You are on page 1of 6

Mengenal Hukum Islam, HAM dan Demokrasi

Apa yang dimaksud hukum Islam? Apa hubungannya dengan istilah Syariah dan Fiqih?
Hukum Islam tak lain daripada fiqh Islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai kebutuhan masyarakat, bersumber kepada al-Quran, Sunnah, Ijma dan qiyas. Syariat: adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah saw yang merupakan dasar-dasar hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang Islam yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai RasulNya. Fiqh artinya faham atau pengertian, dapat juga dirumuskan sebagai ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuanketentuan umum yang terdapat dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab hadits, dan berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam.

Sumber Hukum Islam


Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah: Al-Quran, Hadits, Ijma dan Qiyas. Sedangkan sumber hukum Islam yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama selain sumber hukum yang empat adalah istihsan, maslahah mursalah, istishab, uruf, madzhab as-Shahbi, syaru man qablana. Dengan demikian, sumber hukum Islam berjumlah sepuluh, empat sumber hukum yang disepakati dan enam sumber hukum yang diperselisihkan (Abdul Wahhab al-Khallaf, ilmu Ushul Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978) hal 21-22). Wahbah al-Zuhaili menyebutkan tujuh sumber hukum yang diperselisihkan, enam sumber yang telah disebutkan di

atas dan yang ketujuh adalah sad ad-dzarai.( Wahbah alZuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, hal 401.) Sebagian ulama menyebutkan enam sumber hukum yang masih diperselisihkan itu sebagai dalil hukum bukan sumber hukum, namun yang lainnya menyebutkan sebagai metode ijtihad. (Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilid 2, hal 305.). Keempat sumber hukum yang disepakati jumhur ulama yakni Al Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas, landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman. Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: Saya berhukum dengan kitab Allah. Nabi berkata: Jika tidak terdapat dalam kitab Allah ?, ia berkata: Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw. Nabi berkata: Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw ? ia berkata: Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad). Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan berkata: Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw Hadits diriwayatkan al-Thabrani (lihat: alMujam al-Kabir, Juz 15), hal 96.

Hukum Islam menurut Abu Ishaq al-Syathibi?


Menurut Asy-Syatibi, pada dasarnya syariat ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashlih al-ibd), baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan inilah, dalam pandangannya, menjadi tujuan-tujuan syariat. Dengan kata lain, penetapan syariat baik secara keseluruhan (jumlatan) maupun secara rinci (tafshilan)didasarkan pada pada suatu illat (motif penetapan hukum), yaitu mewujudkan kemaslahatan hamba (Asy-Syatibi, Al-Muwfaqt, II/2-3). Selanjutnya Asy-Syatibi membagi maqshid menjadi tiga bagian, yaitu: Dharriyt artinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam. Hjiyt maksudnya sesuatu yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit.

Tahsnt artinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis, dan berpakaian indah.

Dharriyt beliau jelaskan lebih rinci mencakup lima tujuan, yaitu : Menjaga agama (hifzh ad-dn) Menjaga jiwa (hifzh an-nafs) Menjaga akal (hifzh al-aql) Menjaga keturunan (hifzh an-nasl) Menjaga harta (hizh al-ml)

HAM Menurut Barat dan Islam


Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran Barat. Pertama, pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat. Kedua, Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. Ketiga, Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang membentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya. Dari klasifikasi hak menurut Barat di atas, dapat dipahami bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial. Hak asasi menurut barat masih berkembang sampai saat ini, bahkan telah banyak pemikiran mereka tentang hak asasi manusia yang sudah diadopsi oleh kaum Muslim. Sungguh disayangkan jika hal ini terus berjalan karena semakin hari semakin menjauhkan umat Islam dengan hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Sebagai contoh, sekarang banyak yang

menuntut masalah kesetaraan gender, kecaman terhadap poligami, pernikahan berbeda agama(muslim-nonmuslim), kebebesan yang sebebas-bebasnya dalam berpendapat, dan sebagainya. Berbeda dengan konsep Barat, hak asasi manusia menurut konsep Islam sangat sangat sempurna dan sesuai fitrahnya. Dalam Islam, seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Dari konsep Islam memandang hak asasi dapat dipahami bahwa hak asasi itu bukanlah semata-mata kebebasan tanpa batas seperti dalam pandangan barat. Islam memberikan solusi dan makna yang terbaik dalam memandang hak asasi manusia. Di mana segala hak-hak yang menjadi milik kita benar-benar diatur sedemikian rupa sesuai dengan hukum syara. Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Quran dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Pada haji wada Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan nonmuslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan. Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaanlah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Namun, hal demikian hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern yang telah diterapkan saat ini. Sebab itu, untuk mencapai hak asasi manusia yang sempurna dan pada hakikatnya sesuai dengan ketentuanketentuan yang bersumber dari Allah semata bukan buatan manusia maka tidak ada jalan lain selain menerapkan kembali

sistem Islam. Hanya dengan menghapus demokrasi dan menegakkan kembali Daulah Islam seperti pada zaman Rasulullah Saw. Kita akan menemukan hak asasi yang sejati, yang mampu menentramkan hati serta membawa kesejajahteraan hakiki.

Demokrasi dan Islam


Syariat Islam dan demokrasi adalah dua hal berbeda. Masing-masing punya landasan yang tidak sama. Demokrasi adalah produk Barat (manusia), syariat Islam adalah produk Allah. Namun, ada beberapa prinsip Islam yang sesuai dengan demokrasi, yaitu : 1. Syura (Musyawarah) Musyawarah dijelaskan dalam QS.42:28, yang berisi perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. 2. Keadilan Artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl:90; as-Syura:15; al-Maidah:8; AnNisa:58. Prinsip keadilan dalam sebuah negara memang sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang ekstrim berbunyi: Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan) Islam. 3. Kesejajaran (al-Musawah) Artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat. Ayat Al-Quran yang sering digunakan adalah QS. AlHujurat ayat 13. 4. Kebebasan Untuk Hidup

Ini dijelaskan pada QS.17:33 dan QS.5:52 yang menyebutkan bahwa manusia mempunyai kemuliaan dan martabat yang tinggi dibandingkan mahluk yang lain, sehingga manusia diberi kebebasan unuk hidup dan merasakan kenikmatan dalam kehidupannya. 5. Prinsip Persamaan Dijelaskan pada QS.49:13 yaitu pada dasarnya semua manusia itu sama, karena semuanya adalah hamba Allah, yang membedakan manusia dengan manusia lainnya adalah ketakwaannya kepada Allah SWT. 6. Kebebasan Menyatakan Pendapat Al-Quran memerintahkan kepada manusia agar mau dan berani menggunakan akal pikiran mereka untuk menyatakan pendapat yang benar dan dipenuhi rasa tanggung jawab. 7. Kebebasan Beragama Allah secara tegas telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menganut dan menjalankan agama yang diyakini kebenarannya, sehingga tak seorangpun dapat dibenarkan memaksa orang lain untuk masuk Islam. Perintah ini terdapat dalam QS.2:256, QS.88:22, dan QS.50:45. Inilah yang menjadi dasar seseorang yang menyatakan bahwa Islam sejalan dan kompatibel dengan demokrasi. Tetapi ada pula prinsip-prinsip Islam yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu: 1. Perbedaan sumber Demokrasi bersumber dari pikiran atau akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. 2. Perbedaan derajat antara Muslim dan Non-Muslim Dalam Islam derajat orang Muslim lebih tinggi daripada Non-Muslim, sedangkan pada demokrasi derajat orang Muslim dan Non-Muslim sama. Dalam masalah inilah sepertinya Islam tidak menghormati prinsip kesetaraan.

You might also like