You are on page 1of 24

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS PERCOBAAN 3 ARGENTOMETRI

Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. Thea Widi Indiani Iin Solihati Imroatul Kanza AA. Wigati Nuraeni Agustianty Nur H. G1F011011 G1F011013 G1F011017 G1F011019 G1F0110 : Sofatul Azizah : Selasa, 6 November 2012

Asisten Hari/Tanggal praktikum

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012

PERCOBAAN 3 ARGENTOMETRI

I.

Tujuan Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi pengendapan.

II. Alat dan Bahan A. Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet tetes, beaker glass, buret, labu erlenmeyer, pipet volume, batang pengaduk, gelas ukur, statif dan klem, corong, gelas piala, timbangan, kertas saring, batang pengaduk, dan spatula. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah KCl, indikator K2CrO4, Vitamin B1 atau Tiamin HCL, AgNO3 0,096 N, akuades, indikator besi (III) amonium sulfat, amonium tiosianat, asam nitrat encer, asam asetat 6%, KI, dan indikator eosin.

III. Monografi bahan

1. AgNO3 (Perak Nitrat) Nama resmi : Argenti nitras Nama lain : Perak nitrat RM : AgNO3 BM : 169,87 Perak Nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam gelap di atas silica gel P selama 4 jam, mengandung tidak dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5 % AgNO3. Pemerian perak nitrat, berupa hablur; tidak berwarna atau putih; bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organic, menjadi berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan. pH larutan lebih kurang 5,5.

Kelarutan, sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; agak sukar larut dalam etanol; mudah larut dalam etanol mendidih; sukar larut dalam eter (Anonim, 1995). Kegunaan : sebagai indikator. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim, 1995).

2. Kalium Klorida (KCl) Nama resmi : Kalii Chloridum Nama lain : Kalium klorida (KCl) BM 74,55 Kalium Klorida mengandung tidak kuran dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% KCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian Kalium klorida, berupa hablur, bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak berwarna, atau serbuk granul putih; tidak berbau; rasa garam; stabil di udara; larutan bereaksi netral terhadap lakmus. Kelarutan, mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; tidak larut dalam etanol. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995).

3. Natrium Klorida (NaCl) Nama resmi : Natrii Chloridum Nama lain : Natrium klorida RM : NaCl BM : 58,44 Natrium Klorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan. Pemerian, berupa hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin. Kelarutan, mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol (Anonim, 1995). Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : sebagai sampel

4. Kalium Iodida (KI) Nama resmi : KALII IODIDUM Nama lain : Kalium iodida RM : KI BM : 166,00 Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% KI, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, kalium iodide berupa hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna atau agak buram dan putih atau serbuk granul putih; agak higroskopik. Larutan menunjukkan reaksi netral atau basa terhadap lakmus. Kelarutan, sangat mudah larut dalam air, terlebih larut dalam gliserin; larut dalam etanol. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995).

5. Vitamin B1 Nama resmi : Thiamini Hydrochloridum Nama lain : Tiamin Hidroklorida RM : C12H17CIN4OS.HCl BM : 337,27 Tiamina Hidroklorida mengandung tidak

kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C12H17ClN4OS.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian Hablur kecil atau serbuk hablur;putih;bau khas lemah mirip ragi;rasa pahit. Mudah larut dalam air. Sukar larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzene; larut dalam gliserol. Keasaman-kebasaan pH larutan 1% b/v 2,7 sampai 3,4. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya. Khasiat dan penggunaan sebagai antineuritikum ; komponen vitamin B kompleks. pH antara 2,7 dan 3,4. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim, 1995).

6. Asam Asetat (CH3COOH) Nama resmi : Acidum Aceticum Nama lain : Asam Asetat RM : CH3COOH BM : 60,05 Asam Asetat mengandung tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari 37% b/b C2H4O2. Pemerian, asam asetat berupa cairan jernih, tidak berwarna; bau khas; menusuk; rasa asam yang tajam. Kelarutan, dapat bercampur dengan air, dengan etanol, dan dengan gliserol. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (Anonim,1995).

7. Kalium Tiosianat (KSCN) RM : KSCN BM : 97,18 KCNS mengandung tidak kurang dari 99,0% KCNS, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, kalium tiosianat berupa hablur tidak berwarna, meleleh, basah. Kelarutan, larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak P. Susut pengeringan tidak lebih dari 0,2%. Kegunaan : murni pereaksi. Merupakan pereaksi murni, mempunyai BM 97,18 (Anonim,1995).

8. Asam Nitrat Encer Asam Nitrat (HNO3) adalah sejenis cairan korosif yang tak berwarna, dan merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar. Cairan tak berwarna dengan berat jenis 1.522 kg/m, membeku pada suhu -42 C, membentuk kristalkristal putih, dan mendidih pada 83 C.

9. Indikator Kalium Kromat Nama resmi : Kalii Kromat Nama lain : kalium kromat RM : K2CrO4

BM : 194,2 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,larutan jernih. Kegunaan, sebagai pereaksi. Pemerian : Massa hablur ,berwarna kuning. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Anonim,1995).

10. Indikator Besi (III) Ammonium Sulfat FeNH4(SO4)2.12H2O; BM 482,18. Kegunaan, sebagai pereaksi (murni pereaksi) (Anonim,1995).

11. Indikator Eosin BM : 691,16 RM : C20H6Br4Na2O5 Eosin kekuningan Y;Natrium Tetrabromo Fluoresein; Pemerian, eosin berupa serbuk atau lempengan merah sampai merah kecoklatan. Kelarutan, larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (Anonim,1995).

12. Aquades /air suling Struktur : H-O-H Nama resmi : Aqua Purificata Nama lain : Air Murni RM : H2O BM : 18,02 Air murni merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Kelarutan : larut dalam etanol dan gliserin. Kegunaan : sebagai pelarut. Pemerian, berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau. Penyimpanan, dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

IV.

Data Pengamatan dan Perhitungan I. Data pengamatan a. Penetapan kadar Kalium Klorida Perlakuan 50 mg kalium klorida dilarutkan dalam 25 mL aquades. Ditambahkan indikator 0,5 mL kalium kromat Dititrasi dengan larutan perak nitrat dan diulang sebanyak 3 kali Volume titran AgNO3 Terbentuk endapan merah dalam latar belakang endapan putih Labu I: 5,7 mL Labu II: 5,6 mL Labu III: 5,4 mL Pengamatan larutan berwarna kuning jernih

b. Penetapan kadar Vitamin B1/ Tiamin HCl Perlakuan 50 mg vitamin B1 dilarutkan dalam 10 mL aquades. Diasamkan dengan nitrat encer dan ditambahkan 5 mL AgNO3. Ditambahkan indikator besi (III) amonium sulfat Dititrasi dengan kalium tiosianat dan diulang sebanyak 3 kali Volume titran kalium tiosianat Labu I: 7,3 mL Labu II: 7,1 mL Labu III: 6,6 mL Terbentuk endapan berwarna merah Larutan berwarna putih keruh Pengamatan Larutan berwarna putih keruh

c. Penetapan kadar Kalium Iodida Perlakuan 50 mg Kalium Iodida dilarutkan dalam 12,5 mL air, ditambahkan 1,5 mL asam asetat 6%, ditambahkan 2 Pengamatan Larutan endapan berwarna merah tanpa

tetes indikator eosin. Dititrasi dengan AgNO3 dan diulang sebanyak 3 kali Volume titran AgNO3 Larutan berwarna putih dan terbentuk endapan merah Labu I: 2,7 mL Labu II: 2,15 mL Labu III: 2,5 mL

II. Perhitungan A. Pembakuan AgNO3 0,1 N Replikasi 1 2 3 1. V1 . M1 2,95 . M1 M1 2. V1 . M1 3,1 . M1 M1 3. V1 . M1 2,8 . M1 M1 = = =0,144 M = V2 . M 2 = 5 . 8,5 .10-2 = 0,144 = V2 . M 2 = 5 . 8,5 .10-2 = 0,137 = V2 . M 2 = 5 . 8,5 .10-2 = 0,151 Volume titran 2,95 ml 3,1 ml 2,8 ml

B. Pembakuan Kalium Tiosianat 0,1 N Replikasi 1 2 3 1. V1 . M1 30,5 . M1 M1 2. V1 . M1 = V2 . M 2 = 0,144 . 25 = 0,118 = V2 . M 2 Volume AgNO3 30,5 ml 30,7 ml 31,0 ml

30,7 . M1 M1 3. V1 . M1 31,0 . M1 M1 = =

= 0,144 . 25 = 0,117 = V2 . M 2 = 0,144 . 25 = 0,116

= =0,117 M

C. Penetapan kadar Kalium Klorida ( Metode Mohr ) Replikasi 1 2 3 1. Kadar 1 = = =122,3 % 2. Kadar 2 = = =120,2 % 3. Kadar 3 = = =115,9 % = = =119,47 % X 122,3 120,2 115,9 119,47 119,47 119,47 ( 2,83 0,73 3,57 = 7,13 ) d2 8,008 0,532 12,744 = 21,284 x 100% x 100 % x 100% x 100 % x 100% ml titran 5,7 5,6 5,4 x 100 % N titran 0,144 0,144 0,144

Jadi,kadar Kalium klorida adalah 119,47 % 3,26

D. Penetapan kadar Tiamin HCL ( metode Volhard ) Replikasi 1 2 3 1. Kadar 1 = = 2. Kadar 2 = = 3. Kadar 3 = =
( ) ( ) ( )

ml titran 7,3 7,1 6,6


)

N titran 0,117 0,117 0,117 x BE x 100 %

x 327,36 x 100%
)

=53,62%
( ) ( ) ( )

x BE x 100 %

x 327,36 x 100%
)

=68,94%
( ) ( ) ( )

x BE x 100 %

x 327,36 x 100%

=107,24%

= = =76,6 %

X 53,62 68,94 107,24

76,6 76,6 76,6

( 22,98 7,66 30,64

d2 528 58,6 938,8 = 1525,4

=61,28

Jadi,kadar Tiamin HCl adalah 76,6 % 27,6 E. Penetapan kadar Kalium Iodida ( metode Faljans ) Replikasi 1 2 3 1. Kadar 1 = = =129,081 % 2. Kadar 2 = = =102,787 % 3. Kadar 1 = = =119,520 % x 100% x 100 % x 100% x 100 % x 100% ml titran 2,7 2,15 2,5 x 100 % N titran 0,144 0,144 0,144

= = =117,129 %

X 129,081 102,787 119,520

117,129 117,129 117,129

( 11,952 14,342 2,391

d2 142,85 205,69 5,71 = 354,25

= 28,685

Jadi,kadar Kalium Iodida adalah 117,129% 7,68

V.

Pembahasan Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan

menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990) Titrasi argentometri adalah jenis titrasi dimana hasil reaksi titrasinya yaitu endapan dan ion kompleks (garam yang sukar mengion), proses titrasi ini menggunakan larutan Perak nitrat sebagai larutan standar. Dalam titrasi argentometri dikenal beberapa metode berdasarkan pada indikator yang digunakan yaitu metode Mohr ( pembentukan endapan berwarna), metode Volhard(penentuan zat warna yang mudah larut) dan metode fajans(indicator adsorpsi) tetapi ada satu metode yang tidak menggunakan indicator yaitu metode Guy lussac. Larutan perak nitrat harus dilindungi dari cahaya matahari, dan paling baik disimpan dalam botol coklat. Hal ini dikarenakan perak nitrat mudah terurai atau terdekomposisi oleh cahaya. AgNO3 (aq) Ag2O (s) + HNO3(aq) (Rivai, 1995).

Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas : 1. Asidimetri dan alkalimetri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa. 2. Oksidimetri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi. 3. Argentometri Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+). Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood,1992)

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu : 1. Indikator 2. Amperometri 3. Indikator kimia Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu : 1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit. 2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (Skogg,1965) Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq) Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik

akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi (Riskan,2010) Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain: a. Metode Mohr Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969) Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+. Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 10. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah : Asam : 2CrO42- + 2H- CrO72- + H2O Basa : 2 Ag+ + 2 OH- 2 AgOH 2AgOHAg2O+H2O Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Svehla, 1990). b.Metode Volhard Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih) Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq) c. Metode Fajans Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja). HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq) Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1986)

Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990). d.Metode Leibig

Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut menurut reaksi: Ag2+ + 2CNAg(CN)2-

Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Secara teoritis pada titik akhir kadar ion pera 1,38x10-8, tetapi pengendapan telah terjadi sebelum titik ekuivalen. Cara Leibig hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan serta tidak dapat dilakukan pada keadaan larutan amoni alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan larutan kalium iodida sehingga kekeruhan yang terjadi disebabkan oleh terbentuknya perak iodida. Cara seperti ini disebut Oeniges (Mursyid dan Rohman, 2006). a. Pembuatan dan pembakuan larutan perak nitrat 0,1 N Hal yang dilakukan pertama kali dalam pembuatan larutan perak nitrat 0,1 N adalah menyiapkan labu ukur yang sudah dibersihkan sebelumnya. Selanjutnya ambil AgNO3 dan timbang dengan seksama sebanyak 8,5 gram. Kemudian dilarutkan dengan aquades hingga larut, selanjutnya di diencerkan hingga volume larutan mencapai 500 ml. Lalu dikocok perlahan dengan cara membolak-balikkan labu ukur hingga larutan di dalam labu homogen. Pembakuan perak nitrat dilakukan dengan menimbang Natrium Klorida P lebih kurang 125 mg yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 100-120o C. Natrium Klorida harus dikeringkan terlebih dahulu karena Natrium klorida bersifat sedikit higroskopik dan untuk kerja yang teliti perlu dipanaskan 250 350 C selama 1 - 2 jam dan kemudian didiamkan mendingin dalam desikator. Untuk kerja yang teliti, serbuk tersebut harus dikeringkan pada suhu 500 600 C kemudian dibiarkan mendingin dalam eksikator. Untuk kerja sehari - hari dengan kesalahan 0,1 % tidak diperlukan pemanasan tinggi dan cukup pada suhu 110 120 C ( Fatah, 1982 ). Selanjutnya Natrium Klorida dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dilarutkan dalam 25 ml air kemudian tambahkan indikator kalium kromat 5% sebanyak 1 ml lalu dititrasi dengan perak nitrat 0,1 N hingga larutan yang sebelumnya berwarna kuning menjadi warna coklat merah lemah. Prosedur diatas dilakukan sebanyak 3 kali sehingga didapat normalitas larutan baku perak nitrat sebesar 0,144 N yang dihitung menggunakan rumus: Normalitas AgNO3 =

Reaksi yang terjadi :

Ag+ + Cl2 Ag+ + CrO4

AgCl (s) Ag2CrO4 (s) (Gandjar, 2009).

Fungsinya dalam percobaan ini yaitu sebagai larutan standar untuk penetapan kadar klorida dan iodida dalam sampel. Standarisasi larutan AgNO3

dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator. Penambahan AgNO3 dilakuikan sampai titik akhir titrasi yaitu titik dimana indikator berubah warna. Indicator yang digunakan adalah kalium kromat. Sehingga titik akhir titrasi didapat saat indicator berubah warna menjadi warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. Reaksi yang terjadi : Ag+ + Cl2Ag+ + CrO4AgCl Ag2CrO4

b. Pembuatan dan pembakuan Kalium Tianat Langkah pertama dalam percobaan pembakuan Kalium Tiosianat 0,1 N adalah membuat larutan baku Kalium Tiosianat yaitu dengan menimbang kalium Tiosianat sebanyak 3,8 gram kemudian dimasukkan ke dalam beker glass kecil untuk pengenceran sementara, untuk mempermudah pengenceran. Selanjutnya di masukkan ke dalam Labu ukur 500 ml, ditambah sampai mencapai batas garis, seanjutnya di kocok perlahan, dengan membolak balikan labu ukur hingga homogen. Pembakuan kalium tiosianat dilakukan dengan langkah awal adalah menimbang 25 ml perak nitrat 0,1 N sebagai larutan standar karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi.yang di takar saksama, lalu di masukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan diencerkan dengan 50 mL air. Selanjutnya menambahkan 1 mL asam nitrat dan terakhir dititrasi dengan menggunakan larutan kalium tiosianat dan besi (III) ammonium sulfat sebagai indicator hingga terjadi perubahan warna coklat merah, Kalium tiosianat bereaksi dengan perak nitrat dalam reaksi asam nitrat menurut reaksi : AgNO3 + CNS AgCNS + NO3

Karena asam nitrat pekat akan menghambat pembentukan kompleks besi (III) tiosianat, maka larutan asam nitrat yang ditambahkan pada reaksi kalium tiosianat dengan perak nitrat harus asam nitrat 0,5 1,5 N. Asam nitrat juga harus bebas dari nitrit, karena asam nitrat dengan tiosianatmembentuk warna merah. Titik akhir ditunjukan dengan indicator besi (III) ammonium sulfat yang berwarna merah dengan kelebihan ion tiosianat. Suhu arutan supaya dijaga dibawah 250 C sebab warna merah dari besi tiosianat pada suhu tinggi warnanya menjadi pucat ( Fatah, 1982). Tirasi dilakukan sebanyak 3 kali, dan dari percobaan tersebut warna coklat merah yang dihasilkan volume titrannya sebnyak 30,5 : 30,7 : dan 31 mL.

c. Penetapan Kadar Kalium Klorida (Metode Mohr) Pada praktikum kali ini 50 mg sampel dilarutkan dalam 25 ml akuades kemudian dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,144 N dengan menggunakan indikator KCrO4 0,5 ml hingga pertama kali terbentuk endapan warna merah dalam latar belakang endapan putih. Percobaan ini dilakukan 3 kali replikasi. Replikasi pertama diperoleh ml titran = 5,7 ml sehingga kadar KCl = 122,3%, replikasi ke 2 diperoleh ml titran = 5,6 ml sehingga kadar KCl = 120,2%, dan replikasi ke 3 diperoleh ml titran = 5,4 ml sehingga kadar KCl = 115,9%. Dari ketiga replikasi tersebut didapat kadar KCl rata-rata yaitu sebesar 119,47%. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Titrasi dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 7-10 disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 7 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi.

Gambar setelah ditritasi d. Penetapan kadar vitamin B1 Penetapan kadar vitamin B1/Tiamin HCl menggunakan metode Volhard. Pada metode Volhard indikator yang digunakan adalah besi (III) amonium sulfat dengan kalium tiosianat(KSCN) sebagai titrannya.Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang sampel dengan seksama kurang lebih seberat 50mg kemudian diencerkan/filarutkan dalam 10ml akuades. Fungsi dari penambahan air (aquadest) adalah digunakan sebagai pelarut,

karena mudah diperoleh, murah, tidak beracun dan mempunyai koefisien suhu muai rendah. Larutan selanjutnya diasamkan dengan asam nitrat encer. Fungsi penambahan asam nitrat ini adalah untuk memberikan suasana asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.Kemudian ditambahkan 6,5 mL AgNO3 0,117 N. Fungsi penambahan AgNO3 adalah sebagai penghasil ion Ag- yang akan bereaksi dengan titran. Setelah penambahan AgNO3 ini, akan terbentuk endapan perak klorida berwarna putih yang disebabkan reaksi antara ion Ag+ dari AgNO3 dengan ion Cl- dari vitamin B1 (C12H17CIN4OS.HCl). Reaksi : Ag+ + Cl AgCl Endapan yang terjadi kemudian disaring dan dicuci dengan air sampai tidak mengandung klorida. Hal ini bertujuan untuk memperoleh ion Ag+ murni yang nantinya akan bereaksi dengan titran. Larutan tanpa endapan kemudian dititrasi dengan kalium tiosianat 0,144 N menggunakan indicator besi (III) ammonium sulfat. Perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Titrasi dilakukan sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih. Reaksi : Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih) Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah) Reaksi: SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq) yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX (Gandjar, 2010). Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) AgX(s) Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s) SCN-(aq) + AgX (s) X-(aq) + AgSCN(aq)

Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang). Volume titran yang dibutuhkan untuk titrasi dicatat yang selanjutnya digunakan dalam perhitungan. Pada praktikum metode Volhard ini terjadi kesalahan yang cukup fatal karena tidak dilakukan penyaringan terhadap endapan yang pertama terbentuk sehingga yang dititrasi adalah larutan yang masih terdappat endapan perak klorida, bukan larutan Ag+. Hal ini akan mempengaruhi terhadap penetapan kadar. Percobaan dilakukan 3 kali replikasi, dengan volume titran yang dibutuhkan berturut-turut adalah 7,3 ml, 7,1 ml, dan 6,6 ml. 1. Kadar 1 = = 2. Kadar 2 = = 3. Kadar 3 = =
( ) ( ) ( ) )

x BE x 100 %

x 327,36 x 100%
)

=53,62%
( ) ( ) ( )

x BE x 100 %

x 327,36 x 100%
)

=68,94%
( ) ( ) ( )

x BE x 100 %

x 327,36 x 100%

=107,24%

= = =76,6 % X 53,62 68,94 107,24 76,6 76,6 76,6 ( 22,98 7,66 30,64 =61,28 ) d2 528 58,6 938,8 = 1525,4

Jadi,kadar Tiamin HCl adalah 76,6 % 27,6 Berdasarkan literature (Anonim, 1995) tiamin hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C12H17CIN4OS.HCl, dihitung terhadap zat anhidrat. Sedangkan hasil yang diperoleh adalah 104,2%. Hasil ini kurang sesuai namun cukup mendekati.

e. Penetapan kadar Kalium Iodida 1. Penetapan Kadar Kalium Iodida Penetapan kadar kalium iodida menggunakan metode Fajans. Hal yang dilakukan pertama kali adalah menimbang kalium iodida kurang lebih sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dalam 10 ml air. Fungsi penambahan air adalah digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan sampel, karena mudah diperoleh, murah, tidak beracun dan mempunyai koefisien suhu muai rendah (Tutus, 2010). Kemudian ditambahkan 1,5 mL asam asetat 6%. Asam asetat 6% dibuat dengan cara menimbang asam asetat sebanyak 6 gram kemudian di add sampai 100 ml dengan aquades. Kemudian dititrasi dengan perak nitrat 0, 144 N dan ditambahkan 2 tetes indicator eosin yang merupakan indikator adsorpsi hingga warna endapan yang terbentuk berubah menjadi merah. Fungsi penambahan AgNO3 adalah sebagai penghasil ion Ag- yang akan bereaksi dengan titran. Lalu replikasi sebanyak 3 kali. Titrasi yang dilakukan pada penetapan kadar kalium iodida, menggunakan indikator eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2-8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu, asam asetat digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam. Pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan akuades dan asam asetat adalah tidak berwarna. Ketika ditambahkan indikator eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna orange. Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion I- dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lamakelamaan warnanya berubah dari orange menjadi merah muda akibat dari penyerapan ion l- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid dan menghasilkan endapan berwarna merah. Reaksi yang terjadi adalah:

Ag+(aq) + I-(aq) AgI(s) (putih) Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+) (Khopkar,1990). Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan I- juga negatif, maka I- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion I- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih (Harjadi,1990). Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi,1990). Berdasarkan literature kalium iodide mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% KI (Anonim, 1995). Sedangkan berdasarkan hasil percobaan, didapatkan kadar Kalium Iodida sebesar 117,29 % . Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kadar Kalium Iodida berdasarkan percobaan tidak sesuai dengan literature. Hal ini dapat disebabkan karena kurang telitinya saat melakukan langkah kerja dan pengamatan.

VI.

Kesimpulan
metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans, Liebig.

Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4 Kadar Kalium klorida sebesar 119,47 % 3,26 Kadar Vitamin B1 sebesar 76,6 % 27,6 Kadar Kalium iodida sebesar 117,129% 7,68

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 2012, Praktikum Argentometri Metode Mohr, http://landasanteori.blogspot.com/2012/03/praktikum-argentometri-metodemohr.html, diakses pada tanggal 16 November 2012 Fatah A.M, dan Achmad Mursyidi. 1982. Volumetri dan Gravimetri . UGM Press: Yogyakarta Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia bekerja sama Pustaka Pelajar Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida: Sounders College Publishing Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Penerbit UI Press. Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Riskan. 2010. Argentometri. http:// http://riskan.wordpress.com diakses pada 15 November 2012 Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.Jakarta : Erlangga Shevla, G. 1990. Analisis Organik Kualitatif Makro Dan Semimakro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers Gandjar, I.G. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada

You might also like