You are on page 1of 12

PENERAPAN HUKUMAN DAN PEMBERIAN HADIAH

Jamridafrizal.M.Hum
A. Pentingnya Hukuman dan Hadiah

Penerapan hukuman dan pemberian hadiah yang tepat dan benar pada anak merupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk anak menjadi makhluk sosial yang sehat dan bertanggung jawab dalam hidupnya. Untuk itu pemberian hadiah dan penerapan hukuman haruslah pula memperhatikan aspek perkembangan anak. Dalam membimbing anak didiknya di kelas guru tidak selalu menemukan anak asuhnya berperilaku manis sesuai harapannya. Ada kalanya guru harus memberikan hukuman-hukuman tertentu terhadap anak yang lupa aturan kelas, seperti perilaku mengganggu teman, malas belajar, merusak alat-alat sekolah, dan tidak menjaga kebersihan. Idealnya pemberian hukuman, adalah cara terakhir yang dipilih guru, setelah caracara lain, seperti pengarahan dan bimbingan serta nasehat-nasehat tidak memadai lagi untuk mengubah perilaku anak. Dalam hal ini penerapan hukuman adalah dalam batasbatas wajar, karena hukuman untuk anak haruslah berfungsi sebagai pendidikan, menghalangi terjadinya pengulangan perilaku yang tidak diharapkan dan dapat memperkuat motivasi anak untuk menghindarkan diri dari perilaku yang tidak diharapkan. Jika penerapan hukuman ini salah dan tidak tepat pada anak, bisa terjadi, bukannya terselesaikannya masalah perilaku anak, tapi malahan menimbulkan masalah baru pada anak. Paciorek (1997) mengemukakan bahwa dalam pendisiplinan anak hukuman merupakan penyiksaan anak dalam masalahnya, karena hukuman tidaklah dapat menyelesaikan masalah anak dalam penyesuaian sosialnya. Namun dalam batas-batas tertentu, sebagai pilihan akhir dari penyelesaian masalah maka hukuman dalam toleransi tertentu masih dapat diterapkan, karena mempunyai fungsi pendidikan. Oleh karena itu, guru harus dapat memahami anak sehingga penerapan hukuman sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dalam pembinaan perilaku anak di TK hukuman ini bukan satu-satunya tindakkan yang mungkin dapat diterapkan guru. Penerapan hukuman pada anak seharusnya dikombinasikan degan cara-cara lain, terutama yang berkaitan dengan teknik penguatan positif, seperti pemberian hadiah, jika anak menunjukkan perilaku yang positif. Dalam hal ini guru tidak hanya mampu menegur, memarahi, jika anak salah, tetapi jika memang anak menunjukkan perilaku-perilaku positif guru dapat memberikan penguatanpenguatan yang positif dalam bentuk pemberian hadiah. Pemberian hadiah adalah suatu bentuk respons guru terhadap perilaku anak yang positif, yang dapat memberikan kepuasan pada anak terhadap hasil atau prestasi yang dicapainya. Karena hadiah merupakan suatu bentuk penguatan positif pada anak, maka diharapkan dengan adanya pemberian hadiah ini akan dapat mendorong anak untuk meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku-perilaku positifnya dalam belajar dan dibarengi pula tercapainya hasil belajar yang meningkat.

B. Penerapan Hukuman 1. Pengertian


Hukuman merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak diharapkan, sehingga hukuman dapat pula diartikan suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak baik sanksi fisik maupun psikis apabila anak melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penerapan hukuman pada anak TK merupakan sesuatu yang sulit. Kesulitan itu di antaranya adalah dalam memastikan apakah anak sudah paham tentang aturan yang harus dijalankannya, dan apakah kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan anak itu sengaja atau tidak, sebab dapat saja, anak berbuat salah dan melanggar peraturan karena anak belum memahami aturan-aturan yang telah ditetapkan dan lebih parah lagi kalau aturanaturan itu ternyata belum disampaikan pada anak. Oleh sebab itu guru dalam penerapan hukuman hendaknya terlebih dahulu memberitahu dulu anak tentang aturan-aturan yang harus dijalankannya, dan memastikan apakah anak cukup paham dengan aturan yang disampaikan. Karena mustahil anak akan menjalankan aturan dan tidak melakukan pelanggaran kalau sekiranya aturan itu tidak dipahaminya. Karena hukuman dapat menimbulkan efeknegatif pada anak, maka guru hendaknya berhati-hati dalam penerapan hukuman. Untuk itu guru harus dapat memilih bentuk-bentuk hukuman yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak serta dapat memilih kesempatan yang tepat dalam penerapannya. Penerapan hukuman merupakan pilihan terakhir setelah tidak ada cara lain lagi dalam pembinaan perilaku anak ke arah yang baik.
2. Fungsi hukuman

Pada dasarnya ada tiga fungsi penting dari hukuman yang berperan besar bagi perkembangan moral anak, yaitu fungsi reskriptif, pendidikan dan motivasi.
a). Fungsi restriktif

Hukuman dapat menghalangi terulangnya kembali perilaku yang tidak diinginkan pada anak. Jika seorang anak pernah mendapat hukuman karena ia telah melakukan satu kesalahan atau pelanggaran, maka ia akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa di masa datang.
b). Fungsi pendidikan

Hukuman yang diterima anak merupakan pengalaman bagi anakyang dapat dijadikan pelajaranyangberharga. Anakbisa bisa belajar tentang salah dan benar melalui hukuman yang telah diberikan kepadanya. Hal ini menyadarkan anak

akan adanya suatu aturan yang haras dipahami dan dipatuhi, yang bisa menuntunnya untuk memastikan boleh atau tidaknya suatu tindakan dilakukan. c). Fungsi motivasi Hukuman dapat memperkuat motivasi anak untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diinginkan. Dari pengalaman hukuman yang pernah diterima anak, maka anakmerasakanbahwa menerima hukuman merupakan suatu pengalaman yang kurang menyenangkan, dengan demikian anak bertekad tidak mengulangi kesalahan yang sama dan akhirnya timbul dorongan untuk berperilaku wajar, yaitu perilaku yang diinginkan dan dapat diterima oleh kelompoknya. 3. Bentuk-bentuk hukuman dan penerapannya pada anak Hasibuan, dkk (1994) mengelompokkan hukuman yang dapat diterapkan untuk pembinaan perilaku anak ke dalam empat bentuk, yaitu: (a) hukuman fisik, misalnya: mencubit, menampar, memukul dengan rotan, (b) hukuman dengan katakata atau kalimat yang tidak menyenangkan, misalnya omelan, ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan, (c) hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, misalnya menuding, memelototi dan mencemberuti, dan (d) hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan, misalnya berdiri di depan kelas, dikeluarkan dari kelas, didudukkan di samping guru.
Bentuk hukuman di atas tidaklah semuanya cocok diterapkan pada anak TK. Guru harus dapat memilih bentuk hukuman yang sesuai dengan hakekat diri anak, dan sedapat mungkin menghindarkan pemberian hukuman fisik. Bagi anak TK penguatan negatif dan penghapusan sebenarnya juga bernilai hukuman. Dalam hal ini keduanya dapat dikatakan hukuman tidak langsung, karena dalam kedua tindakan ini menggunakan stimulus yang tidak menyenangkan bagi anak. Penguatan negatif diartikan sebagai pengurangan bahkan sampai menghilangan suatu stimulus yang tidak menyenangkan supaya terulang kembali suatu perilaku yang timbul sebagai akibat dari pengurangan atau penghilangan penguatan tersebut. Misalnya, Ibu guru Mila ingin agar Novi anak yang pemalu berani menjawab pertanyaannya, untuk itu Ibu guru Mila selalu menunjuk langsung Novi untuk berani menjawab (stimulus tidak menyenangkan), tetapi jika Novi sudah berani mengacungkan tangan jika ia melontarkan pertanyaan tanpa Novi ditunjuk secara langsung untuk menjawab, maka Ibu guru Mila bisa secara berangsur-angsur meninggalkan cara menunjuk langsung tersebut (penguatan negatif). Penghapusan merupakan usaha mengubah perilaku anak dengan cara menghentikan pemberian respon terhadap suatu tingkah laku anak yang mulanya diberikan respon terhadap perilaku tersebut. Misalnya, Ibu guru Mila tidak lagi merespon Gilang anak yang selalu menyela perkataannya jika sedang bercerita, dengan harapan Gilang akan mengurangi dan akhirnya menghentikan kebiasaan jeleknya itu.

Dalam memberikan hukuman kepada anak guru perlu memperhatikan syaratsyaratnya. Bertikut ini dikemukakan syarat-syarat hukuman bagi anak yang dapat menjadi rambu-rambu bagi guru dalam penerapannya. Bertujuan mengembangkan hati nurani. Hukuman yang diberikan pada anak hendaknya dapat mengembangkan hati nurani anak, sehingga suatu saat anak dapat mengembangkan kontrol dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian makin bertambah umur anak, makin matang ia bertindak sehingga batasan-batasan yang ditentukan makin berkurang karena makin meningkatnya kontrol dari dalam diri anak. Jelas dan disertai alasan. Supaya tidak terjadi salah pengertian oleh anak tentang mengapa ia dihukum, guru harus mengemukakan tiga hal, yaitu; sebutkan nama kelakukan yang salah, nyatakan aturan atau prinsip yang dilanggar oleh perbuatan salah itu, dan terangkan hukuman atau konsekwensi yang tidak enak yang akan diterima anak karena pelanggaran itu. Misalnya, Ibu Guru Mila berkata,"Doni, Rifki, dan kamu Bima kalian tidak menyimpan bola setelah main, besok kalian tidak dapat main bola lagi". Memberikan alternatifyang dapat diterima anak. Maksud dari pemberian hukuman pada anak adalah untuk mengajar anak tentang hal-hal apa yang boleh dilakukan. Seorang anak akan lebih mungkin merubah perilakunya yang salah, kalau dia tidak hanya mengetahui apa yang tidak boleh dilakukannya, tetapi juga apa yang harus dilakukannya. Sebab itu kalau menghukum seorang anak, berusahalah menerangkan apa yang anda anggap perilakunya pantas dan dapat diterima dalam situasi tertentu. Misalnya, Ibu Guru Dian berkata, "Jodi, kapur-kapur itu untuk menulis, bukan untuk dilemparlempar begitu!". Bertolak darifakta-fakta yang lengkap. Guru sebelum menjatuhkan hukuman pada anak haruslah terlebih dahulu mengumpulkan semua fakta yang berkaitan dengan permasalahan perilaku anak. Sikap tenang, pikiran jernih serta dan objektip dalam mengungkapkan permasalahan tersebut sangat diperlukan. Jika guru memakai pendekatan sebab akibat dalam mencari dan menentukan mengapa anakbertingkah laku salah, maka tidak saja guru berada dalam suatu kedudukan yang lebih baik untuk menentukan suatu bentuk hukuman yang adil bagi anak, tapi juga untuk memahami matif-motif perilaku anak. Beri kesempatan pada anak untuk bercerita atau menjelaskan masalah-masalah dari sudut pandangan mereka. Contoh, guru meminta Gilang untuk menjelaskan padanya, alasan mengapa ia sering tidak mau, jika diminta maju ke depan memimpin teman-temanya membaca doa. Menetapkan hukuman adalah sebagai pilihan terakhir. Pemberian hukuman bila terlalu sering dapat merendahkan harga diri anak, kepercayaan diri dan turunnya semangat belajar anak. Untuk itu adalah lebih baik untuk memusatkan usaha terhadap alat penguatan positif pada tingkah laku yang positif, daripada penekanan kepda perilaku anak yang negatif, dengan mengancam anak dengan hukuman. Tentu saja ada saatnya dimana hukuman itu mesti dijatuhkan, tapi metode-metode positif haruslah lebih sering digunakan sehingga perbandingan jumlah pemakaian itu sekitar tiga yang positif dan satu yang negatif. Jadi gunakanlah lebih banyak bentuk-bentuk pendisiplinan yang positif,

seperti pujian dan penghargaan, hadiah-hadiah, contoh penjelasan alasan sebab, ajakan dan hiburan pada anak. Segera, tidak ditunda-tunda. Pemberian hukuman hendaknya segera dilakukan segera setelah kesalahan dilakukan anak. Hukuman akan lebih efektif lagi bila dilaksanakan pada saat anak sedang dalam melakukan perbuatan yang tidak dapat diterima itu. Jika hukuman yang akan diberikan itu ditunda-tunda maka dapat menyebabkan seorang anak melupakan apa yang telah dilakukannya sehingga anak tidak mengetahui mengapa dia harus dihukum. Contoh, guru mengatakan tunggu ya! Nanti Ibu suruh keluar jika meribut terus." Imbangi dengan hadiah dan dorongan yang konstruktif. Suatu kecenderungan bahwa orang lebih cepat memberikan hukuman dari pada memberikan penghargaan pada anak. Cara yang biasa dilakukan ini barangkali mulai untuk ditinggalkan, maka cobalah untuk menguatkan dan mengembangkan perilaku-perilaku yang dapat diterima dengan alat penguat positif, dengan memberikan penghargaan dan hadiah-hadiah untuk mengimbangi perbuatan anak yang salah dan selalu mendapat hukuman. Pemberian hadiah menjadikan dorongan yang konstruktif bagi anak untuk berperilaku positif. Contoh, guru perlu memuji Gilang anak karena telah membagi mainan kepada temannya, sesudah sebelumnya dia merebut atau menjambret mainan temannya yang lain. Tidak berbentuk hukuman ganda. Jagalah supaya anak tidak mendapat dua kali penderitaan atau hukuman ganda dari orang atau pihak yang berlainan karena pelanggaran yangserupa. Contoh, pihak guru dan orang tua menghukum anak untuk kesalahan yang sama. Harus bersifat pribadi dan tidak mempermalukan anak. Suatu aturan pokok dalam mendisiplinkan anak adalah tanpa pengecualian. Peringatan dan hukumanhukuman itu haruslah dilaksanakan terhadap seorang anak sebagai pribadi sehingga anak tidak merasa dipermalukan. Dahului dengan cara memberi suatu peringatan. Sebelum menjatuhkan hukuman, segeralah ingatkan anak bahwa hukuman akan dijatuhkan kalau anak tidak merubah atau menghentikan perbuatannya. Bersifat impersonal. Hukuman tidak ditujukan kepada anak sebagai pribadi, tetapi untuk mengubah perilaku anak yang salah Dalam menghukum anak haruslah dihindari pernyataan umum yang bersifat mencela anak. Misalnya, guruberkata, "Dimas, kamu anak yang jahat", sebaiknya guru berfokus pada tingkah lakunya, misalnya mengatakan "Dimas, saya tidak menyukai tingkah laku kamu yang suka mengganggu anak perempuan", atau "Saya tidak menyukai suaramu yang menjerit-jerit di dalam kelas. Konsisten. Kewibawaan dan kewaspadaan guru dalam menerapkan hukuman berpengaruh pada kepercayaan anak. Jika guru beribawa dan waspada dalam menggunakan hukuman-hukuman itu untuk setiapkesalahan yang terjadi, maka anak akan lebih menerima hukuman tanpa protes dan debat. Bagaimanapun konsistensi bukan berarti kekakuan (rigitity), aturan-aturan dapat juga berubah sedikit dalam kejadiankejadian yang luar biasa dan keadaan darurat.

Ciptakan hubungan dengan penuh kasih sayang. Hubungan yang positif guru dengan anak merupakan kondisi yang mendukung untuk mudahnya anak untuk menerima alasan mengapa mereka harus dihukum. Contoh, idealnya guru bersikap hangat, menerima, suka memberi hadiah dan menyokong anak. Kalau seorang anak merasa hanya sedikit diperhatikan atau sedikit merasakan cinta darinya, maka hukuman yang diberikan padanya akan cenderung dinilai negatif oleh anak. Dengan suatu hubungan yang positif, penilaian anak yang demikian dapat dihindarkan. Hukuman yang paling menyakitkan bagi seorang anak adalah celaan atau kekecewaan dari orang yang dewasa, dan figur yang harus dihormatinya. Perhatikan akibat hukuman terhadap anak. Penerapan hukuman pada anak menimbulkan reaksi emosi yang berbeda beda pada diri anak, seperti rasa tidak aman, takut, kaget dan bingung. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan perasaan anak tentang hukuman itu. Sebab itu pertimbangan guru tentang perasaan anak sangat penting sebagaimana dengan hukuman itu sendiri. Dalam keadaan anaksudah menunjukkan penyesalan. anak lebih memerlukan dorongan bukan kritik yang terus-menerus. Untuk itu amarah, bentakan dapat mematahkan semangat anak sehingga anak akan merasa sangat tertekan. Usahakan melibatkan anak. Guru dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk memikirkan dan menilai sendiri kesalahannya. Contoh, guru bertanya apa yang kamu lakukan? Setelah beberapa kali menolak atau menghindar, biasanya anak itu akan mengaku paling sedikit sebagian keterlibatannya dalam kesalahan itu. Doronglah anak untuk merenungkan dan mengenali tindakannya itu. Kadang-kadang cobalah membiarkan anak menentukan hukumannya sendiri. Sikap ini akan mendorong anak untuk lebih berhatihati dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tenang dan objektif. Terangkanlah suatu hukuman kepada seorang anak dalam suatu cara yang tenang dan objektif, seperti seorang hakim yang membacakan suatu keputusan. Hindarilah pemakaian nama ejekan, suara berteriak, hinaan-hinaan, sindiran tajam, teknik-teknik mengkritik dan sebagainya, yang hanya merendahkan harga diri seorang anak dan makin memperbesar reaksi emosinya. Suatu hukuman haruslah menyoroti konflik antara tingkah laku seorang anak dengan suatu aturan atau prinsip yang layak dan sehat sehingga dapat mengurangi setiap konflik pribadi antara anak dengan guru. Ingatlah bahwa anak lebih memberi perhatian kepada komunikasikomunikasi yang non verbal. Daripada hukuman yang bersifat kata-kata. Laksanakanlah hukuman-hukuman itu seobjektif mungkin menurut fakta-fakta yang terjadi. Jika guru tetap tenang dan percaya pada diri sendiri, maka anak akan lebih mudah menguasai amarahnya dan lebih cepat tenang kembali. Adil Pemberian hukuman hendaknya bersifat adil, sehingga anak tidak merasa dibeda-bedakan. Ini berarti setiap perilaku yang salah dari anak mesti mendapat hukuman dari guru. Usahakanlah pencegahan. Jika guru dengan teliti mengamati situasi-situasi, guru akan menemukan pola-pola tetentu dari perilaku anak. Contoh, anak akan cepat marah pada waktu ia kurang tidur, dan lapar. Pengetahuan ini akan pola-pola ini dapat menolong

mencegah kejadian-kejadian timbulnya kesukaran-kesukaran dan problema pada waktu selanjutnya. Aktif memahami masalah anak. Guru hendaknya berusaha secara aktif untuk memahami masalah anak dengan cara membaca artikel-artikel atau buku-buku cerita tentang anak yang berperilaku menyimpang. Tidak merasa diri lebih sempurna. Tidak ada orang yang sempurna. Semua orang mempunyai kekurangan-kekurangan dalam menjatuhkan hukuman, seperti sifat marah, tidak sabar, dan kurang adil. Reaksi-reaksi emosi yang kadang-kadang terjadi seperti itu merusak hubungan kita dengan anak. Tentu saja guru harus berusaha untuk memperbaiki kekurangan diri. Agar penerapan hukuman kepada anak efektif, dituntut kejelian dan kehati-hatian dari guru dalam menjatuhkan hukuman. Hukuman yang diterapkan guru kepada anak bertujuan untuk menghentikan tingkah laku anak yang salah, kemudian dapat mengajar dan mendorong anak untuk menghentikan sendiri perilaku mereka yang salah, yang akhirnya anak dapat mengarahkan dirinya sendiri berperilaku yang wajar dalam belajar. Guru-guru harus menyadari, bahwa sebenarnya anak ingin dikoreksi, tetapi mereka menghendaki koreksi yang bersifat mengasuh dan menolong mereka. Dalam hal ini penerapan aturan oleh guru berarti guru telah menolong anak belajar batas-batas tertentu dalam berperilaku, sehingga dengan menyadari hal ini maka anak dapat mengembangkan pengendalian dirinya. Begitu kompleksnya masalah penerapan hukuman ini pada anak, maka pemberian hukuman yang efektif pada anak menuntut suatu kejelian dari guru. Dalam situasi sedang marah, dan emosional, guru akan kesulitan menentukan hukuman-hukuman yang pantas dan layak pada anak. Penerapan hukuman yang benar oleh guru, mengakibatkan anak merasa bersalah setelah dijatuhi hukuman tersebut sehingga ia berusaha untuk tidak mengulangi perilakunya yang menimbulkan kesulitan-kesulitan di dalam kelas. Tetapi jika anak bereaksi dengan sikap penyangkalan atau mengkambing hitamkan atau menyalahkan orang lain atau temannya, dalam artian dia menghindar dari hukuman dan tanggung jawab, kemudian membenarkan tingkah lakunya, maka hal ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi guru untuk meninjau lagi bentuk hukuman yang telah diberikan pada anak tersebut. Guru perm hati-hati bahwa tidak semua masalah perilaku anak dapat diatasi dengan memberikan hukuman. Jika guru menemui anak yang berperilaku selalu menimbulkan kesulitan dalam kelas yang disebabkan masalah-masalah psikologis atau karena perbedaan nilai-nilai, maka untuk mengatasinya barangkali diperlukan suatu terapi dari ahlinya.

C.

Pemberian Hadiah

1. Pengertian

Hadiah atau ganjaran adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap suatuprestasi.Santoso(2002)menyatakan sebaiknya hadiah tesebut tidak berbentuk uang tetapi alat atau benda yang bermanfaat bagi keperluan sekolah, misalnya tas, sepatu, baju, atau alat tulis. Guru jangan obral hadiah. Pemberian hadiah harus selektif. Lebih baik sorang anak yang akan menerima hadiah tidak diberi tahulebih dulu. Pemberiannya dapat dicarikan saatyangbersejarah bagi anak, contohnya bertepatan dengan ulang tahunnya, sesudah upacara bendera, ulang tahun sekolah, atau bekaitan dengan peringatan hari-hari besar. Masih banyak orang tua dan guru yang menganggap hadiah tidak penting, karena sudah seharusnya anak bertingkah laku baik dan dapat diterima oleh kelompoknya tanpa harus mendapat bayaran. Sementara yang lain menganggap hadiah hanya akan melemahkan motivasi anak untuk melakukan sesuatu yang seharusnya mereka lakukan. Akibatnya banyak orang tua dan orang dewasa yang sedikit sekali memberikan ganjaran ketimbang hukuman. Pada hal hukuman, hadiah berperan penting dalam pembentukan perilaku anak.

2. Fungsi hadiah
Ada tiga fungsi penting dari hadiah, yaitu:

a). Memiliki nilai pendidikan


Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang membuat anak segera tahu bahwa tingkah lakunya itu baik. Sama halnya dengan hukuman yang menyadarkan anak bahwa tingkah lakunya tidak dapat diterima lingkungannya.

b). Memotivasi anak utuk mengulangi tingkah laku yang diterima


Anak umumnya akan bereaksi positif terhadap penerimaan lingkungan yang diekspresikan lewat hadiah. Hal ini mendorong mereka bertingkah laku baik agar mendapat hadiah lebih banyak.

c). Memperkuat tingkah laku yang dapat diterima lingkungan


Apabila anak mendapat penghargaan atas tingkah lakunya maka ia mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang membuat anak termotivasi untuk terus mengulangi. Sementara anak yang miskin hadiah tidak tahu persis apakah yang dilakukan itu berarti atau tidak. Akibatnya, perilaku yang sebenarnya baik tidak diulanginya lagi.
3. Bentuk-bentuk hadiah

Apapun bentuk hadiah, ia harus sesuai dengan kebutuhan anak. Bila hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan anak, efektivitas pemberian hadiah akan hilang. Oleh karena itu diperlukan kepekaan guru dalam memberikan hadiah kepada anak. Schaefer (1996) mengemukakan bahwa hadiah dapat digolongkan kepada hadiah primer, yang berupa makanan, uang, alat-alat dan benda-benda nyata,

sedangkan yang bersifat sekunder yang bersifat pujian dan perhatian. Atas dasar sifat hadiah tersebut, maka penerapan hadiah oleh guru untuk anak TK di sekolah dapat berbentuk: (a) komunikasi non verbal, (b) bentuk pengakuan, (c) benda nyata atau kado, dan (d) perlakuan istimewa. Komunikasi non verbal. Bagi anak yang belum bisa memahami pembicaraan, hargai prestasinya dengan senyuman, pelukan atau bentuk komunikasi non verbal lainnya. Sebaliknya bentuk non verbal tidak terlalu efektif untuk anak-anak yang lebih besar. Anak-anak ini butuh pernyataan pujian secara verbal. Bentuk pengakuan. Anak membutuhkan pengakuan, apakah perilakunya dapat diterima atau tidak. Misalnya, "Pekerjaanmu bersih dan rapi sekali". Pujian sepertii ini efektif untuk memperkuat tingkah laku anak sekaligus memberikan kepuasan kepada anak. Agar pengakuan itu dirasakan manfaatnya oleh anak, pengakuan harus diberikan segera setelah anak menunjukkan perilaku yang memerlukan penguatan itu, dan seyogianya diberikan dalam segala suasana, bukan ditentukan oleh suasana hati sipemberi hadiah, tetapi akan lebih banyak ditentukan oleh tampilan perilaku anak. Benda nyata atau kado. Hadiah berupa benda kadang-kadang juga dapat diberikan sebagai penghargaan terhadap tingkah laku yang dapat diterima. Bendabenda seperti stiker, kartu bisbol, gambar bintang, poin, kado secara teknis dapat disebut sebagai benda pendorong bagi anak untuk bertingkah laku yang diharapkan. Bingkisan atau kado juga sebenarnya merupakan bentuk lain dari kasih sayang yang mencerminkan penghargaan terhadap prestasi dan kemampuan anak.
Perlakuan istimewa. Hadiah dalam bentuk perlakuan istimewa dapat berbentuk kegiatan-kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Kegiatan itu akan lebih bermakna kalau berhubungan dengan perilaku anak yang positif. Misalnya dalam melaksanakan senam, Mary selalu tertib dalam barisan dan dapat memahami dan meragakan semua abaaba dari guru dengan baik. Untuk itu guru memberikan kesempatan untuk Mary berdiri di depan semua temannya agar anak lain bisa mencontoh gerakan dan perilakunya. Agar pemberian hadiah kepada anak efektif, guru perlu memahami anak sehingga hadiah yang diberikan berfaedah dan dapat menghasilkan perubahan perilaku anak yang positif. Berikut adalah syarat^syarat hadiah yang dapat dijadikan rambu-rambu dalam pemberian hadiah bagi anak TK. Menyenangkan dan disukai anak. Gunakanlah segala suatu apa saja yang disenangi dan digemari anak sebagai suatu hadiah. Makin banyak yang diketahui guru tentang anak (keinginan-keinginan, minat dan kegiatan mereka secara perseorangan), akan lebih bijaksana guru dalam menemukan jenis-jenis hadiah yang efektif. Adanya keseimbangan hadiah yang besifat materi dengan dorongan-dorongan yang bersifat sosial. Hadiah materi juga dapat diimbangi dengan dorongan yang bersifat sosial seperti pujian, kasih sayang, pengahrgaan dan perhatian yang bersifat perorangan. Hadiah yang bersifat materi secara lambat laun haruslah makin berkurang hingga akhirnya hilang, cukup digantikan dengan ganjaran-ganjaran yang bersifat sosial.

Sistematis dalam pemberiannya. Sebagai dasar pemberian hadiah guru dapat membuat suatu catatan yang dipakai untuk mengikuti kemajuan seorang anak dalam berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya tinjaulah secara teratur kesuksesan atau kegagalan anda, jika perlu perbaharuilah cara dan prosedur anda, misalnya pergunakan hadiah yang lebih besar. Pemberian hadiah hanya sesudah anak melakukan tingkah laku yang dikehendaki. Hadiah diberikan pada anak apabila anak telah menunjukkan perilaku yang diharapkan, jangan memberikan "sogokan", terhadap perilaku yang harus dilakukan anak. Segera sesudah terjadinyaperbuatan itu. Pemberian hadiah segera diberikan apabila memang anak menunjukkan perilaku yang perlu dikukuhkan untuk diberi hadiah supaya perilaku itu dipertahankan dan ditingkatkan. Bersifat tetap dan konsisten. Usahakan untuk memberi hadiah dari setiap tindakan atau perbuatan positif yang muncul pada hari-hari lain. Oleh karena itu dalam pemberian hadiah guru jangan pada aspek materi saja, melainkan guru dapat mengimbanginya dengan dorongan yang bersifat sosial sehingga pemberian hadiah tidak bersifat seketika. Secukupnya, tidak berlebihan. Berikanlah hadiah secukupnya, hadiah yang berlebihan mendorong anak untuk tawar menawar dalam pemberian hadiah dan bergantung padanya. Akibatnya anak tidak melakukan sesuatu yang kita harapkan kalau tidak disertai dengan janji pemberian hadiah. Suatu kesalahan umum yang banyak diperbuat adalah menuntut terlalu banyak pada anak, tetapi miskin dengan hadiah atau ganjaran sehingga apabila anak menunjukkan perilaku yang positif cenderung dipandang sebagai suatu yang biasa saja. Ketertarikan sebagian guru lebih terfokus pada perilaku anak yang negatif, sehingga omelan, kecaman, hukuman lebih dominan dilakukan daripada pemberian hadiah. Bagi anak TK hadiah yang diberikan guru juga hendaknya dapat membangun suatu hubungan yang positif antara guru dengan anak. Bagi anak hadiah dalam jumlah tertentu merupakan penjelmaan cinta dan penghargaan dari seseorang yang penting dalam kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dkk. (1991). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. (1992). Pengelolaan Kelas dan Siawa (Sebuah Pendekatan Evaluatif). Jakarta: CV. Rajawali Bauer M, Anne. Sapona H, Regina. (1985). Managing Classroom to Facilitate Learning. Boston: Allyn Bacon Bernard, Harold W. (1970). Mental Health in the Classroom. New York: Me Graw-Hill Book Company Bolla, Jhon I. (1985). Keterampilan Mengelola Kelas, ed. T. Raka Joni dan G.A.K. Wardani. Jakarta: Depdiknas Bredekamp, Sue. (1987). Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Program Serving Children from Birth Through Age 8. Washington : NAEYC Depdikbud. (1998). Metodik Khusus Program Pembentukan Perilaku di Taman KanakKanak, Jakarta Dunne, Ricard dan Ted Wragg. (1996). Pembelajaran Efektif. Terjemahan Anwar Yasin. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Gary. D, Borich. (1996). Effective Teaching Methods, New Jersey: Prentice-hall. Inc Gordon, Thomas. (1984).Guru yang Efektif : Cora Mengatasi Kesulitan dalam Kelas : Alih Bahasa Mudjito. Jakarta: Rajawali Hadiyanto (2000). ManajemenPeserta Didik. Padang: UNP Press

You might also like