. Provokasi aritmia jantung. e. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard. f. Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. g. Risiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50 % setelah satu tah un berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun berhenti. Rokok juga meru pakan faktor risiko utama dalam terjadinya : penyakit saluran nafas, saluran pen cernaan, cirrhosis hepatis, kanker kandung kencing (47,48) dan penurunan kesegar an jasmani. Manfaat penghentian kebiasaan merokok lebih sedikit kontroversinya dibandingkan dengan diit dan olah raga. Tiga penelitian secara acak tentang kebiasaan merokok telah dilakukan pada program prevensi primer dan membuktikan adanya penurunan k ejadian vaskuler sebanyak 7-47% pada golongan yang mampu menghentikan kebiasaan merokoknya dibandingkan dengan yang tidak.Oleh karena itu saran penghentian kebi asaan merokok merupakan komponen utama pada program rehabilitasi jantung koroner .( Ades PA, 2001) C.Lipid Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya PJK (Michael B. dkk , 2003). Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupak an lipoprotein densitas rendah (low density liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein densitas tinggi (high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol H DL-lah yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terba lik antara kadar HDL dan insiden PJK.

Pada laki-laki usia pertengahan (45 s.d 65 tahun) dengan tingkat serum kolestero l yang tinggi (kolesterol : > 240 mg/dL dan LDL kolesterol : > 160 mg/dL) risiko terjadinya PJK akan meningkat. Pemberian terapi dengan pravastatin dapat menuru nkan rata-rata kadar LDL kolesterol sebesar 32 %, pasien yang mendapatkan pengob atan dengan pravastatin terhindar dari kejadian PJK sebesar 24 % dibandingkan de ngan kelompok placebo.(41) Selain itu juga studi yang dilakukan para ahli menyebutkan bahwa asam lemak omeg a-3 dapat menurunkan kolesterol LDL, mengurangi kadar trigliserid dan meningkatk an kolesterol HDL.(42) Beberapa vitamin diduga mempunyai efek protektif terhadap aterosklerosis, salah satunya adalah vitamin C dan E sebagai anti oksidan guna mencegah oksidasi lipid pada plak.(43) Peranan trigliserida sebagai faktor risiko PJK masih controversial. Kadar trigli serida yang meningkat banyak dikaitkan dengan pankreatitis dan harus diterapi. H iperlipidemia gabungan (misalnya pada diabetes) membutuhkan intervensi, namun ke kuatan trigliserida sebagai satu faktor risiko jika kolesterol kembali normal ad alah lemah. Peningkatan kadar lipoprotein merupakan faktor risiko independen untuk PJK. Fung si protein ini masih belum jelas, namun diimplikasikan pada risiko PJK familial dan dapat ditemukan pada plak aterosklerotik dan berhubungan dengan fibrinogen. D. Jenis Kelamin dan Hormon Seks Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan kejadiannya l ebih awal dari pada wanita.( American Heart Association, 2007) Morbiditas penyak it PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dan kondis i ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki darpada perempuan. (Huon H. Gray dkk, 2002) Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun se telah menopouse insiden PJK meningkat dengan pesat, tetapi tidak sebesar insiden PJK pada laki-laki (American Heart Association, 2007). Perokok pada wanita meng alami menopouse lebih dini daripada bukan perokok. Gejala PJK pada perempuan dap at atipikal, hal ini bersama bias gender, kesulitan dalam interpretasi pemeriksa an standart (misalnya : tes latihan treadmill) menyebabkan perempuan lebih jaran g diperiksa dibandingkan laki-laki. Selain itu manfaat prosedur revaskularisasi lebih menguntungkan pada laki-laki dan berhubungan dengan tingkat komplikasi per ioperatif yang lebih tinggi pada perempuan. Penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko PJK sekitar tiga kali lipat teta pi beberapa bukti menunjukkan bahwa risiko dengan preparat generasi ketiga terba ru lebih rendah. Terdapat hubungan sinergis antara penggunaan kontrasepsi oral d an merokok dengan risiko relatif infark miokard lebih dari 20 : 1. Faktor risiko kardiovaskuler mayor serupa pada kedua jenis kelamin, tetapi pria biasanya menderita PJK 10 sampai 15 tahun lebih awal daripadawanita. Hingga beru sia 60 tahun, di Amerika Serikat, hanya 1 dari 17 wanita yang sudah mengalami ke lainan koroner, sedangkan pria 1 dari 5. Sesudah usia 60 tahun, PJK menjadi peny ebab utama kematian wanita, sama dengan pria (Falk E and Fuster V, 2001). E. Ras Pada kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, laki-laki mendominas i kematian akibat PJK, tetapi lebih nyata pada kulit putih dan lebih sering dite mukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Onset PJK pada wanita kulit putih umumnya 10 tahun lebih lambat disbanding pria, dan pada wanita kulit berwarna l ebih lambat sekitar 7 (tujuh) tahun. (67) Insidensi kematian dini akibat PJK pad a orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan populasi l okal dan juga angka yang rendah pada ras Afro-Karibia. (Huon H. Gray dkk, 2002) F. Geografi Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagi an utara Inggris dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.( Huon H. Gray dkk, 2002) Data dari Eropa menunjukkan bahwa negara-negara yang konsumsi lemak jenuhnya tet ap tinggi selama Perang Dunia II mortalitas akibat Penyakit Jantung Iskemik ting gi, sedangkan yang konsumsinya menurun, mortalitasnya juga menurun. Para imigran yang berasal dari negara dengan pemakaian lemak rendah kemudian pin dah ke negara dengan diet yang lebih kaya lemak menunjukkan hal sebagai berikut

: perubahan yang pertama kali timbul adalah kolesterol plasma naik, kemudian dii kuti dengan kenaikan insiden penyaki jantung iskemi secara bertahap. Hasil penelitian pada orang-orang Jepang yang tetap tinggal di Jepang dan yang t inggal di Hawaii maupun California menunjukkan bahwa kadar kolesterol, glukosa, asam urat dan trigliserid pada orang-orang yang tetap tinggal di Jepang lebih re ndah daripada yang tinggal di Hawaii maupun California. Insiden penyakit jantung iskemik paling tinggi dijumpai di California dan paling rendah di Jepang. G. Kelas Sosial Perbedaan sosio-ekonomi pada PJK melebar, seperti tingkat kematian dini akibat P JK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan den gan kelompok pekerja kelas profesi (misalnya : dokter, pengacara, dll). Kelompok dengan tingkat sosial ekonomi kuat mempunyai tendensi lebih siap menerima perub ahan demi kepentingan kesehatan daripada kelompok dengan sosial ekonomi lemah. Selain itu, frekwensi istri pekerja kasar paling tidak dua kali lebih besar meng alami kematian dini akibat PJK dari pada istri pekerja non manual. Faktor risiko lain saling berkaitan, antara lain diet, konsumsi rokok, obesitas, aktivitas da n lainlain.(Huon H. Gray dkk, 2002) H. Stres dan Kepribadian Stres, baik fisik maupun mental merupakan faktor risiko untuk PJK. Pada masa sek arang, lingkungan kerja telah menjadi penyebab utama stress dan terdapat hubunga n yang saling berkaitan antara stress dan abnormalitas metabolisme lipid.(Huon H . Gray dkk, 2002) Disamping itu juga stres merangsang sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya cate cholamine yang meningkatkan kecepatan denyut jantung dan menimbulkan vaso konstr iksi.( Barbara C. Long dkk, 1996) Penelitian yang dilakukan terhadap 1000 pasien yang mengalami serangan jantung d engan melihat sifat dan respon individu terhadap stress, tampaknya berhubungan d engan risiko peningkatan penyakit jantung. Beberapa ilmuwan mempercayai bahwa st ress menghasilkan suatu percepatan dari proses atherosklerosis pada arteri koron er. Perilaku yang rentan terhadap terjadinya penyakit koroner (kepribadian tipe A) a ntara lain sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk dipandang, k einginan untuk mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan, dan lain-la in. Baik ansietas maupun depresi merupakan predictor penting bagi PJK. I. Aktivitas Fisik Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler, yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang a ktif ke organ yang aktif. (Ellestad MH dkk, 1986) Aktivitas aerobik secara terat ur menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11 % laki-laki dan 4 % perempuan memenu hi target pemerintah untuk berolah raga.(Huon H. Gray dkk, 2002) Disimpulkan juga bahwa olah raga secara teratur akan menurunkan tekanan darah si stolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar kolesterol d an lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi korone r dan meningkatkan percaya diri. (Stem MJ dkk, 1982) Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak dapat memperta hankan irama langkah yang normal pada kemiringan gradual (3 mph pada gradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 40 %. (31) Dengan berolah raga secara teratur sangat bermanfaat untuk menurunkan fa ktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin serta menur unkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol.( Myers J dkk, 2003). J. Pembekuan Darah Beberapa faktor pembekuan darah dapat mempengaruhi insiden PJK, termasuk kadar f ibrinogen, aktifitas fibrinolitik endogen, viskositas darah dan kadar factor VII dan VIII. Penghambat activator plasminogen (misalnya penghambat activator plasm inogen-I (PA-I) tampak meningkat pada beberapa pasien dengan PJK. Peningkatan in siden PJK pada pasien homosistinuria, yang merupakan kelainan resesif autosomal, terjadi karena gangguan pembekuan. (Huon H. Gray dkk, 2002) K. Hiperhomosisteinemia Peningkatan kadar homosistein dalam darah akhir-akhir ini telah ditegakkan sebag ai faktor risiko independen untuk terjadinya trombosis dan penyakit vaskuler.(Cl

arke R dkk, 1991). Hiperhomosisteinemia ini akan lebih meningkatkan lagi kejadia n aterotrombosis vaskuler pada individu dengan faktor risiko yang lain seperti k ebiasaan merokok dan hipertensi. (Graham IM dkk, 1997). Lebih dari 31 penelitian kasus kontrol dan potong lintang yang melibatkan sekita r 7000 penderita didapatkan hiperhomosisteinemia pada 30 % sampai 90 % penderita aterosklerosis dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koron er. (Christen WG dkk, 200). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Irawan dkk, tentang Hiperhomosi steinemia sebagai faktor risiko PJK yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta den gan desain penelitian kasus kontrol, pada n case 50 orang dan n control 50 orang , didapatkan 74% penderita PJK dari kelompok kasus dan 36% penderita PJK dari ke lompok kontrol. Hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko yang signifikan ter hadap terjadinya PJK (OR 5,06; 95% CI: 2,15-11,91; p<0,01) (Bambang Irawan dkk, 2005). L. Infeksi Infeksi oleh Clamydia pneumoniae, suatu organisme Gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran nafas, tampaknya berhubungan dengan adanya penya kit koroner aterosklerotik.( Huon H. Gray dkk, 2002) Studi prospektif dan meta a nalisis yang dilakukan J. Danesh, dkk yang mengukur serum konsentrasi dari titer immunoglobulin Chlamydia pneumoniae pada 502 kasus PJK yang dilaksanakan di Ing gris (accepted May 16, 2001) didapatkan suatu kesimpulan bahwa titer IgA maupun IgG dari Chlamydia pneumoniae diduga kuat berasosiasi dengan kejadian PJK pada m asyarakat umum.(J. Danesh dkk, 2002) Beberapa kemungkinan untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler yang disebabkan ol eh infeksi (infectious agent) dapat merangsang atau meningkatkan proses kejadian aterosklerosis, diantaranya adalah : (Fong IW, 2000) 1. Invasi langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menimbulkan respon infla matorik yang selanjutnya menyebabkan peningkatan limfosit dan makrofag. 2. Pelepasan lokal dari endotoksin (lipo-polisakarida) yang dapat meningkatkan a mbilan (uptake) ester kolesterol oleh makrofag untuk membentuk sel busa. 3. Kemiripan bentuk molekuler dari heat shock protein-60 (Hsp-60) microbial deng an Hsp manusia menginduksi suatu reaksi autoimun. 4. Efek sistemik tak langsung yang melepaskan lipo-polisakarida ke dalam darah m enyebabkan kerusakan endothelium. 5. Induksi dari perubahan-perubahan dalam lipoprotein oleh sitokin yang secara t idak langsung merupakan predisposisi aterosklerosis pada manusia. M. Alkohol Meskipun ada satu dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingg a moderat, hal ini masih kontroversial. Alkohol dalam dosis rendah meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, namun tidak semua literature mendukung konsep ini. Studi Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui bahwa konsumsi alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit k ardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua,( Beaglehol e R dkk,1992) tetapi konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkata n mortalitas penyakit kardiovaskuler.( Andreasson S dkk, 1998) Peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardivaskuler karena aritmia, h ipertensi sistemik, dan kardiomiopati dilatasi.( Huon H. Gray dkk, 2002) 2.1.5. Epidemiologi Diperkirakan 17,3 juta jiwa meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008,mewakili 30% dari seluruh kematian di dunia,terdiri dari 7,3 juta jiwa diak ibatkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK).PJK merupakan penyakit yang masuh me njadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang.Diperkirakan pada tah un 2030, hampir 23,6 jiwa meninggal akibat penyakit kardiovaskular yang didomina si oleh PJK dan stroke (WHO,2008). Di Amerika,lebih dari 616.000 orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular.Pen yakit kardiovaskular menyebabkan hampir 25% dari kematian,hampir 1 kali setiap 4

jam,di Amerika (CDC,2008).Penyakit Jantung Koroner merupakan jenis yang paling umum dari penyakit kardiovaskular.Pada tahun 2008, 405.309 orang meninggal akiba t PJK.Setiap tahunnya,sekitar 785.000 penduduk Amerika menderita serangan pertam a PJK.470.00 orang lainnya yang sudah mengalami serangan pertama PJK atau lebih, mengalami serangan lainnya (CDC,2008). Pada laki-laki insiden tertinggi manifestasi klinisnya antara 50-60 tahun,pada w anita antara 60-70 tahun (Lawrence M.2002).Jika dilihat dari sudut umur, lima pe rsen dari semua jenis serangan jantung terjadi pada orang di bawah umur 40 tahun , manakala 45 persen orang yang mendapat serangan jantung berumur kurang dari 65 tahun. 84.6 persen orang yang meninggal karena serangan jantung berusia lebih 6 5 tahun. Kira-kira 80 persen orang di bawah umur 65 tahun yang meninggal dunia k arena penyakit jantung koroner adalah pada serangan pertama. Di Indonesia,penyakit jantung koroner telah menempati urutan pertama dalam deret an penyebab utama kematian di Indonesia (SKRT,2001). 2.1.6. Patofisiologi Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang menyerang pembuluh darah yan g mengalirkan darah ke jantung (arteri koronaria) yang mengakibatkan terjadinya penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih pembuluh darah arteri koron er. Sampai saat ini penyebab pasti PJK belum diketahui, dimungkinkan merupakan i nteraksi dari penyebab multifaktorial yang berhubungan dengan kenaikan risiko un tuk terjadinya suatu penyakit (PJK). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor ris iko yang penting terhadap kejadian PJK. Faktor keturunan juga merupakan faktor p enting yang diperkirakan mempengaruhi kejadian PJK yang meliputi riwayat PJK pad a keluarga, gen khusus yang dimiliki seseorang dan terjadinya mutasi genetic yan g berpengaruh kuat terhadap metabolisme kolesterol. Pengaruh hormonal diperkirakan juga memberikan kontribusi yang kuat terhadap kej adian PJK. Pengaruh hormone diduga berhubungan dengan hormone estrogen dan hormo ne progesterone yang dipengaruhi oleh menstruasi dan menopause. Pemakaian kontra sepsi hormonal di duga juga memiliki pengaruh terhadap kejadian PJK. Faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi terjadinya PJK adalah faktor li ngkungan yang berhubungan dengan lingkungan kerja sebagai penyebab terjadinya st ress, dan terdapat hubungan yang saling berkaitan antara stress dan abnormalitas meabolisme kolesterol. Pola hidup yang berhubungan dengan pola diet lemak (kons umsi lemak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi lemak tak jenuh), akt ivitas fisik, obesitas, kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol diduga memberikan kontribusi pula terhadap kejadian PJK. Faktor pola hidup seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan pendapatan

2.1.7. Komplikasi Komplikasi akibat adanya aterosklerosis yang menjadikan iskemia dan infark mioka rd yaitu (Silvia dan Loraine, 2006) a. Gagal jantung kongestif b. Syok kardiogenik c. Disfungsi m. Papillaris

d. e. f. g. h. i. j.

Defek septum ventrikel Ruptur Jantung Aneurisma ventrikel Tromboembolisme Perikarditis Sindrom dressler Disritmia

2.1.8. Penatalaksanaan a. Aterosklerosis 1. Modifikasi diet dapat menurunkan kadar LDL dan memperbaiki kadar HDL.mak anan tinggi serabut (buah-buahan, sayuran, padi-padian),lemak ikan (asam lemak o mega 3),produk kacang kedelai (isofavon), dan bawang putih telah terbukti dapat menurunkan kolesterol LDL 2. Aspirin atau obat antitrombus diberikan untuk mengurangi risiko pembentu kan trombus. 3. Pasien dengan aterosklerotik harus menghentikan kebiasaan merokok karena efek senyawa rokok dapat merusak dinding sel endotel. 4. Oksida nitrat atau nitrogliserin diberikan pada pasien dengan keadaan va sospasme, untuk merelaksasi dinding pembuluh darah (Corwin, 2009) a. Angina Pektoris Adanempat kelas obat yang sering digunakan untuk pengobatan angina dan.Dua kelas adalah golongan vasodilator yaitu nitrit organik dan nitrat, sedangkan golongan kedua adalah Calcium Channel Blocker (CCB). Kelas ketiga adalah atagonis resept or- atau - locker.O at antiplatelet atau antitrombotik terutama sangat bermanfaat untuk angina tidak stabil Pengobatan terhadap angina bertujuan untuk mengurangi ngeri akut, mencegah seran gan iskemik, memperbaiki kualitas hidup dengan meningkatkan toleransi pasien ter hadap olahraga, dan mengurangi risiko infark miokard dengan mengembalikan keseim bangan antara suplay oksigen ke miokard.Nyeri akut dapat dikurangi dengan pember ian golongan vasodilator, CCB, dan - locker,sedangkan untuk mencegah terjadinya i nfark miokard digunakan obat antitrombotik, obat penurun kolesterol (hipolipidem ik) dan ACE inhibitor yang telah terbukti manfaatnya (Lim, 2009) c. Infark Miokard a. Analgesik Opiat intravena dosis kecil (diamorfin 2,5-5,0 mg atau morfin sulfat 5-10 mg) me rupakan analgesik efektif dengan kemampuan vasodilatasi tambahan.Karena memiliki efek samping mual dan muntah,hars diberikan antiemetik profilaksis (plokorperaz in 10 mg, metoklopramid 10 mg, atau siklizin 50 mg). b. Antiplatelet Manfaat pemberian dini aspirin 300 mg telah terdokumentasi dalam sejumlah studi klinis (misal ISIS-2).Dosis minimun efektif dan paling baik ditoleransi adalah 7 5 mg per hari yang harus diteruskan selamanya.Data dari studi CURE menunjukkan b ahwa kombinasi aspirin 75 mg dan klopidogrel 75 mg lebih baik daripada aspirin s aja pada non gelombang Q. c. Antikoagulan Heparin menurunkan risiko emboli sistemik dan emboli paru dan memfasilitasi reso lusi trombus apikal yang terlihat pada ekokardiografi.Banyak data yang medukung penggunaan rutin heparin sebelum ditemukannya trombolitik (Gray dkk, 2005) Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis untuk mengontrol angin a dan memperbaiki kalitas hidup.Tidakan lain adalah terapi reperfusi miokardium dengan cara intervensi koroner dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi C ABG (bypass) (Darmawan, 2010) 2.1.8. Prognosis Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal berikut. a. Wilayah yang terkena oklusi b. Sirkulasi kolateral c. Durasi atau waktu oklusi

d. Oklusi total atau parsial e. Kebutuhan oksigen miokard Prognosis pada penyakit jantung koroner sebagai berikut. a. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit. b. Total mortalitas 15-30% c. Mortalitas usia >50 tahun sekitar 20% 2.1.9. Merokok

2.1.9. Kerangka Teori 2.2. Rokok Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (ber variasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun t embakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.Merokok adala h membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, banik menggunakan rokok batan gan maupun menggunakan pipa (Harrisons, 1987). 2.2.1. Jenis Rokok Menurut Sitepoe, M. (1997), rokok berdasarkan bahan baku atau isi di bagi tiga j enis: 1. Rokok Putih adalah okok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 2. Rokok Kretek adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau da n cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. 3. Rokok Klembak adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma ter tentu. Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis 1. Rokok Filter (RF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. 2. Rokok Non Filter (RNF) adalah rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapa t gabus. 2.2.2. Kandungan Rokok Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi men jadi dua golongan besar yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partike l (8%). Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di antara nya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200 diantar anya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan k arbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bah an kimia lain yang tak kalah beracunnya (David E, 2003). Zat-zat beracun yang te rdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut : 1. Nikotin

Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang terkandung di d alam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat s timulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga memili ki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan d an ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil berhe nti (Pdpersi, 2006). Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana Ta bacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif d apat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni saraf tubuh, menin gkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan s erta ketergantungan pada pemakainya. 2. Karbon Monoksida (CO) Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam tra nspor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (pa rts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, M., 1997). 3. Tar Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasin gkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinog enik. Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel p aru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga me ngakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membe ntuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-pa ru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapa t mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik t etap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam , menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak (Sitep oe, M., 1997). 4. Timah Hitam (Pb) Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug . Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitepoe, M., 1997). 5. Amoniak Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidroge n. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pa da ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengaki batkan seseorang pingsan atau koma. 6. Hidrogen Sianida (HCN) Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tid ak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan s angat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Siani da adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit sa ja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian.

7. Nitrous Oxide Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit. 8. Fenol Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat o rganic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun d an membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas en zim. 9. Hidrogen sulfida Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan ba u yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).

Gambar 2. Bahan-bahan berbahaya pada rokok 2.2.3. Kategori Perokok 1. Perokok Pasif Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok ( Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitar nya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. A sap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, l ima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak menga ndung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996). 2. Perokok Aktif Rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream) (Bustan, 1997). Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung m enghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupu n lingkungan sekitar. 2.2.4 Jumlah Rokok Yang Dihisap Menurut Bustan (1997) jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungk us, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : 1. Perokok Ringan : Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari. 2. Perokok Sedang : Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari. 3. Perokok Berat : Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang. 2.2.5 Lama Menghisap Rokok Merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semaki n awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok (Bustan, 1997). Roko k juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semak in besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, meroko k dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah se hubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini ( Smet d an Bart, 1994). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 1025 mmHg dan menambah detak jantung 520 kali per menit (Sitepoe, M., 1997). Dampa k rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. 2.3. Hubungan Merokok dan PJK Mekanisme efek merokok mempengaruhi penyakit kardiovaskuler telah diteliti pada manusia. Nikotin pada rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, padahal di s atu sisi menebalkan dan mengkontriksi arteri sehingga menyebabkan peningkatan te

kanan darah sistemik. Selain itu Nikotin mengakibatkan meningkatan metabolisme e mak sehingga menaikkan kadar kolesterol dalam darah khususnya LDL (Aula, 2010).

Gambar 3. Pengaruh asap rokok terhadap pembentukan radikal bebas dan penyakit at erotrombosis. Dikutip dari Ambrose JA, et al. J. Am Coll Cardiol. Pada satu studi ditemukan peningkatan risiko infark miokard sebesar 2,8 kali pad a orang dengan status perokok.Sebenarnya, hubungan antara mortolitas PJK dengan riwayat perokok sudah dilaporkan dalam 1959-1965 cancer prevention study dimana hasilnya terdapat peningkatan laju kematian pada orang dengan riwayat merokok.pa da study tersebut didapatkan risiko relatif ketika merokok 1 sampai 25 batang pe r hari 2,1 dan merokok diatas 25 batang per hari menjadi 2,9 (Dourman, 2011). Subrata Bagchi pada tahun 2001 melakukan penelitian bagaimana hubungan antara ri wayat merokok dan PJK.Hasilnya membuktikan bahwa merokok meiliki hubungan yang k uat dengan kejadian PJK dimana pada penelitian ini diperoleh Odds Ratio 5,06 (Ba gchi.S, 2001). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis d engan faktor-faktor lain, seperti hipertensi dan kadar lemak atau gula darah yan g tinggi sehingga tercetusnya PJK (Aula, 2010). 2.3. Usia Lanjut 2.3.1. Pengertian Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manus ia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang ke sehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia le bih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apab ila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tub uh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditanda i oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi st res fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hi dup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai p ada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kat egori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada mas a usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan d engan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda , berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009). 2.3.2. Batasan Umur Lanjut Usia Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang men cakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yan g berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empa

t kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usi a (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia san gat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : perta ma (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingg a tutup usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age ): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), da n very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009). 2.3.3. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes R I (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yait u seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau keg iatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia y ang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan oran g lain. 2.3.4. Karakteristik Lansia Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesu ai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah ya ng bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sam pai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008). 2.3.5. Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan , kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2 008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman , mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuh i undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, t idak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakuka n pekerjaan apa saja. e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasi f, dan acuh tak acuh. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ke tergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/ frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). 2.3.6. Proses Penuaan Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat dirama lkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkemba ngan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks multidimens ional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keselu

ruhan sistem. (Stanley, 2006). Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Se telah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi se cara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008). Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dap at dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses mengh ilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki di ri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketaha nan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlang sung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jari ngan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi keseh atan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun sa at menurunnya. Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-3 0 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi te tap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bert ambahnya usia (Mubarak, 2009). Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya a kan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran so sialnya (Tamher, 2009). Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia un tuk menjaga harkat dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001). 2.3.7. Teori-Teori Proses Penuaan 2.3.7.1.Teori biologis Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori s tres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang. a. Teori genetik dan mutasi Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk spesiesspesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang dipr ogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi . b. Immunology slow theory Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tu buh. c. Teori stres Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digu nakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkunga n internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terp akai. d. Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelo mpok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidra t dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi. e. Teori rantai silang Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua menyeba bkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurang nya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel. 2.3.8. Hubungan Usia lanjut dan PJK Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun fungisiona l. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan penuru nan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksi genasi. Jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada perubaha

n, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pad a dewasa muda, kecepatan jantung di bawah tekanan yaitu, 180-200 x/menit. Kecepa tan jantung pada usia 70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit. Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan merupakan faktor pent ing dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi kardiovaskuler pada lansia, bahk an untuk perubahan tanpa penyakit-terkait. Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti penimbunan amiloid, degenera si basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan dan kekakuan pembuluh darah, dan pe ningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun. Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat proses menua: a. Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah ketidakmamp uan jantung untuk distensi dan penurunankekuatan kontraktil. b. Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan serat konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel. Implikasi dari hal ini ada lah terjadinya disritmia. c. Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peni ngkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. I mplikasi dari hal ini adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respo n terhadap panas dan dingin. d. Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena menjadi tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga mengak ibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan penumpukan darah.

Daftar Pustaka Anis, Waspada Ancaman penyakit tidak menular, Solusi Pencegahan dari Aspek Perilaku & Lingkungan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006, 53-65. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005, 528-556. Michael B, Clearfield, DO, The national cholesterol education program adult treatment panel III guidelines, JAOA, Supplement I Vol 103 No. 1, January, 2003, 51-55. Bambang Irawan, Moch Sjabani, Muhamad A Astoni, Hyperhomocysteinemia as risk for coronary hearth disease, Journal Kedokteran Brawijaya, Vol XXI, No.3, Desember 2005, Hal. 103-149. Clarke R, Daly L, Robinson K, Naugten E, Cahalane S, Fowler B, Graham I, Hyperhomocysteinemia : an independent risk factors for vascular disease, N. Eng J Med 1991; 324: 1149-1155. Graham IM, Daly LE, Refsum HM, Plasma homocysteine as a risk factor for vascular disease, JAMA, 1997; 227: 1775-1781 Christen WG, Anjani UA, Glyn RJ, Hennekens CH, Blood levels of homocysteine

and increased risk of cardiovascular disease-causal or causal, Arch Intern Med, 2000; 160: 422. Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson, Lecture notes cardiology, Edisi 4, Erlangga Medical Series, Jakarta, 2002, 107-150. Myers J, Cardiology Patient page Exercise and cardiovascular health, Circulation 2003; 107:e2-5. Ellestad MH, Cardiovascular and pulmonary responses to exercise, In : Stress Testing, Principles and Practice, 3rd, Philadelphia: FA Davis Coy, 1986, 9. Stem MJ, Cleary P, The national exercise and heart disease project : long term psychosocialoutcome, Arch Intern Med 1982; 142: 1093-1097. Matthew M, Burg. PhD, Stress Behavior and Heart Disease, www.med.yale. edu/library/heart bk/8pdf. Barbara C. Long, Medical and Surgical Nursing A nursing process approach, The C.V Mosby Company St. Louis, USA, 1996. Beaglehole R, Jackson R, Alcohol, cardiovascular disease and all causes of death : a review of the epidemiological evidence, Drug Alcohol Rev. 1992;11: 275290 Andreasson S, Allebeck P, Romelsjo A, Alcohol and mortality among young man, BMJ, 1998;296: 1021-1025. (PubMed) Fong IW, Emerging relations between infectious disease and coronary artery disease and atherosclerosis, CMAJ 2000; 163: 49-56. J. Danesh, P. Whuncup, S. Lewington, M. Walker, L. Lennon, A. Thomson, Y.K Wong, X. Zhou and M. Ward, Chlamydia pneumoniae IgA titres and coronary heart disease. Prospective study and meta-analysis, European Heart Journal 2002 23(5):371-375. American Heart Association (AHA) Scientific Position, Risk factors and coronary heart disease, AHA Scientific Position, November 24, 2007, 1-3. Falk E and Fuster V, Atherogenesis and its Determinants, In: Hursts The Heart, 2001, 35: 1065-1093. T.F.M Van Berkel, H. Boersma, J.W Roos-Hesselink, R.A.M Erdman and M.L Simoons, Impact of smoking cessation and smoking interventions in patient with coronary heart disease, Departement of Cardiology, Departement of Medical Psychology and Psychotherapy, Heartcentre, Rotterdam, The Netherlands, 1999, 20: 1773-1782 Ridker PM, Ganest J, Libby P, Risk factors for atherosclerotic disease, In: Braunwald E. Heart Disease, a text book of Cardoivascular Medicine 6thed. WB Saunders co. Philadelphia 2001; 1: 1010-1031. Rose G, Hamilton PJ, Colwell L, Shiply MJ, A Randomized controlled trial of anti smoking advice : 10 years results, J Epidemiol Comm Health 1982: 36: 102108. Ades PA, Cardiac rehabilitation and secondary prevention of coronary heart disease, N Engl J Med 2001; 345: 892-902.

You might also like