You are on page 1of 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Sistem Imunitas Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau nonspesifik (innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Imunitas spesifik timbul lebih lambat. (Baratawidjaja, 2006) Sistem imun terdiri atas pelaksana, yaitu lekosit yang terdiri dari limfosit-T/B (sel-T4/T8), NK cells, memory cells, dan granulosit (sel neutrofil, eosinofil, dan basofil). Selain pelaksana, sistem imun juga didukung bahan-bahan yang disekresi, yaitu cytokine: monokin dan limfokin (interferon, interleukin, dan Tumor Necrosis Factor).

Kulit Sel.lendir Silia Batuk Bersin

Biokimia Lisozim Laktoferin As.neuraminik As. Lambung dll

Fagosit Mononuklear (monosit dan makrofag) PMN

. Sel Th (Th1,Th2) Sel Ts Sel Tdh Sel Tc

Humoral Komplemen Interferon CRP

Sel Nol Sel NK Sel K Sel Mediator Basofil, mastosit, Trombosit

Dalam darah perifer terdapat tiga kelompok sel darah putih, yaitu limfosit, granulosit, dan fagosit. Limfosit T mengalami maturasi dalam timus, dan dibedakan menjadi sel T helper yang mengenali antigen, sel T supresor yang mengatur, dan sel T sitotoksik yang langsung memusnahkan zat asing. Selain itu, Natural Killer-Cells yang termasuk kelompok limfosit

granuler besar dapat melarutkan zat asing tanpa antibodi atau pengenalan antigen. Sedangkan LAK (Lymphokin Activated Killercells) adalah NKcells yang diaktivasi invitro. Limfosit B mengalami maturasi pada bursa fabrisius sel B mengalami maturasi menjadi sel plasma, atau sel B memori di bawah pengaruh makrofag. Antibodi yang disintesa dan dilepaskan dibagi menjadi 5 tipe antibodi atau immunoglobulin, yaitu tipe IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM, yang masing-masing mempunyai sifat spesifik tersendiri. Granulosit adalah lekosit dengan granula dan polinuklear. Dikenal 3 kelompok granulosit, yaitu sel neutrofil, basofil, dan eosinofil, yang juga disebut makrofag. Cytokine adalah protein yang dibentuk tubuh dengan fungsi utama berkomunikasi antara berbagai bagian dari sistem imun. Terutama dibentuk oleh monocyte dan makrofag, tetapi juga limfosit, granulosit, hepatosit, kreatinosit, fibroblast, dan sel-sel epitel yang dapat membentuknya. Contoh lainnya adalah interferon, limfokin, dan monokin (Tjay dan Rahardja, 2006). B. Mekanisme Sistem Imunitas Tangkisan aspesifik bersifat umum dan tidak diarahkan pada suatu zat asing tertentu atau perlu aktivasi terlebih dahulu seperti pada tangkisan spesifik. Pemeran utama pada sistem tangkis ini adalah makrofag, dibantu oleh neutrofil dan monocyte. Fungsi sel-sel ini adalah membasminya dengan jalan fagositosis serta melontarkan sejumlah proses-tangkis, seperti reaksi peradangan, pelepasan mediator, dan demam. Tangkisan khas dilakukan oleh limfosit T dan B yang bekerja sama secara erat, dengan limfoT4 merupakan poros dari imunitas spesifik. Antigen akan diproses oleh makrofag, kemudian akan dipresentasikan oleh Antigen Presenting Cell (APC) kepada sel B dan sel T (Tjay dan Rahardja, 2006).

Resistensi Spesifitas

Nonspesifik Tidak berubah oleh infeksi

Sel yang penting

Spesifik Membaik oleh infeksi berulang (=memori) Umumnya efektif terhadap Spesifik untuk mikroba yang sudah semua mikroba mensensitisasi sebelumnya Fagosit Sel T : T sitotoksik (Tc), T helper (Th), T supresor (Ts), dan T dth Sel NK (Natural Killer) Sel B Sel mast Eosinofil Lisozim

Antibodi Sitokin Mediator Molekul adhesi

Molekul penting

yang

Komplemen APP (Acute Phase Protein)

Interferon CRP (C-Reactive Protein) Kolektin Molekul adhesi (Baratawidjaja, 2006) C. Overview Penyakit Campak Penyakit campak disebabkan oleh virus Rubeola dari genus Morbillivirus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan, berkembang biak secara lokal, kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi perkembangbiakan lebih lanjut. Hanya terdapat satu antigen virus campak. Infeksi memberikan imunitas seumur hidup. Kebanyakan serangan kedua menggambarkan kesalahan diagnosis baik penyakit permulaan maupun kedua. (Brooks, et.al, 2005). Cara penularan virus campak adalah melalui droplet dan kontak. Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu 1) stadium kataral (prodromal), 2) stadium erupsi, dan 3) stadium konvalesensi. Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga mudah terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, dan bronkopneumonia. Komplikasi neurologis pada campak dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika, dan ensefalitis ( Hassan dan Alatas, 1985). D. Imunologi Infeksi Virus Efektor pada imunitas nonspesifik dalam imunologi infeksi virus adalah IFN tipe I yang mencegah replikasi RNA virus juga menginduksi antiviral bagi sel di sekitarnya, dan sel NK yang membunuh sel yang terinfeksi. Pertama-tama, antibodi menempel dengan virus, sehingga mencegah virus masuk sel dan merupakan opsonin. IFN- dan IFN- mencegah virus bereplikasi. Kemudian sel NK membunuh sel terinfeksi dengan mengenalinya, yaitu sel yang tidak mengekspresikan MHC-I. Sementara sel Tc (sitotoksik) harus melalui peptida yang dipresentasikan sel terinfeksi dengan bantuan molekul MHC-I. Efektor dari imunitas spesifik humoral adalah antibodi, yang menetralisasi virus serta mencegah virus menempel dan masuk ke dalam sel. IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran nafas dan cerna. Antibodi juga dapat berperan sebagai opsonin. Aktivasi komplemen juga dapat meningkatkan fagositosis dan mungkin menghancurkan virus dengan envelop lipid secara langsung. Eliminasi virus dalam sel diperankan oleh CD8+/CTL untuk membunuh sel terinfeksi. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus berupa CD8+ yang mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis endogen yang berhubungan dengan MHC-I

dalam setiap sel yang bernukleus. Sel terinfeksi kemudian dimakan oleh APC, selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya ke sel CD8+, yang kemudian berproliferasi secara masif. Sel T teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi, melalui aktivasi nuclease dalam sel yang menghancurkan genom virus dan sekresi IFN- yang memiliki sifat antiviral (Baratawidjaja, 2006). E. Imunisasi dan Prinsip-prinsipnya Imunisasi adalah prose3dur untukm meningkatkan derjat inmunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat antigen non virulen. (Baratawidjaja, 2006). Imunisasi memanfaatkan antigen yang sudah dilemahkan atau dimatikan dan dimasukan ke dalam tubuh sehingga tubuh akan merespon dengan membuat antibodi. Namun, karena sudah dilemahkan atau dimatikan, antigen ini tidak menimbulkan penyakit. Antigen ini dinamakan vaksin. Paparan pertama antigen atau vaksin terhadap tubuh menghasilkan respon primer, dimana akan dibentuk antibodi dan sel memori. Pada paparan kedua dan selajutnya baik itu dari antigen secara alami ataupun dari vaksin, menghasilkan respon sekunder, dimana tubuh sudah mengenali antigen tersebut, sehingga produksi antibodi akan lebih cepat, periode laten lebih pendek, kadar antibodi lebih tinggi. Pada dasarnya vaksin dibuat dari : Kuman yang sudah dilemahkan (vaksin polio salk, batuk rejan) atau dimatikan (vaksin BCG, polio sabin,campak). Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid), contoh : toksoid tetanus, diphteri. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa protein khusus, contoh : vaksin hepatitis B. Imunitas buatan dapat dilakukan secara aktif, yaitu dengan pemberian antigen, dan imunisasi pasif, yaitu dengan pemberian antibodi. Imunisasi aktif diperoleh melalui pemberian vaksin. Tujuannya untuk merangsang imunitas seluler maupun humoral seperti yang berlangsung pada infeksi alamiah. Mekanisme proteksi dipengaruhi beberapa faktor. Keadaan nutrisi, penyakit yang menyertai dan usia akan mempengaruhi kadar globulin (Baratawidjaja, 2006). Factor yang harus dipenuhi suatu vaksin yang baik adalah 1) efektivitas: harus memacu ambang protektif sistem imun, 2) ketersediaan: mudah dipersiapkan dan diakses, 3) stabilitas, 4) harga terjangkau, dan 5) keamanan: tidak ada kontaminasi (Baratawidjaja, 2006). F. Penatalaksanaan Pengobatan penyakit campak berupa pengobatan simptomatik, yaitu antipiretik bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul (Hassan dan Alatas, 1985).

You might also like