You are on page 1of 5

1.

Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat. Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal bila produksi ammonia bertambah dan pH urin tinggi, sehingga menyebabkan kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia, Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella, Hemophilus, Staphylococus, dan Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang dihasikan bakteri menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air membentuk amonium sehingga pH urine makin tinggi. Karbon dioksida yang terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi akan menjadi ion karbonat membentuk kalsium karbonat.

2.

Proteoglikan terdiri dari sebuah protein inti yang secara kovalen melekat pada banyak rantai linear glikosaminoglikan yang panjang, mengandung

pengulangan unit disakarida. Disakarida yang berulang tesebut memiliki sebuah heksosamin dan asam uronat. Disakarida ini sering bersulfat. Proteoglikan dijumpai di dalam cairan sinovium sendi, cairan vitreous mata, dinding arteri, tulang dan tulang rawan. Proteoglikan adalah komponen utama matriks ekstrasel. Proteoglikan dihasilkan di dalam sel dan dieksresikan keluar, sehingga proteoglikan berfungs di luar sel. Proteoglikan terbentuk di reticulum endoplasma. Protein masuk ke dalam lumen organel ini, terjadi glikosilasi awal. Glikosilasi berlangsung mula-mula di lumen reticulum endoplasma kemudian di kompleks golgi.

Glikosiltransferase, enzim yang menambahkan gula ke residu serin atau treonin protein. Setelah gula awal melekat ke protein, terjadi penambahan gula lagi yang dibantu enzim tersebut. Setelah penambahan gula terjadi sulfasi. Epimerase mengubah residu asam glukoronat menjadi residu asam iduronat. (Harper, Biokimia kedokteran dasar, EGC, 2007)
3.

Terjadi pada penderita gout, pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin), dan penderita diare kronis (karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urine), serta asidosis (pH urin menjadi asam,

sehingga terjadi pengendapan asam urat). Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.

Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat. Dan sangat dianjurkan untuk banyak minum air putih.
4.

Diuresis post obstruktif merupakan diuresis yang terjadi setelah obstruksi ureter akut bilateral atau obstruksi unilateral pada ginjal soliter. Diuresis ini bersifat fisiologis akibat retensi urea, sodium, dan air. Terjadi kegagalan kemampuan mengkonsentrasi urin atau reabsorbsi Na. Mekanisme yg menyebabkan ketidak mampuan mengkonsebtrasi urine : Reabsorbsi NaCl - thick ascending loop, Reabsorbsi Urea - kolekting loop Ketidak mampuan mempertahankan solute gradient akibat medullary blood flow (solute washout) Kegagalan medullary gradient akibat aliran & konsentrasi solute di nefron distal. Diuresis post obstruksi dapat menyebabkan dehidrasi, kehilangan natrium, edema cerebri, kejang. Diuresis post obstruksi berlangsung beberapa jam sampai 4 hari, tetapi dapat berlangsung lebih lama jika terapi koreksi cairan tidak adekuat, tetapi cairan biasanya 50 60 % dari jumlah produksi urin dengan memakai cairan NaCl fisiologis atau Ringer Laktat. (Gillenwater J.Y., The Pathopisiology of Urinary Tract Obstruction, In Campbells Urology. Sixth ed, W.B. Saunders Company, London, 1992, page : 499-532.)

5.

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat alfa adrenergik (adrenergik alfa blocker) serta mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau dihidrotestosteron (DHT) melalui

penghambat 5-reductase. Selain itu, yang sering digunakan adalah terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya belum begitu jelas. 1. Penghambat reseptor adrenergik- Prostat manusia serta dasar dari kandung kemih memiliki alfa-1 adenoreceptors (-1A). Sementara itu, prostat dapat menunjukan respon kontraktil terhadap agonist yag terkait. Pemberian obat yang secara selektif menghambat reseptor tersebut bisa mengurangi resiko efek samping pada pemberian obat menggunakan -blocker.2 Alfa blocker bisa diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor serta waktu paruhnya.3 Klasifikasi alfa-bloker adalah sebagai berikut: 3 a. Non selektif : Fenoksibenzamin, 10 mg 2x/hari b. Alpha-1, short acting : Prazosin, 2mg 2x/hari c. Alpha-1, long acting : Terazosin, 5 atau 10 mg/hari; Doxazosin, 4 atau 8 mg/hari d. Alpha-1a, selective : Tamsulosin, 0.4-0.8 mg/hari; alfuzosin 10 mg/hari Alpha blocker yang long acting memungkinkan untuk membuat dosis satu hari, tetapi titrasi dosis tetap dibutuhkan. Pada permulaan, terazosin diberikan 1 mg/hari selama 3 hari lalu ditingkatkan menjadi 2 mg/hari selama 11 hari dan kemudian menjadi 5 mg/hari. Bahkan, dosis bisa dinaikan sampai 10mg/hari jika dibutuhkan. Sementara itu, terapi dengan menggunakan doxazosin dimulai dari 1mg/hari selama seminggu dan dinaikan menjadi 2mg perhari selama seminggu juga, kemudian menjadi 4mg/hari. Kenaikan dosis bisa sampai 8mg/hari jika dibutuhkan. Dulu, saat pertama kali obat penghambat adrenergik alfa digunakan sebagai salah satu terapi BPH, obat yang digunakan adalah fenoksibenzamin. Obat tersebut merupakan penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya, obat tersebut menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan seperti hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lainnya. 1

Ditemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi efek sistemik akibat efek penghambatan pada adrenergik-2 seperti pada fenoksibenzamin. Beberapa di antaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazoin, afluzoin, dan doxazosin yang diberikan sekali sehari. Sebagaimana fenoksibenzamin, obat-obat tersebut dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.1 Namun, tetap saja ada efek samping yang mungkin muncul seperti hipotensi ortostatik, pusing, lelah, ejakulasi retrograde, rhinitis dan sakit kepala.3 Akhir-akhir ini juga telah ditemukan obat golongan penghambat adrenergik-1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Obat ini dikatakan mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek berlebih terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.1 Dosis awal untuk tamsulosin adalah 0.4mg/hari yang bisa dinaikan sampai 8mg/hari. Tidak perlu dilakukan titrasi pada obat jenis ini mengingat efek samping yang lebih minimal tersebut. Begitu juga pada alfuzosin, tidak diperlukan titrasi dosis untuk memberikan resep sampai 10mg.3 Bandingkan dengan prazosin yang membutuhkan titrasi dosis dan dosis dua kali perhari.2 2. Penghambat 5 -reductase Obat jenis ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 reductase di dalam sel prostat. Penurunan kadar DHT akan menurunkan pula sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat.1 Finasteride merupakan salah satu obat yang bekerja dengan mekanisme tersebut. Obat ini berpengaruh terhadap komponen epitel prostat, mengurangi ukuran kelenjar dan gejala yang muncul. Terapi selama enam bulan dibutuhkan untuk melihat efek maksimum pada ukuran prostat (reduksi 20%)serta gejala. Obat golongan ini sudah terbukti efikasi, keamanan dan daya tahannya. Meskipun begitu, perbaikan dari gejala-gejala hanya muncul pada pria dengan pembesaran prostat lebih dari 40 cm3. Efek samping yang

mungkin muncul adalah penurunan libido, volume ejakulasi dan impotensi. Serum PSA bisa berkurang sampai 50% pada pasien yang diterapi dengan finasteride, meskipun nilainya bervariasi pada tiap individu. Selain finasteride, jenis lain dari obat golongan ini adalah dutasteride.

You might also like