You are on page 1of 5

Tinea korporis dan onikomikosis yang disebabkan oleh Tricophyton violaceum.

Rangkuman Kami melaporkan dua kasus tinea korporis purpurika pada kaki, kemungkinan disebabkan oleh inokulasi jamur dari kuku kaki, pada dua wanita lanjut usia (80 dan 78 tahun). Tricophyton violaceum diisolasi dari kulit dan kuku. Pemeriksaan histologi dari biopsi spesimen yang didapat dari kaki mengkonfirmasi diagnosis ini. Sumber infeksi adalah pengasuhnya yg berkebangsaan Ethiopia, yang memiliki tinea capitis (pada kasus pertama), dan kasus kedua tidak diketahui. Variasi kasus tinea korporis ini sangat jarang dan ini adalah laporan pertama dari kasus T.violaceum dengan inokulasi-diri dari onikomikosis.

Pendahuluan Tricophyton violaceum adalah dermatofit antropopilus yang menyebabkan tinea capitis dan bisa juga menyebabkan tinea corporis, manus, pedis, cruris dan onikomikosis. Jamur ini endemik untuk sebagian wilayah Afrika, terutama Libya (Ellabib MS et al, Mycoses 2002: 45: 101-4), Egypt (Amer M et al, Int J Dermatol 1981: 20: 431-4), Tunisia, Iran, dan Asia terutama Nepal dan India. Di Eropa, jamur ini muncul kembali sejak 1990, sebagai akibat imigrasi dari daerah endemik. Kasus ini dilaporkan muncul di Belanda, Inggris, Yunani, Swedia, dan Italia. Di Tuscany, didiagnosa 45 kasus dermatofitosis akibat T.violaceum antara 1985-1997, 36 diantaranya pernah berada di Afrika dengan infeksi lama yang didapat dari Negara asal mereka.

Laporan kasus Kasus #I Wanita 80 tahun dengan riwayat hipertensi tetapi kondisi kesehatan keseluruhan baik, datang dengan keluhan sedikit deskuamasi, lesi kemerahan, purpura, bentuk tidak beraturan, pada kaki dan lutut. Lesi ini timbul sejak 4 bulan yang lalu. Diaskopi (penekanan lesi dengan object glass) tidak mengubah bentuk dari purpura. Pemeriksaan darah rutin (lekosit, trombosit, waktu pembekuan darah, PT, PTT dan fibrinogen) semua dalam batas normal. Pemeriksaan Doppler menunjukkan insufisiensi vena. Pasien tidak sedang dalam pengobatan dengan steroid atau obat immunosupresan lain, dan tidak pernah menggunakan krim tapi sering menggaruk lesi. Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan tandatanda mikosis di area kulit yang lain, tapi semua kuku jari menjadi kekuningan dengan hiperkeratosis distal subungual yang mulai berkembang sejak dua tahun yang lalu. Pemeriksaan mikologi lesi pada kaki dan subungual dengan menggunakan mikroskop menunjukkan adanya hifa pada kedua kasus. Kultur pada agar saburoud glukosa dengan kloramfenikol dan sikloheksimid menghasilkan koloni yang tumbuh lambat, licin dan berwarna

keunguan, yang terdiri dari serabut hifa dan mikrokonidia oval atau tidak beraturan khas T.violaceum. Pemeriksaan histologi dari biopsi lesi eritematosa purpura menunjukkan dermatitis akibat jamur. Rekam medis menunjukkan bahwa selama 8 tahun, pasien dirawat oleh seorang wanita berkebangsaan Ethiopia yang setiap tahun selalu pulang ke negara asalnya. Dalam pemeriksaan lebih lanjut diketemukan bahwa wanita ini menderita tinea kapitis yang diakibatkan oleh T.violaceum. Tinea korporis purpurica diobati dengan itrakonazol 100 mg dan imidazole topical selama 25 hari, berujung kepada perbaikan klinis 3 bulan setelah terapi. Onikomikosis diterapi secara berkala dengan itrakonazol (2x200 mg, 1 minggu per bulan selama tiga bulan). Sedangkan pengasuhnya diterapi dengan itrakonazol sistemik (1x100mg/hari selama 45 hari). Keduanya sembuh total dan tidak datang lagi untuk pengobatan lebih lanjut.

Kasus #2 Wanita umur 78 tahun dengan kondisi kesehatan baik ditemukan dengan lesi eritema dan squama pada kaki dan punggung kaki kanan, beberapa lesi berbentuk tidak beraturan dan gatal. Pada pasien ini juga ditemukan ulcus pada punggung kaki kanan akibat dari penggarukan. Pasien juga menderita onikomikosis pada kuku jari dan tidak sedang dalam pengobatan imunosupresan. Diagnosis didasarkan pada kriteria mikrobiologi (mikroskopik dan kultur) yang berujung pada isolasi T.violaceum seperti pada kasus #1. Pemeriksaan histologi tidak dilakukan. Pasien ini memelihara kucing, yang keadaannya sehat dan tidak memiliki lesi kemerahan, squama serta pitak apapun di tubuhnya. Kami melakukan kultur pada bulu yang didasarkan pada teknik Mackenzie, tetapi hasilnya negatif. Perbaikan klinis dan mikologis pada pasien dicapai setelah pengobatan dengan itraconazol 1x100mg dan terbinafin topikal selama 45 hari. Pada kasus ini, sumber infeksi tidak diketahui.

Diskusi Varian purpurika dari tinea korporis sangat jarang dan faktor predisposisinya tidak diketahui dengan jelas. Beberapa kasus tinea purpurika termasuk dalam kategori tinea inkognita, suatu bentuk tinea tanpa manifestasi klinik. Pasien yang terkena mempunyai riwayat penggunaan steroid baik topikal maupun sistemik yang menurunkan jumlah sel T dan menimbulkan berbagai macam manifestasi penyakit kulit : discoid lupus eritematosus, eksim, rosasea, impetigo, psoriasis, dermatitis seboroik dan purpura. Manifestasi berupa purpura sering ditemukan pada orang dewasa dan anakanak dimana jamur yang dapat diisolasi adalah Trycophyton rubrum, Microsporum canis dan Epidermophyton floccosum. Bagaimanapun, kasus tinea porporica tanpa sejarah pengobatan dengan steroid juga ditemukan. Sebagai contoh, pada sebuah kasus purpura di betis yang disebabkan oleh M.canis, insufisiensi vena dan trauma garukan dianggap sebagai faktor predisposisi. Pada kasus lain, infeksi pada kaki oleh T.rubrum, aminopeptidase, dan reaksi imun terhadap mycete yang cukup kuat untuk mencederai pembuluh darah, dianggap sebagai faktor predisposisi untuk tinea purpurika. Sumber infeksi pada kasus pertama adalah dari pengasuh yang telah merawat pasien selama 8 tahun dan mungkin menularkan infeksi ini kepada kaki pasien, mengingat perubahan kuku berupa onikomikosis mempunyai riwayat 2 tahun sebelum infeksi ini dimanifestasikan pada kaki. Oleh karena itu, kami membuat hipotesa bahwa tinea korporis mungkin telah muncul dari inokulasi diri mycete yang ada di kuku kaki, walaupun kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa infeksi di kaki disebabkan kontak langsung dari si pengasuh. Kami juga menganggap bahwa penyebab dari munculnya manifestasi berupa purpura di kedua kasus adalah trauma yang disebabkan oleh penggarukan, dan pada kasus pertama juga akibat insufisiensi vena, seperti pada kasus yang dilaporkan oleh Veraldi. Purpura adalah kelainan kulit yang ditandai dengan makula atau papula hemoragik yang disebabkan oleh kelainan kongenital, defisit faktor pembekuan, defisit vaskuler atau vaskulitis. Bentuk klinis, diaskopi, kimia darah rutin, pemeriksaan histologi dan Doppler echo dari arteri dan vena, sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Ketika kemungkinan penyebab-penyebab diatas telah disingkirkan, maka diagnosis dermatofitosis varian purpura bisa dipertimbangkan. Laporan kasus dermatofitosis akibat inokulasi diri telah meningkat secara berkala. Mikosis yang melibatkan kuku jari kaki dan manifestasi selanjutnya mungkin disebabkan oleh tinea barbae (Szepitowsky JC et al., Mycoses 2008; 51: 3456, Kawada A et al., Br J Dermatol 2000; 142: 10645), tinea barbae et corporis (Manz B et al., Mycoses 2003; 46: 260 ) atau tinea faciei (alteras I et al., Dermatologica 1988; 177: 659, Nenoff P et al., Mycoses 1997; 40: 1279). Inokulasi diri mungkin juga timbul dari kombinasi tinea pedis dan onikomikosis (Nenoff P et al., Mycoses 2007; 50: 1535). Dalam penelitian retrospektif yang dilakukan di Spanyol selama 4 tahun , 61 dari 383 pasien memiliki lesi yang jauh dari bentuk dermatofitosis dan 36 dari 61 memiliki ungual primer dan lokalisasi interdigital. Sebuah kasus otomikosis yang disebabkan oleh T.rubrum yang berasal dari kaki yang terinfeksi juga pernah dilaporkan. Penemuan penemuan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan terhadap kulit dan kuku kaki pasien dengan epidermomikosis sangat dianjurkan, dan pemeriksaan mikologi diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Akhirnya, ketika T. violaceum ditemukan di Negara-negara dimana mycete ini tidak endemik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap anggota keluarga lain dan orang-orang dari daerah endemis

JOURNAL READING

Tinea korporis dan onikomikosis yang disebabkan oleh Tricophyton violaceum.

Disusun oleh : El David Setiawan : 1210221004 Pembimbing : Letkol ckm dr. Puguh Santoso, SpKK

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RS DR. SOEDJONO MAGELANG PERIODE 17 SEPTEMBER 20 OKTOBER 2012

LEMBAR PENGESAHAN Journal Reading

Tinea korporis dan onikomikosis yang disebabkan oleh Tricophyton violaceum

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS dr Soejono Magelang

Disusun Oleh : El David Setiawan 1210221004

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing

(Letkol ckm dr. Puguh Santoso, SpKK)

You might also like