You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

KASUS 1 Tn. L masuk ke ICU dengan keluhan mutah darah segar kurang lebih 250 cc, riwayat peminum alcohol dan terkena hepatitis B sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis, TD 70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah volume tak kuat, P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera ikteris, dan kulit tampak pucat. Tugas : 1. Identifikasi pasien mengalami gangguan pada apa dan gambarkan patofisiologinya? 2. Sebutkan gejala-gejala klinis dan diagnostic terkait dengan jawaban pertanyaan! 3. Sebutkan persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostic! 4. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh tim medis dan persiapan-persiapannya! 5. Buatlah asuhan keperawatan!

Data Subjektif

Data Objektif Riwayat peminum alcohol Riwayat mnderita hepatitis sejak 10 tahun yang lalu Keadaan umum lemah Kesadaran CM-apatis TD 70/50 mmHg N 130x/menit, lemah volume tak kuat P 25x/menit, konjungtiva anemis, sclera ikteris, dan kulit tampak pucat.

Tn. L mengeluh muntah darah segar kurang lebih 250 cc

Diagnosis medis dari data di atas adalah varises esophagus (perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Varises Esophagus Varises esophagus adalah pelebaran pembuluh darah dalam yang ada di dalam kerongkongan makan (esophagus). Pelebaran ini dapat terjadi dalam bentuk yang kecil hingga besar, bahkan hingga besarnya dapat pecah menimbulkan perdarahan hebat. Perdarahan yang terjadi dapat dimuntahkan dengan warna hitam hingga merah segar dan darah dapat mengalir ke bawah (anus) sehingga timbul buang air besar hitam (melena).

Umumnya perdarahan SCBA termasuk penyakit gawat darurat yang memerlukan tindakan medik intensif yang segera di rumah-sakit/puskesmas karena angka kematiannya yang tinggi, terutama pada perdarahan varises esofagus yang dahulu berkisar antara 40 - 85%. Tingginya angka kematian pada perdarahan varises esophagus tergantung dari beberapa faktor, antara lain : Sifat dan lamanya perdarahan telah berlangsung. Beratnya penyakit sirosis hati yang mendasarinya. Tersedia tidaknya sarana diagnostik dan terapi di rumah

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah seperti aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) mulai dari esofagus sampai duodenum. Penyehab-penyebab dari perdarahan saluran makan bagian atas antara lain : Kelainan pada esofagus: varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan. Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragik, ulkus peptikum ventrikuli dan duodeni, keganasan, polip. Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni. Penyakit sistemik: uremia. Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C, atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah tersumbatnya saluran empedu.

B. Etiologi Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C, atau konsumsi alkohol dalam jumlah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah tersumbatnya saluran empedu.

C. Manifestasi Klinis Keluhan yang ditimbulkan oleh varises esofagus sendiri sebetulnya tidak ada. Yang seringkali adalah, estela timbulnya perforasi dan terjadi perdarahan yang masif, yaitu hematemesis dan melena. Jadi yang dapat menimbulkan perdarahan sebagian besar varises berwarna kemerahan. Tanda-tanda perdarahan kadang-kadang adalah enselopati hepatic. Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.

D. Derajat Varises Esogafus a. Klasifikasi dagradi Menurut Dagradi, berdasarkan hasil pemeriksaan esofagoskopi dengan Eder Hufford esofagoskop, maka varises esofagus dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu. Tingkat 1 : Dengan diameter 1-2 mm, terdapat pada submukosa, boleh dikata sukar dilihat penonjolan kedalam lumen. Hanya dapat dilihat setelah dilakukan kompresi. Tingkat 2 : Mempunyai diameter 2 3 mm, masih terdapat di submukosa, mulai terlihat penonjolan di mukosa tanpa kompresi. Tingkat 3 : Mempunyai diameter 3 4 mm, panjang, dan sudah mulai terlihat berkelok-kelok, terlihat penonjolan sebagian dengan jelas pada mukosa lumen. Tingkat 4 : Dengan diameter 4 5 mm, terlihat panjang berkelok kelok. Sebagian besar dari varises terlihat nyata pada mukosa lumen. Tingkat 5 : Mempunyai diameter lebih dari 5 mm, dengan jelas sebagian besar atau seluruh esofagusnya terlihat penonjolan serta berkelok-keloknya varises.

b. Klasifikasi palmer & brick Palmer dan Brick menilai bentuk, warna, tekanan dan panjangnya varises esofagus serta membaginya dalam tingkat ringan, bila diameter varises esofagus lebih kecil dari 3 mm, tingkat sedang bila diameter varises esofagus 3-6 mm dan berat bila diameter varises esofagus lebih besar dari 6 mm. Selain itu diukur pula panjang dan tekanan dalam varises tersebut. Klasifikasi klasifikasi ini bermaksud untuk memberikan gambaran yang seragam dari varises esofagus, serta tanda tanda yang erat hubungannnya dengan perdarahan varises tersebut.

c. Klasifikasi omed 1. Besarnya Besarnya varises esofagus dibagi dalam 4 derajat, yaitu : 1) Penonjolan dalam dinding lumen yang minimal sekali 2) Penonjolan kedalam lumen sampai lumen dengan pengertian bahwa esofagus dalam keadaan relaksasi yang maksimal.

3) Penonjolan kedalam lumen sampai setengahnya. 4) Penonjolan kedalam lumen sampai lebih dari setengah dari lumen esofagus. 2. Bentuknya Dibedakan 3 macam bentuk varises esofagus, yaitu : 1) Sederhana (simple), ialah penonjolan mukosa yang berwarna kebirubiruan dan berkelok-kelok dengan atau tanpa adanya kelainan pada mukosanya. 2) Penekanan (congested), ialah penonjolan mukosa yang berwarna merah tua disertai tanda pembengkakan mukosa dan dengan tanda-tanda perdarahan. 3) Varises yang berdarah, ialah varises yang mengeluarkan darah segar karena adanya robekan pada permukaan varises tersebut. 3. Varises dengan Stigmata (tanda-tanda perdarahan) Ialah terdapatnya bekuan atau pigmen darah dipermukaan varises yang menandakan telah terjadi perdarahan. Klasifikasi Omed ini belum banyak digunakan meskipun sudah lebih baik daripada klasifikasi Dagradi atau Palmer & Brick, karena dirasakan tidak praktis.

d. Klasifikasi Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Jepang Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Jepang membuat klasifikasi yang disebut Endoscopio Diagnosis and Classification of Esophageal Varices in Japan. Klasifikasi ini didasarkan atas tanda-tanda yang dilihat pada pengamatan pemeriksaan endoskopi yang dibedakan dalam 4 kategori, yaitu : warna (colour), tanda warna merah (red colour sign), bentuk (form), dan lokalisasi. 1. Warna Warna yang dilihat dengan mata pada pengamatan endoskopi, oleh karena warna pada foto akan berlainan, yang banyak tergantung dari pencahayaan dan film yang dipakai. Mengenai warna dibedakan atas putih dan biru (CW dan CB). 2. Tanda warna merah (red colour sign/RCS) Perubahan warna pada mucosa varises yang selalu menjadi merah merupakan tanda perdarahan baru atau risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan. Ada 4 sub kategori yang masing-masing adalah :

Red Wall Marking (RWM), Adalah tanda pelebaran pembuluh darah pada dinding varises yang memanjang dan menyerupai cambuk. Cherry Red Spot (CRS), Ialah bintik-bintik merah yang banyak dengan diameter lebih dari 2 mm, terdapat pada dinding varises. Hemato Cystic Spot (HCS), Ialah tanda warna merah yang lebih besar, lebar dan kistik. Terdapat pada varises yang besar dan merupakan resiko tinggi untuk terjadinya perdarahan. Diffuse Redness (DR), Ialah warna merah yang diffus pada mucosa varises, tidak terdapat permukaan yang meninggi atau cekung seperti pada esofagitis. 3. Lokalisasi Biasanya dimulai dari esophagogastric junction yang makin meluas ke oral. Jadi kebanyakan di 1/3 bagian esofagus sebelah distal. Oesophageal varices. CT at mid-chest level following intravenous contrast administration. demonstrates multiple tubular and rounded contrast enhanced structures surrounding the oesophagus and representing perioesophageal varices (large arrows). Enhancement of the thickened oesophageal wall (small arrow) is due to enlarged submucosal contrast enhanced varices. Reprinted from: Advances in Computed Tomography by D. Vanbeckevoort, A.L. Baert and L. Van Hoe, in Modern Imaging of the Alimentary Tube. A.R. Margulis, Springer Verlag, Berlin Heidelberg New York, 1998, by courtesy of Springer Verlag.

Varices, oesophageal, Fig.1

Varices, oesophageal, Fig.2

Varices, oesophageal, Fig.3

Pecahnya varises esofagus dapat terjadi secara spontan tanpa adanya factor pencetus, menyebabkan terjadinya hematemesis masif dengan atau tanpa melena. Kadang-kadang status hemodinamik pasien masih stabil atau hanya takikardia ringan, namun sering pula sampai terjadi renjatan. Perdarahan SCBA berbeda dengan perdarahan eksternal yang mudah dilihat/diukur.

Lumen usus mempunyai kemampuan untuk menyimpan volume darah sebelum keluar melalui muntah atau peranum. Terjadinya hipotensi postural (10 mmHg atau lebih) menggambarkan bahwa kemungkinan telah terjadi kehilangan darah sedikitnya 20%. Jika terjadi renjatan, menandakan telah terjadi kehilangan volume darah sekitar 40%. Penilaian berkala hemoglobin dan hematokrit dapat membantu kita mengantisipasi jumlah darah yang akan ditransfusikan. Tetapi harus diingat bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh faktor hemodilusi, sehingga pada awal perdarahan kurang dapat menggambarkan berapa banyak darah yang telah hilang.

E. Patofisiologi Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba

mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

gagal hepar sirosis kronis penyempitan vena hepatika oleh karena fibrosis hati, regenerasi noduler, dan kematian sel

Aliran darah yang menuju ke hati di ahlikan menjauhi hati (peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati) terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior

peningkatan tekanan vena porta

vena menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah

varises esofagus, varises lambung, pelebaran vena-vena dinding perut.

kehilangan darah tiba-tiba

penurunan arus balik vena ke jantung

penurunan curah jantung

Syok hipovolemik

penurunan perfusi jaringan

disfungsi seluler Mengalami kegagalan organ Kematian F. Pemeriksaan Penunjang Tidak ada persiapan khusus pada pasien yang akan di lakukan pemeriksaan diagnostic, akan tetapi pada pemeriksaan endoskopi biasanya pasien di puasakan dan lambung dikosongkan..

1. Laboratorium: Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat. Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.

2. Pemeriksaan Radiologis Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum. Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis berhenti. 3. Pemeriksaan Endoskopi Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum. Penyebab perdarahan dapat disebabkan oleh satu atau lebih penyebab, sehingga dengan diketahui pasti penyebabnya maka

penatalaksanaan dapat lebih optimal. Untuk rumah sakit-rumah sakit di daerah yang belum memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna dapat memakai modalitas lain yaitu roentgen oesofagus-lambung-duodenum (OMD)

walaupun tidak begitu sensitif. Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan. Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar.

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas: 1. Penatalaksanaan kolaboratif Intervensi awal mencakup 4 langkah: a) kaji keparahan perdarahan, b) gantikan cairan dan produk darah untuk mengatasi shock, Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar Lakukan penggantian cairan intravena: RL atau Normal saline Kaji terus tanda-tanda vital saat cairan diganti Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan. Untuk itu periksa gol darah dan cross-match Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital, seperti: dopamin, epineprin dan norefineprin untuk menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif. c) tegakan diagnosa penyebab perdarahan dan Diagnosis penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas di lakukan dengan melakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis yang baik dan teliti serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan esofagogastro-uoenoskopi. Anamnesis dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil dan memungkinkan, sehingga tidak mengganggu pengobatan emergensi yang harus dilakukan Pemasangan selang nasogastrik utuk mengkaji tingkat perdarahan (tetapi kontroversial) Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan duodenum). Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis berhenti. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang adanya sirosis hati,

pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori dan lain-lain. Untuk memonitor perdarahan dapat dilakukan pemeriksaan

hemoglobin, hematokrit trombosit secara berkala tiap 6 jam dan memasang selang nasogastrik dengan pembilasan tiap 6 jam. d) rencanakan danlaksanakan perawatan definitif. 2. Penatalaksanaan umum/suportif Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih. Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated

Intravascular Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer atau Triadapafilopoulos. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan

memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi. 3. Penatalaksanaan khusus Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik

perendoskopik atau terapi embolisasi arteri.Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan pada pecah varises esofagus yaitu : Tindakan skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional. 4. Penatalaksanaan definitif 1) Terapi Endoskofi Skleroterapi, menggunakan pensklerosis: natrium morrhuate atau natrium tetradesil sulfat. Agen ini melukai endotel menyebabkan nekrosis dan akhirnya mengakibatkan sklerosis pembuluh yang berdarah. Endoskopi tamponade termal mencakup probe pemanas, fotokoagulasi laser dan elektrokoagulasi. 2) Bilas Lambung Dilakukan selama periode perdarahan akut (kontroversial, karena mengganggu mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain meyakini lambung dapat membantu membersihkan darah dalam lambung, membantu mendiagnosis penyebab perdarahan selama endoskofi) Jika dinstruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar dimasukan dengan menggunakan NGT.

Kemudian dikeluarkan kembali dengan spuit atau dipasang suction sampai sekresi lambung jernih. Bilas lambung pakai es tidak dianjurkan mengakibatkan perdarahan Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat dikirim melalui sistem vena porta ke hepar dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan. Pasien berresiko mengalami apsirasi lambung karena pemasangan NGT dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kananmemudahkan mengalirnya isi lambung melewati pilorus. 3) Pemberian Pitresin Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena. Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan aliran darah pada tempat perdarahan Dosis 0,2-0,6 unit permenit. Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat. Hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.

4) Mengurangi Asam Lambung Turunkan keasaman sekresi lambung, dengan obat histamin (H2) antagonistik, contoh: simetidin (tagamet), ranitidin hidrokloride (zantac) dan famotidin (pepcid) Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampir 5 jam. Ranitidin iv: 50 mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv: 300 mg dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg dicairkan dalam 50 mg D5W setiap 6 jam atau sebagai infus intravena kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika pH lambung 4 dapat dipertahankan.

Antasid juga biasanya diberikan

5) Memperbaiki Status Hipokoagulasi Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aquaMephyton) 10 mg im atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Dapat pula diberikan plasma segar beku.

6) Balon Tamponade Terdapat bermacam balon tamponade antara lain Tube SangstakenBlakemore, Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdaraghan GI bagian atas karena varises esophagus. Tube SangstakenBlakemore mengandung 3 lumen: a) balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara b) balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg (menggunakan spigmomanometer) dan lumen c) untuk mengaspirasi isi lambung. Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring. Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu balon gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 mL udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian esophagus maupun lambung untuk mengaspirasi sekresi dan darah. Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam

lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung pas terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan

radiografi), balon lambung dpat dikembangkan dengan 100-200 mL udara. Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi. Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan 250 40 mm Hg (menggunakan spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus.

Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang, diberi label dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang. 5. Penatalaksanaan bedah Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam : a. Keadaan gawat I sampai II b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter Pengertian gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian a. Anamnesis Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia, dll. Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan nyeri atau pedih di daerah epigastrium Tanda-gejala hematemesis timbul mendadak Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya.

b. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum Kesadaran Nadi, tekanan darah Tanda-tanda anemia Gejala hipovolemia Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. 2. Masalah Keperawatan Defisit volume cairan Syok Hipovolemi Penurunan curah jantung Penurunan perfusi jaringan

Analisa Data Data Masalah Etiologi

DS : Tn. L masuk ke ICU Kekurangan volume cairan dengan keluhan muntah darah segar kurang lebih 250 cc DO : Tn. L riwayat

kehilangan darah akut

peminum alcohol dan terkena hepatitis B

sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis TD 70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah Penurunan curah jantung Perdarahan gastrointestinal masif

volume tak kuat, P 25x/menit, konjungtiva anemis,

sclera ikteris, dan kulit tampak pucat.

DS : Tn. L masuk ke ICU dengan keluhan mutah

darah segar kurang lebih 250 cc DO : Tn. L riwayat

peminum alcohol dan terkena hepatitis B

sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan umum lemah, CM-apatis TD 70/50 mmHg, N 130x/menit, lemah

volume tak kuat, P

25x/menit, konjungtiva anemis,

sclera ikteris, dan kulit tampak pucat

3. Diagnosa Keperawatan Prioritas 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut 2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif 4. Intervensi Keperawatan Dx 1 : 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kekurangan volume cairan pasien teratasi. Kriteria hasil : Muntah darah berkurang Tanda-tanda vital dalam batas normal Pasien menunjukkan respon kesadaran yang baik Konjungtiva merah terang Sclera normal ( putih) Kulit kembali normal KU baik Rasional Mandiri 1. Membantu : penyebab dalam distress membedakan gaster. Darah

Intervensi Mandiri 1. Catat karakteristik muntah 2. Awasi tanda vital

bandingkan normal sebelumnya. 3. Catat

dengan pasien

hasil atau

merah cerah menunjukkan adanya perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster, darah merah

respon pasien

fisiologis terhadap perubahan

gelap mungkin darah lama ( tertahan dalam usus ) atau perdarahan vena dari varises 2. Perubahan TD dan nadi dapat di gunakan untuk perkiraan kasar

individual perdarahan

mental, kelemahan, gelisah, ansietas,pucat, berkeringat,

takipnea, perubahan suhu 4. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan

kehilangan darah. ( missal TD < 90 mm Hg dan nadi > 110 di duga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000ml) 3. Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat/ lamanya episode perdarahan. Memburuknya gejala

perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan melalui muntah, penghisapan gaster/ lavase, dan defekasi Kolaboratif 5. Berikan cairan /darah sesuai indikasi 6. Awasi pemeriksaan

dapat menunjukkan perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan 4. Memberikan pedoman untuk

penggantian cairan.

laboratorium : Hb, Ht, jumlah Kolaboratif sel darah merah 7. Berikan obat sesuai ( ( 5. Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan ( akut atau kronis). Tambahan volume albumin dapat diinfuskan sampai golongan darah dan pencocokan dan silang transfuse dapat darah

indikasi.Misal Tagamet),

Simetidin ranitidine

zantac), famotidine ( Pepcid), nizatidin, ( axid)

diselesaikan dimulai

6. Alat untuk menentukkan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi keefektifan terapi 7. Penghambat histamine H2

menurunkan produksi asam gaster,

meningkatkan

Ph

gaster,

dan

menurunkan iritasi pada mukosa gaster penting untuk penyembuhan juga pencegahan pembentukan lesi. Dx 2: Penurunan curah jantung berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal masif Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, pasien menunjukkan perbaikan perfusi jaringan Kriteria hasil : - Muntah darah berkurang - Tanda-tanda vital dalam baras normal - kulit kembali normal ( tidak pucat) - Konjungtiva merah terang Intervensi Mandiri 1. Selidiki perubahan tingkat Rasional Mandiri 1. Perubahan dapat menunjukkan

kesadaran, keluhan pusing atau sakit kepala 2. Auskultasi nadi apical. Awasi kecepatan jantung / irama bila EKG kontinu ada. 3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat, dan nadi perifer lemah 4. Catat haluaran urin dan berat jenis Kolaboratif: 5. Berikan oksigen tambahan

ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai arterial. akibat tekanan darah

Catatan:

perubahan

sensori dapat juga menunjukkan peningkatan kadar ammonia/

ensefalopati hepatic pada pasien dengan penyakit hati 2. Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat asidosis,

hipotensi,

hipoksia,

ketidakseimbangan elektrolit, atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air dingin di gunakan untuk mengontrol darah 3. Vasokonstriksi simpatis adalah respon

sesuai indikasi 6. Awasi GDA 7. Berikan cairan IV sesuai indikasi

terhadap

penurunan

volume sirkulasi dan atau dapat

terjadi

sebagai

efek

samping

pemberian vasopressin. 4. Penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/ gagal

ginjal di manifestasikan dengan penurunan keluaran urine. Kolaboratif: 5. Mengobati hipoksemia dan

asidosis laktat selama perdarahan akut 6. Mengidentifikasi keefektifan/ terapi 7. Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi. Catatan : penggunaan ringer laktat di kontraindikaasikan pada adanya gagal hati karena metabolisme laktat terganggu dan asidosis laktat dapat terjadi hipoksemia, untuk

kebutuhan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran; EGC Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC. Wilson, lorraine. (2006). Patofisiolofi volume 1, Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku EGC Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas, Ns. Musliadi, Skep Penelitian: Hubungan Antara Varises Esofagus dan Gambaran Klinik Penderita Sirosis Hati oleh Dr. Sjamsu Tabrich Aplatun, Dr. HAM Akil *, Dr. Achmad Rifai Amirudin Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin, Ujung Pandang Hematemesis dan Melena, Dr.Oey Tjeng Sien.Cermin Dunia Kedokteran no. 40 1985

You might also like