You are on page 1of 31

BAB I PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian. Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari, dengan demikian perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada penderita OMSK sehingga penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1. ANATOMI TELINGA TENGAH Telinga tengah terdiri dari: 1. Membran timpani. Bagian luar diliputi oleh epitel dari liang telinga dan bagian dalam diliputi oleh mukosa dari cavum timpani. 2. Cavum timpani. Di sini terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu Malleus, Inkus, dan Stapes. 3. Prosessus Mastoideus dengan sellulae mastoid yang berhubungan dengan cavum timpani. 4. Tuba eustachius yang menghubungkan cavum timpani dengan nasopharing.

1. Membran Tympani Membran timpani terdiri dari 3 lapisan yaitu: 1. Stratum cutaneum yang berasal dari liang telinga / lateral 2. Stratum mukosum yang berasal dari cavum timpani / medial 3. Stratum fibrosum (lamina propia) yang letaknya antara stratum cutaneum dari stratum mukosum.

Lamina propria terdiri dari 2 lapisan anyaman penyambung elstis yaitu: Bagian dalam berbentuk sirkuler Bagian luar berbentuk radier

Ke arah perifer, kedua bagian anyaman penyambung ini bersatu dan merupakan jaringan padat yang dinamakan annulus fibrosis.

Gambaran dari membrana timpani yang Normal

Gambaran dari Membrana timpani yang mengalami perforasi

Membrana timpani secara anatomis dibagi pula menjadi 2 bagian yaitu: 1. Parstensa. Membrananya lebih tegang. 2. Pars falksida atau membrana sharpnell. Letak membrana ini di atas muka dan lebih tipis dari pars tensa oleh karena tidak adanya lamina propria. Pars tensa dan pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu: 1. Plika malleolaris anterior (depan) 2. Plika malleolaris posterior (belakang)

2. Cavum Tympani Cavum timpani secara skematis merupakan kotak korek api dengan 6 dinding yaitu:

1. Dinding muka: Bagian atas berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius (tuba faringo tympanica) 2. Dinding belakang: Bagian atas berhubungan dengan sellulae mastoid melalui aditus ad antrum 3. Dinding lateral: Di sini terletak membran timpani akan tetapi tidak seluruh dinding lateral ditutupi oleh membran timpani
4. Dinding atas / atap / tegmen timpani. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang tipis atau

adakalanya tidak ada tulang sama sekali atau dehisonansi. Di atasnya terdapat selaput otak dan fossa cranii media. 5. Dinding bawah. Ini berbatasan dengan bulbus vena jugularis. Adakalanya antara cavum timpani dengan bulbus ini, terdapat tulang yang tipis sekali atau tidak ada

tulang sama sekali sehingga infeksi pada cavum timpani mudah menjalar ke bulbus vena jugularis.
6. Dinding medial. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol ke arah cavum timpani.

Bagian ini dinamakan promontorium. Tonjolan ini disebabkan oleh karena di dalamnya terdapat cochlea. Pada bagian belakang bawah dinding medial ini terdapat lubang yang dinamakan fenestra cochlea atau foramen rotundum dan pada bagian belakang atas terdapat fenestra vestibuli atau foramen rotundum dan pada bagian belakang atas terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale. Pada fenestra ovale, melekat stapes dengan perantaraan ligamentum anulare. Di atas fenestra ovele, terdapat saluran yang agak menonjol ke dalam cavum timpani yang merupakan tempat jalannya nervus fasialis (canalis falofii). Secara skematis, tampak pada gambar di bawah ini: Di dalam cacum timpani, terdapat tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lainnya. Tulang-tulang ini menghubungkan membrana timpani dengan fenestra ovale. Tulang-tulang ini terdiri dari: 1. Malleus yang melekat pada membran timpani yang letaknya lateral. 2. Inkus. 3. Stapes, yang melekat pada fenestra ovale.

Kaput malei Inkus Stapes Ligamentum malei superior Ligamen inkudis posterior Tendo muskulus tensor timpani Tendo muskulus stapedius

8. 9. 10. 11. 12. 13.

Isthmus timpani anterior Lipatan inkus superior Insisura tensoris Lipatan maleolus superior Lipatan inkus medialis Lipatan stapes plika

Pneumatisasi mastoid pada setiap orang tidaklah sama. Oleh karena itu, pneumatisasi mastoideus dibagi dalam 3 derajat yaitu: 1. Prosessus mastoideus kompakta (sklerotis) di mana tidak ditemukan sel-sel. 2. Prosessus mastoidus spongiosa dimana tedapat sel-sel yang kecil. 3. Prosessus mastoideus dengan pneuatisasi yang luas dimana sel-selnya berukuran besar.

3. Proses Mastoideus Pneumatisasi mastoid pada setiap orang tidaklah sama. Oleh karena itu, pneumatisasi mastoideus dibagi dalam 3 derajat yaitu: 1. Prosessus mastoideus kompakta (sklerotis) dimana tidak ditemukan sel-sel. 2. Prosessus mastoideus spongiosa dimana terdapt sel-sel yang kecil. 3. Prosessus mastoideus dengan pneumatisasi yang luas di mana sel-selnya berukuran besar. 4. Tuba Eustachius Tuba ini berbentuk huruf S dengan panjang 3,5 cm, berjalan dari osteum faringeum tuba auditiva dalam epifaring ke cavum timpani. Tuba ini terdiri dari: 1. Bagian tulang: Bagian belakang yang pendek (1/3 bagian) 2. Bagian cartilago: Bagian muka yang panjang (2/3 bagian) Antara 2 bagian ini ada yang menyempit dinamakan ithmus. Fungsi tuba adalah supaya udara dapat masuk ke cavum tympani sehingga tidak ada perbedaan tekanan antara cavum timpani dan udara di liang telinga. Antara dua bagian ini, terdapat suatu bagian yang menyempit. Bagian ini dinamakan isthmus.

Berikut adalah gambara hubungan antara telinga tengah dengan telinga luar dan telinga bagian dalam:

Gambar Penampang Telinga

II.2. FISIOLOGI PENDENGARAN Getaran suara di tangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan mengenai membrana timpani, sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ketulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala timpani, sehingga tangkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membaran tarsal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi dirubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan kecabang-cabang nervus VIII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengan diotak (area 39-40) melalui syaraf pusat yang ada di lobus temporalis.

II.3 DEFINISI Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.1 II.4 EPIDEMIOLOGI Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul

10

oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1

II.5 ETIOLOGI Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans (Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).2

II.6 PATOGENESIS Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).1 Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang

11

datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1

Gambar 1. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa3

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.1 Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan

12

OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1 II.7 KLASIFIKASI OMSK4,7 OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe banigna = tipe aman = tipe mukosa.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: Fase aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Fase tidak aktif / fase tenang Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga. Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani : Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis

13

Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe maligna = tipe bahaya = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Kolesteatoma kongenital

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah : Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
2. Kolesteatoma akuisital/didapat.

a. Kolesteatoma akuisital primer

14

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba ( Teori Invaginasi). b. Kolesteatoma akuisital sekunder Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membrane timpani. Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ketelinga tengah (Teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori metaplasia) Pada teori implantasi dikatan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi epitel kulit secara iatrogenic kedalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi atau setelah miringotomi Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Massa pada kolesteatoma akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis pada tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.

15

Gambar 2. Perjalanan Penyakit OMSK3

II.8 DIAGNOSIS5 II.8.1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.

16

Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

II.8.2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

17

II.8.3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

II.8.4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

TANDA KLINIS Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : 1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular 2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.

18

3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) 4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatoma.

PEMERIKSAAN KLINIS Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran :
-

Normal : 10 dB sampai 26 Db Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB.

19

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu : 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50

dB apabila disertai perforasi.


3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh

menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.


4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan

hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah

lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.

20

2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan

tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang

lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat

memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

II.9 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.5 Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas5 : 1. Konservatif 2. Operasi

21

OMSK BENIGNA TENANG Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.5

OMSK BENIGNA AKTIF Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah5 :


1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)

Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Bagan 1. Pengerjaan aural toilet6 Cara pembersihan liang telinga (aural toilet)5 : a. Aural toilet secara kering (dry mopping). Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga

22

dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering. b. Aural toilet secara basah (syringing). Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastod. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.

c. Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet) Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan displacement methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika/antimikroba topical

Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus

23

dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.5 Bubuk telinga yang digunakan seperti5 : a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine b. Terramycin. c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.5 Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.5

24

Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah6 :

Catatan: Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.

25

3. Pemberian antibiotika sistemik

Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.5 Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.5 Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah5.

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.

26

Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.5 OMSK MALIGNA Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.5 Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain5 : 1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy) 2. Mastoidektomi radikal 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi 4. Miringoplasti 5. Timpanoplasti 6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Bagan 2. Pembedahan pada tatalaksana OMSK6

27

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.5 Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut5 :

28

II.10 KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK Komplikasi OMSK terjadi apabila sawar ( barrier ) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran nafas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawr ini runtuh, masih ada sawr kedua, yaitu dinding tulang kacum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Peberapa penulis mengemukakan klasifikasi kompliksai otitis media yang berlainan, tetapi dasarnya tetap sama. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut7 : A. Komplikasi di telinga tengah : 1. Perforasi persisten 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi telinga dalam 1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural)

29

C. Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis

30

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian.

III.2 Saran Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari dengan menegakkan diagnosis secara tepat dan dini, diikuti dengan penatalaksanaan yang tepat pada penderita OMSK.

31

You might also like