You are on page 1of 11

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Penuaan Bila seseorang mulai menua, maka segala sel-sel tubuhnya dapat dipastikan sedang mengalami proses degenerasi secara fisiologik. Proses ini umumnya ditandai dengan semakin menurunnya kemampuan sel-sel tubuh untuk memperbaiki diri dari kerusakan dan efisiensi kerja yang berkurang dari kelenjar-kelenjar tubuh

(Astawan&Wahyuni 1987). Kemunduran tersebut disebabkan oleh perubahan yang secara alami terjadi pada manula, antara lain : 1. Besar otot berkurang, karena jumlah dan besar serabut otot berkurang. 2. Metabolisme basal menurun 3. Kemampuan bernafas menurun karena elastisitas paru-paru berkurang 4. Kepadatan tulang menurun karena berkurangnya mineral, sehingga lebih mudah cidera. 5. Sistem kekebalan tubuh menurun hingga peka terhadap penyakit dan alergi, 6. Sistem pencernaan terganggu yang disebabkan antara lain oleh tanggalnya gigi, kemampuan mencerna dan menyerap zat gizi kurang efisien dan gerakan peristaltik usus menurun. 7. Indra pengecap dan pembau sudah kurang sensitif (kurang peka) yang menyebabkan selera makan menurun (Koswara 2003). B. Definisi Hipertensi Hipertensi atau disebut pula tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang melebihi nilai normal (Dalimartha, 2008). Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tingggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisme, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Armilawati 2007). Menurut WHO (1999) batas tekanan darah seseorang dikategorikan normal adalah bila tekanan sistol < 140 mmHg dan tekanan diastole < 90 mmHg. Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Iman S 2002). Menurut Allison Hull (1996), hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah.

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. C. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure. 1. Normal <120 dan <80

2. Prehipertensi 120-139 atau 80-89 3. Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99 4. Hipertensi Stadium II >160 atau >100 5. Hipertensi Stadium III D. Etiologi 1. Faktor Risiko Tidak Terkontrol Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang secara alami telah ada pada seseorang. Faktor risiko tidak terkontrol (mayor) tersebut antara lain adalah kondisi fisiologis tubuh, umur, dan jenis kelamin. Karakteristik umur dan jenis kelamin tersebut pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis tubuh (Asep Pajario 2002). a. Kondisi fisiologi tubuh Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya tekanan darah, akan tetapi juga karena adanya faktor risiko lain, seperti keturunan/genetik, komplikasi penyakit, dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah. Hipertensi sering muncul dengan faktor risiko lain yang timbul sebagai sindrom metabolik, yaitu hipertensi dengan gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus (DM), dislipidemia (tingginya kolesterol darah) dan obesitas (Krummel 2004 dalam Asyiyah 2009). Kondisi fisiologis lainnya dapat menyebabkan hipertensi diantaranya adalah aterosklerosis (penebalan pada dinding ateri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah), bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan system saraf simpatis (Ganong 1998). Kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stress, dan ketegangan pada ibu hamil bisa menyebabkan hipertensi (Khomsan 2004) >180 atau >110

b. Umur Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun pada umumya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas (Krummel 2004 dalam Asyiyah 2009) c. Jenis kelamin Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian, perempuan yang mengalami masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada lakilaki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon esterogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawati 2007). Prevelensi hipertensi pada wanita (25%) lebih besar daripada pria (Tesfaye et al. 2007). 2. Faktor Risiko Terkontrol Kejadian hipertensi juga ditentukan oleh faktor risiko yang terkontrol (minor). Modifikasi kebiasaan makan dan perilaku/gaya hidup melalui pengetahuan gizi dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor yang dapat memicu dan meningkatkan faktor yang dapat mencegah hipertensi. Faktor risiko yang bisa diubah antara lain adalah gaya hidup dan kebiasaan makan. a. Gaya Hidup Gaya hidup merupakan disposisi atau watak yang melatarbelakangi perilaku, reaksi atau respon seseorang terhadap diri dan lingkungan yang mempengaruhinya (Mulyono 1984 dalam Andiyani 2007). Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari sejumlah interaksi sosial, budaya, keadaan dan hasil pengaruh beragam variable bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga (Suhardjo 1989). Gaya hidup yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi antara lain meliputi aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan stres. 1) Aktivitas fisik Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika

beristirahat (Armilawati 2007). Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk meningkatkan zatzat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa 2001) 2) Kebiasaan merokok Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24.4% (Karyadi 2002). Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain

menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen jantung, meransang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. b. Stres Stres dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifuddin 2006). Pada saat stres, sekresi katekolamin akan semakin meningkat sehingga renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat (Klabunde 2007 dalam Asiyiyah 2009). Peningkatan sekresi hormon tersebut berdampak pada peningkatan tekanan darah. Selain itu, faktor psikososial dari waktu terdesak/tidak sabar, prestasi kerja, kompetisi, permusuhan, depresi dan rasa gelisah berhubungan dengan kejadian hipertensi (Asiyiyah 2009). c. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah pola konsumsi buah dan sayur, makanan manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol, dan minuman berkafein.

E. Gejala Hipertensi Menurut Lanny Sustrani (2004) gejalagejala hipertensi antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanan darahnya. Hipertensi yang sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah berlangsung beberapa tahun dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, napas pendek, pandangan mata kabur, dan gangguan tidur (Puspita WR 2009). F. Komplikasi Hipertensi Menurut Tabrani (1995) dalam Puspita WR (2009) komplikasi hipertensi antara lain : 1. Penyakit jantung Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena jantung harus memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus dihadapi pada pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang dapat terjadi pada jantung yaitu: 1) kelainan pembuluh darah jantung, yaitu timbulnya penyempitan pembuluh darah jantung yang disebut dengan penyakit jantung koroner, 2) payah jantung, yaitu penyakit jantung yang diakibatkan karena beban yang terlalu berat suatu waktu akan mengalami kepayahan sehingga darah harus dipompakan oleh jantung terkumpul di paru-paru dan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Penyakit ini disebut dengan kelemahan jantung sisi kiri. 2. Tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak (stroke) Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak dapat menyebabkan terjadinya setengah lumpuh. Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embulus yang terlepas dari pembuluh non- otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang diperdarahi berkurang. 3. Gagal ginjal Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah tergangguanya pekerjaan, pembuluh darah yang terdiri dari berjuta-juta pembuluh darah halus. Bila terjadi kegagalan ginjal tidak dapat mengeluarkan zat-zat yang harus dikeluarkan oleh tubuh misalnya ureum.

4. Kelainan mata Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata berupa penyempitan pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan di sekitar saraf mata. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan. 5. Diabetes mellitus Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh tubuh karena kekurangan insulin. G. Konsep Relaksasi Autogenik Menurut Bernstein (2000) mengatakan bahwa penggagas pertama relaksasi autogenik adalah seorang doktor dari Harvad University yang bernama Edmund Jacobson pada tahun 1934 yang menyatakan bahwa relaksasi adalah salah satu terapi psikologi untuk mengurangi tekanan dan kecemasan. Latihan relaksasi autogenik merupakan intervensi perilaku untuk mengatasi kecemasan, stress dan nyeri (Yung et al, 2001). Relaksasi ini dapat mengurangi tekanan dan berpengaruh terhadap proses fisiologi seperti menurunkan tekanan darah, nadi dan respirasi dan meningkatkan suhu tubuh. Hal itu karena relaxation dapat mengaktivasi sistem saraf parasimpatis (Ackerman dan turkoski, 200, Tusek and Cwynar, 2000). Tujuan dari relaksasi autogenik adalah mengalihkan perhatian dari stimulus nyeri atau kecemasan kepada hal hal yang menyenangkan dan relaksasi. (Ackerman and Turkoski,2000). Selama latihan relaksasi seseorang dipandu untuk rileks dengan situasi yang tenang dan sunyi (Tusek and Cwynar, 2000). E. Teknik Relaksasi autogenik Ada 3 hal utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu: posisi yang tepat, pikran yang tenang dan lingkungan yang tenang. 1. Kontraksikan masing-masing otot dalam 10 x hitungan 2. Lakukan latihan di ruangan yang tenang dengan posisi duduk atau berbaring yang nyaman 3. lakukan latihan dengan imajinasi yang santai 4. Lemaskan otot sampai hitungan 10 x Contoh latihan otot : mengangkat bahu, menurunkannya mengepalkan kedua tangan, mengepalkannya dengan erat selama 5 detik.

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA PENDERITA LANJUT USIA

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia; dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.1,2 Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya TDS.1 a. Sasaran tekanan darah Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNCVI dimana pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg) tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal. b. Modifikasi pola hidup Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah : menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan

kolesterol.1,4,15 Seperti halnya pada orang yang lebih muda, nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan. c. Terapi farmakologis

intervensi

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat

beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi

pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia a. Terapi farmakologi Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obat-obatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis a 2 sentral) harus diberikan dengan hati-hati.' Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti psikotik tcrutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah: a) Tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia menurun; b) Penyekat beta: verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal jantung; digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat

meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia. Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada lanjut usia adalah sebagai berikut. c) Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) msialnya: bendrofluazid 1,25-2,5, klortiazid 500-100, klortalidon 25-50, hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5. Dosis obat-obat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20

mg sekali sehari, celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol 180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari. d) Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril 6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari. Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-240 mg dua kali sehari. e) Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari. b. Terapi Nonfarmakologi Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium (diet rendah natrium, aktivitas fisik, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Aktivitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan

kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok. Tabel 3.1 Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi

Kira-kira penurunan Modifikasi Rekomendasi tekanan darah, range

Penurunan berat badan (BB) Adopsi DASH pola

Pelihara berat badan normal (BMI 18.5 24.9)

5-20 mmHg/10-kg penurunan BB

makan Diet kaya dengan buah, sayur, 8-14 mm Hg1 dan produk susu rendah lemak Mengurangi diet sodium, tidak 2-8 mm Hg lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida)

Diet rendah sodium

Aktivitas fisik

Regular Aktivitas fisik aerobik 4-9 mm Hg18 seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu

mengkonsumsi Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30 ml etanol [mis.720 2-4 mm Hg alkohol ml beer], 300ml wine) untuk lakiTidak laki dan 1/hari untuk perempuan Sumber: Sylvia Escoot, 1996. Keterangan singkatan: BMI (body mass index), BB (berat badan), DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension).

c. Terapi Farmakologi Herbal Solusi yang terbaik adalah solusi yang bisa memberikan jaminan atas problematika diatas dengan cara memberikan masukan kepada

masyarakat untuk mengkonsumsi obat -obatan alternatif yang berbahan dasar alami dan higienis yaitu berupa teh berbahan dasar bunga Rosella. Bunga Rosella dipilih sebagai bahan dasar karena me ngandung 9,6 mg anthocyanin yang mampu menurunkan tekanan darah jika dikonsumsi setiap hari selama empat minggu yang hampir sama dengan pemberian captopril 50 mg/hari. Selain itu, bunga Rosella juga mengandung Vit C, Vit A, 18 jenis asam amino, serta kalsi um yang diperlukan oleh tubuh.

You might also like