You are on page 1of 5

KAJIAN KEMISKINAN AKIBAT KURANGNYA INFRASTRUKTUR JALAN PADA AREA PERBATASAN PULAU SEBATIK

PENDAHULUAN Kawasan perbatasan merupakan kawasan yang perlu mendapatkan perhatian penting dalam pembangunan suatu wilayah. Kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia merupakan salah satu kawasan perbatasan yang menjadi sorotan penting dalam pembangunan. Terdapat tiga daerah di Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kabupaten Kutai Barat. Berdasarkan data BPS 2011, Kecamatan Sebatik merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Kabupaten Nunukan yakni 2.354 jiwa dari total 22.970 jiwa penduduk. Lemahnya pembangunan infrastruktur dan ketertinggalan di berbagai bidang juga menghambat berbagai program peningkatan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat setempat. Salah satu masalah lainnya adalah dari segi akses transportasi. Akses menuju Pulau Sebatik dapat menggunakan transportasi udara dan dilanjutkan dengan transportasi laut. Perjalanan menuju pusat Kecamatan Sebatik yaitu Sungai Nyamuk dapat menggunakan speed boat selama 1,5 jam, sedangkan perjalanan melalui darat membutuhkan waktu 3-4 jam karena kondisi jalan yang belum baik. Aksesibilitas telah menjadi akar masalah bagi persoalan lain seperti timbulnya kelangkaan barang kebutuhan sehari-hari dengan harga terjangkau. Dengan tujuan mengoptimalkan pembangunan hingga ke kawasan perbatasan, perlu adanya peningkatan aksesibilitas untuk menjangkau daerah-daerah terisolir, terutama penyediaan jalan dan jembatan. Untuk itu perlu kajian yang membahas mengenai permasalahan tersebut, salah satunya adalah dengan Kajian Kemiskinan Akibat Kurangnya Infrastruktur Jalan pada Area Perbatasan Pulau Sebatik

PEMBAHASAN Infrastruktur jalan merupakan suatu aspek penting dalam mendukung aksesibilitas dan pembangunan suatu kawasan. Berikut akan dijelaskan mengenai kurangnya aksesibilitas terkait prasarana jalan, kurangnya moda transportasi dan kelangkaan BBM, serta ketertinggalan sebagai permasalahan sosial pada Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan. A. Kurangnya Aksesibilitas Terkait Prasarana Jalan

Berdasarkan penelitian Puslitbang Usaha Kesejahteraan Sosial (Puslitbang UKS, 2005) salah satu permasalahan sosial yang dihadapi Kabupaten Nunukan sebagai daerah perbatasan dengan Malaysia antara lain masih terisolirnya sejumlah masyarakat yang tinggal di pedalaman dan perbatasan, sehingga sulit atau jauh dari sentuhan program pembangunan Taraf hidup masyarakat juga masih rendah, terutama jika dibandingkan dengan taraf hidup warga Malaysia di perbatasan. Pulau Sebatik merupakan salah satu pulau di Provinsi Kalimantan Timur yang terletak di paling utara. Pulau ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian selatan merupakan wilayah Negara Republik Indonesia dan bagian utara merupakan wilayah Negara Malaysia Timur (Sabah). Sebatik Indonesia pada mulanya berdiri terdiri dari dua buah desa induk, yaitu Desa Setabu dan Desa Sungai Pancang. Perkembangan wilayah Desa Sungai Pancang relatif lebih maju dibandingkan Desa Setabu. Hal ini dikarenakan Desa Sungai Pancang mempunyai akses yang lebih mudah dengan negara Malaysia. Sementara itu Desa Setabu yang letaknya di bagian barat menghadap Pulau Nunukan dan daratan Kalimantan, memiliki infrastruktur transportasi ke Nunukan atau daratan Kalimantan relatif kurang memadai. Oleh karena itu dari segi kemajuan wilayah Desa Setabu menjadi lebih lambat.

Jalan Poros Desa Balansiku, Pulaau Sebatik, Kabupaten Nunukan http://www.pu.go.id/galeri/photo/16

Sebatik sebagai pulau terluar telah mendapatkan imbas kemajuan ekonomi dari negara tetangga. Namun akses komunikasi dan transportasi ke wilayah Indonesia yang masih kurang memadai, menjadikan masyarakat Sebatik kurang menyatu dan kurang berinteraksi secara intensif dengan penduduk lainnya di wilayah Indonesia. Hal ini yang menjadikan Sebatik Barat tertinggal dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Pulau Sebatik dapat ditempuh degan 20 menit dari Pulau Nunukan dengan perahu mesin nelayan. Pesisir Pulau Sebatik cenderung sepi, aktfitas nelayan hanya pada waktu-

waktu tertentu saja. Jalan di Pulau Sebatik tak ramah bagi pejalan kaki dan pengguna kendaraan. Jalannya berbatu dan aspalnya banyak yang rusak. Menurut penuturan warga setempat, lalu lintas truk pengangkut barang yang membuat jalan rusak seperti itu. Selain rusak, perjalanan yang ditempuh juga cukup berat yaitu naik-turun perbukitan. Padahal pemandangan yang disajikan tidak bagus. Sepanjang perjalanan yang tampak hanya padang ilalang, lahan kosong, pohon nyiur, pisang dan coklat. Rumah penduduk pun jarang terlihat.

http://anaksebatikindonesia.wordpress.com/2012/06/01/tim-wahana-pemekaran-sebatik-semogadukungan-dan-komitmen-bisa-terwujud/

Banyak penduduk memilih menjual hasil pertaniannya ke Malaysia daripada ke Nunukan atau kawasan Indonesia lainnya, baik melalui jalur darat (lewat perbatasan) maupun jalur laut (ke Kota Tawau, Sabah). Ini dilakukan lebih karena faktor geografis mereka lebih dekat ke Malaysia. Kedekatan ini juga berpengaruh pada peredaran barang. Banyak sekali barang kebutuhan sehari-hari, seperti beras, gula, dan minyak yang berasal dari Malaysia. B. Kurangnya moda transportasi dan kelangkaan BBM bersubsidi Ketersediaan moda di Kecamatan Sebatik tergolong masih minim. Hal ini menyebabkan kebutuhan penduduk setempat menjadi kurang terlayani. Biaya yang cenderung mahal juga menyebabkan hambatan bagi pergerakan. BBM yang tersedia jumlahnya terbatas, bahkan sering terjadi kelangkaan BBM di kawasan perbatasan tersebut. Warga pun terkadang harus membeli BBM di Tawau, Malaysia, untuk mengantisipasi dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bahka terdapat pula warga yang membeli bensin di Malaysia lalu menjualnya kembali. Harga bensin di Tawau sebesar RM 1,70 atau setara Rp 5.100,-/liter dijual kembali Rp 7.000,-/liter di Sei Nyamuk Pulau Sebatik. Sulitnya distribusi BBM bersubsidi merupakan dampak dari rendahnya aksesibilitas dan infrastruktur jalan yang kurang memadai. Kelangkaan BBM seperti ini selanjutnya berdampak pada keberlangsungan ekonomi lokal, yaitu pada mata pencaharian tertentu yang

sangat bergantung pada bahan bakar. Nelayan, misalnya, hanya akan mampu melaut dengan ketersediaan BBM untuk menggerakkan kapal nelayan. Sehingga apabila terjadi kelangkaan BBM, maka akan berpengaruh langsung pada penurunan produktifitas hasil perikanan. Selain itu kelangkaan BBM juga berpengaruh pada distribusi bahan-bahan pangan atau bahan baku produksi lainnya. Kesulitan bahan-bahan komoditas primer seperti ini akan mengurangi akses penduduk setempat terhadap bahan-bahan kebutuhan pangan dan non pangan dengan berupa kelangkaan barang atau biaya yang relatif tinggi sehingga tidak terjangkau oleh pendapatan penduduk setempat. Tingkat produksi dan konsumsi yang rendah seperti ini merupakan multiplier yang akan menimbulkan kemisikinan di area perbatasan. C. Ketertinggalan sebagai Permasalahan Sosial Aspek-aspek kurangnya infrastruktur berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan keterangan Kepala BPS, Budi Setia SSI, kemiskinan di Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan Malaysia ini lebih disebabkan tingginya biaya kehidupan yang berawal dari mahalnya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data BPS 2011, di Kecamatan Sebatik, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah 2.354 jiwa dari 22.970 jiwa penduduk. Sedangkan di Kecamatan Sebatik Barat terdapat 1.097 jiwa yang berekonomi menengah ke bawah dari 11.908 jiwa penduduk. Aspek tersebut kembali disebabkan kurang tersedianya infrastruktur jalan, sehingga timbul kelangkaan, dimana penduduk akan mencari komoditas yang sama dalam waktu yang sama dengan jumlah barang yang terbatas. Hal ini akan menimbulkan persaingan dalam masyarakat, dimana barang dalam jumlah sedikit tersebut hanya mampu dijangkau oleh orang dengan kelas sosial/ekonomi menengah ke atas, sedangkan orang dengan kelas sosial/ekonomi menengah ke bawah akan kesulitan menjangkaunya. Sulitnya akses ke area pedalaman juga mengakibatkan pembangunan mengalami ketertinggalan, sehingga berpeluang timbul disparitas antar wilayah. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemiskinan di area perbatasan Pulau Sebatik dengan Malaysia salah satunya disebabkan oleh kurangnya infrastruktur jalan. Dampak-dampak lain yang timbul dengan rendahnya kualitas infrastruktur jalan ini adalah kesulitan akses ke area-area yang belum terlayani jalan, kesulitan distribusi barang pangan dan hasil produksi, permasalahan sosial serta ketertinggalan pembangunan (disparitas antar wilayah). Untuk itu, perlu adanya peyediaan infrastruktur jalan pada areaarea perbatasan yang belum terlayani, serta perbaikan pada kawasan perbatasan dengan perkerasan jalan yang rusak maupun yang masih berupa makadam.

Dafpus

Antoro, Billy. 2012. Membidik Sebatik. http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/26/membidik-sebatik/ (diakses pada 3 Desember 2012) Rusman. 2012. Masyarakat Miskin di Nunukan 14 Ribu Jiwa. http://kaltim.antaranews.com/berita/7002/masyarakat-miskin-di-nunukan-14-ribu-jiwa (diakses pada 11 Desember 2012) Sutaat. 2005. Diagnosa Permasalahan Sosial di Sebatik Barat Kabupaten Nunukan. http://www.kemsos.go.id/unduh/09_DIAGNOSA%20PERMASALAHAN%20SOSIA L.pdf (diakses pada 2 Desember 2012 ) 2011. Galeri Photo Infrastruktur Perbatasan, Pulau Sebatik Kaltim. Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. http://www.pu.go.id/galeri/photo/16 (diakses pada 18 Desember 2012) 2012. Anggaran Infrastruktur Pulau Sebatik 780 Milyar. http://dprd.nunukankab.go.id/index.php?mod=content&act=read&id=119&cat=berita &title=anggaran-infrastuktur-di-pulau-sebatik-780-miliyar(diakses pada 11 Desember 2012) 2012. BBM Sulit Didapatkan di Pulau Sebatik. http://beritadaerah.com/news/getContent/64675 (diakses pada 18 Desember 2012)

You might also like