Professional Documents
Culture Documents
”Apa kau tak kasihan sama janinmu. Perutmu sudah besar. Dia butuh
ketentraman. Dia butuh rasa aman. Dia butuh kesehatannya terjamin
sementara kau terus menggelandang begitu, terus juga masih
menemui germomu itu alangkah malangnya janin dalam
kandunganmu.”
241 Bon--q97
Edited by : Bon
”Terserah kau Zum. Aku ingin membantu tapi kau sendiri yang tidak
mau.”
”Aduh, kok repot-repot Bu. Saya sudah mau pergi.” Kata Zumrah.
”Minum teh hangat dulu dan cicipi dulu mendoannya baru kau boleh
pergi.” Sahut Bu Nafis.
”Na, apa tidak ada kos-kosan yang murah. Yang kira kira aman
untuk Zumrah, sehingga ia bisa tenang sampai melahirkan?” Tanya
Bu Nafis pada Husna.
”Oh ya benar. Kau mau kalau kos di Nilasari. Aku ada teman di sana.
Satu bulan lalu bilang cari teman. Kamar dia besar. Harga kamar itu
sebulannya seratus tujuh puluh. Kalau mau kau cuma bayar tujuh
puluh ribu saja.” Terang Husna.
”Mau. Tapi aku dapat uang dari mana ya?” Lirih Zumrah merana.
”Kalau kau mau, tiga bulan pertama biar aku yang bayar. Setelah itu
kau bayar sendiri, bagaimana?”
”Terserah kau.”
242 Bon--q97
Edited by : Bon
Zumrah mengambil gelas yang ada di hadapannya dan menyeruput
isinya. Setelah itu ia bangkit dan minta diri.
”Mahrus, dia tidak murtad. Dia masih Islam. Tadi subuh dia shalat di
rumah ini!” Husna yang dulu pernah nakal terbit kembali
keberaniannya.
”Diam kau Husna! Jangan ikut campur kau! Ini urusanku dengan
lonte tengik ini!”
23
Minta ijin.
243 Bon--q97
Edited by : Bon
”Baik, maafkan kelancanganku. Biar aku tembak lonte ini di jalan
saja. Biar dia tidak jadi hantu di rumah ini. Biar dia jadi hantu yang
mengelayap ke mana-mana! Ayo jalan!” Mahrus menggertak
Zumrah.
Buk!
”Ah!”
Mahrus memukul pelipis Zumrah dengan gagang pistol. Zumrah
mengaduh. Pelipis Zumrah berdarah. Husna mau bergerak menolong
Zumrah tapi dicegah Bu Nafis. Bu Nafis tahu kenekatan Mahrus
sejak kecil. Ia tidak ingin Husna celaka dengan konyol.
”Apa ibu kira aku tak sayang padanya. Sejak kecil aku sayang
padanya Bu. Dulu waktu SD kalau dia diganggu orang akulah orang
pertama yang membelanya. Tapi dia tidak tahu diri. Semua orang di
keluarga menyayanginya. Tapi dia membalas kasih sayang itu dengan
kebencian. Ayah dan ibunya sendiri mau dia buat mati berdiri!
Ayahnya sudah mati dibunuhnya! Dan dia akan membunuh ibunya!
Sebelum itu terjadi dia harus dihentikan! Dia ini penjahat yang harus
dihentikan, penyakit yang harus dienyahkan! Ibu diam saja ya, ibu
tak tahu apa-apa!” Jawab Mahrus dengan marah. Anggota serse itu
kalau marah hilang sopan santunnya, tak pandang dengan siapa ia
bicara.
244 Bon--q97
Edited by : Bon
Dada Husna panas mendengar Mahrus berbicara dengan suara keras
dan membentak-bentak ibunya.
”Hai Bung, bisa nggak sopan sedikit sama orang tua!” Lia
mendahului Husna membentak Mahrus. Husna heran sendiri,
adiknya yang biasanya halus ternyata bisa garang juga.
”Kau juga diam anak kemarin sore! Aku dor mulutmu nanti!” Sengit
Mahrus sambil memandang ke arah Lia. Melihat mata yang merah
dan wajah yang sangar itu Lia jadi mengkeret.
”Ampun paman!”
245 Bon--q97
Edited by : Bon
Sebelum pistol itu memuntahkan peluru sekonyong-konyong Azzam
datang. Azzam sudah tahu duduk persoalannya dari cerita Husna. Ia
juga tahu seperti apa bencinya sama Zumrah. Dengan suara tenang
Azzam menyapa,
”Iya. Kau ngapain bawa pistol segala, Rus? Nakut nakutin anak kecil
saja!”
”Ini Zam aku mau mengenyahkan si Lonte Murtad ini. Aku sudah
bersumpah di hadapan mayat Kang Masykur, ayah Lonte ini, aku
akan memburu Lonte durhaka ini dan menghabisinya.”
246 Bon--q97
Edited by : Bon
”Kenapa kau ungkit-ungkit masa laluku Zam, aku jadi malu didengar
orang-orang!”
”Siapa?”
”Zumrah maksudmu?”
”Iya.”
”Sumpah yang salah itu tak boleh dilaksanakan!” ”Terus aku harus
bagaimana Zam?”
”Kau berhutang padaku. Kalau tidak aku hutangi kau mungkin tak
akan lulus SD. Mungkin kau tidak akan jadi polisi. Turunkan
pistolmu. Ayo masuklah ke rumahku. Jadilah tamuku. Kita cari jalan
terbaik untuk semuanya. Dan akan aku anggap lunas hutangmu.
247 Bon--q97
Edited by : Bon
Kalau tidak maka hutangmu padaku, tak akan aku anggap lunas
kecuali setelah kau tinggalkan jabatan kepolisianmu!”
Azzam tahu watak Mahrus. Pria itu hanya bisa dijinakkan dengan
kalimat yang menundukkan keangkuhannya. Dan ia tahu pria itu tak
akan sudi terus berhutang pada orang lain. Termasuk pada dirinya.
”Untung ada Azzam Pak RT, kalau tidak, otak Zumrah mungkin
sudah keluar dari tengkorak kepalanya dan berhamburan.” Kata
Kang Paimo dengan menggigilkan badan.
”Iya tapi aku tidak percaya.” Jawab Mahrus. ”Kalau aku yang bilang,
apa kamu percaya?” ”Sejak dulu kau tidak bohong padaku.” ”Berarti
kau percaya?” ”Ya.”
248 Bon--q97
Edited by : Bon
”Baiklah aku akan cerita padamu tentang keponakanmu. Dan aku
sangat yakin cerita ini adalah benar dan tidak bohong. Jadi kau harus
percaya.”
”Benar.”
”Kau benar Zam. Kalau kamu tidak datang mungkin peluruku ini
salah memecahkan kepala orang.”
”Ada beberapa hal yang harus kau perbaiki pada sikapmu Rus. Jika
kau perbaiki maka kau akan menjadi pria jantan sejati dan kau akan
dicintai banyak orang.”
”Pertama, cobalah kau latihan senyum. Kau ini susah sekali senyum.
Ketemu teman lama saja tidak senyum.”
249 Bon--q97
Edited by : Bon
”Ah kau ini ada-ada saja Zam. Hah... hah... hah... ha...!” Mahrus
malah terbahak-bahak tidak hanya senyum.
”Lha begitu Rus. Biar dunia ini cerah. Banyak senyum itu bikin awet
muda katanya.”
”Iya.”
”Nanti aku minta maaf sama dia. Masih ada lagi Zam?”
”Aku mau minta maaf padanya. Juga sekalian aku mau minta data
para hidung belang itu. Aku ingin menggulungnya secepatnya.”
Azzam lalu memanggil adiknya,
250 Bon--q97
Edited by : Bon
Zumrah datang dengan kening dan pelipis diperban putih.
”Kemarilah Nduk!” Kata Mahrus, kali ini dengan mata berlinang air
mata. Zumrah melihat perubahan wajah Mahrus. Wajah yang sudah
bersahabat. Wajah yang berkaca-kaca.
”Baik paman.”
251 Bon--q97
Edited by : Bon
”Jika perlu bantuan paman jangan sungkan hubungi paman di kantor
paman.”
”Iya paman.”
Mahrus lalu minta diri pada Azzam dan keluarganya. Pada Bu Nafis,
Husna dan Lia lelaki tinggi besar dan kekar itu mohon maaf atas
segala khilafnya. Bu Nafis, Husna dan Lia bersyukur kepada Allah
dan memaafkan dengan lapang dada. Zumrah menatap pamannya
yang melangkah keluar rumah dengan mata berkaca-kaca.
252 Bon--q97
Edited by : Bon
16
BAKSO CINTA
Sudah dua bulan Azzam di rumah. Azzam sudah benar-benar
menyatu dengan masyarakat. Ia sudah aktif di masjid. Sejak ia
diminta menjadi badal Pak Kiai Lutfi mengisi pengajian Al Hikam,
Pak Mahbub dan warga masyarakat dukuh Sraten sangat percaya
padanya. Ia diminta untuk mengisi jadwal khutbah Pak Masykur
yang belum ada gantinya.
253 Bon--q97
Edited by : Bon
ngapain jauh-jauh kuliah ke Mesir. Itu Si Tuminah tidak lulus SD
juga jualan bakso!” Kata Bu Sarjo yang terkenal suka menilai orang.
”Iya kasihan Azzam ya. Aku malah mengira dia pulang dari Cairo
langsung diambil menantu Pak Kiai. E... sampai sekarang juga belum
laku. Aku kira langsung memimpin pesantren.” Sahut Bu Agus.
254 Bon--q97
Edited by : Bon
Azzam bisa makan dengan kedua tangan dan kaki Azzam sendiri.
Ibu kan juga tahu di Cairo dulu Azzam juga jualan bakso.”
***
255 Bon--q97
Edited by : Bon
Azzam terus memutar otaknya bagaimana caranya usahanya sukses.
Jika ia tetap menjual produk yang sama dengan yang lain, maka di
pasar ia telah kalah. Ia harus punya produk yang inovatif, yang
berbeda dengan yang lain. Sama-sama baksonya tapi harus ada sisi
unik yang membedakan baksonya dengan bakso yang lain.
Azzam lagi bekerja keras mencari cetakan dari besi berbentuk hati. Ia
tidak menemukan di toko-toko penjual barang pecah belah. Ia
akhirnya pesan cetakan yang ia inginkan ke Batur, Klaten yang
dikenal sebagai pusat besi, baja dan alumunium. Cetakan itu
akhirnya jadi juga.
256 Bon--q97
Edited by : Bon
Ia juga mengubah jam buka warungnya. Sebelumnya dari jam
setengah tiga sore sampai jam sembilan kini dari jam sepuluh pagi
sampai jam enam sore. Sebelum membuka warung baksonya, ia
promosi dengan membuat brosur dan menyebarkannya di hampir
seluruh Solo. Di hari pembukaan perdana ia minta adiknya Lia dan
Husna ikut membantu. Sekali itu saja.
”Kak sebaiknya bakso cinta kakak dipatenkan. Agar nanti tidak ada
yang meniru. Jika ada yang meniru tanpa ijin kakak punya kekuatan
hukum yang kuat untuk menuntutnya. Husna yakin bakso kakak
nanti akan mendapatkan hati pengunjungnya.” ”Cara mematenkan
bagaimana?” ”Kita datang ke kantor yang mengurusi hak paten.
Nanti mereka yang akan mengurusi hak paten kita sampai ke menteri
kehakiman.” Jelas Husna. ”Baik kita patenkan secepatnya.” Hari
berikutnya warung bakso cintanya terus penuh pengunjung. Jam tiga
sore sudah kehabisan. Bakso dengan bentuk hati memang belum ada
di Surakarta. Dan yang datang kebanyakan anak-anak muda. Mereka
memang mencari sesuatu yang beda.
Belum genap satu bulan ia sudah merasa bahwa tenda warung bakso
cinta harus ditambah besarnya. Ia menyewa tanah di samping bakso
cintanya, agar tendanya bisa dilebarkan. Pengunjungnya agar tidak
kecewa karena tidak dapat tempat duduk. Setelah sukses di kampus
257 Bon--q97
Edited by : Bon
UMS, maka Azzam melebarkan sayap membuka cabang pertama di
dekat UNS. Ia melihat Si Kasmun bisa dipercaya untuk memegang
yang di UMS, maka ia sendiri yang memegang cabang UNS. Ia
mengangkat dua karyawan baru. Satu untuk menemaninya dan yang
satu untuk menemani Si Kasmun.
Dan hasilnya sangat di luar dugaan. Warung bakso cinta jadi tempat
mangkal para mahasiswa, seniman dan masyarakat luas. Untuk
menjaga citra warung baksonya, ia meminta naskah atau teks yang
akan ditampilkan. Jika misalkan ada musisi yang menampilkan jenis
musik yang isinya bertentangan dengan moral dan dakwah tidak
segan segan ia untuk melarangnya. Atau memberikan alternatif lagu
lain yang isinya baik.
***
258 Bon--q97
Edited by : Bon
Ia membaca nasihat seorang pengusaha sukses di sebuah buku
panduan bisnis agar tidak meletakkan semua telur dalam satu
keranjang. Sebab jika suatu ketika keranjang itu jatuh maka telur
akan pecah semua. Dan akibatnya akan sangat fatal. Maka yang baik
dalam bisnis adalah meletakkan banyak telur di keranjang yang
berbeda. Agar jika ada satu keranjang yang jatuh masih ada telur lain
yang selamat. Dan telur yang selamat itu masih akan bisa menetas
menjadi ayam dan bisa mendatangkan telur baru. Azzam melirik
bisnis foto kopi. Ia tahu memang banyak pesaing. Tapi bisnis foto
kopi di pinggir kampus hampir bisa dikatakan tak bisa mati. Caranya
sederhana saja, ia melihat warung baksonya di UMS dan UNS selalu
penuh pengunjung. Ia menyewa tempat tak jauh dari warung bakso
cinta yang ia gunakan mendirikan pusat foto copy. Ia membeli dua
mesin foto copi bekas. Pusat foto copynya ia namakan ”Foto Copy
Cinta”. Brosur dan promosi ia gencarkan lewat warung bakso.
Hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Bisnis foto copynya berjalan
bagus. Meskipun tidak secepat Bakso Cinta.
***
Suatu malam, sepulang dari warung bakso, Lia berkata, ”Kak ada
tamu.” Saat itu ia sudah rebah di kamarnya karena letih. Ia bangkit
menuju ruang tamu. Ternyata Furqan. Ia bahagia sekali teman
lamanya datang. Sudah lama memang ia tidak ke pesantren Wangen.
Terakhir ke pesantren itu ya tepat saat acara pernikahan Anna dengan
Furqan dilangsungkan. Ia fokus dengan bisnisnya. Untuk pengabdian
ke masyarakat sementara ia mencukupkan diri dengan mengisi
pengajian di masjid kampung sendiri.
”Iya sendirian. Jangan memanggil Pak Kiai tho Zam. Aku malu.”
”Lha kamu kan sudah jadi Kiai sekarang. Kan pengasuh pesantren.”
259 Bon--q97
Edited by : Bon
”Jika aku Kiai, maka sesungguhnya kau kan Kiaiku. Dulu awal-awal
di Mesir kau yang sering aku jadikan tempat bertanya. Kau yang
sering menjelaskan isi diktat kuliah tho sehingga aku lulus.”
”Sudah. Ini ada apa tho kok tiba-tiba datang membuat kaget saya.”
”Saya datang atas nama pesantren Zam. Ini Pak Kiai Lutfi, mertuaku,
sering sakit akhir-akhir ini. Beliau memang agaknya harus banyak
istirahat. Lha untuk pengajian Al Hikam, banyak masyarakat yang
meminta engkau yang mengisi. Terus terang sekarang Pak Kiai Lutfi
hanya mengajar Subulus Salam saja. Lha aku sendiri diminta
mengganti Tafsir Jalalain. Untuk Al Hikam, minta engkau. Terus
terang ibu mertuaku juga cocok yang mengisi engkau. Sebab Al
Hikam kan untuk masyarakat umum. Kau lebih bisa berbahasa Jawa
yang baik daripada aku.”
”Aduh gimana ya? Terus terang aku sibuk Fur. Sungguh. Gimana ya,
waktuku sudah penuh Fur.” Jawab Azzam. Tiba-tiba ada suara yang
menyahut dari arah dalam.
”Iya apa yang dikatakan ibu benar Zam. Toh itu cuma satu pekan
satu kali saja.”
”Baiklah kalau begitu. Salamku buat Pak Kiai Lutfi dan Bu Nyai.”
260 Bon--q97
Edited by : Bon
”Terima kasih Zam. Pekan depan langsung mulai ya Zam.”
261 Bon--q97
Edited by : Bon
17
”Azzam juga ingin segera menikah Bu. Tapi sudah dua kali ada gadis
diajukan ke Azzam dan Azzam cocok tapi ibu yang tidak berkenan.
Azzam harus bagaimana?”
262 Bon--q97
Edited by : Bon
Bu Nafis menarik nafas lalu menutup gorden jendela. Ia lalu duduk
di hadapan putranya. Kedua matanya yang teduh memandangi wajah
putranya yang bergurat kelelahan dengan penuh kasih sayang.
”Maafkan ibu Nak. Ibu ingin yang terbaik untukmu. Tidak asal
perempuan.”
”Apakah Rina dan Tika itu tidak baik Bu.” ”Ibu tidak bilang Rina
dan Tika tidak baik. Mereka baik. Tapi ibu ingin yang lebih baik
lagi. Ibu sedikit punya ilmu titen24. Menurut yang ibu amati kok
kedua gadis itu kurang cocok untukmu. Mungkin lebih cocok untuk
yang lain.”
”Ibu ini pakai ilmu titen segala. Apa itu ilmu titen, itu bid’ah Bu, itu
khurafat!” Sengit Azzam.
”Kak jangan berkata yang sengit begitu dong sama Bue.” Husna
muncul dari kamarnya, ”Menurutku ilmu titen sebenarnya ilmiah.
Tidak bid’ah. Semua kok terus dibid’ahkan. Alangkah kerdilnya kita
menghayati ajaran Allah yang mulia ini kalau suatu ilmu yang ilmiah
terus dibid’ahkan.” Lanjut Husna.
263 Bon--q97
Edited by : Bon
Ilmu titen ini sebenarnya sudah masuk dalam seluruh aspek
kehidupan ummat manusia. Mulai dari manusia paling primitif
sampai manusia paling modern.
”Atau contoh seperti ini, polisi di dunia modern ini sekalipun juga
rnenggunakan ilmu titen. Misalnya untuk mengetahui tersangka
berkata jujur atau bohong ya dengan ilrnu titen. Kalau mimiknya
begini maka jujur. Kalau gagap dan kelihatan berbelit-belit maka
264 Bon--q97
Edited by : Bon
biasanya tidak jujur. Kalau tampak polos terus apa adanya ditanya
berulang-ulang jawabannya sama maka biasanya jujur. Ya itu kan
polisi berangkat dari ilmu titen.
”Terus lagi contoh ilmiah ilmu titen begini. Jika Kak Azzam
mengatakan kepada saya 1, 3, 5, 7, 9 maka saya akan langsung bisa
melanjutkan pasti berikutnya 11, 13,15,17. Ini bukan berarti saya
seorang wali yang serba tahu, yang tahu sebelum sesuatu itu terjadi
kemudian. Bukan! Karena saya sudah mengamati angka-angka
sebelumnya dan tahu struktur sebelumnya.
”Pepatah Arab yang terkenal itu man jadda wajada, siapa yang giat
pasti akan mendapatkan, kan juga berangkat dari ilmu titen. Setelah
sejarah membuktikan bahwa orang orang yang berhasil di dunia ini
sebagian besar adalah orang-orang yang giat, orang-orang yang
bersungguh sungguh, maka kemudian orang Arab kuno
menyimpulkan man jadda wa jada.
265 Bon--q97
Edited by : Bon
”Perkembangan ilmu titen yang canggih yang kemudian melibatkan
ilmu eksakta adalah ilmu falak, ilmu astronomi. Kok manusia bisa
tahu akan terjadi gerhana jnatahari? Kok manusia tahu akan terjadi
gerhana bulan? fKalau orang kuno dulu, ketika ilmu pengetahuan
belum benar-benar maju untuk mengetahui itu ya mungkin rnurni
dengan menggunakan kejelian pengamatan pada alam. Pada bintang-
bintang. Sekarang ilmu itu sudah berkembang. Gerhana matahari
bisa diprediksikan dengan hitungan ilmu falak. Dasar hitungan itu
pada awalnya kan ilmu titen dulu Kak.
”Maksud Bue itu dengan ilmu titen itu ya kira-kira Seperti yang
diterangkan Husna itu lho Zam. Tapi ibu kan cuma tamat SR saja.
Jadi Bue tidak bisa menjelaskan yang panjang rinci seperti Husna
yang sarjana.
”Begini lho Zam, alasan Bue berdasarkan ilmu titen kenapa ibu tidak
setuju dengan dua gadis itu begini.
Pertama Rina, gadis temannya adikmu itu memang baik.Bue akui itu.
Sopan santunnya baik. Cuma ada satu hal yang ibu amati, dan bue
266 Bon--q97
Edited by : Bon
tidak cocok adalah ketika dia dulu menginap di sini, bisa-bisanya
habis shalat subuh tidur lagi. Padahal kita bertiga tidak tidur. Dia lalu
bangun jam tujuh pagi. Ini yang membuat ibu tidak cocok.
Bagaimana
kalau dia nanti jadi ibu bakda subuh tidur. Di rumah orang saja nekat
begitu apalagi nanti di rumah sendiri.”
’Tapi Bu, Rina pada waktu itu memang terlalu letih. Sehari
sebelumnya dia ada acara full di kampus.” Husna berusaha membela
Rina, meskipun ia juga tahu kebiasaan tidur setelah shalat subuh itu
masih dilanggengkan temannya itu sampai saat itu.
”Ah apapun alasannya. Ibu tak peduli. Kata ayahmu dulu kalau orang
tidur habis subuh rezekinya dipatuk sama ayam, jadi hilang! Terus
itu Si Tika atau Kartika Sari yang jadi penjaga kios Sumber Rejeki di
pasar Klewer. Memang dia cantik dan anggun. Saat kita dolan ke
rumahnya juga baik tutur bahasanya. Tapi Bue tidak suka caranya dia
tertawa. Tertawanya ngakak-ngakak seperti itu. Dia itu seorang gadis
masak tertawanya ngakak begitu. Kalau laki-laki masih agak
mending, mungkin masih agak bisa dimaklumi. Ini gadis. Rasulullah
saja kalau tertawa tidak ngakak-ngakak begitu. Setelah mendengar
dia tertawa seperti itu Bue langsung kehilangan selera. Maaf, yang
biasa tertawa begitu itu biasanya perempuan murahan, pelacur.
Bukan Bue menganggap dia perempuan murahan bukan. Ibu hanya
menjelaskan kenapa bue tidak suka. Daripada Bue punya menantu
kalau setiap tertawa bue tidak suka dan setiap dia tertawa bue
langsung teringat perempuan murahan kan lebih baik tidak bue
iyakan.” Bu Nafis menjelaskan alasan-alasannya. Tiba-tiba Lia
keluar dari kamarnya. ”Kayaknya ramai nih diskusinya. Lia dengar
dari kamar tadi Mbak Husna bicara tentang ilmu titen dengan segala
penjelasannya. Tapi Lia lihat ya kak banyak di Jawa ini ilmu titen
yang memang masuk khurafat kak. Jadi bid’ah. Mungkin ini yang
dimaksud kak Azzam. Kalau yang kakak sampaikan tadi memang
ilmiah.” Kata Lia. ”Yang seperti apa itu Dik?” Tanya Husna.
267 Bon--q97
Edited by : Bon
”Ini misalnya ya dengan alasan ilmu titen juga. Di daerah Solo dan
sekitarnya ini kan ada pantangan anak pertama menikah dengan anak
ketiga. Di daerah Semarang sana ada pantangan anak pertama
menikah dengan anak pertama. Kata orang-orang tua juga dasarnya
ilmu titen itu.
”Sebenarnya itu juga yang mau Mbak Husna jelaskan tadi Dik. Tapi
keburu dipotong sama Bue. Begini memang ada yang dianggap ilmu
titen, tapi sebenarnya ilmu pengawuran. Ilmu gatuk-gatuk, cuma
mencocok cocokkan peristiwa yang mentah sepintas saja terus
diambil kesimpulan. Terus dinamakan ilmu titen. Yang seperti ini
tidak ada landasan ilmiahnya. Kalau ilmu titen yang sebenarnya itu
bisa diuji keilmiahannya. Fakta dan datanya bisa dijelaskan. Teorinya
bisa didefinisikan. Lha yang cuma menggatuk-gatukkan tanpa
penelitian mendalam ini yang repot. Apalagi kalau sudah dimitoskan.
Jadilah khurafat.
268 Bon--q97
Edited by : Bon
tokoh zaman itu jadi terkenal. Terus dipercaya, dijadikan pantangan.
Terus jadi mitos sampai sekarang.
”Yang juga perlu kita harus perhatikan juga. Ada ilmu titen yang
dulu pas untuk zamannya, pas untuk masanya. Namun dengan
perkembangan zaman ilmu titen itu sudah tidak pas lagi. Maka
manusia harus berpikir lagi, berijtihad lagi. Jangan tetap nekat
menggunakan ilmu titen yang tidak pas itu?”
Azzam yang sejak tadi diam saja. Kali ini angkat suara,
”Tapi zaman telah berubah. Sekarang hutan sudah gundul. Gas kaca
hampir menyelimuti seluruh angkasa. Ozon bolong-bolong. Dan
terjadilah pemanasan global. Akhirnya siklus perubahan musim di
dunia ini jadi tidak jelas. Kita tidak bisa lagi mengatakan Januari
hujan sehari hari. Sebab tahun lalu saja ketika masuk bulan Januari
daerah Blora malah masih kemarau panjang. Belum hujan. Sampai
diciptakan hujan buatan. Terus kadang-kadang bulan Juli tiba-tiba
269 Bon--q97
Edited by : Bon
hujan di beberapa kota. Para petani sudah kehilangan patokan.
Mereka bingung. Kapan harus mencangkul kapan harus menanam,
dan kapan harus panen, mereka tidak tahu. Maka di sini kesimpulan
ilmu titen terdahulu harus diubah. Manusia harus mengamati lebih
dalam lagi gejala-gejala alam supaya hidup dengan seiahtera. Di sini
manusia harus ikhtiar dan bekerja keras. Kalau tetap mendasarkan
pada kesimpulan orang dulu ya semua kacau. Karena zamannya telah
berubah. Dulu waktu kita kecil Kartasura kan masih cukup sejuk
sekarang sudah panas luar biasa menyengat. Salatiga dulu kita
kedinginan kalau rekreasi ke sana. Sekarang sudah mulai panas.”
”Ini Husna ada masukan lagi. Husna punya teman kerja di radio.
Sudah menikah. Lha suaminya itu punya adik perempuan lulusan
Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia. Namanya Milatul Ulya.
Biasa dipanggil Mila. Dia sekarang bekerja di sebuah bank syariah di
Surabaya. Kalau kakak mau, saya bisa minta datanya lebih detil
sekaligus fotonya.” Husna memberi harapan pada kakaknya.
270 Bon--q97
Edited by : Bon
Setidaknya Kak Azzam harus dapat isteri yang cantik. Harus gak
boleh kalah dengan Eliana. Lha wong sudah diisukan dekat dengan
Eliana kok terus dapatnya terlalu jauh cantiknya kan jadi jegleg.
Turunnya terlalu jauh. Sebagai adik Lia juga ingin punya kakak ipar
cantik. Tapi tetap yang shalihah. Betul begitu Kak Azzam?” Ujar Lia
’Tidak. Tidak harus cantik. Dan tidak harus secantik Eliana. Yang
penting ketika kakak memandangnya suka itu saja. Cantik bukan
yang Kakak cari. Yang kakak cari adalah orang yang bisa menjadi
penolong kakak untuk beribadah yang sebaik-baiknya kepada Allah
di dunia ini. Orang yang juga bisa membantu kakak meraih derajat
yang tinggi di akhirat nanti.” Sahut Azzam menerangkan kriteria
calon isterinya.
”Itu baru jawaban lulusan Al Azhar! Baik Kak, besok Husna akan
minta datanya Si Mila itu syukur ada fotonya sekalian.”
271 Bon--q97
Edited by : Bon